Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

PROLAPSUS UTERI

Pembimbing
dr. Tantuko Adi Nartomo, Sp.OG

Disusun oleh:
Masrida Fatmawati
201210401011063

RSU HAJI SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan panggul pada wanita jarang mendapat perhatian yang
serius. Hal ini diakibatkan karena pemikiran sebagian besar wanita yang
mengidap disfungsi dasar panggul adalah suatu konsekuensi yang wajar akibat
proses kehamilan, persalinan, dan pertambahan usia. Diperkirakan lebih dari
50% wanita yang pernah melahirkan normal akan mengalami keadaan ini
dalam berbagai tingkatan. Angka kejadian dari masalah kesehatan panggul
sulit ditentukan karena tidak semua diantara mereka yang mengalami masalah
tersebut melaporkannya pada dokter. 7,8
Masalah kesehatan organ panggul yang paling banyak diperbincangkan
yakni masalah prolapsus uteri. Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari
tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fasia yang dalam keadaan
normal menyokong organ uterus, atau turunnya uterus melalui dasar panggul
atau hiatus genitalis. Telah banyak diketahui bahwa faktor predisposisi untuk
terjadinya prolapsus genitalia terutama adalah melahirkan dan pekerjaan yang
menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat serta kelemahan dari
ligamentum-ligamentum

karena

hormonal

pada

usia

lanjut.

Trauma

persalinan, beratnya uterus pada trauma persalinan, beratnya uterus pada masa
involusi uterus, mungkin juga sebagai penyebab. 4,13
Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang
telah melahirkan, wanita tua yang menopause dan wanita dengan pekerjaan
yang cukup berat. Diperkirakan terjadi pada hampir setengah dari seluruh

wanita dan wanita yang telah melahirkan 50% akan menderita prolapsus
genitalia dan 20% dari kasus ginekologi yang menjalani operasi akan
mengalami prolapsus genitalia.11 Prolapsus uteri merupakan salah satu bagian
dari prolapsus genetalia, dimana frekuensi prolapsus genetalia di beberapa
Negara berlainan, seperti di laporkan diklinik DGynecologie et Obtetrique
Geneva insidennya 5,7%, dan pada periode yang sama di Hamburg 5,4%.
Dilaporkan di Mesir, India dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada
orang Negro Amerik dan Indonesia kurang. Pada suku Bantu di Afrika Selatan
jarang sekali terjadi, namun dewasa ini di Indonesia telah dilakukan penelitian
tentang prolapsus uteri dan hasilnya menujukkan peningkatan terhadap angka
kejadian prolapsus uteri. Djafar Sidik pada penelitiannya selama dua tahun
(1968-1970) mendapatkan 65 kasus prolapsus genitalia dari 5.371 kasus
ginekologi di RS dr. Pingardi Medan. Junizaf melaporkan ada 186 kasus
prolapsus uteri baru di RSCM pada tahun 1986. Sedangkan Erman
melaporkan kasus prolapsus genitalia di RS. M. Jamil Padang selama lima
tahun (1993-1998) sebanyak 94 kasus. Penelitian yang dilakukan di Rumah
Sakit umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh menunjukkan hasil terdapat
71 kasus prolapsus uteri selama 4 tahun (2007 sampai 2011), sedangkan di
Makkassar sendiri penelitian yang dilakukan di RSU Wahidin Sudirohusodo
dari tanggal 24 Jauari sampai 7 Februari 2011 di dapatkan hasil 67 kasus
prolapsus uteri. 4,7,8,9,10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Panggul


Pelvis/ panggul dibentuk oleh 4 buah tulang, yaitu:4
Dua buah ossae coxae yang membentuk dinding anterior dan lateral.
os sacrum dan os coccygis (bagian dari columna vertebralis) membentuk dinding dorsal pelvis.
Panggul dibagi oleh apertura pelvis superior (pintu atas panggul) yang
dibentuk oleh promontorium sacralis di sebelah dorsal, linea iliopectinea yaitu:
linea terminalis dengan pecten ossis pubis di sebelah lateral, dan symphysis os
pubis di sebelah anterior, menjadi:
Pelvis spurium (pelvis major), yaitu bagian di atas apertura tersebut,

merupakan bagian bawah rongga abdomen


Pelvis verum (pelvis minor), yaitu rongga di bawah apertura pelvis
superior tersebut.

Pelvis spurium
Merupakan bagian yang terdapat di depan vertebrae lumbalis sebagai batas
dorsal; fossa iliaca dengan m. iliacus berada di sebelah lateral dan dinding
abdomen bagian bawah di sebelah ventral. Pelvis spurium ini juga merupakan
bagian rongga perut. Fungsinya menahan alat-alat rongga perut dan menahan
uterus yang berisi fetus pada wanita hamil sejak bulan ketiga.

