LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 18 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Tanggal Penerimaan : 19 September 2019 (jam 22.00 WITA)
Rumah Sakit : Konawe
Nomor Rekam Medik : 01 70 78
Dokter Pemeriksa : dr. Nur Ridha Ayuni
Dokter Penanggungjawab : dr. Noval, Sp.OG
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : lemas
Anamnesis terpimpin :
Pasien rujukan dari PKM Uepay P1A0 diantar oleh bidan dengan keluhan lemas. Lemas
dirasakan setelah melahirkan di puskesmas sejak kurang lebih 2 jam sebelum masuk RS.
Keluhan disertai dengan adanya gumpalan darah yang masih keluar dari jalan lahir dan nyeri
perut bagian bawah.
Riwayat pengobatan sebelumnya dari puskesmas telah dilakukan peregangan tali pusat
terkendali selama 15 menit post partum, dan diberikan oksitosin dosis ke-2 10 IU/ i.m dan masase uteri
namun plasenta lahir tidak lengkap. Terdapat robekan perineum yang telah dijahit (+)
Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), perdarahan (-). Riwayat ANC : teratur, 1x
sebulan, ke bidan. Riwayat menstruasi : menarche usia 14 tahun, siklus teratur 1x 29-30 hari,
lama 5-7 hari, banyaknya 2-3x ganti duk/hari, nyeri (-)
Riwayat penyakit dahulu : DM (-), Hipertensi (-), Anemia (-).
Genitalia:
Inspeksi :
Vagina : Flux (+) merah gelap, tumor (-),ruptur perineum derajat 2.
V. RESUME
Pasien rujukan dari PKM Uepay P1A0 diantar oleh bidan dengan keluhan lemas.
Lemas dirasakan setelah melahirkan di puskesmas sejak kurang lebih 2 jam sebelum masuk
RS. Keluhan disertai dengan adanya gumpalan darah yang masih keluar dari jalan lahir dan
nyeri perut bagian bawah.
Riwayat pengobatan sebelumnya dari puskesmas telah dilakukan peregangan tali pusat
terkendali selama 15 menit post partum, dan diberikan oksitosin dosis ke-2 10 IU/ i.m dan masase uteri
namun plasenta lahir tidak lengkap. Terdapat robekan perineum yang telah dijahit (+)
Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), perdarahan (-). Riwayat ANC : teratur, 1x
sebulan, ke bidan. Riwayat menstruasi : menarche usia 14 tahun, siklus teratur 1x 29-30 hari,
lama 5-7 hari, banyaknya 2-3x ganti duk/hari, nyeri (-)
Riwayat penyakit dahulu : DM (-), Hipertensi (-), Anemia (-).
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah : 110/70 mmHg, nadi 84x/m, pernapasan :
22 x/ menit dan suhu 36,80C. Pada pemeriksaan obstetrik dari status lokalis abdomen pada
inspeksi: tampak datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+) dan pada palpasi didapatkan
kontraksi uteus (+), TFU teraba setinggi pusat, nyeri tekan suprapubic (+). Pada pemeriksaan
genitalia inspeksi : vagina : Flux (+) merah gelap, tumor (-),ruptur perineum derajat 2 yang
telah dijahit. Pemeriksaan dalam (Vaginal Toucher) teraba stolsel (+) dan sisa plasenta, portio
terbuka ± 2 cm
DIAGNOSIS
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita
yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum. Walaupun angka kematian
maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan post partum tetap
merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana.
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika Serikat
diperkirakan 7 – 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional Amerika Serikat
menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum. Di negara
industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab kematian
maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara berkembang angka
kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan
bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan
100.000 kematian matenal tiap tahunnya.
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah
persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan dalam jumlah
ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila
perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder.
Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S.
Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju
maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut,
diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %), sisa plasenta (23 – 24 %), retensio
plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %), kelainan darah (0,5 – 0,8 %).
Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi
dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan
penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
A. PERDARAHAN POST PARTUM
I. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir
pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan
menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah
perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan
perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL.
a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum
hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa
nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.
II. Etiologi
- Atonia uteri
- Retensio plasenta
III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah
5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara
berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
- Atonia uteri 50 – 60 %
- Sisa plasenta 23 – 24 %
- Retensio plasenta 16 – 17 %
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
menit traksi berlebihan
Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin
karena luka jalan lahir
Pemeriksaan ginekologi:
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada pemeriksaan dapat
diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
o Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau
radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta.
o USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko
tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti
plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.
VI. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu
untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian
oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur intravena pada
wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan
resiko sangat tinggi.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang
besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS
merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya
dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat
rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam
jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan
perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L
kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi
pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat
menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan
mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita
hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat
tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah
merah.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang
buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan
karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan
kristaloid tetap direkomendasikan.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan
melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah
dilakukan resusitasi cepat.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Tujuan
transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang
dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan
jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-
masing unit.
IM: 10 U
VII. Penyulit
Syok ireversibel
DIC
VIII. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat
menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan aktif merupakan
kombinasi dari hal-hal berikut:
Volume
Tekanan Darah Tanda dan
Kehilangan Derajat Syok
(sistolik) Gejala
Darah
Palpitasi,
500-1.000 mL
Normal takikardia, Terkompensasi
(10-15%)
pusing
Lemah,
1000-1500 mL Penurunan ringan
takikardia, Ringan
(15-25%) (80-100 mm Hg)
berkeringat
A. ATONIA UTERI
I. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi
dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan biasa
terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan
perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.
II. Etiologi
Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya
atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia,
polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau
kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum
maupun sesudah plasenta lahir.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama
atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi
sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi
terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik
dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis,
endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio plasenta dan hipotermia
akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan
faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum.
1. Grandemultipara.
2. Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/ BB > 4000 gram).
3. Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).
4. Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum).
5. Partus lama
6. Partus presipitatus.
7. Hipertensi dalam kehamilan.
8. Infeksi uterus.
9. Anemia berat.
10. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus).
11. Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta.
12. Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum
plasenta terlepas
.
III. Penatalaksanaan
Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3
jam sesudahnya.
Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap > 200
mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk
penderita yang belum punya anak atau muda sekali)
Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
Penilaian Klinik Atonia Uteri
B. RETENSIO PLASENTA
I. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30
menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh
gangguan kontraksi uterus
II. Klasifikasi
Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan
miometrium sampai ke serosa
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati lapisan
miometrium
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri
III. Penatalaksanaan
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi,
coba traksi terkontrol tali pusat.
Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu,
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan
ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap
dalam kavum uteri)
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-
hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan
Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria / oral)
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik
Plasenta inkarserata
Sisa Plasenta
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila
tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi
yang dalam
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis,
stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan
operatif
Penilaian Klinik Plasenta Akreta
C. LASERASI JALAN LAHIR
I. Klasifikasi
o Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum
o Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum
dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital
o Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan
muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan
- Robekan serviks
- Makrosomia
- Malpresentasi
- Partus presipitatus
- Distosia bahu
III. Penatalaksanaan
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:
Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga ujung robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,
menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit
kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no. 2/0
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang yang sama
(atau kromik 2/0) secara jelujur
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler
Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral). Terapi
penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan
tradisional atau
Robekan serviks
Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi
Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyakmaka
segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan dapat
segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan
penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga
semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan
perdarahan pasca tindakan
Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g%, berikan transfusi
darah
I. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak
menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah
perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran
penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat
menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama
trauma.
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang
menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat peningkatan
kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin
time).
II. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan post
partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post partum, seperti
solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan
septikemia.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan
trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit
biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 – 10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10
unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah
20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 – 50.000/mm3, jika
direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi
yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan
fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian donor,
tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati,
dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara
empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai
dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-
faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan
klinis.
Klasifikasi perdarahan postpartum berdasarkan waktu terjadinya
perdarahan, yaitu :
palpasi.
b. Tissue
lahir.
postpartum.
3) Plasenta Acreta, plasenta yang melekat erat pada dinding uterus oleh
2) Inversi uterus
mengalami robekan.
Februari 2016).
persalinan :
2. Robekan rahim
3. Plasenta suksenturiata
d. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang
pecah
yang sudah keluar. Jika pasien dalam kondisi syok, pastikan jalan
4) Siapkan donor untuk transfusi, ambil darah untuk kros cek. Berikan
bimanual
9) Jika ada infeksi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan
7) Jahit robekan
8) Berikan antibiotik
kegawatdaruratan
masih teraba
dilakukan rujukan
e. Siapkan donor untuk transfusi, ambil darah untuk kros cek, berikan
infus sampai sekitar 3 liter untuk mengatasi syok), pada kasus syok
1. Pengertian
Sitti. 2013:100).
b. Rest plasenta adalah keadaan dimana suatu bagian dari plasenta (satu
atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara
c. Rest plasenta adalah suatu bagian dari plasenta, satu atau lebih lobus
besar plasenta sudah lahir tetapi sebagian kecil masih melekat pada
e. Rest plasenta atau sisa plasenta adalah dimana suatu bagian dari plsenta
(satu atau dua lobus) tertinggal dalam uterus sehingga uterus tidak dapat
plasenta.
3 cm, berat 500 – 600 gram, biasanya plasenta akan berbentuk lengkap pada
depan atau belakang agak kearah fundus uteri. Plasenta terdiri atas tiga
bagian yaitu :
Bagia n janin terdiri dari korion frondosum dan vili dari uri atau
Vili Korialis
darah tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada plasenta bagian
permukaan janin.
dari beberapa lobus dan kotiledon (15 – 20 buah). Desidua basalis pada
3) Tali pusat
1) Menurut bentuknya
Plasenta normal
suksenturiata
Plasenta spuria, yaitu tidak ada pembuluh darah diantara kedua bagian
plasenta
3. Etiologi
adhesiva)
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
lengkap
b. Perdarahan pervaginam
2013).
f. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan
Pernafasan cepat, bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga
hipovolemik
5. Diagnosis
Robekan rahim
Plasenta suksenturiata
4. Inspekulo, untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varices yang
pecah
a. Umur
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah
20 tahun ternyata 2 – 5 kali lebih tinggi dari pada kematial maternal yang
b. Paritas
persalinan.
