Anda di halaman 1dari 15

CASE BASED DISSCUSSION

INSOMNIA

Di susun oleh:
Rangga Kembang Taruna, S.Ked

Pembimbing :
dr. I Ketut Arya Santosa, M.Biomed. Sp.KJ

SMF Psikiatri RSJ Provinsi Bali


Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Fakultas Kedokteran
2021
BAB I
LAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke penyedia perawatan primernya


dengan keluhan utama tidak cukup tidur dan merasa lelah selama 3 bulan terakhir.
Dia mengatakan bahwa dia memiliki masalah hampir setiap hari tertidur dan sering
terbangun berkali-kali di malam hari juga. Dia mengklaim bahwa masalah tidurnya
dimulai setelah dia bertengkar di telepon dengan pacarnya. Dia mencatat bahwa
setelah itu dia "terkurung semua" dan tidak bisa tidur malam itu. Selanjutnya, dia
menghadapi setiap malam dengan ketakutan karena dia disibukkan dengan tidur yang
cukup. Dia menjadi sangat frustrasi dengan ketidakmampuannya untuk tidur, yang
hanya memperburuk masalahnya. Dia tidak memiliki tanda atau gejala lain selain
kelelahan yang disebabkan oleh tidak tidur 8 jam seperti biasanya setiap malam. Dia
menyatakan bahwa suasana hatinya "baik-baik saja, kecuali untuk hal tidur ini". Dia
masih berkencan dengan pacarnya, dan hubungan mereka stabil. Dia tidak memiliki
masalah medis, dia menyangkal penggunaan obat-obatan, dan dia sangat jarang
minum alcohol tidak sama sekali sejak dia mulai sulit tidur. Hasil pemeriksaan
fisiknya sepenuhnya normal.
1.1 Resemue kasus
Pasien ini mengalami gangguan psikologis yang mengganggu kemampuannya
untuk tidur. Selanjutnya, dia telah mengembangkan lingkaran setan yang
mengkhawatirkan apakah dia akan bisa tidur atau tidak, yang selalu diikuti dengan
tidur malam yang buruk. Dia mengalami kesulitan untuk tidur dan tetap tertidur
(insomnia awal dan tengah). Dia tidak memiliki tanda atau gejala suasana hati atau
gangguan kejiwaan lainnya dan tidak ada bukti penyakit fisik atau masalah
penyalahgunaan atau ketergantungan zat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang
berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases
mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang
terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The
International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang
terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut.
Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk
tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki
berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-
obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati
tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

2.2 Klasifikasi Insomnia


 Insomnia Primer
Insomnia primer didiagnosis.iika keluhan utama adalah tidur yang tidak
bersifat menyegarkan atau kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, dan
keluhan ini terus berlangsung sedikitnya satu bulan. lstilah primer menunjukkan
bahwa insomnia bebas dari adanya gangguan fisik atau psikologis. Pasien dengan
insomnia primer secara umum memiliki preokupasi mengenai tidur cukup.
Semakin mereka mencoba tidur, semakin besar rasa frustrasi dan penderitaan
serta makin sulit terjadinya tidur. 1
 Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi
medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia, dll.
Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan
yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang
terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol.
Berdasarkan American Academy of Sleep Medicine 2017, insomnia diklasifikasikan
menjadi:
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified
(nonorganic)
8
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)
Gangguan, kondisi, dan gejala medis komorbid umum
Sistem Contoh gangguan, kondisi dan gejala
Neurologi Stroke, demensia, Parkinson, gangguan kejang, sakit kepala,
cedera otak, gangguan neuromuscular.
Kardiovaskular Angina, gagal jantung kongestif, disritmia.
Paru COPD, asma, spasme laring.
Digestiv GERD, Tukak lambung, Kolitis.
Endokrine Hipotiroid, hipertiroid, DM
Musukuluskletal Athritis rheumatoid, osteoathritis
Reproduksi Kehamilan, menopause
Lainnya Alergi, rinithis, sinusitis, alcohol.

