Oleh :
RENNY KURNIATI
N 111 12 006
Pembimbing Klinik :
dr.WULAN M. SOEMARDJI, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Prolapsus alat-alat genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, di mana
suatu organ genitalia turun ke dalam vagina, bahkan bila mungkin ke luar dari
liang vagina. Keadaan ini sebagian besar dikarenakan kelemahan dari otot-otot,
fascia dan ligamentum-ligamnetum penyokongnya. Prolapsus genitalia ini secara
umum dapat berupa prolapsus vagina dan atau prolapsus uteri.1,2
Prolapsus genitalia yang sering ditemukan adalah Pelvic Organ Prolapse
(POP) yaitu prolapsus uteri, uterosistokel, sistokel, atau rektokel. Uretrokel saja
jarang terjadi, sedangkan enterokel lebih sering ditemukan terutama pada pasienpasien pasca tindakan histerektomi. Kasus ini sering terdapat pada wanita dengan
paritas yang tinggi dan 40% dari mereka membutuhkan tindakan pengobatan dan
kasus ini jarang sekali ditemukan pada seorang wanita nullipara.1,4,5
Diperkirakan 50% dari wanita yang telah melahirkan akan menderita
prolapsus genitalia dan hampir 20% kasus ginekologi yang menjalani operasi
adalah akibat kasus prolapsus genitalia. Angka ini akan terus meningkat jumlahnya
akibat usia harapan hidup wanita Indonesia yang terus meningkat.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Losif dan Bekazzy (1984)
ditemukan hampir 50% wanita terutama wanita pasca menopause yang mengalami
prolapsus genitalia mempunyai masalah urogenital akibat keadaan tersebut, akan
tetapi prevalensinya secara pasti sangat sulit ditentukan dengan tepat. Hal ini
disebabkan banyak wanita
beban yang berat pada keluarga maupun pada masyarakat apabila ditatalaksana
dengan tepat dan benar sejak dini.5
Di sisi lain perlu untuk diketahui dan dipahami bahwa prolapsus alat
genitalia dapat diatasi dengan tindakan preventif, kuratif, atau rehabilitatif, dan
jika memang dibutuhkan terapi dapat dilakukan secara konservatif ataupun
operatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DASAR PANGGUL
Karena manusia berdiri tegak lurus, maka dasar panggul perlu mempunyai
kekuatan untuk menahan semua beban yang diletakan padanya, khususnya isi rongga
perut dan tekanan intaabdominal.Beban ini ditahan oleh lapisan otot-otot dan fasia
yang apabila mengalami tekanan dan dorongan berlebihan atau terus-menerus dapat
timbul prolapsus genitalis.
Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma urogenital,
dan lapisan-lapisan otot yang berada diluar(penutup genitalia eksterna).
Diafragma pelvis merupakan penutup bagian bawah dari rongga perut, dan
terbentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus yang menyerupai sebuah
mangkok serta fasia endopelvik.
Muskulus levator ani ini terbagi menjadi iliokoksigeus, pubokoksigeus, dan
puborektalis, walaupun jauh subdivisinya disebut pubouretralis, dan pubovaginalis
dimana serabut-serabut levator ani berinsersi dalam fasia yang menutupi uretra,
Otot pubokoksigeus berjalan dari permukaan dalam tulang pubis bagian
anterior dan median membentang ke belakang menuju bagian belakang rectum,
setelah mengelilingi rectum dan vagina kembali ke tulang pubis di sisi lain.
Bagian lateral dari otot tersebut disebut iliokoksigeus yang membentang dari
spina ischiadika dan arkus tendius yang menutup otot obturatorius interna terus
kebelakang dan berinsersi di pinggir lateral tulang koksigeus dan sacrum bagian
bawah.
Otot levator ani kanan-kiri membentuk levator plate yang kuat sekali dan
terbentang dari titik
belakang dan berinsersi di tulang koksigeus, central perineal body, dan pada ligament
anokoksigeus.
Di bawah otot levator ani terdapat diafragma urogenital yang menutup hiatus
genitalis, dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus perinei profundus dan
muskulus transversus superfisialisberjalan antara arkus pubis kanan-kiri. Di dalam
sarung aponeurosis itu terdapat muskulus rhabdosfingter urethrae.
II.
sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis dan bagian belakang setinggi
artikulasio sakrokoksigea.
Jaringan ikat di parametrium, dan ligamentum-ligamentum membentuk suatu
sistem penunjang uterus, sehingga uterus terfiksasi relatif cukup baik.
Jaringan-jaringan itu ialah:
1. Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt) merupakan
ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun.
Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan
3.
dan kanan.
Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang menahan
uterus dalam antefleksi, dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke
4.
5.
6.
7.
dan
jaringan-jaringan
di
parametrium
tidak
pula dengan
7
ruangan retroperitoneal yang terdapat di atas otot-otot dasar panggul dan di daerah
ginjal.
oleh
muskulus
sfingter
ani
eksternus,
diperkuat
oleh
muskulus
I. DEFINISI
Prolapsus uteri adalah suatu keadaan pergeseran letak uterus ke bawah
sehingga serviks atau seluruh uterus berada di dalam orificium vagina, atau keluar
hingga melewati vagina.1 Turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis disebabkan karena kelemahan otot-otot, fascia, ligamentum-ligamentum
yang menyokongnya.2
II. ANGKA KEJADIAN
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berbeda, seperti
dilaporkan di klinik d`Gynocologie et Obstetrique Geneva insidensnya 5,7% dan
pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir,
India, dan Jepang kejadiannya lebih tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika,
Indonesia lebih kecil angka kejadian pada kasus ini. Pada suku Bantu di Afrika
Selatan jarang sekali terjadi.5
10
Post histerektomi
Dilaporkan bahwa angka kejadian terjadinya prolaps puncak vagina post
histerektomi dapat terjadi yang diakibatkan oleh beberapa faktor seperti tehnik
pembedahan yang buruk menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan serabut saraf
pada fascia endopelvik, pemendekan vagina yang disertai dengan hilangnya
penyokong normal dari sepertiga bagian atas vagina serta kegagalan untuk mengenali
dan memperbaiki defek dasar pelvic selama histerektomi.
12
13
14
PREDISPOSING
FACTORS
Sex: female
Age: y/o
Elderly/
postmenopausal
PRECIPITATING
FACTORS
pregnancy
multiparous women
hypoestrogenism
obesity, chronic
pulmonary disease,
smoking, constipation
15
coital difficulty
vaginal spotting
lower abdominal
discomfort
displacement of the
bladder
voiding difficulties
(incontinence,
frequency, and
urgency)
rectal pressure
defecatory difficulties
(Constipation,
uncontrollable gas, and
fecal incontinence)
a. Miksi yang lebih sering dan sedikit-sedikit mula-mula pada siang hari,
kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat di kosongkan seluruhnya.
c. Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urin pada sistokel yang
besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
b. Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan
dan bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana akan menimbulkan lecet
sampai luka dan ulkus dekubitus pada porsio uteri.
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada porsio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina.
VIII. DIAGNOSIS
Berdasarkan keluhan-keluhan pada penderita dan pemeriksaan ginekologik
umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.
Dari anamnesis ditanyakan mengenai adanya benda asing yang keluar dai
kemaluan, apakah terasa mengganjal di sekitar kemaluanya, apakah seperti ada suatu
ruangan antara anus dan vagina, apakah menggunakan laxatives secara rutin, apakah
ada low back pain, adakah dispareunia, ataupun inkontenensia dan konstipasi.
Friedman dan Little (1991) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:
Penderita dalam posisi jongkok lalu disuruh mengejan dan ditentukan dengan
pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal atau porsio sampai
pada introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya
17
dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi lalu ditentukan pula panjangnya
serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan elongasio
kolli.2
Pada sistokel dijumpai pada dinding vagina depan berupa benjolan kistik,
lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita di suruh
mengejan.Jika dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam, lalu kateter itu
diarahkan ke dalam sistokel dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding
vagina. Uretrokel letaknya lebih ke bawah dari sistokel, yaitu dekat pada orifisium
uretra eksternum.2,3
Menegakkan diagnosis retrokel sangatlah mudah yaitu ditandainya dengan
menonjolnya rektum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini
berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri.Untuk
memastikan diagnosis jari dimasukkan ke dalam rektum dan selanjutnya dapat diraba
dinding rektokel yang menonjol ke lumen vagina.Enterokel menonjol ke lumen
vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rektal dinding rektum lurus dan
terdapat benjolan ke arah vagina di atas rektum.2,4
18
a. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat
berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat siang
hari. Gejala-gejala tersebut antara lain:1,5,6
-
Konstipasi
Kesulitan berjalan
Kesulitan berkemih
Nausea
Discharge purulen
Perdarahan
Ulserasi
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum
Sims atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih
diperjelas dengan meminta pasien meneran atau berdiri dan berjalan sebelum
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung kemih
kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih penuh dapat
berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya jika pasien
meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien. Tandatanda menurunnya estrogen:
o
Sekresi berkurang
19
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang
mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan
iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika
terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih
timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks purulen.1,5,6
c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi,
obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus
tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih.
Kultur getah serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge
purulen. Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan.
Jika terdapat gejala atau tanda obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar
kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.6
IX.
KOMPLIKASI
akibat tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta karena pembendungan
pembuluh darah, maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang
pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli. Hipertrofi ditentukan
dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. Pada elongasio kolli serviks uteri
pada perabaan lebih panjang dari biasanya.
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi kadangkadang terhalang sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan
sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter sehingga bisa
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra sehingga dapat
menyebabkan stress inkontinensia.
5. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan
infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis
dan pielonefritis yang akhirnya keadaan tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil maka
pada waktu persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan sehingga
kemajuan persalinan jadi terhalang.
7. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan terjadinya
obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.
8. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit
sehingga kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit tersebut.
X.
PENCEGAHAN
Pemendekan waktu persalinan terutama pada saat kala dua dengan
memperbaiki power yaitu memimpin persalinan dengan baik agar penderita dihindari
untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap adalah tindakan yang benar, episiotomy
yang benar dipertimbangkan, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan
lahir dengan baik, , menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede),
mengawasi involusi uterus paska persalinan yang tetap baik dan cepat, serta
21
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan pada prolapsus genitalia bersifat individual, terutama pada
mereka yang telah memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum
penatalaksanan dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif dan
operatif.2,4,
1. Pengobatan Konservatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu para
penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada penderita
prolapsus ringan tanpa keluhan atau pada penderita yang masih ingin mendapatkan
anak lagi atau penderita yang menolak untuk melakukan tindakan operasi atau pada
kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.
Tindakan yang dapat diberikan pada penderita antara lain:4,5
a.
Latihan-latihan otot dasar panggul. Latihan ini sangat berguna pada penderita
prolapsus uteri ringan terutama yang terjadi pada penderita pasca persalinan yang
belum lewat enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul
dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa
bulan. Caranya adalah di mana penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah buang air besar atau penderita
disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tibatiba menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih efektif dengan
menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obturator yang
dimasukkan ke dalam vagina dan dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu
manometer. Dengan demikian kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur
kekuatannya.
22
b.
Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat
pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di dalam
pessarium yang dimasukkan ke dalam liang vagina.
c.
23
tidak keluar lalu penderita disuruh berjalan-jalan dan apabila ia tidak merasa nyeri
maka pessarium dapat digunakan terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita diawasi
dan diperiksa secara teratur.Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan
sekali.Vagina diperiksa secara inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan,
pessarium lalu dibersihkan dan disterilkan lalu kemudian dipasang kembali.Pada
kehamilan, reposisi prolapsus uteri dengan memasang pessarium berbentuk cincin
dan kalau perlu ditambah tampon kassa serta penderita disuruh tidur mungkin sudah
dapat membantu penderita.Apabila pessarium dibiarkan di dalam vagina tanpa
pengawasan yang teratur, maka dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti
ulserasi, terpendamnya sebagian dari pessarium ke dalam dinding vagina, bahkan
dapat terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.Kontraindikasi
terhadap pemakaian pesarium ialah adanya radang pelvis akut atau subakut serta
adanya keganasan. Sedangkan indikasi penggunaan pessarium antara lain kehamilan,
hingga penderita belum siap untuk dilakukan tindakan operasi, sebagai terapi tes
untuk menyatakan bahwa operasi harus dilakukan, penderita yang menolak untuk
dilakukan tindakan operasi dan lebih suka memilih terapi konservatif serta untuk
menghilangkan keluhan yang ada sambil menunggu suatu operasi dapat dilakukan.
24
25
yang berlebihan dibuang maka dinding vagina yang terbuka ditutup kembali.
Kolporafi anterior dilakukan pula pada uretrokel. Kadang-kadang tindakan operasi
ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress inkontinensia yang berat.
b. Rektokel
Pada kaus ini operasi yang dilakukan disebut dengan kolpoperineoplastik.Di
mana mukosa dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga
dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada batas
atas rektokel.Sekarang fascia rektovaginalis dijahit di garis tengah dan kemudian
muskulus levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah. Luka pada dinding
vagina dijahit, demikian pula otot-otot perineum superfisialis sebelah kanan dan kiri,
lalu dihubungkan di garis tengah dan akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.
c. Enterokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks
uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari dinding
vagina lalu peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya dibuang dan
di bawah jahitan itu ligamentum sakrouterina kiri dan kanan serta fascia endopelvik
dijahit di garis tengah.
d. Prolapsus uteri
Seperti telah diterangkan di atas bahwa indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
kemungkinannya untuk masih mendapatkan anak lagi atau untuk mempertahankan
uterus, tingkatan prolapsus uteri dan adanya keluhan yang ditemukan pada penderita.
27
d) Kolpoklesis
28
Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra dan pasca
tindakan operasi belum baik untuk perempuan tua yang seksual tidak aktif lagi dapat
dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan
dinding bagian belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas
vagina. Akan tetapi tindakan operasi jenis ini tidak akan memperbaiki sistokel atau
rektokel sehingga akan dapat menimbulkan inkotinensia urin. Obstipasi serta keluhan
pada prolapsus uteri lainnya juga tidak akan hilang pada tindakan ini.
e) Purandare
Purandare adalah operasi yang ditujukan bagi nulipara yang mengalami
prolaps uteri. Yang mempunyai dinding abdomen yang baik. Pada operasi ini, uterus
digantungkan dari ligamentum latum ke fascia muskulus rektus abdominis
menggunakan pita mersilene. Operasi efektif selama dinding abdomen masih kuat.
Ketika dinding abdomen tidak kuat, prolaps uterus dapat terjadi kembali.
XII.
PROGNOSIS
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat.
Prognosis akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal (tidak
disertai penyakit lainnya), dan Indeks Masa Tubuh ( IMT ) dalam batas normal.
Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk, mempunyai gangguan
sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas batas normal. Rekurensi prolaps
uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.5
29
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal Pemeriksaan
: 07 / 11 / 2014
Jam
: 09.00 WITA
Ruangan
IDENTITAS
Nama
: Ny. S
Umur
: 60 tahun
Alamat
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Pendidikan
: Tidak sekolah
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Adanya benjolan keluar dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan adanya benjolan keluar dari vagina
dirasakan 2 tahun sebelum masuk RS.Awalnya benjolan terasa kecil namun perlahan
terasa membesar dan mulai mengganggu aktivitas 6 bulan terakhir. Benjolan keluar
terutama saat batuk dan mengejan saat BAB. Benjolan dapat masuk kembali ketika
pasien berbaring.Pasien merasa tidak nyaman jika benjolan tersebut bergesekan
dengan celana. Benjolan tidak terasa nyeri.Keluhan disertai nyeri panggul.Tidak ada
keluar darah, hanya saja ada flek-flek berwarna kecoklatan terkadang terdapat
30
keputihan yang tidak berbau.Buang air kecil lancar, namun terkadang pasien tidak
merasa puas saat berkemih. Pasien juga mengeluhkan susah buang air besar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit hipertensi (+),diabetes mellitus (-), asma (-) dan penyakit jantung (-)
Riwayat Obstetri :
1. Riwayat Kehamilan
Paritas : 8
No
Umur
1
2
3
4
5
6
7
8
2.
3.
4.
5.
Abortus: Usia
kehamilan
45 tahun
Aterm
42 tahun
Aterm
41 tahun
Aterm
40 tahun
Aterm
38 tahun
Aterm
36 tahun
Aterm
32 tahun
Aterm
28 tahun
Aterm
Riwayat pernikahan
Pernikahan
: satu kali
Usia pernikahan
: 46 tahun
Riwayat menstruasi:
Menarche
: 12 tahun
Siklus haid
: teratur, 28 hari
Riwayat menopause : 10 tahun
Riwayat KB : tidak ada
Jenis
Tempat
Penolong
BBL
persalinan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
persalinan
Rumah
Rumah
Rumah
Rumah
Rumah
Rumah
Rumah
Rumah
Dukun
Dukun
Dukun
Dukun
Dukun
Dukun
Dukun
Dukun
Lupa
Lupa
Lupa
Lupa
Lupa
Lupa
Lupa
Lupa
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: baik
Kesadaran
: kompos mentis
Nadi
BB
: 72 kg
TB
: 162 cm
Respirasi
Suhu
:88 kali/menit
:22 kali/menit
: 36.6 oC
Kepala Leher :
Mata : konjungtiva tidak anemia. Sklera tidak ikterus
Perbesaran KGB tidak ada, perbesaran kelenjar tiroid tidak ada
31
Thoraks :
Paru :
Jantung :
Abdomen
I : Tampak datar, mengikuti gerak napas, tidak tampak jejas.
A: Peristaltik kesan normal
P : tympani
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Inspeksi : tampak portio keluar dari introitus berukuran 3 cm berwarna kemerahan,
tidak ada discharge, tidak ada perdarahan. labia mayor dan minor tidak hyperemis.
Palpasi : teraba benjolan konsistensi lunak, permukaan licin, tidak berbenjol-benjol.
Valsava test (+)
Vaginal toucher : teraba benjolan ukuran 1 cm konsistensi lunak, permukaan licin,
tidak nyeri tekan, berbatas tegas pada dinding anterior vagina.
Rectal toucher : teraba penonjolan rectum kedalam lumen vagina
32
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Pemeriksaan
WBC
Lym %
Mon%
Gra%
Lym#
Mon#
Gran#
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV
PCT
PDW
Hasil
4.2
33.7
4.7
61.6
3.90
0.50
7.50
4.70
13.7
41.9
76
30,0
39.9
11.8
218
7.1
0.186
10.0
Satuan
102/mm
%
%
%
103/mm
103/mm
103/mm
104/mm
g/dL
%
m3
g
g/dL
%
103/mm
m3
%
%
Nilai Rujukan
4.0 10.0
25.0-50.0
2.0-10.0
50.0-87.0
1.00-5.00
0.20-2.50
2.00-9.00
4.50-6.30
13.0-17.0
40.0-54.0
80-100
27.0-32.0
11.0-16.0
150-500
6.0-11.0
0.150-0.500
11.0-16.0
Kimia Darah
GDS
: 96 mg/dl
Ureum
: 33 mg/dl
Creatinin
: 1.00 mg/dl
SGOT
: 41 /l
SGPT
: 45 /l
RESUME
Ny. S, 60 tahun masuk rumah sakit dengan keluhanadanya benjolan keluar dari
vagina dirasakan 2 tahun sebelum masuk RS.Awalnya benjolan terasa kecil namun
perlahan terasa membesar dan mulai mengganggu aktivitas 6 bulan terakhir.Benjolan
keluar terutama saat batuk dan mengejan saat BAB.Benjolan dapat masuk kembali
ketika pasien berbaring.Pasien merasa tidak nyaman jika benjolan tersebut
bergesekan dengan celana.Keluhan disertai nyeri panggul., keluar flek hitam dan
33
keputihan. Buang air kecil lancar, namun terkadang pasien tidak merasa puas saat
berkemih.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/70 mmHg.Pemeriksaan genitalia
didapatkan.Pemeriksaan ginekologi didapatkan portio keluar dari introitus berukuran
3 cm berwarna kemerahan.tampak adanya lesi (+), tidak ada discharge, tidak ada
perdarahan, Portio masih dapat masuk kembali. Vaginal toucher : teraba benjolan
ukuran 1 cm konsistensi lunak, tidak nyeri tekan, berbatas tegas pada dinding
anterior vagina. Teraba massa kistik pada dinding posterior vagina.
DIAGNOSIS
Prolapsus Uteri gr. III + Sistokel + Rektokel
PENATALAKSANAAN
Histerektomi transvaginal + kolporafi anterior + kolpoperineorafi
FOLLOW UP
No
1
Tanggal
& Jam
10/11/2014
Follow Up
KET
Diagnosis post-operatif:
Prolapse uteri gr. III + sistokel +rektokel
Laporan Operasi
1. posisikan pasien pada posisi litotomi
2.disinfeksi vulva dan sekitarnya
3.pasang speculum, gantung dinding vagina anterior dengan
silk-2
4.tarik keluar serviks dengan tenaculum gigi 1
5.insisi sirkuler daerah batas antara mukosa vagina dan
serviks
6.bebaskan mukosa vagina anterior dan posterior
7.tembus sampai cavum douglas
8. klem ligamentum sacrouterina dextra et sinistra
9.gunting fascia puboservikal
10.klem ligamentum kardinale-gantung-ikat
11.tarik puncak uteri keposterior
12.klem ligamentum ov.proprium, tuba dan ligamentum
rotundum-gantung-jahit-ikat
13.jahit tutup puncak vagina
14.kolporafi anterior
15.kolpoperineorafi
16.kontrol perdarahan
Instruksi post operasi:
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 15 menit sampai
11/11/2014
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
35
IVFD RL 20 tetes/menit
Cefotaxime 1gr/12jam
Metronidazol 500mg/12jam
Ondancetron 1 ampul/12jam
Ketorolac 1 ampul/12jam
Ranitidine 1 ampul/8jam
Asam traneksamat 1 ampul/8jam
TD 140/90 mmHg,
P 18 x/m
N 78 x/m,
S 36,7oC,
12/11/2014
P : aff infuse
Kateter tetap ganti kateter intermitten
Cefixim tab 2 x1
Metronidazole tab 3 x1
Asam Mefenamat 3 x 1
Dulcolax tab 1x1
S : nyeri bekas operasi, pusing (+), BAK per kateter, belum
BAB
O : TTV :
13/11/2014
P : Vagina toilet :
Spooling urin pekat, 300 cc, darah (-) spooling
+dye test (-)
terpasang kateter intermiten
Cefixim tab 2 x1
Metronidazole tab 3 x1
36
Asam Mefenamat 3 x 1
Dulcolax tab 1x1
S :S: nyeri bekas operasi, pusing (+), BAK per kateter, BAB (+)
O O: TTV : TD 130/90 mmHg, N 788 x/m, S 36,7oC,
P 20 x/m
A : post operasi Histerektomy transvaginal+ kolporafi anterior
5
14/11/2014
Cefixim tab 2 x1
Metronidazole tab 3 x1
Asam Mefenamat 3 x 1
Dulcolax tab 1x1
Terpasang kateter intermitten
15/11/2014
P:
Cefixim tab 2 x1
Metronidazole tab 3 x1
Dulcolax tab 1x1
Asam Mefenamat 3 x 1
Terpasang kateter intermitten
Cefixim tab 2 x1
37
Metronidazole tab 3 x1
Dulcolax tab 1x1
Asam Mefenamat 3 x 1
Aff kateter
Cefixim tab 2 x1
Metronidazole tab 3 x1
Dulcolax tab 1x1
Asam Mefenamat 3 x 1
Boleh pulang
38
BAB IV
PEMBAHASAN
Penegakkan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis pada pasien ini didapatkan
adanya benjolan yang keluar dari vagina. Gejala tersebut merupakan gejala yang
sering ditemui pada pasien dengan prolapse organ pelvis. Organ yang prolaps melalui
vagina bisa merupakan uretra, vesika urinaria, uterus, atau rektum. Gejala lain yang
mendukung adalah nyeri pada panggulyang dapat disebabkan peregangan ligamen
dan otot dalam pelvis akibat tarikan oleh organ yang prolaps. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya gangguan berkemih sehingga dapat dipikirkan terjadinya
sistokel pada pasien ini.
Pada anamnesis juga dapat diketahui mengenai faktor resiko pada pasien ini
adalah usia, multipara dan trauma obsteterik. Seiring proses penuaan dan menopause,
terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan
kekuatannya.Proses persalinan per vaginam berulang menyebabkan trauma obsterik
dan peregangan pada dasar pelvis sehingga memicu kelemahan pada jaringan
penyokong pelvis.Hal tersebut merupakan penyebab paling signifikan dari prolapsus
uteri.
39
pasien
dilakukan
terapi
pembedahan
dengan
tujuan
untuk
miksi serta terjadinya atrofi dan penurunan tonus otot kandung kemih sehingga
setelah 2 hari penggunaan kateter tetap, berikutnya diganti dengan kateter intermitten.
Kateter intermitten bertujuan agar pasien dapat mengontrol system perkemihannya
setelah dipasangi kateter tetap selama 2 hari.
Prognosis pada pasien ini adalah buruk mengingat pasien ini telah berumur
60 tahun namun bila tehnik operasi dan pengawasan pasien terhadap penyakitnya
cukup baik maka angka rekurensi prolaps setelah tindakan operasi dapat menurun.
Edukasi yang dapat disampaikan kepada pasien dengan kasus ini dapat
dianjurkan untuk menghindari faktor-faktor yang mempermudah terjadinya prolaps
uteri seperti istirahat yang cukup dan hindari kerja yang berat dan melelahkan.
41
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Angka kejadian prolapsus alat genitalia cenderung meningkat seiring dengan
bertambahnya usia harapan hidup penduduk di Indonesia.
2. Penyebab prolapsus genitalia multifaktorial dan semakin berkembang dari tahun
ke tahun namun pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan pelvic floor yang
terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik dan ligamentum-ligamentum yang
menyokong organ-organ genitalia. Penyebab yang paling sering adalah karena
multiparitas.
3. Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda dan berifat individual.
Bisanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya suatu benda yang
menonjol atau mengganjal di genitali eksterna, rasa sakit di pinggang, miksi yang
sedikit tapi sering.
4. Penatalaksanan pada prolapsus genitalis pada umumnya adalah konservatif,
sedangkan tindakan operatif baru dilakukan jika secara konservatif tidak berhasil
dan jika tidak ada kontraindikasi.
Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Decherrney AH, Goodwin, TM, et al. Current Diagnosis and Treatment. New
York: The McGraw hill, 2007:720-734
4.
Schorge J et al. Williams Gynecology. United States: The McGraw hill, 2008:
chapter 24
5.
6.
Thomson JD. Surgical techniques for pelvic organ prolapse. In: Bent AE,
Ostergard DR, Cundiff GW, et al, eds. Ostergards urogynecology and
43
LAMPIRAN
44
45
46
47