4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Bila
jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim
dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan
persalinan.
d. Anemia
baik.
4) Degenerasi koriokarsinoma
Nadyah, 2013).
lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ketempat bersalin dengan
keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang kerumah dan sub involusi
uterus.
0,9%
cross match.
c. Bila kadar Hb < 8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 gr%
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. Pada kasus syok
karena cairan ini dapat meresap ke jaringan dan cairan ini dapat
darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh evakuasi sisa
pada abortus.
setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunak dan mudah
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien M, perempuan, 19 tahun, rujukan dari PKM Uepay P1A0 diantar oleh bidan dengan
keluhan lemas. Lemas dirasakan setelah melahirkan di puskesmas sejak kurang lebih 2 jam sebelum
masuk RS. Keluhan disertai dengan adanya gumpalan darah yang masih keluar dari jalan lahir dan
nyeri perut bagian bawah.
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor terjadinya komplikasi kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Dalam kurun
reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 – 30 tahun.
Perdarahan pasca-persalinan primer terjadi 24 jam pertama, akan tetapi lebih banyak terjadi
pada 2 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca-persalinan primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Sisa plasenta, merupakan penyebab 20-25%
dari kasus perdarahan postpartum. Sifat perdarahan post partum bisa banyak, bergumpal-gumpal
sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi sedikit tanpa henti.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan
yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal
dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100
x/menit, kadar Hb < 8 g/dL
Riwayat pengobatan sebelumnya dari puskesmas telah dilakukan peregangan tali pusat terkendali
selama 15 menit post partum, dan diberikan oksitosin dosis ke-2 10 IU/ i.m dan masase uteri namun plasenta
lahir tidak lengkap. Terdapat robekan perineum yang telah dijahit (+)
Tiga langkah utama manajemen aktif kala 3 yaitu pemberian uterotonika sesegera mungkin,
lakukan peregangan tali pusat terkendali, dan berikan rangsangan taktil pada dinding uterus atau
fundus uteri. pada kasus ini, setelah 15 menit berlalu ternyata plasenta belum lahir, maka dberikan
oksitosin 10 IU dosis kedua dan namun tidak dilakukaan pengosongan kandung kemih ketika vesika
urinaria penuh dan lakukan PTT ulangan. bila waktu 30 menit telah terlampaui (jangan mencoba
cara lain untuk melahirkan plasenta walaupun tidak terjadi perdarahan) segera rujuk ibu ke fasilitas
kesehatan rujukan.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah : 110/70 mmHg, nadi 84x/m, pernapasan : 22
x/ menit dan suhu 36,80C. Pada pemeriksaan obstetrik dari status lokalis abdomen pada inspeksi:
tampak datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+) dan pada palpasi didapatkan kontraksi uteus (+),
TFU teraba setinggi pusat, nyeri tekan suprapubic (+). Pada pemeriksaan genitalia inspeksi : vagina :
Flux (+) merah gelap, tumor (-),ruptur perineum derajat 2 yang telah dijahit. Pemeriksaan dalam
(Vaginal Toucher) teraba stolsel (+) dan sisa plasenta, portio terbuka ± 2 cm
Sisa plasenta bisa di duga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan
manual plasenta atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi
rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu harus dilakukan eksplorasi ke
dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.
Penatalaksanaan sementara di IGD adalah pemberian Infus Ringer Laktat guyur 1 kolf,
lanjut maintenance 20 tpm , Pasang foley kateter urin sementara, Eksplorasi ke dalam rahim dengan
cara manual untuk mengeluarkan sisa plasenta , cek laboratorium dan Konsul Dokter Spesialis
kebidanan dan kandungan
Penatalaksanaan Rest Plasenta : Perbaiki keadaan umum dengan memasang infus RL atau
cairan Nacl 0,9%, Ambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan cross
match.Bila kadar Hb < 8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 gr% berikan sulfas ferosus
600 mg/hari selama 10 hari. Pada kasus syok parah, dapat gunakan plasma ekspander. Plasma
ekspander diberikan karena cairan ini dapat meresap ke jaringan dan cairan ini dapat menarik cairan
lain dari jaringan ke pembuluh darah. Jika ada indikasi terjadi infeksi yang diikuti dengan demam,
menggigil, vagina berbau busuk, segera berikan antibiotika spectrum luas. Antibiotik yang dapat
diberikan :
servik hanya dapat dilalui oleh evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase.
Kuretase oleh Dokter. Kuretase harus dilakukan di RS dengan hati – hati karena dinding rahim
relatif tipis dibandingkan dengan kutetase pada abortus. Sisa plasenta dapat dikeluarkan dengan
manual plasenta. Tindakan ini dapat dilakukan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal di
dalam rahim setelah plasenta lahir. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan