Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

P3A0 Dengan Perdarahan Post Partum e.c Plasenta Restan dan


Anemia berat

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik


Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun oleh :
Gindy Aulia Mustikasari
30101206632

Pembimbing :
Kolonel Ckm dr. Rahmat Saptono, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kebidanan & Kandungan
periode 26 Desember 2016 – 26 Februari 2017.

Nama : Gindy Aulia Mustikasari

NIM : 30101206632

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Sultan Agung Semarang

Bidang Pendidikan : Ilmu Kebidanan & Kandungan

Periode Kepaniteraan Klinik : 26 Desember 2016 – 26 Februari 2017

Judul : Lapkas P3A0 Dengan Perdarahan Post Partum e.c.

Plasenta Restan dan Anemia Berat

Pembimbing : Kolonel Ckm dr. Rahmat Saptono, Sp. OG

Telah diperiksa dan disahkan tanggal : …………………..

Pembimbing
Kepaniteraan Ilmu Kebidanan & Kandungan

Kolonel Ckm dr. Rahmat Saptono, Sp. OG

2
BAB I
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Z Jenis Kelamin : Perempuan


Usia : 36 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga No. RM : 148196
Alamat : Pakis Tgl Masuk RS : 31 Januari 2017

3.2. ANAMNESIS
3.2.1. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien P3A0 Datang ke IGD dengan keluhan perdarahan


pervagina dari tanggal 18 Januari 2017. Pasien post SC 1 bulan lalu e.c DKP
bayi besar. Pasien rujukan dari dr. Heriyono Sp.OG. Pasien mengaku
perdarahan sangat banyak yang membutuhkan 3-4x ganti pembalut, perdarahan
berwarna merah gelap dan prongkol – prongkol. Nyeri perut disangkal. mual
dan muntah 2x SMRS berupa makanan. Pasien sempat di rawat di RSI pada
tanggal 24 Januari 2017 selama 3 hari yang kemudian membaik dan
dipulangkan. Pada tanggal 28 Januari pasien mengalami perdarahan lagi dan
sempat pingsan tetapi tidak dibawa ke rumah sakit. Hari selasa pasien merasa
bertambah lemas, berdebar – debar dan pandangan terasa gelap kemudian
dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke RST dr. Soedjono Magelang.
3.2.2. Riwayat Haid
Menarche : 16 tahun
Siklus : Teratur 30 hari
Lama : ± 7 hari membutuhkan pembalut 4x sehari
Keluhan :-
3.2.3. Riwayat Pernikahan
Menikah 2x
Pernikahan pertama pada usia 18 tahunn
Pernikahan kedua pada usia 34 tahun
3.2.4. Riwayat Kontrasepsi
Suntik 3 bulan selama 2 tahun setelah anak pertama ke anak kedua
3.2.5. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluhan yang serupa pada keluarga.

3.2.6. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada keluhan yang serupa pada keluarga. Hipertensi, Diabetes, Alergi dan
Penyakit Sistemik lain disangkal.
3.2.7. Riwayat Reproduksi
 Tidak ada riwayat penyakit reproduksi.
3.2.8. Riwayat Obstetri
 P3A0 : - Perempuan, sehat, 14 tahun, spontan, bidan, 3000gram
- Perempuan, sehat, 10 tahun, spontan, bidan, 3000 gram
- Perempuan, sehat, 1 bulan, SC e.c DKP, dokter, 3300gram
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
3.3.1. STATUS GENERALIS

 Keadaan Umum : Lemas

 Kesadaran : Compos mentis

 Tanda vital :

 Tekanan Darah : 160/100 mmHg

 Suhu : 36,2º C

 Nadi : 80x/menit

 Pernapasan : 20x/menit

 Status Antropometri : BB : 61 kg, TB :147 cm, IMT : 28

 Kepala :

Normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut.

 Mata :

Bentuk simetris, pupit isokor, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
 Hidung :

Bentuk normal, sekret (-), deviasi septum (-)

 Telinga :

Normooti, discharge (-/-)

 Mulut :

Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil
T1/T1

 Thorax :

o Jantung :

- Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak

- Palpasi : iktus kordis teraba

- Perkusi :

 Batas atas jantung di ICS II midclavicula line sinistra

 Batas kanan jantung sejajar ICS IV parasternal line dextra

 Batas kiri jantung di ICS V midclavicula line sinistra .

- Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)

o Paru :

- Inspeksi: bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis,

- Palpasi: stem fremitus sama kuat pada seluruh lapang paru

- Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru

- Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

 Abdomen

- Lihat Status Obstetri

 Extremitas :
Superior Inferior

Oedem -/- -/-

Varises -/- -/-

Reflek fisiologis +/+ +/+

Reflek patologis -/- -/-

3.3.2. STATUS OBSTETRI


Inspeksi : Abdomen membesar asimetris
TFU : 29 cm
Teregang : Kanan
Terbawah : Kepala
Gerak : (+)
DJJ : 140 x/menit, posisi di kanan 2 jari di bawah umbilikus
HIS : 2 x 20 “/10’
Adekuasi Panggul :
a. Promontorium : Tidak teraba
b. Linea Innominata : Teraba 2/3 anterior
c. Spina Ischiadica : Tidak menonjol
d. Os sacrum : Cekung
e. Os Coccygeus : Mobile
f. Arcus Pubis : > 900
Kesan : Panggul Adekuat
VT : Cervix axial, pembukaan Φ 3 cm, eff 80%,
selaput ketuban (+), kepala H I, STLD (-)
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Hematologi
RBC 4,36 106/ul 3.5 : 5.5
MCV 82,8 fl 75 : 100
RDW% 12,5 % 11 : 16
HCT 35,8 % 35 : 55
PLT 301 103/ul 140 : 400
WBC 18,7 103/ul 3.5 : 10
HGB 10,0 g/dl 11.5 : 16
MCH 28,2 pg 25 : 35
MCHC 34,1 g/dl 31 :38
LYM 1,5 103/ul 0,5 : 5
GRAN 16,5 103/ul 1.2 : 8
MID 0,7 103/ul 0,1 : 1
LYM% 8,1 % 15 : 50
GRAN% 88,2 % 35 : 80
MID% 3,7 % 2 : 15
PCT 0,28 % 10 : 18
PDW 15,4 %

3.5. DIAGNOSA
P3A0 Perdarahan Post Partum e.c Plasenta Restan
3.6. RENCANA TINDAKAN
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Perdarahan Pasca Persalinan


Perdarahan yang melebihi 500ml setelah bayi lahir. Pada praktiknya tidak perlu
mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan
lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat
perdarahan lebih dari normal dan telah menyebabkan perubahan tanda vital ( kesadaran
menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi <90mmHg dan
nadi >100/menit) maka penanganan harus segera dilakukan.
Setelah persalinan selasai maka keadaan disebut “aman” bila kesadaran dan
tanda vital ibu baik, kontraksi uterus baik, dan tidak ada perdarahan aktif/ merembes
dari vagina.
2.2. ETIOLOGI
Kausal dibedakan atas :
- Hipotoni sampai atoni uteri
o Akibat anestesi
o Distensi berlebih ( Gemeli, Anak besar, Hidramnion)
o Partus lama, partus kasep
o Partus presipatus / partus terlalu cepat
o Persalinan karena induksi oksitosin
o Multiparitas
o Korioamnionitis
o Pernah atonia sebelmnya
- Sisa Plasenta
o Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
o Plasenta susenturiata
o Plasenta akreta, inkreta, perkreta
- Perdarahan karena robekan jalan lahir
o Episiotomy yang melebar
o Robekan pada perineum, vagina, dan serviks
- Gangguan Koagulasi
o Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan di atas misalnya pada kasus
trombofilia, sindrom HELLP, Preeklampsia, solusio plasenta, kematian janin
dalam kandungan, dan emboli air ketuban

