Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan

dengan

penyulit

kelahiran

prematur

dan

terjadinya

infeksi

korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas


perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008).
Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan
hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008).
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini
pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini
terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman, 2009).
Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak
diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan
infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi
sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh chlamydia
trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain itu infeksi yang terjadi secara
langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal,
servik yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai
faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang
didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam (Sualman, 2009).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)


Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang
terjadi pada usia kehamilan sebelum persalinan di mulai. Ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pada primipara
didapatkan pembukaan kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5
cm. Prinsipnya ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Ketuban pecah prematur pada kehamilan preterm
yaitu pecahnya membran chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature
Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane =
PPROM.
Ketuban pecah dini disebabkan karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Penanganan ketuban pecah dini
memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu
dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10% dari semua kehamilan.
Lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang
kurang bulan yaitu sekitar 95%, sedangkan pada kehamilan kurang bulan
atau KPD pada kehamilan preterm sekitar 34% semua kelahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang
bulan dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal
pada bayi kurang bulan.

2. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD namun penyebabnya
masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah :
a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
b. Serviks yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan ataupun kuretase).
c. Tekanan intrauterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli
disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya KPD.
Trauma yang didapat misalnya akibat hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena
biasanya disertai dengan infeksi.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Keadaan sosial ekonomi
f.

Faktor lain

Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit
ketuban.

Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu (cephalo-pelvic


disproportion).

Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

3. Diagnosis

Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting. Karena


diagnosis positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi
terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.
Sebaliknya diagnosis negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin
mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau
keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat.
Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
a) Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan
perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut, his belum teratur
atau belum ada dan belum ada pengeluaran lendir darah.
b) Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
c) Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak
keluar, fundus uteri ditekan dan penderita diminta untuk batuk, mengejan
atau mengadakan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan,
sehingga akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada
forniks anterior.
d) Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam

persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu


pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Dimana mikroorganisme
tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina
hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang
dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

e) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
dalam melakukan diagnosis KPD pada seseorang adalah seperti :

Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau dan pH. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali
air ketuban mungkin juga urin atau sekret vagina. Sekret vagina ibu
hamil ( pH : 4-5 ).
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (bersifat alkalis).
pH air ketuban 7 7,5 tetapi harus diperhatikan karena darah
dan infeksi vagina dapat menghasilkan positif palsu pada tes.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
akan menunjukkan gambaran daun pakis.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini bertujuan melihat jumlah cairan ketuban


dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidramnion.

Gambar 1. Ketuban pecah

4. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat KPD tergantung usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.
1) Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Pada kehamilan aterm, 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.
Pada kehamilan antara 28-34 minggu, 50% persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26 minggu, persalinan terjadi dalam 1
minggu.

2) Infeksi
Insiden infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfallitis. Pada KPD prematur, infeksi lebih sering dibanding aterm.
Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding
dengan lamanya periode laten.
3) Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat
hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion,
dimana semakin sedikit air ketuban maka kondisi janin semakin gawat.
4) Sindrom Deformitas Janin
KPD yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasia pulmonary.

5. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.
Kesalahan dalam mengelola KPD akan meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya.
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah sesar dan kalau menunggu persalinan
spontan akan menaikkan insidensi korioamnionitis. Kasus KPD yang kurang
bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan
terjadi RDS dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk
memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan
infeksi yang akan memperburuk prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung usia kehamilan. Kalau usia
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
7

Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan
perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru
sudah matang.
Korioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan
sebab utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan
cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya
selaput ketuban atau lamanya periode laten.

I.

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)


Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi
KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten = L.P = lag
period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya selaput ketuban yang pecah akan menginduksi
persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80% kehamilan genap bulan akan
melahirkan dalam waktu 24 jam setelah selaput ketuban pecah, bila dalam
24 jam setelah selaput ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan
maka dilakukan induksi persalinan dan bila gagal dilakukan bedah sesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada
ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap
Korioamnionitis lebih penting dari pada pengobatannya, sehingga
pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD.

Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan)


segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita
akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode
laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma
obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya atau proses persalinan menjadi
semakin kepanjangan. Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop
score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5 dilakukan
pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.

II.

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)


Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif
disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah
terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu,
obat-obatan uteronelaksen atau tokolitik agent diberikan juga untuk
menunda proses persalinan.
Tujuan

dari

pengelolaan

konservatif

dengan

pemberian

kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar


tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan
pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera
dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung


dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan
komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura
uteri, emboli air ketuban dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan
tindakan bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup
bulan, tindakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata
karena infeksi intrauterin tetapi ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya
kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dan lain-lain.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan
aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabkan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat.
Sehingga dikatakan pengelolaan konservatif adalah menunggu dengan
penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leukosit darah tepi setiap
hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah
dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National
Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang
tidak ada infeksi intramnion. Sediaan terdiri atas betametason 2 dosis
masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masingmasing 6 mg tiap 12 jam.

10

Gambar 2. Penanganan KPD Preterm

11

Gambar 3. Penanganan KPD Aterm

12

BAB III
ILUSTRASI KASUS

1. Identitas Pasien
Nama

: Ny. P

Usia

: 20 tahun

Alamat

: Sumowono

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

2. Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar air-air dari kemaluan sejak 2 jam SMRS (dirujuk dari Bidan).
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 27 Maret 2015 (sesuai kehamilan
40 minggu), HPL 3 Desember 2015. Pasien melakukan ANC teratur setiap
bulan di bidan. Pasien sudah pernah melakukan pemeriksaan USG 1 kali dan
dikatakan hasilnya tidak ada kelainan pada janin. Gerak janin aktif. Selama
kehamilan, pasien menyangkal adanya riwayat demam, pandangan kabur,
darah tinggi, dan kencing manis. Pasien juga menyangkal pernah
mengkonsumsi minuman keras, merokok, dan minum jamu-jamuan.
Pasien mengaku keluar air-air sejak 2 jam SMRS yang membasahi
celana dalam dan tak dapat ditahan, mules (-), keluar lendir (-), darah (-),
keputihan (+) tapi tidak berbau dan tidak gatal.
Pasien segera memeriksakan diri ke bidan dan dirujuk ke RSUD
Ambarawa karena adanya dugaan ketuban pecah dini.
Riwayat Penyakit Dahulu

13

Hipertensi, DM, penyakit paru, penyakit jantung disangkal namun


pasien mengaku ada alergi makanan berupa ikan laut.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, DM, penyakit paru, penyakit jantung, alergi obat dan
makanan disangkal
Riwayat Menstruasi
Menarche : 16 tahun.
Siklus
: 28-30 hari
Lama
: 7 hari.
Riwayat Obstetri
G1, saat ini.
Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah sekali, yaitu pada tahun 2009 hingga sekarang.
Hubungan seksual pertama kali setelah menikah, saat berusia 17 tahun. Pasien
mengaku tidak pernah berhubungan seksual selain dengan suaminya.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien adalah lulusan SMP dan kegiatan pasien saat ini adalah sebagai
ibu rumah tangga. Saat ini pasien tinggal bersama suami.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
Keadaan gizi
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

Tampak sakit sedang


Kompos mentis
Kesan baik
110/70 mmHg
82 kali/menit, isi cukup, teratur
18 kali/menit, kedalaman cukup, teratur
37o C

Status Generalis
Kepala
Mata
Leher
Dada
Jantung

Normosefal
Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
KGB tidak teraba
Simetris statis dan dimanis, tidak ditemukan retraksi
Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-)/(-), gallop (-)/(-)

14

Paru
Abdomen
Ekstremitas

Suara napas vesikuler (+)/(+), ronkhi (-)/(-), mengi (-)/(-)


Membesar sesuai masa kehamilan
Akral hangat, tidak terdapat edema, CRT < 2 detik

Status Obstetrikus
Pemeriksaan Leopold :
Leopold I : Didapatkan bagian fundus teraba bagian yang lunak. Yang
kemungkinan adalah bokong
Leopold II : Didapatkan bagian yang luas dan datar di sebelah kanan yang
berarti punggung bayi berada di sebelah kanan
Leopold III : Dirasakan bagian yang keras di sebelah bawah. Yang menandakan
bayi terletak pada presentasi kepala.
Leopold IV : Didapatkan bahwa kepala sudah masuk ke pintu atas panggul 4/5
TFU 30 cm, DJJ : 140 denyut/menit
HIS 3x/10/35
I : V/U tenang
Io: Portio licin, ostium tertutup, fluor (+), fluxus (-), valsava (+)
VT

: Portio kenyal, posterior, 1 cm, ketuban(+), kepala Hodge I-

II.
Pemeriksaan penunjang
DPL : 9.970/9.9/30/202.000; GDS 77; BT/CT 3/8
Diagnosis
Ketuban Pecah 3 jam pada G1 hamil 40 minggu janin presentasi kepala tunggal
hidup, cervix belum matang, air ketuban berkurang.
Rencana Diagnosis

Observasi tanda vital, his, denyut jantung janin/jam

Cek DPL, urinalisis, GDS, CTG, Ur/Cr, OT/PT, PT/APTT

Rencana Terapi

15

1. Rencana awal partus pervaginam


2. Induksi pematangan serviks dengan misoprostol 25 mcg p.v
Follow up
1 Desember 2015
01.00 : Misoprostol (I) 4 x 25 mcg p.v nilai ulang 6 jam (pukul 07.00)
1 Desember 2015
07.00
S : Mules (+) sering, gerak janin (+)
O : TD 120/70 mmHg, N 88 x/menit, RR 20 x/ menit, T 36.8o C , DJJ 140 dpm.
I

v/u tenang

VT portio lunak, axial, 2 cm, 1 jam, kepala Hodge I-II


A : Serviks belum matang pada G1H40 minggu JPKTH, ketuban berkurang
P :- Observasi tanda vital, his, denyut jantung janin/jam
-

