Vagina
Organ yang berupa lubang yang panjangnya antara 9-10 cm dan lebarnya 4 cm; berbentuk huruf H di
bagian tengahnya dan bagian atas vagina lebih lebar dari bagian distal.
bagian sepertiga atas digantung ke daerah sakrum oleh ligamentum sakro uterin dan ke dinding samping
panggul oleh ligamentum kardinal.
Bagian distal dan tengah digantung oleh otot-otot diafragma pelvis, diafragma urogenital, dan perineum
bagian tengah dan distal pada bagian anterior dipertahankan oleh fasia pubo servikalis,
bagian posterior oleh fasia rekto vaginal.
Vagina yang normal dalam keadaan relaksasi dan tertutup karena tarikan dari olot-otot levator ani ke arah
simphisis.
Vagina dapat melemah dikarenakan oleh trauma, terutama trauma pada otot-otot levator ani. Keadaan ini
terutama terjadi pada persalinan karena regangan yang berlebihan atau robek saat persalinan dan tidak
diperbaiki dengan baik.
Ureter
Perlukaan ureter di bidang obstetrik dan ginekologi paling sering terjadi pada pembedahan histerektomi
abdominal enam kali lebih banyak dari histerektomi vaginal.
Ureter yang dalam rongga abdomen letaknya retro peritoneal, memasuki pelvis minor melalui daerah arteri
iliaka internal, dan kemudian menyeberangi arteri uterina dekat pada serviks hampir dalam posisi tegak
lurus, dan akhirnya bermuara pada sisi belakang kandung kemih di trigomim lietaudi.
Pada saat operasi vaginal histerektomi, dengan dilakukan tarikan pada serviks serta retraksi pada plika
vesikouterina, letak ureter akan menjauh dari daerah berbahaya tersebut yaitu di daerah ligamentum
infundibulo velvico sejauh 1 cm, di daerah parametrial sejauh 2,1 cm, sedangkan di daerah dekat kandung
kemih sejauh 0,9 cm. Hal ini tidak terdapat pada tindakan operasi histerektomi abdominal
Klasifikasi
I. Klasifikasi Anatomik
1. Juksta Uretral : Melibatkan leher vesika dan proksimal uretra dengan kerusakan pada mekanisme
spingter dan kadang-kadang disertai hilangnya uretra.
2. Vagina Tengah : Tanpa melibatkan leher vesika atau trigonum.
3. Juksta Servikal : Terbuka sampai forniks anterior dan mungkin melibatkan ureter bagian distal.
4. Masife : Kombinasi jenis 1 sampai 3 dengan bekas parut dan melekat pada tulang dan sering
melibatkan ureter pada pinggir fistula dan prolapsus vesiko melalui lubang yang besar.
5. Compound : Melibatkan rekto vagina atau uretero vagina seperti halnya fistula vesiko vagina.
6. Vesiko Servikal atau Vesiko Uterina : sesudah tindakan bedah sesar.
II. Klasifikasi Fungsional Risiko Tinggi / Fistula yang sulit
1. Diameter > 4 - 5 cm, melibatkan : Uretra, Ureter, Rektum
2. Fistula juksta servikal dengan visualisasi inkomplit bagian superior
3. Riwayat operasi fistula yang gagal
Diagnostik
Bila fistula berukuran sangat kecil, kebocoran urin mungkin terjadi sekali-sekali atau bergantung pada
vesika yang terisi penuh atau posisi tubuh.
Instilasi cairan biru metilen ke dalam vesika akan mewarnai vagina bila terdapat fistula vesiko vagina, dan
bila tidak ada pewarnaan biru metilen pada vagina menandakan terdapat fistula uretero vagina dan
akan dikonfirmasi dengan Indigo karmin intravena, urografi intravena, atau urografi retrograd
sistoskopi.
Dengan sistoskop dapat diketahui ukuran fistula, letak, dan jumlahnya. Selain itu, juga diketahui jaringan di
sekitar fistula. Hal lain yang penting adalah apakah mendekati leher vesika, spingter uretra dan osifisium
ureter dan disertai adanya udem jaringan, infeksi, sikatriks, dan terfiksir pada tulang.
Cairan urin sebaiknya diperiksa secara mikroskopik dan dilakukan biakan urin dan diobati bila ada infeksi.
Penatalaksanaan
Operasi fistula jangan dilakukan sebelum 6 bulan sesudah terjadinya fistula.
Fistula akibat radiasi dapat dikerjakan sesudah 12 bulan.
Teknik operasi, perawatan pra dan pascaoperasi penentu keberhasilan operasi.
Operasi perbaikan fistula, sebaiknya dengan satu kali operasi sudah berhasil bila gagal operasi
ulangan lebih sulit karena sebagian jaringan hilang, terjadi kekakuan dan jaringan sikatriks yang lebih luas.
Beberapa teknik operasi untuk memperbaiki fistula :
- Teknik Futh Mayo - Teknik Sims-Simon
- Teknik Latzko Colcopcleisis - Teknik Martius Bulbocovernosus Flap Plasty
Prognosis
tidak selalu bergantung pada ukuran fistula.
fistula dengan ukuran besar lebih mudah ukuran kecil yang sulit ditampakkan dan letaknya tinggi.
Fistula yang kaku serta mempunyai jaringan sikatriks yang luas tidak menguntungkan untuk diperbaiki.
Beberapa hal yang harus diperhitungkan untuk keberhasilan operasi fistula :
1. Mobilisasi jaringan harus cukup luas untuk memungkinkannya menyatukan jaringan tanpa tegangan.
2. Jahitan yang terlalu tegang akan memberikan hasil yang buruk.
3. Dinding vesika harus bebas pada daerah fistula.
4. Benang yang dipakai berukuran 3 - 0 atau 4-0 yang diserap tubuh dengan jarum atraumatik. Gunakan
jahitan interupted karena lebih hemostatik. Fistula pada umumnya dijahit dalam dua lapis.
Perawatan Pascaoperasi
Dipasang kateter hisap selama 8-10 hari dilepaskan dan dilakukan latihan otot vesika dengan cara
menjepitkan dan membuka kateter tiap 4 jam (kateter buka tutup) selama 2 hari Kemudian dilepas
(pemeriksaan urinalisis dan biakan urin dilakukan) dan penderita disuruh miksi sendiri setiap 4-6 jam, dan
diukur sisa urin dan dapat dipulangkan bila sisa urin kurang dari 100 ml.
Bila sisa urin > 100 ml kateterisasi intermiten kateter dilepas, penderita disuruh minum 400 - 500 ml
dalam waktu 4 jam miksi spontan
Bila tidak bisa miksi, penderita disuruh meneran. Selanjutnya dilakukan kateterisasi sampai vesika kosong
dan urin tersebut ditampung dan diukur.
Kateter intermiten dilakukan tiap 4 jam, sebelumnya penderita disuruh minum 100 - 125 ml/jam. Program
ini dihentikan bila sisa urin kurang dari 100 ml.
Antibiotika biasanya diberikan, pada kasus pascamenopause dapat diberikan estrogen.
Sesudah operasi dianjurkan tidak koitus selama 10-12 minggu.
FISTULA VESIKO VAGINA
Etiologi
Trauma obstetrik : partus lama, tindakan bedah obstetri
Operasi ginekologi : histerektomi transabdominam/ transvaginal, operasi ginek lainnya
Prosedur Urologi : pengangkatan batu buli
Trauma sebab lain, Trauma karena radiasi pada pengobatan penderita. dengan karsinoma ginekologi
Fistula akibat trauma obstetri : timbul segera setelah melahirkan atau beberapa lama sesudah melahirkan,
Fistula akibat tindakan operasi ginekologi : timbul hari ke 5 sampai 14 pascaoperasi. Jumlah urin yang
hilang, bergantung dari besarnya fistula.
Diagnosis
Fistula yang besar dapat dilihat dan diraba besar fistula pada pemeriksaan vagina
Fistula yang sangat kecil :
Tes metilen biru beberapa kasa diletakkan dalam vagina, kemudian kandung kemih diisi melalui kateter
dari uretra sebanyak 30-50 cc. Setelah 3-5 menit, kasa dalam vagina diangkat satu per satu, dan dengan
mudah akan dilihat adanya cairan metilen biru mengenai kasa tersebut, dan sekaligus dapat diketahui lokasi
fistula. Kadang-kadang penderita disuruh berjalan-jalan 10-15 menit selelah kandung kemih diisi metilen
biru, agar metilen biru keluar melalui fistula. Bila fistula berasal dari ureter, tidak akan terlihat ada
cairan metilen biru pada kasa.
Intra venus pyelograf mengetahui adanya fistula utero vagina.
sistoskopi dapat diketahui letak, besar, dan jumlah fistula.
Penatalaksanaan Fistula Vesiko Vagina
Pada fistula yang akut dan kecil sekali dipasang kateter melalui uretra drainase urin dengan
mempertahankan kateter selama 10 hari, dan kortison 100 mg setiap hari Bila tidak menutup operasi
Waktu Melakukan Operasi : 3-6 bulan pascafistula.