Gambar 2.1 Pelvis spurium


Pelvis verum :
a) Mempunyai pintu masuk panggul; apertura pelvis superior dan pintu keluar;
apertura pelvis inferior yang berupa 2 buah segitiga yang bersekutu pada
alasnya (yakni garis yang menghubungkan kedua tuber ischiadica).
4

Segitiga bagian dorsal trigonum anale dibentuk oleh kedua lig.


sacrotuberosa dan puncaknya terletak pada os coccygis.
Segitiga bagian ventral trigonum urogenitale dibentuk oleh ramus inferior
ossis pubis dan ramus inferior ossis ischii sebelah kiri dan kanan, dan
puncaknya terletak pada symphysis ossium pubis (yang diperkuat oleh lig.
arcuatum pubis).
b) Cavum pelvis (rongga panggul) terletak di antara pintu masuk dan pintu
keluar panggul, berupa saluran pendek yang melengkung dengan bagian
cekung ke depan.

Gambar 2.2 Pelvis verum


4

Dasar panggul
Karena manusia berdiri tegak lurus, maka dasar panggul perlu mempunyai
kekuatan untuk menahan semua beban yang diletakan padanya, khususnya isi
rongga perut dan tekanan intaabdominal. Beban ini ditahan oleh lapisan otot-otot
dan fasia yang apabila mengalami tekanan dan dorongan berlebihan atau terusmenerus dapat timbul prolapsus genitalis.
Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma urogenital, dan
lapisan-lapisan otot yang berada diluar (penutup genitalia eksterna). Diafragma
pelvis merupakan penutup bagian bawah dari rongga perut, dan terbentuk oleh
muskulus levator ani dan muskulus koksigeus yang menyerupai sebuah mangkok
serta fasia endopelvik.
Muskulus levator ani ini terbagi menjadi iliokoksigeus, pubokoksigeus, dan
puborektalis,

walaupun

jauh

subdivisinya

disebut

pubouretralis,

dan

pubovaginalis dimana serabut-serabut levator ani berinsersi dalam fasia yang


menutupi uretra,
Otot pubokoksigeus berjalan dari permukaan dalam tulang pubis bagian
anterior dan median membentang ke belakang menuju bagian belakang rectum,
setelah mengelilingi rectum dan vagina kembali ke tulang pubis di sisi lain.
5

Bagian lateral dari otot tersebut disebut iliokoksigeus yang membentang


dari spina ischiadika dan arkus tendius yang menutup otot obturatorius interna
terus kebelakang dan berinsersi di pinggir lateral tulang koksigeus dan sacrum
bagian bawah.
Otot levator ani kanan-kiri membentuk levator plate yang kuat sekali dan
terbentang dari titik penggabungannya di belakang hiatus levator dan terus ke
belakang dan berinsersi di tulang koksigeus, central perineal body, dan pada
ligament anokoksigeus.
Di bawah otot levator ani terdapat diafragma urogenital yang menutup
hiatus genitalis, dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus perinei
profundus dan muskulus transversus superfisialis berjalan antara arkus pubis
kanan-kiri. Di dalam sarung aponeurosis itu terdapat muskulus rhabdosfingter
urethrae.
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh muskulus bulbokavernosus yang
melingkari genital eksterna, muskulus perinei transversus superfisialis, muskulus
iskhiokavernosus dan muskulus sfingter ani eksternus.
Semua otot dibawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan aktif.
Fungsi otot-otot tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Muskulus levator ani berfungsi mengerutkan lumen rectum, vagina, uretra
dengan cara menariknya ke arah dinding tulang pubis, sehingga organ-organ
pelvis di atasnya tidak dapat turun (prolaps), mengimbagkan tekanan
intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligament-ligamen tidah perlu
bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvic di atasnya, sebagai sandaran
uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot levator rusak
atau mengalami defek maka ligament seperti ligament kardinale, sakro uterine
mempunyai kerja yang berat.
Diafragma urgenital berfungsi memberi bantuan pada otot levator ani menahan
organ-organ pelvis
Muskulus sfingter ani eksternus diperkuat oleh muskulus levator ani menutup
anus,
Muskulus bulbokavernosus mengecilkan introitus vagina di samping meperkuat
fungsi muskulus sfingter vesisae internus yang terdiri atas otot polos.
Pada introitus vaginae ditemukan juga bulbus vestibuli yang terdiri atas
jaringan yang mengandung banyak pembuluh darah sehingga dapat membesar
jika pembuluh darah terisi.

Jaringan penunjang alat genital 4


Uterus berada di rongga panggul dalam ateversiofleksio sedemikian rupa
sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis dan bagian belakang setinggi
artikulasio sakrokoksigea.
Jaringan ikat di parametrium, dan ligamentum-ligamentum membentuk
suatu sistem penunjang uterus, sehingga uterus terfiksasi relatif cukup baik.
Jaringan-jaringan itu ialah:
1. Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (mackenrodt) merupakan
ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun.
Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan
puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan
2.

banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterina.


Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang
juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan, melengkung
dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah

3.

os sakrum kiri dan kanan.


Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi, dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan

4.

kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.


Ligamentum puboservikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os pubis
melalui kandung kencing, dan seterusnya sebagai ligamentum vesikouterinum

5.

sinistrum dan dekstrum ke serviks.


Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang berjalan
dari uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung jaringan ikat.
Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi
uterus dan kedua tuba, dan berbentuk lipatan. Di bagian lateral dan belakang
ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum).

6.

Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.


Ligamentum infundibulopelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba
Falopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Sebagai

7.

alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.


Ligamentum ovarii propium sinistrum dan dektrum, yakni ligamentum yang
menahan tuba Falopii, berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus
uteri ke ovarium.

Ligamentum-ligamentum dan jaringan-jaringan di parametrium tidak


semuanya berfungsi sebagai penunjang uterus. Terdapat ligamentum-ligamentum
yang mudah sekali dikendorkan, sehingga alat-alat genital mudah berganti posisi.
Ligamentum latum sebenarnya hanya satu lipatam peritoneum yang menutupi
uterus dan kedua tuba, dan terdiri atas mesosalpink, mesovariun, dan
mesometrium. Di lipatam tersebut ditemukan jaringan ikat yang letaknya disebut
intraligamenter (di dalam ruangan ligamentum latum). Ruangan tersebut
berhubungan pula dengan ruangan retroperitoneal yang terdapat di atas otot-otot
dasar panggul dan di daerah ginjal.
Sistem uropoetik di rongga panggul 2
Ureter yang di abdomen letaknya retroperitoneal masuk ke pelvis minor
melewati arteria iliaka interna dan melintasi arteri uterina dekat pada serviks
hampir tegak lurus, dan akhirnya bermuara di kandung kencing sisi belakang di
trigonum Lieutaudi.
Vesika urinaria (kandung kencing) umumnya mudah menampung 350 ml,
akan tetapi dapat pula terisi cairan 600 ml atau lebih. Bagian kandung kencing
yang mudah berkembang adalah bagian yang diliputi oleh peritoneum viserale.
Pada dasar kandung kencing terdapat trigonum Lieutaudi, yang bersamaan
dengan uretra, dihubungkan oleh septum vesiko-uretro-veginale dengan dinding
depan vagina. Di trigonum Lieutaudi bermuara kedua (atau lebih) ureter. Dasar
kandung kencing ini terfiksasi, tidak bergerak atau tidak mengembang seperti
bagian atas yang diliputi oleh serosa. Di septum septum vesiko-uretro-vaginale
terdapat fasia yang dikenal sebagian fasia Halban,
Dinding kandung kencing mempunyai lapisan otot polos yang kuat,
beranyaman seperti anyaman tikar. Selaput kandung kencing di daerah kandung
kencing di daerah trigonum Lieutaudi licin dan melekat pada dasarnya. Pada
daerah kandung kencing dan bagian atas uretra terdapat muskulus lissosfingter,
terdiri atas otot polos, dan berfungsi menutup jalan urine setempat.
Uretra panjangnya 3,5-5 cm berjalan dari kandung kencing kedepan di
bawah dan belakang simfisis, dan bermuara di vulva. Pada wanita yang berbaring
arahnya kurang lebih horisontal. Di sepanjang uretra terdapat muskulus sfingter.
Yang terkuat adalah muskulus lissosfingter dan muskulus rhabdosfingter. Yang
terakhir ini adalah bagian dari diafragma urogenitale.
Rektum

Rektum berjalan melengkung sesuai dengan lengkungan os sakrum, dari


atas ke anus. Antara rektum dan uterus terbentuk ekskavasio rektouterina, terkenal
sebagai kavum Douglasi, yang diliputi oleh peritoneum viserale. Dalam klinik
rongga ini mempunyai arti penting: rongga ini menonjol jika ada cairan (darah
atau asites) atau ada tumor di daerah tersebut. Dasar rongga tersebut terletak 5-6
cm di atas anus. Anus ditutup oleh muskulus sfingter ani eksternus, diperkuat oleh
muskulus bulbokavernosus, muskulus levator ani, dan jaringan ikat perineum.
1.2 Definisi
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis. 4,5 Sumber lain
menyatakan bahwa prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya
dinding vagina ke dalam liang vagina atau keluar introitus vagina yang diikuti
oleh organorgan pelvik (uterus, kandung kemih, usus atau rektum).11

