Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP

KASUS EMERGENCY
SNAKE BITE

Oleh :
dr. Masrida Fatmawati
Pembimbing :
Dr. Totok Mardiyanto, Sp.B
Pendamping:
dr. Sofie Giantari
dr.Yuliawaty Soetio
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PPSDM KESEHATAN
2016

Nama Peserta: dr. Masrida Fatmawati


Nama Wahana : RSUD Waluyo Jati Kraksaan Probolinggo
Topik : Snake Bite
Pendamping :
Pembimbing :
dr. Yuliawaty Soetio & dr. Sofie
dr. Totok Mardiyanto, Sp.B
Giantari
Tanggal Presentasi : 15 Januari 2016
Tempat Presentasi : Ruang
Pertemuan
Objektif Presentasi :

Peny
Tinjauan Pustaka
Keilmuan
Ketrampilan
egaran

Man

Istimewa
Diagnostik
ajemen
Masalah
Ne

onatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Bahan
Tinjaua

Bahasan :
n Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara

Presentasi dan

Membahas :
Diskusi
Diskusi
Email
Pos
Data Pasien :
Nama :
No. Registrasi : 274056
Tn. HM
Nama Klinik : RSUD Waluyo
Telp : Terdaftar: Jati
Data utama untuk bahan diskusi :
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien

: Tn. HM

Jenis kelamin

: Laki- laki

Umur

: 33 tahun

Alamat

: Langsepan Gading - Probolinggo

Suku

: Madura

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pemeriksaan

: 22 Desember 2015

No Register

: 274056

ANAMNESA
Keluhan utama
Sakit pada kaki kanan setelah digigit ular.
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sakit pada kaki kanan setelah digigit ular
1 jam SMRS. Saat itu pasien sedang mencari rumput untuk makan ternaknya,
tanpa ada tanda- tanda pasien langsung tersentak akibat merasakan ada sesuatu
yang melukai kakinya, saat dilihat tampak ada bekas gigitan seperti gigian ular
pada kaki kanannya, namun pasien tidak mengetahui jenis ular apa yang
menggigitnya karena ular cepat menghilang. Nyeri yang dirasakan terus menerus
dan terasa seperti ditusuk-tusuk, makin lama nyeri menjalar sampai ke paha.
Keluhan lain seperti demam, sesak nafas, nyeri kepala, mual atau muntah
disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit dahulu

Riwayat pernah mengalami kejadian sebelumnya : disangkal


Riwayat perdarahan sulit berhenti : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat dirawat di RS sebelumnya : disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat perdarahan sulit berhenti : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum
: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

: Tekanan Darah 120/90 mmHg


Nadi 78 x/menit
RR 20 x/menit
Suhu 37,3oC (axilla)

Kepala

: bentuk mesocephal, rambut : merata, berwarna hitam

Mata

: konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil


isokor (3mm/3mm), refleks cahaya (-/-), hematom preorbita
(-/-)

Telinga

: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri


tragus (-/-)

Hidung

: bentuk simetris, napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),

keluar darah (-/-)


Mulut

: bibir tidak sianosis, mukosa normal, lidah normal, gusi

berdarah (-), gigi lengkap, tonsil (T1/T1)


Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar


tiroid, nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat

Thorax

: simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II normal, regular, bising (-)

Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi

: fremitus taktil dada kanan sama dengan kiri, nyeri tekan

Pulmo

(-/-)
Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: distended (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), defense muskular (-)

Ekstremitas atas

: akral dingin (-), oedema (-)

Ekstremitas bawah

: (-)jejas (+) lihat status lokalis

Status lokalis
Regio cruris dextra

Look : cruris bagian distal terbalut verband (setelah verband dibuka


Tampak bekas gigitan ular berupa 2 titik seperti bekas gigitan taring
ular, Edema (+), warna di sekitar gigitan sama dengan kulit sekitar,

luka masih mngeluarkan darah sedikit.


Feel : Nyeri tekan (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+), CRT < 2 detik,

bagian pedis teraba hangat


Movement
: tidak terbatas

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah lengkap
Hb :16,9 mg/dl
Leukosit :10.800 mg/dl
Trombosit : 221.000 mg/dl
HCT : 47,8 %
GDA : 97 mg/dl
DIAGNOSIS
Snake Bite ( Vulnus Morsum Serpentis)
PLANNING
Planning Diagnosis : Planning Terapi :
-

Infus RL 20 tpm
Injeksi ATS 1500 IU per IM
Drip Serum Anti Bisa Ular (Crotaline Polyvalent Immune Fab
{ovine}Antivenon) atau disebut juga serum Fab, 15 vial (75 cc) diencerkan

dalam 250 ml NaCl 0,9% 15 tpm.


Injeksi ceftriaxon 1 gr/12 jam
Injeksi ketorolac 30 mg/8 jam
Injeksi ranitidin 50 mg/8 jam

Planning Monitoring
-

Tanda-tanda vital
Keluhan pasien
Komplikasi yang mungkin akan terjadi.

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

Snack Bite atau Gigitan Ular adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
gigitan ular baik yang berbisa ataupun tidak berbisa. Gigitan ular ini akan
berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa.
ETIOLOGI
Jenis ular dibagi menjadi dua, ular berbisa dan tidak berbisa. Ular berbisa
yang terkenal adalah ular tanah, bandotan puspa, ular hijau, dan ular laut.
Sedangkan ular berbisa lain adalah ular kobra dan ular welang yang bisanya
bersifat neurotoksik. Tanda umum ular berbisa adalah kepalanya berbentuk
segitiga dan bekas gigitannya berbentuk dua lubang yang jelas akibat dua gigi
taring atas.
Jenis-jenis ular adalah sebagai berikut :
1. Ular tidak berbisa
a) Suku Typhlopidae : Ular kawat
b) Suku Cylindrophidae : Ular kepala dua
c) Suku Pythonidae : Ular sanca kembang
d) Suku Acrochordidae : Ular karung
e) Suku Xenopeltidae : Ular pelangi
f) Suku Colubridae : Ular tambang
2. Ular berbisa
a) Suku Elapidae : Ular sendok, Ular cobra, Ular welang
b) Suku Viperidae/Crotalidae : Ular laut, Ular bandotan puspa, Ular
tanah
Bisa ular terdiri atas bermacam protein, enzim dan polipeptida, yaitu
fosfolipase A, hialuronidase, aminoacid esterase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin
esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, dan DNA-ase.

Gambar Jenis Ular Berbisa :

Ular Tanah

Bandotan Puspa

Ular Hijau

Ular Cobra

Perbedaan antara ular berbisa dan ular tidak berbisa :

Ular Laut

Ular Welang

Perbedaan

Ular tak Berbisa (A)

Ular Berbisa (B)

Bentuk
Kepala

Segi empat panjang

Segitiga

Gigi kecil

Dua gigi taring

Gigi Taring

besar di rahang atas


Luka

Bekas

disepanjang

gigitan

halus

Dua luka gigitan

lengkungan utama akibat gigi taring

gigitan

yang berbisa

EPIDEMIOLOGI
Penderita gigitan ular di kota besar jarang dijumpai, sebab habitat ular
terutama di tempat yang rimbun, berair, dan tertutup. Dari 2500 3000 spesies
ular yang tersebar di dunia, 500 spesies diantaranya adalah ular berbisa. Pada
umumnya korban gigitan ular adalah laki-laki, seringkali dalam kondisi mabuk,
sedang melakukan aktifitas berkebun, atau sedang menangkap bahkan bermain
dengan ular. Malik dkk pada tahun 1992 melakukan penelitian terhadap korban
gigitan ular, mendapatkan tempat gigitan pada tungkai atau kaki 83,3% dan
lengan atau tangan 17,7%.
KLASIFIKASI
Derajat berat kasus gigitan ular berbisa umumnya dibagi dalam 4 skala,
derajat 1 (minor) tidak ada gejala, derajat 2 (moderate) gejala local, derajat 3
(severe) gejala berkembang ke arah regional, derajat 4 (major) gejala sistemik.
Klasifikasi gigitan ular berbisa :
Fa

Fa

mili

mili

Crotalida

Elapidae

e
D
erajat

De
rajat

1
.

Gejala
Tanda

Mi
nor

dan

Der
ajat

Terdapat tanda

Gejala dan
Tanda

Riwayat

bekas gigitan / taring, none

digigit

tidak ada edem, tidak

ular,pembengkakan

nyeri,

ada

lokal dengan tanda

gejala sistemik, tidak

guratan, tidak ada

tidak

ada koagulopati
2
.

Mo
derate

3
.