Pilihan Cara Operasi
Transabdominam baru dikerjakan bila fistula tinggi sekali, yang tidak bisa dicapai dengan transvagina.
Keuntungan cara-cara transvagina adalah:
Perdarahan sedikit, Morbiditas dan mortalitas rendah.
Penderita tidak banyak keluhan seperti transabdominam/transvesika.
Pada fistula utero vagina, reparasi dengan melakukan inplantasi ureter pada kandung kemih adalah mudah
sekali. Pada fistula rekto vagina atau vesiko-rekto vagina, sebelum dilakukan reparasi, tindakan pembuatan
kolostomi harus dilakukan bila fistula besar atau letaknya tinggi, agar daerah fistula dan sekitarnya bebas dari
infeksi dan kontaminasi feses.
Reparasi baru dapat dilakukan setelah 2-3 bulan setelah kolostomi dibuat.
Perawatan Pascaoperasi
Penderita sebaiknya tidur berbaring dan kandung kemih dikosongkan dengan memasang kateter melalui
uretra yang dihubungkan dengan “water suction”.
Kateter dipertahankan selama 12-15 hari dan penderita diberi minum 2,5 - 3 liter per hari.
Keettel dan Sehring mempunyai keberhasilan 94,2% dengan cara-memasang kateter 10 hari, dan penderita
boleh jalan-jalan (ambulans) dan dijaga jangan ada retraksasi pada daerah reparasi fistula.
Selama perawatan pascaoperasi penderita diberi makanan lunak tanpa serat dan tidak melakukan
pemeriksaan dalam selama perawatan.
Penderita dilarang melakukan sanggama selama ± 2 bulan pascaoperasi.
INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA
Seseorang dikatakan menderita infeksi saluran kemih bila dari hasil kultur urin ditemukan bakteri
100.000/ml,
bakteriuria asimptomatik tidak menimbulkan gejala atau simptom.
bakteuriuria simptomatik menimbulkan gejala atau simpton berkemih perih, sering berkemih, sesudah
berkemih ingin berkemih lagi, air kemih terasa panas, kadang-kadang berdarah, sakit di daerah suprasimifis
atau, sakit didaerah punggung bawah.
Bila penyakit lebih berat, penderita dapat muntah, panas, menggigil, dan malaise.
Bila pengobatan tidak cepat dan tepat diberikan dapat menimbulkan penyakit lebih hebat lagi, seperti
pyelonefritis, infeksi berulang, dan pada mereka yang sedang hamil dapat terjadi abortus atau persalinan
prematur atau pertumbuhan janin terlambat.
Patogenesisi
Bakteri dapat masuk kedalam saluran kemih melalui tiga jalan, yaitu rute asenden, hematogen, dan
limfogen.
Terbanyak bakteri masuk kedalam saluran kemih melalui uretra, dan bakjteri dapat terus naik sampai
kebagian saluran kemih lebih atas seperti ureter dan ginjal.
Hal ini karena uretra yang pendek dan mempunyai muara yang terbuka, dekat sekali letaknya dengan
tempat yang banyak mengandung bakteri yaitu vagina dan anus.
Infeksi secara desenden jarang sekali terjadi baik melalui hematogen maupun limpogen, dan kalau ada
biasanya karena infeksi dari bakteri khusus seperti bakteri tuberkulosa.
Faktor Predisposisi
1. Uretra
Uretra wanita panjangnya kurang hanya 3 cm, dengan muaranya terbuka dan letaknya dekat sekali
dengan sumber kuman, yaitu anus dan vagina.
Dua pertiga distal bangian uretra merupakan tempat reservoir bakteri-bakteri, yang pada keadaan
normal adalah nonpatogen.
Dalam keadaan tidak normal bakteri-bakteri dapat naik atau amsuk kedalam saluran kemih bagian atas
seperti pada tindakan katerisasi urin, saat bersenggama kasar.
2. Kateter
Wanita lebih banyak menderita katerisasi daripada laki-laki
Katerisasi ini selain dapat mendorong kuman yang ada di uretra bagian distal ke saluran kemih bagian
atas juga sebagai mediator rute jalannya infeksi saluran kemih dari dunia luar kedalam saluran kemih
(infeksi nosokomial).
3. Faktor hambatan pengeluaran urin
a. Kebiasaan wanita menahan kencing
Penundaan atau menahan berkemih kandung kemih sangat penuh dan teregang setelah wanita
tersebut berkemih ada sisa urin yang tertinggal karena fungsi dinding kandung kemih terganggu
akibat regangan yang hebat tadi mendorong kuman-kuman bertumbuh, dan terjadilah infeksi
(bakteriuria)
b. Kehamilan
Pada kehamilan tonus otot saluran kemih menurun karena pengaruh hormonal, sehingga aliran urin
akan lebih pelan dan kapasias kandung kemih pun lebih besar dari wanita tidak hamil, ditambah lagi
dengan penekanan oleh rahim (uterus) yang membesar, sehingga terjadilah penahanan pengeluaran
urin.
c. Kelainan anatomi uretra atau kandung kemih (sistokel dan uretrokel)
Pada kedua keadaan ini seringkali ditemkukan wanita tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya
secara sempurna, masih ada sisa urin
d. Faktor-faktor lain
- Polip uretra, divertikal, tumor buli-buli, dan batu dalam saluran kemih.
- usia : makin lanjut usia makin mudah terjadinya infeksi.
- Faktor sistematik : Diabetes Melitus, Siskle sel, dan goud nefro paty.
Etiologi
Pada wanita tak hamil dan hamil biasanya disebabkan oleh bakteri gram negatif aerobik, terbanyak adalah
bakteri Eschehia Coli, antara 6-80 %. Bakteri lain yang juga sering terdapat adalah Klebsiella entero bakteri
Entrokokus,
Pada wanita yang dirawat di rumah sakit, dan mungkin menggunakan kateter, maka dapat ditemukan bakteri
lain seperti seratia morcecen, candida albicans, dan biasanya merupakan infeksi nosokomial.
Diagnosis
1. Pemeriksaan urin (Urinalisis) : lekosit yang jumlahnya lebih dari 10/lapanagn pengelihatan besar dengan
mikroskop
2. Pemeriksaan urin dengan tes dipstik plastik contoh tes nitrit Bila tes dipstik plastik ini positif, berarti ada
bakteri dalam urin.
3. Perhitungan jumlah bakteri dari sediaan langsung urin tanpa pusingan dan diwarnai dengan pewarnaan
Gram, bila ditemukan 1 bakteri saja pada pemeriksaan dengan mikroskop, ini akan menunjukkan adanya
bakteriuria sekitar 88 % secara kultur.
4. Kultur urin atau biakan kuman
5. Pemeriksaan Sistoskopi : menyatakan adanya lekosit dan hematuria karena adanya tumor buli-buli,
sekaligus untuk melihat adanya tanda-tanda radang akut atau kronik dari saluran kemih, juga dapat melihat
kemungkinan ada polip, divertikal yang sangat erat hubungannya dengan kejadian infeksi saluran kemih.
6. Pemeriksaan Ultrasonografi : mengetahui pembesaran ginjal, adanya bendungan kelainan bentuk serta
massa atau batu.
7. pemeriksaan Pyelografi : melihat bentuk ginjal, fungsi ekskresi, keadaan ureter, batu ureter, sekaligus batu
buli-buli dan sebagainya.
Fisiologi
Trimester pertama kehamilan dilatasi ureter di atas atau proksimal dari pintu atas panggul disertai dilatasi
pelvis renalis dan calyces renalis.
Faktor hormonal (tonus dan motilitas ureter berkurang) dan Uterus gravidus yang membesar kompresi
mekanik Buli-buli mengalami hipotonia menggembung penuh urin tanpa disertai rasa ingin berkemih
dan apabila selesai berkemih, tetap masih ada rest urin yang tertinggal.
Faktor Predisposisi (Bakteriuria dan dilatasi sistem saluran kemih dalam kehamilan)
uretra wanita yang pendek dan mudahnya kontaminasi bakteri dari vagina dan rektum
Selama kehamilan dan juga pada waktu postpartum terjadi “shunt” dari kiri ke kanan aliran darah vena
ovarica dan juga karena vena ovarica kanan menyilang ureter kanan diatas linea terminalis pelvis
penekanan terhadap ureter kanan oleh vena ovarica kanan yang membesa ureter kanan predominan
dilatasi, lumen dari ureter melebar perubahan hidroureter dan hidronefrosis fisiologik.
Penurunan peristaltik ureter dan tonus otot polos, dan juga rendahnya tonus dan tekanan buli -buli,
menyebabkan terjadinya “refluks” urin dari dalam buli-buli ke dalam ureter pada waktu wanita tersebut
bermiksi, karena tidak terjadi oklusi bagian ureter yang intravesikal.
Urin stasis dan refluks urin, akibat menurunnya tonus otot-otot polos buli-buli dan ureter memberikan
fasilitas buat bakteri untuk naik (ascendens).
Pada wanita hamil dengan bakteriuria asimptomatik ternyata 30% dari padanya menjadi simptomatik dengan
gejala partus.
Faktor predisposisi lainnya adalah kateterisasi dan kontaminasi vulva oleh tinja atau lokia yang mengandung
bakteri patogen.
Bakteriuria asimptomatik bisa ada selama kehamilan dan jadi memburuk dalam masa nifas, terutama untuk
ibu-ibu dengan diabetes mellitus atau komplikasi lain yang menurunkan daya tahan tubuh pemberian
antibiotika profilaktif postpartum pada penderita bakteriuria sangat penting untuk mencegah terjadinya
pielonefritis.
Etiologi
Kuman penyebab utama pada infeksi saluran kemih adalah golongan basi garam negatif yang aerobik yang
dalam keadaan normal bertempat tinggal di dalam traktus digestifus
1. Escherichia coli (90% penyebab infeksi saluran kemih)
2. Proteus mirabilis
3. Klebsiella pneumonia
4. Golongan B beta-hemolytik streptococcus
5. Pseudomonas aeroginosa
6. Proteus, Aerobakter, dan Klebsiella
7. Jarang sekali disebabkan oleh Gonokokkus, kandida albikans, atau Trikomonas vaginalis.
Pada masa kehamilan dan nifas stasis urin, kongesti pembuluh vena, dan edema saluran kemih post
partum. invasi bakteri dalam selaput lendir uretra, buli-buli, ureter dan pelvis renalis naiknya
(ascendens) bakteri dari uretra via buli-buli dan ureter ke pelvis renalis.
Pada masa nifas adanya Lactosuria medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Sistitis akut
biasanya muncul pada hari ke 2 dan 3 postpartum (retensi urin dan perkembangbiakan bakteri di dalam
uretra dan buli-buli yang telah mengalami trauma persalinan)
Trauma partus pada dasar buli-buli sering menyebabkan timbulnya gangguan fungsi buli-buli karena
kerusakan neurogenik, yang mengakibatkan fungsi refleks berkemih buli-buli tidak adekuat lagi buli-buli
menjadi overdistended refluks urin vesikoureteral infeksi trauma pada uretra dan buli-buli selama
partus dipasang kateter Foley dan dibiarkan selama 24 jam postpartum, untuk mengurangi obstruksi karena
edema dan hiperemia serta mencegah terjadinya retensi urin.
Manifestasi Klinik
Kateter menetap
Untuk wanita sebaiknya digunakan kateter ukuran kecil (12 – 16F ) dan cairan yang dimasukkan ke dalam
balon tidak melebihi 5 cc at au paling tidak 5 – 10 cc.
Lama kateter menetap menetap dipertahankan pascabedah sangat bervariasi sekitar 12- 24 jam. Durfee
menganjurkan untuk melepas kateter 6 jam pascabedah, sedangkan pascahisterektomi total 24 jam
pascabedah.
Kateter menetap juga digunakan pada kasus –kasus retensio urin pasca bedah, post partum, atau karena
sebab lain yang dilanjutkan dengan kateter intermiten sebagai upaya bladder training.
Selama pemasangan kateter menetap, intake cairan dianjurkan minimal 2.500 cc per hari untuk mencegah
kolonisasi bakteri di kandung kemih, monitor urin setiap 4 jam, dan hindari manipulasi kateter dan anti
kateter bila terdapat kecurigaan infeksi.
Kateter Intermiten
untuk pasien gangguan fungsi berkemih, untuk bladder training setelah pemasangan kateter menetap jangka
panjang, pada kasus retensio urin untuk mengetahui urin sisa.
Kateterisasi harus teratur setiap 3 jam sepanjang hari dan 1 – 2 kali pada malam hari untuk 2 minggu
pertama.
Kateter Suprapubik
o Digunakan bila perlu drainase kandung kemih jangka panjang (histerektomi radikal).
o Kecenderungan terjadinya infeksi saluran kemih pada hari ke tiga pemasangan kateter menurun
dibandingkan pemakaian keteter menetap transuretra, mempermudah bladder training tanpa harus
melakukan kateterisasi intermiten untuk menghitung urin sisa.
o Kekurangan membutuhkan waktu pemasangan lebih lama, menimbulkan trauma kandung kemih, dan
dapat menimbulkan fistula vesikokutan dan herniasi
PENANGANAN RETENSIO URIN PASCAPERSALINAN
Retensio urin pasca operasi ginekologi (histerektomi vagina dan kolporafi anterior) nyeri, edema, dan
spasme otot-otot pubokoksigeus selama dan sesudah operasi.
Retensio urin pascaseksio sesarea anestesia, nyeri pada luka insisi di dinding perut (spasme dari otot
levator kontraksi spastik pada sfingter uretra), pasien enggan untuk mengontraksikan otot-otot dinding
perut guna memulai pengeluarkan urin, dan manipulasi kandung kemih selama seksio sesarea, serta pada
kasus yang dilakukan seksio sesarea di mana terdapat historia partus kala II lama (iritasi, edema,
hematom, bahkan kerusakan mukosa dan otot kandung kemih)
Diagnosis
Klinis : massa sekitar daerah pelvik dengan perkusi yang pekak. Vesika urinaria mungkin dapat teraba
transabdominal jika isinya berkisar antara 150-300 ml. Pemeriksaan bimanual biasanya dapat meraba
vesika urinaria bila terisi > 200ml.
Uroflometri : penurunan peak flow rate dan perpanjangan waktu berkemih.
Pemeriksaan urin sisa (residu urin) : pascabedah ginekologi volume urin sisa > 100 ml, sedangkan
pada pasien pascabedah obstetrik volume urin sisa > 200 ml.
Ultrasonografi (USG) “ diukur volume urin tidak invasif.
Adapun diagnosis nilai normal fungsi berkemih pada wanita adalah:
Volume residu < 50 ml
Keinginan yang kuat timbul setelah pengisian > 250 ml
Kapasitas sistometri 400 – 600 ml
Tekanan otot detrusor < 50 cm H 2O
Flow rate > 15 ml per detik
Penatalaksanaan
1. Penggunaan kateter
2. Obat-obatan saraf simpatis/ parasimpatis, otot polos
3. Minum 3 liter per 24 jam
PROLAPSUS ALAT GENITALIA
Ada 3 mekanisme yang menjelaskan uterus dan vagina tetap berada pada posisinya,
1. Facia endopelvis menyokong uterus dan vagina dengan menempel pada dinding lateral pelvis
2. Otot levator ani berkontraksi menarik lumen sehingga membentuk lapisan penutup tempat organ pelvis
ini dapat bersandar.
3. Bertindak sebagai katup penutup yang merupakan basil kerja gabungan kedua struktur tadi.
Otot dasar panggul dapat melemah akibat trauma persalinan, neuropati pelvis, usia, operasi histerektomi,
defisiensi hormon karena menopause, meningkatnya tekanan intraabdominal yang kronis, atau akibat
kelainan kongenitai yang menyebabkan levator ani akan kehilangan tonus istirahat dan tidak dapat
berkontraksi dengan cepat dan kuat saat tekanan intraabdomen meningkat, juga faktor ras dan kelainan
bawaan.
Keluhan yang sering dijumpai:
1. Perasaan adanya benda yang nienonjol atau mengganjal di genitalia eksterna (100%)
2. Rasa sakit/nyeri di pinggang, biasanya bila penderita berbaring akan berkurang atau menghilang
(13%).
3. Sistokel dapat memberikan gejala-gejala:
a. Sering berkemih dan sedikit-sedikit (39%)
b. Perasaan seperti kandung kemih tidak dapat dikosongkan seluruhnya (39%)
c. Tidak dapat menahan kencing jika batuk atau mengejan.
4. Rektokel dapat memberi gangguan pada defekasi (39%):
a. Konstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan penekanan pada rektokel dari vagina.
5. Enterokel perasaan berat di rongga panggul dan perasaan penuh di vagina
6. Kesukaran untuk berjalan (45%)
7. Kesulitan koitus (39%)
Pencegahan:
Mengurangi hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal, seperti batuk yang kronis atau,
mengangkat benda-benda berat.
Melakukan latihan otot-otot dasar panggul
Menghindari persalinan lama
Persalinan ditolong dengan baik
Mengurangi jumlah anak (keluarga berencana)
Terapi Operasi
sistokel atau uretrokel, kolporafi anterior
prolapsus uteri stadium II dan III vaginal histerektomi disertai dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi. Pada. penderita yang masih berkeinginan punya anak, atau masih muda, atau masih
mendapat haid, maka dilakukan ventro fiksasi uterus
Bila prolaps berupa elongation serviks dilakukan amputasi serviks.
Rektokel dilakukan kolporafi posterior yang sering dilanjutkan dengan perineorafi (kolpoperineorafi).
Pada prolaps puncak vagina, dapat dibantu dengan pesarium, bila tidak bisa bare dilakukan operasi. Jenis
operasi untuk prolaps puncak vagina dapat dilakukan dengan:
1. Sakropeksi
2. Sakrospenosos feksi
3. Kolpopeksi pada fasia otot rektus abdominalis
4. Kolpokleisis bila os tidak mempunyai suami lagi atau tidak ada aktivitas seksual
PROLAPSUS UTERI DALAM KEHAMILAN
Overactive bladder adalah salah satu penyebab inkontinensia urin dan merupakan penyebab kedua
sesudah kelemahan sfingter uretra.