Gangguan dan gejala psikiatri komoerbid umum


Kategori Contoh
Gangguan Mood Depresi mayor, mood bipolar, distimia
Gangguan Cemas Kecemasan umum, gangguan panik,PTSD
Gangguan Psikotik Skizofrenia, skizoafektif
Gangguan Amnestik Alzaimer, demensia
Lainnya Gangguan kepribadian, stress

Obat dan zat yang berkontribusi umum


Kategori Contoh
Antidepresan SSRI (Fluoxetin, paroxetine, sertraline), venlafaxine,
duloxetine
Stimulan Kafein, efedrin, kokain, amfetamin
Dekongestan Pseudoefedrin, fenilefrin
Kardiovaskular B bloker, diuretic, penurun lipid.
Paru Teofilin, albuterol

2.3 Tanda dan Gejala Insomnia


 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
 Sering terbangun pada malam hari
 Bangun tidur terlalu awal
 Sulit kembali tidur
 Tidur yang terasa tidak nyenyak, menyegarkan, atau memulihkan
 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
 Iritabilitas, depresi atau kecemasan
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
 Ketegangan dan sakit kepala
 Gejala gastrointestinal 1,3,6,8

2.4 Etiologi Insomnia


• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat
membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur.
Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang
yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan
insomnia.
• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia
dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan
(seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung
kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering
menyebabkan terbangun di tengah malam.
• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas
dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia
lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini
dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-
paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan
penyakit Alzheimer.
• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal,
mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang
tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.
Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh
dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur,
seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3
2.4 Faktor Resiko Insomnia
Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko
insomnia meningkat jika terjadi pada:
 Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon
selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama
menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering
mengganggu tidur.
 Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia.
 Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,
kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu
tidur.
 Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang
seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan
insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko
terjadinya insomnia.
 Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari
sering meningkatkan resiko insomnia.1,4

2.6 Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
 Pola tidur penderita.
 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
 Tingkatan stres psikis.
 Riwayat medis.
 Aktivitas fisik
 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan
yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan
untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan
insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan
pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi,
gerakan mata, dan gerakan tubuh.5
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia Primer
• Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur,
atau tidur yang tidak bersifat menyegarkan, selama sedikitnya 1 bulan.
• Gangguan tidur (atau kelelahan di siang hari yang terkait) menyebabkan
penderitaan yang secara klinis bermakna atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
• Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan
narkolepsi, gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, gangguan tidur
irama sikardian, atau parasomnia.
• Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain (cth.,
gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium).
• Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung oleh suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, medikasi) atau keadaan medis umum.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ6
• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau
kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1
bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial
dan pekerjaan
• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan
diagnosis insomnia diabaikan.
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak
memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis
di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan
penyesuaian (F43.2)

2.7 Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
Kontrol stimulus
 Pergi tidur hanya saat mengantuk
 Pertahankan jadwal yang teratur
 Hindari tidur siang, gunakan tempat tidur hanya untuk tidur,
 Jika tidak dapat tidur (atau kembali tidur) dalam 20 menit, turunkan diri
dari tempat tidur lakukan aktivitas relaksasi hingga mengantuk lalu
kembali ke tempat tidur, ulangi langkah ini sesuai kebutuhan.

