Disusun oleh :
Gindy Aulia Mustikasari
30101206632
Pembimbing :
Kolonel Ckm dr. Rahmat Saptono, Sp.OG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kebidanan & Kandungan
periode 26 Desember 2016 – 26 Februari 2017.
NIM : 30101206632
Fakultas : Kedokteran
Pembimbing
Kepaniteraan Ilmu Kebidanan & Kandungan
2
BAB I
LAPORAN KASUS
3.2. ANAMNESIS
3.2.1. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanda vital :
Suhu : 36,2º C
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Kepala :
Mata :
Bentuk simetris, pupit isokor, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Hidung :
Telinga :
Mulut :
Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil
T1/T1
Thorax :
o Jantung :
- Perkusi :
o Paru :
Abdomen
Extremitas :
Superior Inferior
3.5. DIAGNOSA
P3A0 Perdarahan Post Partum e.c Plasenta Restan
3.6. RENCANA TINDAKAN
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan saat terjadinya PPP dibagi menjadi PPP primer yang terjadi dalam
24 jam pertama dan biasanya disebabkan atonia uteri, robekan jalan lahir, dan sisa
sebagian plasenta, inversion plasenta. PPP sekunder yang terjadi setelah 24 jam
biasanya karena sisa plasenta
2.3.1. Atonia Uteri
2.3.1.1. Definisi
Keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir
2.3.1.2. Factor presdiposisi
Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau anak terlalu besar
Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep
Kehamilan grande – multipara
Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita
penyakit menahun
Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
Infeksi intrauterine (korioamnionitis)
Ada riwayat pernah atonia sebelumnya
2.3.1.3. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi lahir dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusatt atau lebih dengan dengan kontraksi yang
lembek. Perlu diperhatikan bahwa saat atonia uteri didiagnosis, maka pada
saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1000cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti
2.3.1.4. Pencegahan
Melakukan secara rutin manajemen kala III pada semua wanita yag
bersalin
Pemberian misoprostol peroral 2 – 3 tablet (400-600) segera setelah
bayi lahir
2.3.1.5. Tindakan
Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada kondisi klinis.
Pada umumnya dilakukan secara silmutan (bila pada pasien syok) hal – hal
sebagai berikut :
Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan
oksigen
Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
o Masase fundus uteri dan merangsang putting susu
o Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan i.m,
i.v atau s.c
o Memberikan derivate prostaglandin
o Pemberian misoprostol 800 – 1000 perrektal
o Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
o Kompresi aorta abdominalis
o Pemasangan tampon kondom, kondom dalam kavum uteri
disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan
disi cairan infus 200ml yang akan mengurangi perdarahan
dan menghindari tindakan operatif
o Tindakan pemasangan tampon tersebut tidak dianjurkan dan
hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rs
rujukan.
o Bila gagal tindakan aktif laparotomy dengan konservatif atau
histerktomi.
2.3.2. Robekan jalan lahir
Pada umumnya terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
yang manipulatif dan traumatic akan memudahkan robekan jalan lahir dan
karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan biasanya akibat episotomi, robekan spontan
perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi atau karena versi ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomy,
robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture perinei totalis
(sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks,
daerah sekitar klitoris dan uretra bahkan yang terberat rupture uteri.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada
vulva, vagina, dan serviks dengan memakai speculum untuk mencari sumber
perdarahan dengan ciri warna darah merah segar dan pulsatif sesuai dengan
denyut nadi. Perdarahan karena rupture uteri dapat diduga pada partus macet
atau kasep atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia
uteri dan tanda cairan bebas intrabdominal. Semua sumber perdarahan yang
terbuka harus diklem diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat – gut sampai
berhenti.
2.3.3. Retensio Plasenta
2.3.3.1. Definisi
Plasenta yang tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir. Plasenta yang sukar dilepas dengan pertolongan aktif kala 3
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Proses
kala III didahului oleh separasi plasenta yang akan ditandai oleh
perdarahan pervaginam ( cara pelepasan Duncan) atau sebagian plasenta
lepas tetapi tidak keluar pervaginam (pelepasan Schultze) sampai
akhirnya ekspulsi plasenta lahir.
Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut
rest placent dan dapat menimbulkan PPP Primer atau lebih sering
sekunder.
Pada retensio plasenta bila plasenta belum lepas maka tidak akan
menimbulkan perdarahan.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
yang tidak lengkap pada saat pemeriksaan plasenta dan masih ada
perdarahan pada OUE pada saat kontraksi Rahim sudah baik dan
robekan jalan lahir sudah dijahit. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi
ke dalam Rahim dengan cara manual/ digital atau kuret dan pemberian
uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi
transfuse darah sesuai dengan keperluannya.
2.3.4. Inversio Uterus
Adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan
keluar lewat OUE yang dapat bersifat komplit ataupun inkomplit.
Factor yang memungkinkan terjadinya inversio adalah atonia uteri,
serviks yang masih terbuka lebar, adanya kekuatan yang menarik fundus kebawah
(misal karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta., yang tali pusatnya ditarik
keras dari bawah). Atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (Manuver Crede)
atau tekanan intrabdominal yang keras dan tiba – tiba. Misalnya pada batuk atau
bersin. Melakukan traksi umbilkus pada pertolongan aktif kala 3 uteri yang masih
atonia dapat menyebabkan inversion.
Inversia ditandai dengan :
Syok karena kesakitan
Perdarahan banyak bergumpal
Divulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa
plasenta yang masih melekat
Bila baru terjadi, prognosis cukup baik tetapi jika lama jepitan
pada serviks menyebabkan uterus iskemia, nekrosis dan infeksi.
Tindakan :
2.4. Pencegahan
Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi
setiap kondisi penyakit kronis, anemia dan lain – lain sehingga dalam keadaan
optimal.
Mengenal factor presdiposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil
kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan
risiko tinggi lainnya yang risikonya akan muncul saat persalinan
Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di rumah sakit rujukan
Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun.
Menguasai langkah – langkah pertolongan pertama menghadapi PPP
mengadakan rujukan sebagai mana mestinya.