1.3 Etiologi
Penyebab prolapsus uteri multifaktoria semakin berkembang dari tahun ke
tahun, namun pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan pelvic floor yang
terdiri dari otot-otot fascia endopelvik dan ligamentum-ligamentum yang
menyokong organ-organ genitalia tersebut. Namun terdapat beberapa faktor
resiko, antara lain :4,5
1. Trauma Saat Melahirkan
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit,
tarikan pada janin dimana pembukaan belum lengkap, pusat Crede yang
berlebihan mengeluarkan plasenta, persalinan lama dan sulit, meneran sebelum
pembukaan

lengkap,

laserasi

dinding

vagina

bawah

pada

kala

dua,

penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tak


baik merupakan hal-hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada fasia
endopelvis. Sehingga tidak mengherankan bila prolapsus uteri terjadi segera
sesudah partus atau dalam masa nifas. Multiparitas merupakan faktor risiko yang
paling sering dikutip. Tidak ada kesepakatan apakah kehamilan atau nifas itu
sendiri yang predisposisi untuk disfungsi dasar panggul. Namun, banyak
penelitian jelas menunjukkan bahwa kelahiran ini meningkatkan kecenderungan
seorang wanita mengalami prolaps uteri.14 Selain itu bayi makrosomia,
penggunaan forceps, stimulasi oksitosin, riwayat operasi pelvis, sites dan tumortumor di daerah pelvis juga akan mempermudah terjadinya prolapsus uteri. Bila
prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, faktor penyebab biasanya disebabkan
oleh adanya kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus. 4,5
2. Umur
Usia lanjut juga juga merupakan faktor resiko prolapsus uteri. Pada wanita
yang telah menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium serta karena faktor umur menyebabkan otot-otot dasar
panggul seperti diafragma pelvis, diafragma urogenital dan ligamentum serta fasia
akan mengalami atrofi dan melemah, serta terjadi atrofi vagina. Keadaan ini akan
menyebabkan otot-otot dan fascia tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan
baik sebagai alat penyokong organ sehingga menyebabkan terjadinya prolapsus
genitalia. 4,5
3. Ras
Telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa wanita berkulit hitam, dan
dan wanita Asia menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik
tampaknya memiliki risiko tertinggi. Meskipun perbedaan dalam komponen

10

kolagen telah dibuktikan antara ras, namun perbedaan tulang panggul dalam
settiap ras mungkin juga berperan. Misalnya, perempuan kulit hitam, umumnya
arcus pubis < 90 derajat dan umumnya Bentuk panggulnya adalah android atau
antropoid. Bentuk panggul ini mengurangi resiko untuk terjadinya prolapsus uteri
dibandingkan dengan ras barat dimana rata-rata bentuk panggulnya ginekoid. 4,5
4. Perubahan kadar estrogen
Pada menopause, hormone estrogen telah berkurang sehingga otot dasar
panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu prolapsus uteri tersebut
akan terjadi bertingkat-tingkat.14
5. Kelainan kolagen
Kelainan langka dalam jaringan ikat (kolagen) seperti penyakit marfan juga
telah dikaitkan dengan prolaps uteri. 14
6. Faktor lain
Peningkatan tekanan intra-abdominal yang berlangsung lama diyakini
mempunyai peranan dalam patogenesis Prolapsus uteri. Contohnya dalam kasus
ini adalah pasieen yang obesitas, konstipasi yang lama, sering mengangkat berat,
batuk kronis, dan berulang. Selain itu, merokok dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) 4,5
1.4 Gejala Klinis
Gejala-gejala prolapsus uteri sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu berbeda dengan yang lainnya dan prolapsus uteri
yang cukup berat dapat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita
lain dengan prolapsus yang ringan saja telah mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
1.

Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia


eksterna.

11

2.

Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita


berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.

3.

Sistokel yang dapat menyebabkan gejala-gejala:


a.

Miksi yang lebih sering dan sedikit-sedikit mula-mula pada siang


hari, kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.

b.

Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat di kosongkan


seluruhnya.

c.

Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,


mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urin pada sistokel yang
besar sekali.

4.

Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:


a.

Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.

b.

Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari


vagina.

5.

Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:


a.

Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu


berjalan dan bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana akan menimbulkan
lecet sampai luka dan ulkus dekubitus pada porsio uteri.

b.

Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan


karena infeksi serta luka pada porsio uteri.

6.

Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa


penuh di vagina.4,5

1.5 Klasifikasi

12

Salah satu baku emas untuk menentukan staging prolaps adalah Pelvic
Organ Prolapse Quantification (POPQ) yang mengukur hiatus genitalia, korpus
perineal, dan panjang vagina total. Hiatus genitalia diukur dari pertengahan
meatus uretra eksternal hingga posterior garis tengah himen. Badan perineal
diukur dari batas posterior hiatus genital hingga pembukaan mid anal. Panjang
vagina total adalah kedalaman terbesar dari vagina dalam centimeter saat apeks
vagina direduksi hingga posisi normal. Semua pengukuran kecuali panjang vagina
total diukur saat pasien mengedan. 3

Deskripsi dan stadium prolapsus berdasarkan POP-Q: 3


Aa
Ba
C

Dinding vagina anterior, 3 cm proksimal dari himen


ujung terdepan prolaps dinding anterior vagina
ujung distal serviks atau tunggul vagina (bila serviks tidak
ada)
D
ujung distal forniks posterior
Ap dinding vagina posterior, 3 cm proksimal hymen
Bp ujung prolaps dinding vagina posterior
Gh hiatus genital, yaitu jarak tegak lurus antara pertengahan
meatus uretra ke hymen posterior
Pb badan perineal, yaitu jarak tegak lurus antara pertengahan
anus ke hymen posterior
Tvl panjang vagina total, yaitu forniks posterior atau tunggul
vagina ke himen

Gambar 1.1 Penentuan Staging Sistem POP-Q


Sistem pembagian stadium prolaps organ pelvik: 3

13

-3 s.d. +3
-3 s.d. +tvl
+/-tvl
+/-tvl
-3 s.d. +3
-3 s.d. +tvl
tidak ada
batas
tidak ada
batas
tidak ada
batas

1. Stadium 0: titik Aa, Ap, Ba, dan Bp semuanya -3 cm dan titik yang lain
(C,D)<-(X-2) cm
2. Stadium I: kriteria stadium 0 tidak dipenuhi dan ujung prolaps yang terendah
<-1cm
3. Stadium II: ujung terendah prolaps > -1 cm, namun < +1 cm
4. Stadium III: ujung terendah prolaps >+1 cm, namun <+(X-2) cm
5. Stadium IV: ujung terendah prolaps > + (X-2) cm
X = panjang total vagina dalam cm pada stadium 0, III, dan IV.

1.6 Diagnosis
a.
Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat
berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat
siang hari. Gejala-gejala tersebut antara lain:1,7
- Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis
- Protrusi atau penonjolan jaringan
- Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan orgasme
- Nyeri punggung bawah
- Konstipasi
- Kesulitan berjalan
- Kesulitan berkemih
- Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih
- Nausea
- Discharge purulen

14

- Perdarahan
- Ulserasi
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum
Sims atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih
diperjelas dengan meminta pasien meneran atau berdiri dan berjalan sebelum
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung
kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih penuh
dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya jika
pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua
pasien. Tanda-tanda menurunnya estrogen:
o

Berkurangnya rugae mukosa vagina

Sekresi berkurang

Kulit perineum tipis

Perineum mudah robek


Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang

mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan


iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika
terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih
timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks purulen.1,6
c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius
(infeksi, obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan

15

untuk kasus tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui


infeksi saluran kemih. Kultur getah serviks diindikasikan untuk kasus yang
disertai ulserasi atau discharge purulen. Pap smear atau biopsi mungkin
diperlukan bila diduga terdapat keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda
obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan
untuk menilai fungsi ginjal.6

d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan
pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI
dapat digunakan untuk menentukan derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan.6

1.9 Pencegahan
Pemendekan waktu persalinan terutama pada saat kala pengeluaran dan kalau
perlu dilakukan tindakan (ekstraksi forceps dengan kepala sudah di dasar
panggul), membuat episiotomi, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan
jalan lahir dengan baik, memimpin persalinan dengan baik agar penderita
dihindari untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap adalah tindakan yang
benar, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede),
mengawasi involusi uterus paska persalinan yang tetap baik dan cepat, serta
mencegah

atau

mengobati

hal-hal

yang

dapat

meningkatkan

tekanan

intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronis. Menghindari mengangkat benda-

16

benda yang berat dan menganjurkan para wanita jangan terlalu banyak punya anak
atau terlalu sering melahirkan.4,5

1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanan pada prolapsus uteri bersifat individual, terutama pada mereka
yang telah memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum penatalaksanan
dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif dan operatif.4,5
1. Pengobatan Konservatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu para
penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada penderita
prolapsus ringan tanpa keluhan atau pada penderita yang masih ingin
mendapatkan anak lagi atau penderita yang menolak untuk melakukan tindakan
operasi atau pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan
operasi.
Tindakan yang dapat diberikan pada penderita antara lain:
a.

Latihan-latihan otot dasar panggul. Latihan ini sangat berguna pada


penderita prolapsus uteri ringan terutama yang terjadi pada penderita pasca
persalinan yang belum lewat enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan otototot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini
dilakukan selama beberapa bulan. Caranya adalah di mana penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah
buang air besar atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa
menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat
ini terdiri atas obturator yang dimasukkan ke dalam vagina dan dengan suatu
17

pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian kontraksi otototot dasar panggul dapat diukur kekuatannya.
b.

Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul


dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di
dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam liang vagina.

c.

Pengobatan dengan pessarium. Pengoabatan dengan pessarium sebetulnya


hanya bersifat paliatif saja, yakni menahan uterus ditempatnya selama alat
tersebut digunakan. Oleh karena itu jika pessarium diangkat maka timbul
prolapsus kembali. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut
mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari
vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggulnya terlalu lemah maka
pessarium akan jatuh dan prolapsus uteri akan timbul kembali. Pessarium
yang paling baik untuk prolapsus genitalia ialah pessarium cicic yang terbuat
dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium
Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem) dengan dengan ujung
atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lobang dan diujung bawah terdapat
4 tali. Mangkok ditempatkan di bawah serviks dan tali-tali dihubungkan
dengan sabuk pinggang untuk memberikan sokongan pada pessarium. Sebagai
pedoman untuk mencari ukuran yang cocok maka diukur dengan jari berupa
jarak antara fornik vagina dengan pinggir atas introitus vagina, kemudian
ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapatkan diameter dari
pessarium yang akan digunakan. Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan
miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina

18

maka bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Kadang-kadang


pemasangan pessarium dari plastik mengalami kesukaran, akan tetapi
kesukaran ini biasanya dapat diatasi oleh penderita. Apabila pessarium tidak
dapat dimasukkan sebaiknya digunakan pessarium dari karet dengan per di
dalammnya. Pessarium ini dapat dikecilkan dengan menjepit pinggir kanan
dan kiri antara 2 jari dan dengan demikian lebih mudah dimasukkan ke dalam
vagina. Untuk mengetahui setelah dipasang apakah ukurannya cocok maka
penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar lalu
penderita disuruh berjalan-jalan dan apabila ia tidak merasa nyeri maka
pessarium dapat digunakan terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita diawasi
dan diperiksa secara teratur. Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan
sekali. Vagina diperiksa secara inspekulo untuk menentukan ada tidaknya
perlukaan, pessarium lalu dibersihkan dan disterilkan lalu kemudian dipasang
kembali. Pada kehamilan, reposisi prolapsus uteri dengan memasang
pessarium berbentuk cincin dan kalau perlu ditambah tampon kassa serta
penderita disuruh tidur mungkin sudah dapat membantu penderita. Apabila
pessarium dibiarkan di dalam vagina tanpa pengawasan yang teratur, maka
dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti ulserasi, terpendamnya
sebagian dari pessarium ke dalam dinding vagina, bahkan dapat terjadi fistula
vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis. Kontraindikasi terhadap pemakaian
pesarium ialah adanya radang pelvis akut atau subakut serta adanya
keganasan. Sedangkan indikasi penggunaan pessarium antara lain kehamilan,
hingga penderita belum siap untuk dilakukan tindakan operasi, sebagai terapi

19

tes untuk menyatakan bahwa operasi harus dilakukan, penderita yang menolak
untuk dilakukan tindakan operasi dan lebih suka memilih terapi konservatif
serta untuk menghilangkan keluhan yang ada sambil menunggu suatu operasi
dapat dilakukan. 4,5
2.

Pengobatan Operatif 4,5


Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus vagina, sehingga

jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri maka prolapsus vagina perlu
ditangani pula secara bersamaan. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina
yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus
uteri yang ada belum perlu dilakukan tindakan operasi. Indikasi untuk melakukan
operasi pada prolapsus uteri ialah jika didapatkan adanya keluhan pada penderita.
Di bawah ini akan dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus
genitalis.
a. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafi anterior. Setelah diadakan sayatan
pada dinding vagina depan lalu dilepaskan dari kandung kencing dan uretra, lalu
kandung kencing didorong ke atas dan fascia puboservikalis sebelah kiri dan
kanan dijahit di garis tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang
maka dinding vagina yang terbuka ditutup kembali. Kolporafi anterior dilakukan
pula pada uretrokel. Kadang-kadang tindakan operasi ini tidak mencukupi pada
sistokel dengan stress inkontinensia yang berat.
b. Rektokel
Pada kasus ini operasi yang dilakukan disebut dengan kolpoperineoplastik. Di
mana mukosa dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga

20

dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada
batas atas rektokel. Sekarang fascia rektovaginalis dijahit di garis tengah dan
kemudian muskulus levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah. Luka
pada dinding vagina dijahit, demikian pula otot-otot perineum superfisialis
sebelah kanan dan kiri, lalu dihubungkan di garis tengah dan akhirnya luka pada
kulit perineum dijahit.

c. Enterokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks
uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari
dinding vagina lalu peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya
dibuang dan di bawah jahitan itu ligamentum sakrouterina kiri dan kanan serta
fascia endopelvik dijahit di garis tengah.
d. Prolapsus uteri
Seperti telah diterangkan di atas bahwa indikasi untuk melakukan operasi pada
prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
kemungkinannya

untuk

masih

mendapatkan

anak

lagi

atau

untuk

mempertahankan uterus, tingkatan prolapsus uteri dan adanya keluhan yang


ditemukan pada penderita. 4,5
Macam-macam Operasi
a. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih ingin menginginkan anak
lagi, maka dilakukan tindakan

operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi

21

dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikatkan ligamentum


rotundum ke dinding perut.
b. Operasi Manchester fortege
Pada tindakan operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan
dilakukan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong di muka serviks
lalu dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks
dilakukan untuk memendekkan servik yang memanjang (elongasio kolli).
Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus dan
distosia servikalis pada saat persalinan berlangsung. Bagian yang paling penting
pada tindakan operasi ini adalah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks
karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek sehingga uterus
akan terletak dalam posisi anteversiofleksi dan turunnya uterus dapat dicegah.
c. Histerektomi
Histerektomi ada 3 macam, yaitu abdominal, vaginal dan laparoskopi.
Histerektomi vaginal biasanya dilakukanpada kasus prolaps uteri. Operasi ini
tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkatan yang lebih lanjut dan
pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina
digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, bagian atas pada
ligamentum infundebulopelvikum, kemudian tindakan operasi dilanjutkan dengan
melakukan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah terjadinya
prolapsus vagina dikemudian hari. Data di RS Sardjito, indikasi histerektomi
vagina adalah prolaps uteri yaitu sebesar 79,1 %, dan memberikan hasil yang baik.
d. Kolpoklesis

22

Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra dan pasca
tindakan operasi belum baik untuk perempuan tua yang seksual tidak aktif lagi
dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan
dengan dinding bagian belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus
terletak di atas vagina. Akan tetapi tindakan operasi jenis ini

tidak akan

memperbaiki sistokel atau rektokel sehingga akan dapat menimbulkan


inkotinensia urin. Obstipasi serta keluhan pada prolapsus uteri lainnya juga tidak
akan hilang pada tindakan ini.

e. Purandare
Purandare adalah operasi yang ditujukan bagi nulipara yang mengalami prolaps
uteri. Yang mempunyai dinding abdomen yang baik. Pada operasi ini, uterus
digantungkan dari ligamentum latum ke fascia muskulus rektus abdominis
menggunakan pita mersilene. Operasi efektif selama dinding abdomen masih kuat.
Ketika dinding abdomen tidak kuat, prolaps uterus dapat terjadi kembali. 4,5

23

BAB 2
LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama

: Ny. HS

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 53 tahun

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: PNS

Alamat:

: Jl. Aquarius Perumahan Satelit Sumenep-Madura

Suku/bangsa

: Jawa / Indonesia

Tgl. Periksa

: 24 Maret 2014

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Timbul benjolan pada lubang kemaluan disertai nyeri perut kiri bawah.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan timbul benjolan pada lubang kemaluan disertai
nyeri perut kiri bawah. Timbul benjolan pada lubang kemaluan sejak 12 tahun

24

SMRS. Nyeri perut kiri bawah baru dirasakan baru 4 minggu ini, namun hilang
timbul. Timbul saat pasien merasa kelelahan saja, hilang saat dipakai istirahat.
Namun 5 hari ini nyeri perut timbul dan tidak kunjung hilang, sehingga pasien
datang ke poli RSU Haji Surabaya untuk periksa.
Awal mula timbul benjolan pasien tidak merasa terganggu karena tonjolan
tersebut kecil namum makin lama ukuran agak membesar. Pasien mengaku
benjolan tersebut tidak sakit, benjolan bertambah besar ketika pasien mengejan
saat BAB atau saat pasien batuk, namun benjolan tersebut dapat mengecil lagi
apabila pasien tidur/ istirahat atau dengan usaha pasien memasukkannya dengan
bantuan tangan.
Kaluahan lain seperti keputihan, keluar cairan atau lendir maupun darah dari
kemaluan disangkal oleh pasien. Pasien mengaku pernah melahirkan 4 orang anak
secara normal tetapi ia mengatakan tidak pernah ada kesulitan pada saat
melahirkan. Batuk lama disangkal oleh pasien.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, batuk lama, alergi disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal
E. Riwayat sosial:
Pasien bekerja sebagai PNS dan sebagai ibu rumah tangga sehari-hari sering
melakukan aktivitas berat, seperti mengangkat gallon dan perabotan rumah untuk
dibersihkan. Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak ada riwayat
berbaganti-ganti pasangan.
F. Riwayat Menstruasi
Menarche usia : 13 tahun.
Siklus

: Teratur 28 hari/bulan

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: 2 x pembalut/hari

Riwayat dismenorea disangkal

25

G. Riwayat Persalinan
Anak pertama
Anak kedua
Anak ketiga

: Laki-laki, 26 tahun, lahir spontan di Bidan, BL 2500 gram


: Wanita, 24 tahun, lahir spontan di Bidan, BL 2700 gram
: Laki-laki, 16 tahun, lahir spontan di Bidan, BL > 3000

gram
Anak keempat: IUFD
H. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien selama ini menggunakan KB suntik 3 bulan / 1 bulan
I. Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah dioperasi

III. Pemeriksaan Fisik


A.

Status Generalis
Keadaan umum: Baik
Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: TD: 120 /80 mmHg, RR:22 x/menit, N:76x/menit,S

: 36,6 0 C
Mata

: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Pulmo

: vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing

Jantung

: BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Abdomen

: cembung, simetris, bunyi usus (+) normal, massa (-),

nyeri tekan (-)


Ektremitas
B.

: akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2

Status Ginekologis
Genitalia
1.

Pemeriksaan Luar
Inspeksi : Tampak tonjolan portio merah muda dari vagina,discharge (-),
erosif (-)

26

Palpasi : Konsistensi kenyal, Nyeri tekan (-)


Inspekulo

: tidak dilakukan

2. Pemeriksaan Dalam
Vaginal touchr : massa dapat dimasukkan, nyeri goyang (-), massa
adneksa (-), nyeri (-).
IV.Assesment
A. DIAGNOSA KERJA

Prolapsus Uteri grade II

V. Planning
Planning Diagnosis : (-)
Planning terapi : Pro Total Vagina Histerectomi
DAFTAR PUSTAKA

1.

Menefee SA, Wall LL.Incontinence, Prolapse, and Disorders of the


Pelvic Floor. In: Berek JS. Novak's Gynecology. Lippincott Williams &
Wilkins. 2002.

2.

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan.


Edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2008. Hal.1-7

3.

Moeloek FA, Hudono ST. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan.


Dalam: Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka. 2005. hal.402-428

4.

Junizaf. Kelainan dalam Letak Alat-alat Genital in

Ilmu

Kandungan. edit Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta Hal (428-421)

edisi ke

3.2008
5.

Decherrney AH, Pelvic Organ Prolaps in Current Diagnosis and


Treatment. Edit Goodwin, TM, The McGraw hill :New York. Hal (315-328)
edisi ke 4. 2006

27

6.

George Lazarou et al. Uterine prolapse (online) 31 maret 2014


(Diunduh

tanggal

April

2014).

Tersedia

di

URL:

http://www.emedicine.com
7.

Nursid, G. Tingkat Pengetahuan Wanita Tentang Prolapsus Utreri


di Poliklinik Obgyn RS. Wahidin Sudirohusodo. Universitas Muslim
Indonesia. Makassar. 2011

8.

Anhar K & Fauzi A. Kasus Prolapsus Uteri di RS. dr. Mohmmad


Hoesin Palembang Selama Lima Tahun (1999-2003). Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang:2003

9.

Said, A.K. dkk. Prolapsus Uteri Pada RSU dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh Selama 2007 sampai 2010. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syahkuala. Indonesia: 2011

10.

Wahyudi. Distribusi Sraging dan Faktor Resiko Prolaps Organ


Pelvic di Poliklinik Ginekologi RSUP H. Adam Malik RSUP DR.
Pirngadi Berdasarkan Sistem POPQ. USU Respiratori. Medan: 2007

11.

Junizaf, Iman Budi. Panduan Penatalaksanaan Prolaps Organ


Panggul. Kumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan
Uroginekologi Indonesia. 2013

12.

Thomson JD. Surgical techniques for pelvic organ prolapse. In:


Bent AE, Ostergard DR, Cundiff GW, et al, eds. Ostergards urogynecology
and pelvic floor dysfunction. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins,2003.

13.

Fortnes K et al. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and


Obstetrics. Baltimore. Lippincott Williams & Wilkins, 2007.

14.

Christina, Y. Ed. Esensial Obsetri dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta:


Hipokrates. 2001. Hal. 249

28

Anda mungkin juga menyukai