Pelatihan relaksasi
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan
latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat
tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus
otot, dan mood.
Terapi kognitif
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap
muka atau dalam grup.
Batasan tidur
Membatasi waktu di tempat tidur menjadi total waktu tidur, seperti yang
diperoleh dari catatan waktu tidur awal. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kontinuitas tidur dengan menggunakan pembatasan tidur untuk
meningkatkan dorongan tidur. Saat sleep drive meningkat dan kesempatan
untuk tidur tetap dibatasi dengan dilarang tidur siang, tidur menjadi lebih
terkonsolidasi. Ketika kontinuitas tidur meningkat secara substansial, waktu di
tempat tidur ditingkatkan secara bertahap, untuk memberikan waktu tidur
yang cukup bagi pasien untuk merasa istirahat sepanjang hari, sambil
mempertahankan konsolidasi tidur yang baru diperoleh. Selain itu, pendekatan
ini konsisten dengan tujuan pengendalian stimulus karena meminimalkan
jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur untuk membantu memulihkan
hubungan antara tempat tidur dan tidur.
Instruksi (Catatan, saat menggunakan pembatasan tidur, pasien harus
dimonitor dan diperingatkan tentang kemungkinan mengantuk):
 Menyimpan log tidur dan menentukan waktu tidur total rata-rata (TST)
untuk periode awal (misalnya, 1-2 minggu).
 Atur waktu tidur dan waktu bangun untuk mendekati TST untuk mencapai
efisiensi tidur yang optimal selama 7 hari.
 Ulangi penyesuaian TIB setiap 7 hari.

Terapi multikomponen (tanpa terapi kognitif)


Memanfaatkan berbagai kombinasi terapi perilaku (kontrol stimulus,
relaksasi, pembatasan tidur), dan pendidikan higiene tidur. Banyak terapis
menggunakan beberapa bentuk pendekatan multimodal dalam mengobati
insomnia kronis.
Terapi kebersihan tidur
Mengajar pasien tentang praktik gaya hidup sehat yang meningkatkan
kualitas tidur. Ini harus digunakan dalam hubungannya dengan kontrol
stimulus, pelatihan relaksasi, pembatasan tidur atau terapi kognitif.
Instruksi termasuk,, menjaga jadwal teratur, memiliki pola makan yang
sehat dan olahraga siang hari yang teratur, memiliki lingkungan tidur yang
tenang, dan menghindari tidur siang, kafein, stimulan lain, nikotin, alkohol,
cairan berlebihan, atau aktivitas yang merangsang sebelum tidur.8

2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloralhydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”
yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”,
yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long
acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.6
Insomnia primer biasanya diterapi dengan benzodiazepine, zolpidern,
zaleplon. Serta hipnotik lainnya. Obat hipnotik harus digunakan dengan hati-
hati. Obat tidur yang dijual bebas memiliki efektivitas terbatas. Obat tidur
yang bekerja lama (cth. Flurazepam, quazepam) paling baik untuk menangani
insomnia malam hari, obat yang bekerja singkat (cth. Zolpidem, triazolam)
berguna untuk pasien yang mengalami kesulitan untuk.iatuh tidur. Pada
umumnya, obat tidur sebaiknya tidak diresepkan untuk waktu lebih dari 2
minggu karena toleransi dan putus obat dapat terjadi.1

No Nama Sediaan Dosis Anjuran Kerja Golongan


Generik
1 Zolpidem Tab 5,10 mg 10-20 Short Non-
mg/malam Acting Benzodiazepin
2 Nitrazepam Tab 5 mg 5-10 mg/malam Long Acting
3 Estazolam Tab 1,2 mg 1-2 mg/malam Short
Acting Benzodiazepin
4 Flurazepa Tab 15,30 mg 15-20 Long Acting
m mg/malam

Pengaturan Dosis
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut. 6
2.8 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Komplikasi insomnia meliputi
 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan
reaksi kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
 Kelebihan berat badan atau kegemukan
 Daya tahan tubuh yang rendah
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya
tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.9 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada
gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan
fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat
mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan
berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi
medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur
penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis,
riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi,
bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan
untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin (Nitrazepam,
Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital).
Tatalaksana insomnia secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan
pengaturan gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:
Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
2. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis.
(http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com)
3. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
4. Insomnia.
(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternati
ve-medicine)
5. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
6. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
7. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London:
Oxford University Press
8. Sateia MJ, Buysse DJ, Krystal AD, Neubauer DN, Heald JL. Clinical practice
guideline for the pharmacologic treatment of chronic insomnia in adults: an
American Academy of Sleep Medicine clinical practice guideline. J Clin Sleep
Med. 2017;13(2):307–349.

Anda mungkin juga menyukai