Terdapat tanda

ditambah

edem lokal, tidak ada

neurologis

gejala sistemik, tidak

disertai

ada koagulopati

mual,

Terdapat tanda
bekas

gigitan,edem severe

euphoria,
muntah,

parestesia,

ptosis,

kelemahan

otot,

paralisis, sesak
Gejala pada
derajat 1,ditambah
pernapasan dalam

ekstremitas),

terdapat

jor

atau

dari

ada tanda sistemik,

gejala

paralisis

oleh analgesik, tidak

Ma

regional (2 segmen
nyeri yg tidak teratasi

neurologis
Derajat

1-

bekas gigitan/taring, moderate

Sev
ere

gangguan

tanda

koagulopati
Terdapat tanda
bekas gigitan, edem
yang luas terdapat
tanda

sistemik

(muntah,

sakit

kepala, nyeri pada


perut
syok),
sistemik

dan

dada,

thrombosis

36 jam pertama

otot

PATOFISIOLOGI
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata.
Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang
atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik)
yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak
gigitan terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. jumlah
bisa yang akan dikeluarkan.
Ular koral memiliki mulut yang lebih kecil dan gigi taring yang lebih
pendek. Hal ini menyebabkan mereka memiliki lebih sedikit kesempatan untuk
menyuntikan bisa dibanding dengan jenis crotalid, dan mereka menggigit lebih
dekat dan lebih mirip mengunyah daripada menyerang seperti dikenal pada ular
jenis viper.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk
mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri
dari air. Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya.
Bisa ular terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase,
ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik
terhadap saraf, menyebabkan hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul
reaksi anafilaksis. Protease, kolagenase, dan arginin ester hydrolase telah
diidentifikasi pada bisa ular viper. Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada
ular koral. Detail spesifik diketahui beberapa enzim seperti berikut ini:
1

Hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui jaringan

subkutan dengan merusak mukopolisakarida;


Phospholipase A2 memainkan peranan penting pada hemolisis sekunder
dari efek esterolitik pada membran eritrosit dan menyebabkan nekrosis

otot; dan
Enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang lemah,
dimana, pada waktunya mengaktivasi plasmin dan menyebabkan
koagulopati konsumtif dan konsekuensi hemoragiknya.

Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu menyebabkan


perbedaan envenomasi. Gigitan copperhead secara umum terbatas pada destruksi

jaringan lokal. Rattlesnake dapat menyisakan luka yang hebat dan menyebabkan
toksisitas sistemik. Ular koral mungkin meninggalkan luka kecil yang kemudian
dapat muncul kegagalan bernafas dengan tipe blokade neuromuscular sistemik.
Efek lokal dari bisa berfungsi sebagai pengingat akan potensi kerusakan sistemik
dari fungsi system organ. Salah satu efek adalah perdarahan; koagulopati
bukanlah hal yang aneh pada envenomasi yang hebat. Efek lain, edema lokal,
meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme
pulmonal dapat terpengaruh secara signifikan. Efek terakhir, kematian sel lokal,
meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume
dan membutuhkan peningkatan ventilasi per menit. Efek-efek blokade
neuromuskuler berakibat pada lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal jantung
merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis.
GEJALA KLINIS
Manifestasi gigitan ular berbisa tergantung pada komposisi penyusun bisa
tersebut yang berbeda-beda antar spesies. Gejala umumnya adalah terdapat bekas
gigitan sebagai tanda luka, bengkak sekitar gigitan dan berwarna merah, daerah
sekitar gigitan nyeri (setelah 6-30 menit), terdapat eritema, ptekie (bintik merah
akibat perdarahan di epidermis atau mukosa), ekimosis (bercak perdarahan pada
kulit atau mukosa), bula, dan tanda nekrosis jaringan disekitar gigitan. Adapun
gejala klinis menurut pedoman pengobatan dasar di puskesmas depkes RI dibagi
3, yaitu :
1. Efek Lokal
Edema
Melepuh
Perdarahan
Memar
Nekrosis
2. Efek Sistemik
Nyeri Kepala
Mual
Muntah
Diare
3. Efek Sistemik Spesifik
Dibagi atas :

Koagulopati : keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan


dan bila berkembang dapat timbul hematuria, hematemesis,

melena, dan batuk darah


Neurotoksik : Flaccid paralisis, ptosis, oftalmoplegia, kelemahan

anggota tubuh
Miotoksisitas : biasanya disebabkan oleh ular laut, gejalanya terdiri
dari nyeri otot, nyeri tekan di bekas gigitan, mioglobinuria, gagal
ginjal, hiperkalemia, kardiotoksisitas