Observasi tanda-tanda Infeksi Intra Uterin

Observasi tanda-tanda kompresi lilitan tali pusat

Induksi pematangan serviks. Misoprostol (II) 4 x 25 mcg p.v nilai ulang


pukul 13.00

11.00
S : Pasien merasa semakin mules, ingin meneran, gerak janin (+)
Lahir Bayi Laki-laki, BL 2700 gram, PL 50 cm, AS 8/9. Air ketuban jernih jumlah
sangat sedikit.

16

BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Ny. P, 20 tahun (G1) mengaku hamil 9 bulan. HPHT 27 Maret 2015
(sesuai kehamilan 40 minggu), HPL Desember 2015. Pasien melakukan ANC
teratur setiap bulan di bidan. Pasien sudah pernah melakukan pemeriksaan USG 1
kali dan dikatakan janin dalam kondisi baik. Gerak janin aktif.
Pasien mengaku keluar air-air sejak 2 jam SMRS, mules (-), keluar lendir
darah (-). Selama kehamilan pasien mengaku kadang-kadang keputihan, gatal (-),
bau (-). Keluhan seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati dan
pandangan kabur disangkal.

17

Pada pasien lalu dilakukan pemeriksaan fisik. Tanda-tanda vital dalam batas
normal. Begitu juga keadaan umum dan status generalisnya.
Dalam pemeriksaan obstetrik didapatkan :
1) Pemeriksaan Leopold :

Leopold I : Didapatkan bagian fundus teraba bagian yang lunak. Yang


kemungkinan adalah bokong

Leopold II : Didapatkan bagian yang luas dan datar di sebelah kanan yang
berarti punggung bayi berada di sebelah kanan

Leopold III : Dirasakan bagian yang keras di sebelah bawah. Yang


menandakan bayi terletak pada presentasi kepala.

Leopold IV : Didapatkan bahwa kepala sudah masuk ke pintu atas panggul 4/5

2) Inspeksi :
Dari pemeriksaan inspeksi, dapat dilihat bahwa vulva dan uretra masih dalam
kondisi tenang.
3) Pemeriksaan Inspekulo didapatkan portio licin, ostium tertutup, fluor (-),
fluxus (-), valsava (+)
4) Pemeriksaan dalam diraba portio kenyal dengan diameter pembukaan serviks
1 cm, ketuban berkurang, kepala Hodge I-II.
Pada pasien ini yang telah memasuki usia kehamilan 40 minggu (aterm) dan
pada saat datang ke RSUD Ambarawa telah mengalami ketuban pecah 2 jam.
Pada pemeriksaan awal status generalis dalam batas normal, pada pemeriksaan
dalam di dapatkan pembukaan serviks 1 cm, selaput ketuban negative, kepala di
Hodge I-II. Maka dilakukan tindakan induksi pematangan serviks dengan
Misoprostol 4 x 25 mcg dan akan di nilai ulang 6 jam kemudian.
Hasil follow up:

6 jam pertama : tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan dalam di dapatkan pembukaan serviks 1 cm. lalu dilakukan
induksi pematangan serviks dengan Misoprostol yang kedua dengan dosis 4 x
25 mcg

6 jam kedua : pasien mengeluhkan semakin terasa mules dan ingin meneran
kemudian pada pukul 11.00 lahir bayi laki-laki, BL 2700 gram, PL 50 cm, AS
8/9. Air ketuban jernih, jumlah sangat sedikit.
18

Dilakukan pengawasan terhadap tanda-tanda vital ibu hingga 2 jam post


partum. Selama itu kondisi ibu dan tanda-tanda vital baik, juga tidak terjadi
perdarahan. Lalu ibu dikirim ke ruangan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. edisi ke-4. Cetakan I. 2008.

Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


2. Cunningham, FG, et al. Obstetri Williams. Edisi ke-21. 2006. Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran.
3. Saifudin, Abdul Bari, et al. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. 2002. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

19

4. Aprillia, Yesie, Bd. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature


Rupture of The Membrane (PROM) diunduh dari
http://www.bidankita.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=216:ketuban-pecah-dini-kpd-ataupremature-rupture-of-the-membrane-prom&catid=47:all-aboutchildbirth&Itemid=2.http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/ketubanpecah-dini.pdf.
5. Manuaba, IGB, dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC. 2001

20

Anda mungkin juga menyukai