2.3. Klasifikasi
Berdasarkan saat terjadinya PPP dibagi menjadi PPP primer yang terjadi dalam
24 jam pertama dan biasanya disebabkan atonia uteri, robekan jalan lahir, dan sisa
sebagian plasenta, inversion plasenta. PPP sekunder yang terjadi setelah 24 jam
biasanya karena sisa plasenta
2.3.1. Atonia Uteri
2.3.1.1. Definisi
Keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir
2.3.1.2. Factor presdiposisi
 Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau anak terlalu besar
 Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep
 Kehamilan grande – multipara
 Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita
penyakit menahun
 Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
 Infeksi intrauterine (korioamnionitis)
 Ada riwayat pernah atonia sebelumnya
2.3.1.3. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi lahir dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusatt atau lebih dengan dengan kontraksi yang
lembek. Perlu diperhatikan bahwa saat atonia uteri didiagnosis, maka pada
saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1000cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti
2.3.1.4. Pencegahan
 Melakukan secara rutin manajemen kala III pada semua wanita yag
bersalin
 Pemberian misoprostol peroral 2 – 3 tablet (400-600) segera setelah
bayi lahir
2.3.1.5. Tindakan
Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada kondisi klinis.
Pada umumnya dilakukan secara silmutan (bila pada pasien syok) hal – hal
sebagai berikut :
 Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan
oksigen
 Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
o Masase fundus uteri dan merangsang putting susu
o Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan i.m,
i.v atau s.c
o Memberikan derivate prostaglandin
o Pemberian misoprostol 800 – 1000 perrektal
o Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
o Kompresi aorta abdominalis
o Pemasangan tampon kondom, kondom dalam kavum uteri
disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan
disi cairan infus 200ml yang akan mengurangi perdarahan
dan menghindari tindakan operatif
o Tindakan pemasangan tampon tersebut tidak dianjurkan dan
hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rs
rujukan.
o Bila gagal tindakan aktif laparotomy dengan konservatif atau
histerktomi.
2.3.2. Robekan jalan lahir
Pada umumnya terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
yang manipulatif dan traumatic akan memudahkan robekan jalan lahir dan
karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan biasanya akibat episotomi, robekan spontan
perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi atau karena versi ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomy,
robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture perinei totalis
(sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks,
daerah sekitar klitoris dan uretra bahkan yang terberat rupture uteri.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada
vulva, vagina, dan serviks dengan memakai speculum untuk mencari sumber
perdarahan dengan ciri warna darah merah segar dan pulsatif sesuai dengan
denyut nadi. Perdarahan karena rupture uteri dapat diduga pada partus macet
atau kasep atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia
uteri dan tanda cairan bebas intrabdominal. Semua sumber perdarahan yang
terbuka harus diklem diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat – gut sampai
berhenti.
2.3.3. Retensio Plasenta
2.3.3.1. Definisi
Plasenta yang tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir. Plasenta yang sukar dilepas dengan pertolongan aktif kala 3
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Proses
kala III didahului oleh separasi plasenta yang akan ditandai oleh
perdarahan pervaginam ( cara pelepasan Duncan) atau sebagian plasenta
lepas tetapi tidak keluar pervaginam (pelepasan Schultze) sampai
akhirnya ekspulsi plasenta lahir.
Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut
rest placent dan dapat menimbulkan PPP Primer atau lebih sering
sekunder.
Pada retensio plasenta bila plasenta belum lepas maka tidak akan
menimbulkan perdarahan.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
yang tidak lengkap pada saat pemeriksaan plasenta dan masih ada
perdarahan pada OUE pada saat kontraksi Rahim sudah baik dan
robekan jalan lahir sudah dijahit. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi
ke dalam Rahim dengan cara manual/ digital atau kuret dan pemberian
uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi
transfuse darah sesuai dengan keperluannya.
2.3.4. Inversio Uterus
Adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan
keluar lewat OUE yang dapat bersifat komplit ataupun inkomplit.
Factor yang memungkinkan terjadinya inversio adalah atonia uteri,
serviks yang masih terbuka lebar, adanya kekuatan yang menarik fundus kebawah
(misal karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta., yang tali pusatnya ditarik
keras dari bawah). Atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (Manuver Crede)
atau tekanan intrabdominal yang keras dan tiba – tiba. Misalnya pada batuk atau
bersin. Melakukan traksi umbilkus pada pertolongan aktif kala 3 uteri yang masih
atonia dapat menyebabkan inversion.
Inversia ditandai dengan :
 Syok karena kesakitan
 Perdarahan banyak bergumpal
 Divulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa
plasenta yang masih melekat
 Bila baru terjadi, prognosis cukup baik tetapi jika lama jepitan
pada serviks menyebabkan uterus iskemia, nekrosis dan infeksi.

Tindakan :

1. Memasang infus cairan/ darah


2. Tokolitik / MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum
dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke
dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam
uterus pada posisi normalnya. Hal ini dapat dilakukan pada saat plasenta
sudah terlepas atau tidak.
3. Di dalam uterus plasenta dilepas secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari Rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus
atau i.m tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal
dan tangan operator baru dilepaskan.
4. Pemberian antibiotic dan trasnfusi darah sesuai dengan keperluannya
5. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebabkan maneuver di atas tidak dapat dikerjakan, maka dilakukan
laparotomy untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila
uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

2.3.5. Perdarahan karena gangguan pembekuan darah


Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila
penyebab yang dlain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah
mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah
terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dam perdarahan akan merembes
atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga
hidung dll.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukaan faal hemostatis yang abnormal.
Waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah memanjang, trombositopenia,
terjadi panjangan tes protrombin, dan PTT.
Presdiposisi terjadinya ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan
adalah dengan transfuse darah dan produknya seperti plasma beku segar,
trombosit, fibrinogen, dan heparinisasi atau pemberian EACA.

2.4. Pencegahan
 Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi
setiap kondisi penyakit kronis, anemia dan lain – lain sehingga dalam keadaan
optimal.
 Mengenal factor presdiposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil
kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan
risiko tinggi lainnya yang risikonya akan muncul saat persalinan
 Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
 Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di rumah sakit rujukan
 Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun.
 Menguasai langkah – langkah pertolongan pertama menghadapi PPP
mengadakan rujukan sebagai mana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai