PROLAPS UTERI
Disusun Oleh :
Widya Chandra Lestari (110.2003.285)
Pembimbing :
Dr. Herman Sasongko, Sp.OG
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................
LATAR BELAKANG...........................................................................
II.2. Epidemiologi......................................................................................
II.3. Etiologi...............................................................................................
II.4. Klasifikasi...........................................................................................
II.5. Patofisiologi........................................................................................
10
II.7. Diagnosis............................................................................................
12
II.8. Penatalaksanaan..................................................................................
12
II.9. Pencegahan.........................................................................................
15
II.10. Komplikasi........................................................................................
15
18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 19
BAB I
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis1.
Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang
membentuk dasar panggul. Prolapsus uteri terjadi ketika ikatan sendi atau otot-otot
dasar panggul meregang atau melemah, membuat sokongan pada uterus tidak
adekuat1.
Prolapsus uteri disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya karena
kelemahan jaringan ikat di rongga panggul, perlukaan jalan lahir. Menopause juga
faktor pemicu terjadinya prolapsus uteri. Pada prolapsus uteri gejala sangat berbedabeda dan bersifat individual2.
BAB II
PROLAPSUS UTERI
II.1. Definisi
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis 1. Prolapsus uteri adalah
pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di dalam orifisium vagina
(prolapsus derajat 1), serviks berada di luar orifisium (prolapsus derajat 2), atau
seluruh uterus berada di luar orifisium2.
II.2. Epidemiologi
Prolapsus uteri merupakan salah satu bagian dari prolapsus genitalis, dimana
frekuensi prolapsus genitalis di beberapa negara berlainan, seperti di laporkan diklinik
dGynecologie et Obstetrique Geneva insidennya 5,7 %, dan pada priode yang sama
di Hamburg 5,4 %. Dilaporkan di Mesir, India dan Jepang kejadiannya tinggi,
sedangkan pada orang negro Amerika, Indonesia kurang. Di indonesia prolapsus uteri
lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita
dengan pekerjaan berat. Djafar siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-1970)
memperoleh 63 kasus prolapsus genitalis dari 5.372 kasus ginekologi di rumah sakit
Dr.Pirngadi di Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause, dan
31,74 % pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69 % berumur 40 tahun. Jarang
sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada wanita nullipara1.
II.3. Etiologi
1.
Etiologi dari prolapsus uteri terdiri dari : Kelemahan jaringan ikat pada daerah
rongga panggul, terutama jaringan ikat tranversal. Pertolongan persalinan yang
tak terampil sehingga meneran terjadi pada saat pembukaan belum lengkap.
Terjadi perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan ikat
penyangga vagina. Serta ibu yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah
panggul kendor. Menopause juga dapat menyebabkan turunnya rahim karena
produksi hormon estrogen berkurang sehingga elastisitas dari jaringan ikat
berkurang dan otot-otot panggul mengecil yang menyebabkan melemahnya
sokongan pada rahim2. Tekanan abdominal yang meninggi karena ascites, tumor,
batuk yang kronis atau mengejan (obstipasi atau striktur dari traktus urinalis).
Partus dengan penyulit. Tindakan yang berlebihan untuk mengeluarkan placenta
metode Creede3.
II.4. Klasifikasi
Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada
di dalam orifisium vagina (prolapsus derajat 1), serviks berada di luar orifisium
(prolapsus derajat 2), atau seluruh uterus berada di luar orifisium2.
Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yaitu:
a.
Prolapsus uteri tingkat I, di mana serviks uteri turun sampai introitus vaginae;
Prolapsus uteri tingakat II, di mana serviks menonjol keluar dari introitus
vaginae; Prolaps uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapsus ini
juga dinamakan prosidensia uteri.
b.
Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina; Prolapsus uteri
tingkat III, serviks keluar dari introitus, sedang pada prosidensia uteri, uterus
seluruhnya keluar dari vagina.
c.
d.
e.
b.
Cystocele : dinding depan vagina menonjol, dalam tonjolan ini terdapat dinding
belakang kandung kemih sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine.
c.
Enterokel : biasanya berisi usus halus atau omentum dan mungkin menyertai
uterus turun ke dalam vagina.
d.
e.
f.
II.5. Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri kompleta atau totalis. Sebagai akibat persalinan, khususnya
persalinan yang susah terdapat kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam
fascia endopelvika dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan
demikian tekanan intraabdominal memudahkan penurunan uterus, terutama apabila
tonus otot-otot berkurang3.
Posisi serta letak uterus dan vagina dipertahankan oleh ligament, fascia serta
otot-otot dasar panggul. Te Linde (1966) membagi atas 4 golongan, yaitu3:
Ligamen-ligamen yang terletak dalam rongga perut dan ditutupi oleh peritonium :
1.
Ligamentum rotundum (lig teres uteri) : ligamentum yang menahan uterus dalam
antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal
kiri dan kanan.
2.
3.
4.
Ligamentum latum : ligamentum yang berjalan dari uterus ke arah lateral dan
tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah
bagian peritoneum visceral yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk
sebagai lipatan.
Di bagian lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium
sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak
artinya.
5.
Fasia puboservikalis (antara dinding depan vagina dan dasar kandung kemih)
membentang dari belakang simfisis ke serviks uteri melalui bagian bawah
kandung kencing, lalu melingkari urethra menuju ke dinding depan vagina.
Kelemahan fasia ini menyebabkan kandung kencing dan juga uretra menonjol ke
arah lumen vagina.
2.
3.
Cavum Douglas
Dilapisi peritonium yang berupa kantong buntu yang terletak antara ligamentum
sacrouterinum di sebelah kanan dan kiri , vagina bagian atas di depan dan rektum
dibelakang. Di daerah ini, oleh karena tidak ada otot atau fasia, tekanan
intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan hernia (enterokel).
4.
Sebagai sphincter vaginae dan apabila otot tersebut mengalami spasme maka
keadaan ini disebut vaginismus
Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia teregesek dengan celana yang
dipakai oleh wanita dan lambat laun bias berbentuk ulkus, yang dinamakan ulkus
dekubitus. Jika fascia didepan dinding vagina kendor oleh suatu sebab, biasanya
trauma obstetric, ia terdorong oleh kandung kencing ke belakang dan menyebabkan
menonjolnya dinding depan vagina ke belakang, hal ini dinamakan sistokel3.
Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena
persalinan berikutnya, terutama jika persalinan itu berlangsung kurang lancar, atau
harus diselesaikan dengan menggunakan peralatan. Urethra dapat pula ikut serta
dalam penurunan itu den menyebabkan urethrokel. Uretherokel ini harus dibedakan
dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing
normal, hanya dibelakang urethra ada lubang yang menuju ke kantong antara urethra
dan vagina3.
Kekendoran fascia dibelakang vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain
dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang
vagina menonjol ke lumen vagina, ini dinamakan rectokel. Enterokel adalah suatu
hernia dari cavum douglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun, oleh karena
itu menonjol kedepan, isi kantong hernia ini adalah usus halus atau sigmoid3.
II.6. Gejala klinis
Pada prolapsus uteri gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang
kala penderita dengan prolaps yang sangat berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
10
Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna.
Rasa sakit di panggul dan pinggang.
Biasanya jika penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi berkurang.
Gejala-gejala dari prolapsus uteri:
Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan
dekubitus pada porsio uteri. Sering timbul keputihan karena luka tersebut atau karena
sumbatan pembuluh darah di daerah mulut rahim3.
Prolaps dapat terjadi secara akut alam hal ini dapat timbul gejala nyeri yang
sangat, muntah dan kolaps. Keluhan-keluhan lain yang dapat dijumpai adalah3:
1.
Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri terhadap celana dapat menimbulkan lecet sampai
luka dekubitus pada portio uteri.
2.
Leukorhea karena kongesti pembuluh darah vena daerah serviks dan area infeksi
serta luka pada portio uteri.
3.
Coitus terganggu.
4.
5.
Incontinentia urine jika sudah terjadi cystokele oleh karena dinding belakang
urethra tertarik sehingga faal spingter kurang sempurna.
6.
Kesukaran defekasi pada rektokel. Obstipasi karena fese terkumpul dalam rongga
rektokel. Baru dapat dilaksanakan defekasi setelah diadakan tekanan pada
rectokel dari vagina.
11
II.7. Diagnosis3
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan genikologi umumnya dengan mudah
dapat menegakkan diagnosis prolapsus uteri.
Friedman dan Little (1961) mengajukan pemeriksaan sebagai berikut:
Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan dengan
pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi normal, apakah portio
dibawah posisi normal, apakah portio sampai introitus vagina, apakah serviks uteri
sudah keluar dari vagina.
II.8. Penatalaksanaan3
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan terapi prolapsus adalah:
Keadaan umum
Umur
Tingkat prolaps
12
2.
Latihan ini sangat berguna pada prolaps yang ringan yang terjadi pasca
persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya adalah untuk menguatkan otot
dasar panggul atau otot uang mempengaruhi mictio. Latihan ini dilakukan selama
beberapa bulan.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
13
B. Terapi Operatif 3
1. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak
dilakukan
operasi
untuk
membuat
uterus
Ventrofiksasi,
dengan
cara
14
Kandung kemih hendaknya kosong pada waktu partus terutama dalam kala
pengeluaran.
Kala pengeluaran hendaknya jangan terlalu lama supaya dasar panggul jangan
lama teregang. Pergunakan episiotomi jika diperlukan.
II.10. KOMPLIKASI3
a) Keratinisasi Mukosa Vagina dan Portio Uteri
Procidentia uteri disertai keluarnya dinding vagina ( inversion ) karena itu
mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna
keputuh-putihan.
b) Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan
pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat laun
timbul ulcus dekubitus.
15
Kemandulan
Karena menurunnya serviks uteri sampai dekat pada introitus vagina atau keluar
sama sekali dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
16
17
BAB III
KESIMPULAN
Prolapsus uteri kebanyakan terjadi pada wanita usia tua dan grandemultipara
pada masa menopause. Hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot dan
struktur fascia pada usia yang lebih lanjut. Prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada
wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerjaan berat.
Prolapsus uteri dapat disebabkan oleh dasar panggul yang lemah oleh karena
partus yang berulang atau dengan penyulit (ruptur perineum atau regangan) atau usai
lanjut, retinakulum uteri lemah, tekanan abdominal yang meninggi, ekspresi menurut
Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta.
Keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi seperti keratinisasi mukosa vagina
dan portio uteri, dekubitus, hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli, gangguan
miksi dan stress incontinensi, infeksi saluran kemih, kemandulan, kesulitan pada
waktu partus, haemorrhoid, inkarserasi usus halus.
Perlunya pencegah terhadap kemungkinan terjadinya prolaps uteri dengancara
mengosongkan kandung kemih pada kala pengeluaran, penjahitan perineum yang lege
artis, bila perlu lakukan episiotomi, memimpin persalinan dengan baik, hindari
paksaan dalam pengeluaran plasenta (parasat crede).
Penanganan prolapsus uteri sebaiknya dilakukan dengan menilai keadaan dari
keadaan umum pasien, umur, masih bersuami atau tidak, tingkat prolaps sehingga
didapatkan terapi yang paling ideal untuk setiap pasien.
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
www.e-medicine.com/prolapsus-uteri.html
2.
http://www.scribd.com/doc/29229881/Prolaps-Uteri
3.
4.
http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/prolaps-uteri/
19