INSOMNIA
Di susun oleh:
Rangga Kembang Taruna, S.Ked
Pembimbing :
dr. I Ketut Arya Santosa, M.Biomed. Sp.KJ
2.6 Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
Pola tidur penderita.
Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
Tingkatan stres psikis.
Riwayat medis.
Aktivitas fisik
Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan
yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan
untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan
insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan
pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi,
gerakan mata, dan gerakan tubuh.5
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia Primer
• Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur,
atau tidur yang tidak bersifat menyegarkan, selama sedikitnya 1 bulan.
• Gangguan tidur (atau kelelahan di siang hari yang terkait) menyebabkan
penderitaan yang secara klinis bermakna atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
• Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan
narkolepsi, gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, gangguan tidur
irama sikardian, atau parasomnia.
• Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain (cth.,
gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium).
• Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung oleh suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, medikasi) atau keadaan medis umum.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ6
• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau
kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1
bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial
dan pekerjaan
• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan
diagnosis insomnia diabaikan.
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak
memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis
di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan
penyesuaian (F43.2)
2.7 Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
Kontrol stimulus
Pergi tidur hanya saat mengantuk
Pertahankan jadwal yang teratur
Hindari tidur siang, gunakan tempat tidur hanya untuk tidur,
Jika tidak dapat tidur (atau kembali tidur) dalam 20 menit, turunkan diri
dari tempat tidur lakukan aktivitas relaksasi hingga mengantuk lalu
kembali ke tempat tidur, ulangi langkah ini sesuai kebutuhan.
Pelatihan relaksasi
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan
latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat
tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus
otot, dan mood.
Terapi kognitif
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap
muka atau dalam grup.
Batasan tidur
Membatasi waktu di tempat tidur menjadi total waktu tidur, seperti yang
diperoleh dari catatan waktu tidur awal. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kontinuitas tidur dengan menggunakan pembatasan tidur untuk
meningkatkan dorongan tidur. Saat sleep drive meningkat dan kesempatan
untuk tidur tetap dibatasi dengan dilarang tidur siang, tidur menjadi lebih
terkonsolidasi. Ketika kontinuitas tidur meningkat secara substansial, waktu di
tempat tidur ditingkatkan secara bertahap, untuk memberikan waktu tidur
yang cukup bagi pasien untuk merasa istirahat sepanjang hari, sambil
mempertahankan konsolidasi tidur yang baru diperoleh. Selain itu, pendekatan
ini konsisten dengan tujuan pengendalian stimulus karena meminimalkan
jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur untuk membantu memulihkan
hubungan antara tempat tidur dan tidur.
Instruksi (Catatan, saat menggunakan pembatasan tidur, pasien harus
dimonitor dan diperingatkan tentang kemungkinan mengantuk):
Menyimpan log tidur dan menentukan waktu tidur total rata-rata (TST)
untuk periode awal (misalnya, 1-2 minggu).
Atur waktu tidur dan waktu bangun untuk mendekati TST untuk mencapai
efisiensi tidur yang optimal selama 7 hari.
Ulangi penyesuaian TIB setiap 7 hari.
2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloralhydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”
yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”,
yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long
acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.6
Insomnia primer biasanya diterapi dengan benzodiazepine, zolpidern,
zaleplon. Serta hipnotik lainnya. Obat hipnotik harus digunakan dengan hati-
hati. Obat tidur yang dijual bebas memiliki efektivitas terbatas. Obat tidur
yang bekerja lama (cth. Flurazepam, quazepam) paling baik untuk menangani
insomnia malam hari, obat yang bekerja singkat (cth. Zolpidem, triazolam)
berguna untuk pasien yang mengalami kesulitan untuk.iatuh tidur. Pada
umumnya, obat tidur sebaiknya tidak diresepkan untuk waktu lebih dari 2
minggu karena toleransi dan putus obat dapat terjadi.1
Pengaturan Dosis
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut. 6
2.8 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Komplikasi insomnia meliputi
Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan
reaksi kecelakaan.
Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
Kelebihan berat badan atau kegemukan
Daya tahan tubuh yang rendah
Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya
tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.
2.9 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada
gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan
fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat
mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan
berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi
medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur
penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis,
riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi,
bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan
untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin (Nitrazepam,
Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital).
Tatalaksana insomnia secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan
pengaturan gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:
Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
2. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis.
(http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com)
3. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
4. Insomnia.
(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternati
ve-medicine)
5. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
6. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
7. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London:
Oxford University Press
8. Sateia MJ, Buysse DJ, Krystal AD, Neubauer DN, Heald JL. Clinical practice
guideline for the pharmacologic treatment of chronic insomnia in adults: an
American Academy of Sleep Medicine clinical practice guideline. J Clin Sleep
Med. 2017;13(2):307–349.