DIAGNOSIS
Diagnosis gigitan ular berbisa ditegakkan berdasarkan identifikasi ular
yang menggigit dan adanya manifestasi klinis.
Dari Anamnesa didapatkan adanya riwayat gigitan disertai gejala atau
tanda gigitan ular berbisa baik berupa efek lokal, sistemik atau sistemik spesifik.
Hal ini dapat diketahui melalui waktu yang berlalu sejak ular menggigit karena
dapat memberikan penilaian mengenai efek yang timbul apakah bersifat lokal atau
apakah tanda-tanda sistemik sudah berkembang. Ular yang menggigit sebaiknya
dibawa dalam keadaan hidup atau mati baik sebagian atau seluruh tubuh ular.
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala dan tanda bekas gigitan
ular, dari luka bekas gigitan ular dapat ditentukan apakah ular yang menggigit
berbisa atau tidak. Bila tidak dapat dilakukan identifikasi terhadap ular yang
menggigit, manifestasi klinis menjadi hal yang utama dalam menegakkan
diagnosis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :

Pemeriksaan darah : Hb, Leukosit, Trombosit, Kreatinin, Urea, Elektrolit,

Bleeding Time, Cloting Time, PT, APTT, D-dimer, Uji faal hepar.
Pemeriksaan urin : Hematuria, glukosuria, proteinuria (mioglobinuria)
EKG
Foto Rontgen Thorax

DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding untuk snake bite (gigitan ular) antara lain :

Anafilaksis
Trombosis Vena Dalam

Trauma Vaskular Ekstremitas


Scorpion Sting
Syok Septik
Luka Infeksi

PENATALAKSANAAN
Rencana penatalaksanaan :
a) Pertolongan pertama
Pertolongan pertama bertujuan untuk memperlambat absorpsi sistemik
racun, mencegah komplikasi sebelum pasien sampai ke RS, serta
mengawasi gejala keracunan awal yang berbahaya.
Hal ini meliputi menenangkan korban, imobilisasi ekstremitas yang
tergigit dengan balutan atau bidai. Setiap gerakan atau kontraksi otot akan
meningkatkan absorpsi racun ke pembuluh darah dan limfe. Hindari
intervensi apapun pada bekas gigitan karena dapat menyebabkan infeksi,
meningkatkan absorpsi racun dan meningkatkan perdarahan. Penderita
juga diistirahatkan dalam posisi horizontal. Jika timbul gejala sistemik
yang cepat sebelum pemberian antibisa, daerah proksimal dan distal dari
gigitan diikat, tujuannya adalah untuk menahan aliran limfe. Pengikatan
ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan.
Pengawasan gejala keracunan awal yang berbahaya dengan
mengobservasi:
Oedem yang bertambah dengan cepat pada tempat gigitan
Pembesaran limfonodi lokal yang menunjukkan bahwa racun telah
menyebar melalui aliran limfe
Gejala sistemik seperti syok, mual,muntah, nyeri kepala hebat,
mudah mengantuk ataupun ptosis
Urin yang berwarna coklat gelap
b) Segera kirim ke RS
c) Resusitasi dan penanganan klinis segera, meliputi :
Penatalaksanaan jalan nafas
Penatalaksanaan fungsi pernafasan
Penatalaksanaan fungsi sirkulasi dengan pemberian infus cairan
kristaloid
Pada luka gigitan dapat diberikan verband ketat dan luas diatas
luka serta imobilisasi dengan menggunakan bidai

d) Penanganan klinis yang lebih mendalam dan diagnosis spesies ular


e) Pemeriksaan Laboratorium
Mencakup pemeriksaan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, elektrolit,
waktu perdarahan, waktu pembekuan, fibrinogen, APTT, uji faal hepar,
dan golongan darah.
f) Pemberian SABU (serum anti bisa ular)
SABU harus diberikan secepatnya setelah gejala dan tanda lokal maupun
sistemik ditemukan. Serum ini akan mentralkan efek bisa ular walaupun
gigitan ular sudah terjadi beberapa hari yang lalu.
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam
faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 80 tetes per
menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya
gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) antiserum dapat terus
diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 100 ml).
Jika SABU diberikan menurut manifestasi klinis dan derajat keparahan,
maka untuk derajat none tidak diberikan SABU, untuk yang minor
moderate diberikan 1-5 vial, untuk severe major diberikan 15 vial.
g) Observasi respon serum anti bisa ular
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian antivenom
Jika koagulopati tidak membaik (fibrinogen tidak meningkat, waktu
pembekuan darah tetap memanjang) ulangi pemberian SABU. Ulangi

pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya. Jika gangguan


koagulopati berat berikan antivenin spesifik, plasma fresh-frozen,
cryoprecipitate (fibrinogen, faktor VIII), fresh whole blood.
Jika koagulopati membaik, monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk
mendeteksi koagulopati berulang.
h) Pemberian terapi suportif
Dopamine mungkin efektif untuk hipotensi dan adrenalin untuk
anafilaksis racun dalam penanganan hipersensitivitas. ETT dipasng
jika ditemukan tanda neurotoksisitas
Pemberian antibiotik spectrum luas beta-laktam untuk profilaksis
infeksi sekunder dan akibat debridement yang dilakukan
Fasiotomi sangat jarang diindikasikan dan tidak dilakukan jika
hemostasis tidak normal
Tindakan Fasiotomi adalah

pemotongan

fasia

otot

untuk

menghilangkan kontriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia.


Biasanya fasiotomi dilakukan jika didapatkan tanda-tanda terjadinya
sindrom kompartemen pada daerah bekas gigitan ular dan adanya
peningkatan tekanan intrakompartemen sampai melebihi 30 mmHg.
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi terjadinya peningkatan
tekanan interstitial di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup.
Fasiotomi

dilakukan

dengan

membuat

insisi

panjang

untuk

menghilangkan tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka tersebut


dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada
operasi kedua, biasanya 5 hari kemudian. Jika terdapat nekrosis otot,
dapat dilakukan debridement, jika jaringan sehat, luka dapat dijahit
(tanpa regangan) atau dapat juga dilakukan skin graft untuk menutup
luka.
Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
i) Penanganan bekas gigitan
j) Rehabilitasi dapat dilakukan dengan fisioterapi konvensional.
EDUKASI, PENYULUHAN DAN PENCEGAHAN SEKUNDER
a) Penduduk yang tinggal di daerah yang banyak terdapat ular berbisa
dianjurkan untuk memakai sepatu dan celana berbahan kulit sampai

sebatas paha sebab lebih dari 50% kasus gigitan ular terjadi pada daerah
paha bagian bawah sampai kaki.
b) Ketersediaan SABU untuk daerah yang sering terjadi kasus gigitan ular
c) Hindari berjalan di malam hari terutama di daerah berumput dan
bersemak-semak
d) Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan teliti
e) Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa karena banyak penderita yang
tergigit akibat kejadian semacam itu.
KOMPLIKASI

Komplikasi luka
Sindrom kompartemen (keadaan iskemik berat pada tungkai yang
mengalami revaskularisasi dan timbul edem karena peningkatan

permeabilitas kapiler dan keadaan hiperemi)


Komplikasi kardiovaskuler, hematologi, respirasi
Gagal ginjal
Blockade neuromuskular (khusus coral snake)
Reaksi hipersensitivitas

PROGNOSIS
Rata-rata pasien yang mengalami snake bite akan sembuh dengan baik
asalkan pertolongan yang diberikan cepat dan tepat, di USA angka kematian
akibat snake bite 1: 5000

DAFTAR PUSTAKA

Arlina, P dan Evaria. 2013. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 12. PT.
Medidata Indonesia; Jakarta
John C. Vanatta dan Morris J. Fogelman. 2010. Buku Saku Moyer Keseimbangan
Cairan dan Elektrolit dengan Aplikasi Klinik. Binarupa Aksara Publisher;
Tangerang
Nia, N dan Abdul, L. 2003. Gigitan Ular Berbisa. Sari Pediatri, Vol.5 No.3:92-98
Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, dan U.N Rachman. 2007. Penyebaran
Gumpalan Dalam Pembuluh Darah (Disseminated Intravasular Coagulation)
Akibat Racun Gigitan Ular. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory Vol.14 No.1:37-41
Sjamsyuhidayat, R dan de Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta
www.nlm.nih.gov/medlineplus/article

www.snakebiteinitiative.org
www.academia.edu/Manajemen_Gigitan_Ular

Anda mungkin juga menyukai