Timbulnya overactive detrusor ini dapat disebabkan oleh gangguan mekanis, persarafan yang disebabkan
oleh kelainan di daerah susunan saraf pusat seperti bila ada stroke, tumor otak multiple scierosis,
penyakit Parkinson, tumor, atau kerusakan spinal cord; kelainan ini disebut detrusor hiperefleksia.
sebagian besar dari overactive detrusor ini tidak diketahui sebabnya (idiopatik). Kelainan ini disebut
detrusorin stubility atau instabilitas detrusor.
Pada orang tua lebih sering ditemukan karena pada mereka kapasitas kandung kemih menjadi lebih kecil
dan tidak adanya hormon estrogen mengakibatkan kandung kemih lebih rentan terhadap rangsangan
Refleks yang terjadi pada penyimpanan dan pengeluaran urin agar kandung kemih bagian bawah
1. Refleks relaksasi dari otot detrusor selama pengisian simpatik inhibitor thadap ganglion parasimpatik.
2. Refleks peningkatan aktivitas otot rhabdo sfingter uretra dalam pengisian kandung kemih:.
3. Refleks permulaan relaksasi uretra pada permulaan berkemih
4. Refleks kontraksi otot detrusor pada permulaan berkemih
5. Refleks pengaliran urin di dalam uretra.
Gejala Klinik
1. Frekuensi : berkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam waktu 24 jam.
2. Nokturia: malam hari akan lebih sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.
3. Urgensi: keinginan kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun penderita belum lama sudah berkemih
dan kandung kemih belum terisi penuh seperti keadaan normal.
4. Urgent inkontinensia: dorongan yang kuat sekali untuk berkemih dan tidak dapat ditahan sehingga
kadang-kadang sebelum sampai ke toilet urin telah keluar lebih dulu.
Diagnostik
1. Anamnesis: keluhan frekuensi, urgensi, nokturia.
2. Pemeriksaan fisik: penilaian organ-organ yang dipersaraf oleh S234.
3. Pemeriksaan urin (urinalisis) deteksi ISK, batu buli-buli, dan tumor kandung kemih.
4. Daftar harian berkemih selama 4-5 hari dibuat untuk mengetahui frekuensi berkemih, volume urin yang
dikeluarkan, adanya nokturia atau tidak, dan keinginan berkemih.
5. Pemeriksaan sistoskopi mengetahui keadaan mukosa kandung kemih dan uretra, serta kemungkinan
adanya atrofi, polip, radang, divertikel, keganasan, sekaligus menilai kapasitas kandung kemih.
6. Pemeriksaan urodinamik dilakukan bila diagnosis masih diragukan
1. Terapi Konservatif
a. Dengan mempergunakan obat-obat
Musculotropic agents, Tricyclie antidepressants, estrogen (hormonal)
Obat yang banyak digunakan adalah Tolterodine L,-tartrate yang berfungsi sebagai anti muskarinik
agent, yang biasanya diberikan 1 - 2 mg 2 kali setiap hari.
b. Bladder drill
Penderita dipacu untuk mencapai target waktu yang telah ditetapkan untuk berkemih dan dinaikkan
dengan interval dalam setiap setengah jam dan dilakukan minimal selama 6 minggu.
Latihan otot kandung kemih ini sebagai terapi sering disertai pula dengan pemberian obat -obat
c. Psikoterapi dan Akupuntur
d. Terapi dengan perubahan perilaku Mengurangi minum (1500 ml per hari dan terbagi rata),
mencegah minum kopi dan alkohol.
e. Mempergunakan inkontinens pads (pampers) dan protective device
2. Terapi operatif
a. Augmentasi sistoplasty
b. Bladder transeksi
c. Sistoplasty, dengan mempergunakan helium.
OVERACTIVE STRESS INKONTINENSIA
GEJALA
BLADDER URIN
1. Urgensi + -
2. Frekuensi berkemah (> 8 kali) + -
3. Keluarnya urin berhubungan dengan - +
aktivitas (batuk, bensin)
4. Jumlah urin yang keluar > banyak Sedikit
5. Berkemih malam hari > 2 kali Jarang
6. Dapat menahan urin sampai ke toilet Bisa Tidak
STRES INKONTINENSIA URIN
Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol yang secara objektif
dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis.
Pada stres inkontinensia terdapat tekanan intravesikal yang melebihi tekanan maksimal uretra, sehingga
urin keluar, sedangkan kandung kemih sendiri tidak aktif atau istirahat.
Menurut De Lancy ada 3 faktor yang mempertahankan kontinensia, yaitu faktor penyokong uretra dan
Bladder neck yang baik, sfingter uretra interna, dan sfingter uretra eksterna
Diagnosis
Anamnesis : gejala-gejala inkontinensia, penyakit-penyakit atau keadaan yang menyebabkan
meningkatnya intraabdominal serta derajat gangguan sosial yang dialami oleh penderita dan keluarga,
keadaan menopause, pengobatan inkontinensia sebelumnya, serta riwayat operasi pelvis.
Pemeriksaan fisik : gangguan persarafan S2-4 dan pemeriksaan uroginekologi, tes batuk/vasava untuk
melihat urin keluar dari uretra serta tes bodi.
Pemeriksaan tambahan : pemeriksaan cotton swab (Q tes) untuk mengetahui perubahan sudut
uretro vesikalis, perhitunggan urin sisa, tes Multichannel urodynamic, sistometri.
Penatalaksanaan
Terapi konservatif:
1. Latihan otot dasar panggul
2. Penggunaan pesarium
3. Penggunaan pad atau tampon vaginal
4. Pemberian obat-obatan seperti hormon estrogen dan alfa andregenik agents
5. Stimulasi listrik fungsional.
Terapi operatif:
1. Kolporafi anterior
2. Uretropeksi retropubik
3. Prosedur jarum
4. Prosedur sling pubo vagina
5. Periuretral bulking agent
PENANGANAN KASUS AGENESIS VAGINA
Diagnosis
Keluhan : amenore primer, perkembangan seks se k u n d e r dalam keadaan normal. Pada penderita
yang mempunyai kelainan vagina dengan uterus ada, akan didapat tumor intraabdominal (hematometra)
atau kadang-kadang dengan mudah ditemui hematokolpos dengan himen inferforata atau vagina yang
menonjol karena desakan darah haid yang turun ke dalam vagina.
Pada penderita agenesis vagina, perlu dilakukan pemeriksaan kromosom dan seks kromatin.
Pemeriksaan laparoskopi atau laparatomi tidak dianjurkan
Pemeriksaan Anjuran IVP
Faktor - faktor yang harus diperhatikan pada pengobatan agenesis vagina :
1. Faktor emosi dari penderita dan keluarganya:
a. Perlu diterangkan bahwa hanya vagina yang tidak ada , bukanlah suatu penyakit yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan fisik lainnya.
b . Perlu diterangkan tujuan pengobatan yang akan diberikan pada penderita dan familinya bila
akan dilakukan tindakan operasi pembentukan n e o v a g i n a
c. Kemungingan penderita dapat haid, dan hamil setelah tindakan pengobatan
d. Tindakan pembentukan vagina pada penderita agenesis hanya dilakukan bila ia
membutuhkan neovagina, dan penderita cukup kooperatif untuk melakukan dilatasi atau
melakukan busi pada neovaginanya setelah tindakan operasi sampai penderita telah
menikah.
2. Waktu melakukan tindakan pengobatan
sebaiknya dilakukan tindakan operasi kira-kira 1 bulan sebelum perkawinannya, atau sesudah
menikah di mana mereka memerlukan lubang vagina lebih baik. Pada pasien yang ada hematometra
atau hematokolpos secepatnya dilakukan tindakan operasi agar pasien tidak lama menderita.
3. Cara pengobatan yang dipilih
a. T e k n i k F r a n k , yaitu melakukan pembentukan neovagina tanpa operasi, hanya dengan
melakukan dilatasi dengan alat busi yang dilakukan sendiri oleh penderita. Tindakan ini akan
berhasil bila agenesis hanya disebabkan oleh kelainan saluran Muller sedang kan ada v a g ina
bagian bawah.
b. Teknik Wharton. Neovagina dibuat dengan melakukan insisi dan membuat ruangan antara
kandung kencing dan rektum.
c. Teknik McIndoe. Seperti pada Wharton, tetapi di sini dilakukan penutupan dinding neovagina
baru dengan skin graf yang diambil dari kulit pada pantat.
d. Menempelkan usus atau peritoneum pada dinding neovagina baru yang dibuat seperti Wharton.
Operasi ini cukup tinggi risiko serta kegagalannya.
e. Teknik Williams, yaitu dengan menggunakan jaringan labia. Yang terkenal adal ah dengan vulva
vagino-plasty.
f. Penggunaan selaput ketuban sebagai graft