Anda di halaman 1dari 8

REKOMENDASI RJP AHA 2015

Ivan Laurentius – NIM 112014309


Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA
Periode 26 Oktober – 14 November 2015
Rumah Sakit Bhakti Yudha Depol
Pembimbing: dr. Amelia, Sp. An.

Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan hidup (chain of
survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi rantai kelangsungan hidup.
Urutan rantai kelangsungan hidup pada pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat
berubah tergantung lokasi kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah
sakit (HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Gambar 1 menunjukkan “chain of
survival” pada kondisi HCA maupun OHCA

Gambar 1. Rantai Kelangsungan Hidup HCA dam OHCA


Dalam melakukan resusitasi jantung-paru, AHA (American Heart Association)
merumuskan panduan BLS-CPR yang saat ini digunakan secara global. Gambar 2 menunjukkan
skema algoritma dalam tindakan resusitasi jantung-paru pada pasien dewasa.

Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Dewasa


Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat
Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan
harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada
pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak bernafas atau
terengah-engah. Lihat apakah korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan.
Penolong harus memanggil bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi.
Akan lebih baik bila penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut nadi korban
seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu dilakukannya RJP..

2. Resusitasi Jantung Paru dini


Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk
mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah:
 Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit dan maksimal
120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali / menit, kedalaman kompresi akan
berkurang seiring semakin cepatnya interval kompresi dada.

 Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm) dan kedalaman
maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman kompresi maksimal diperuntukkan
mengurangi potensi cedera akibat kedalaman kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi
minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan
untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas (remaja),
kedalam kompresi dilakukan seperti pada pasien dewasa.
 Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Petugas
berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada
di tempat tidur. Tabel 1 mencantumkan beberapa hal yang perlu diperhatikan selama
melakukan kompresi dada dan pemberian ventilasi:
Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada Pasien Dewasa

 Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Selama melakukan siklus
kompresi dada, penolong harus membolej\hkan rekoil dada penuh dinding dada setelah
setiap kompresi; dan untuk melakukan hal tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas
dada pasien setelah setiap kompresi.
 Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong harus berupaya meminimalkan
frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk mengoptimalkan jumlah kompresi
yang dilakukan per menit.
 Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan
nafas melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
 Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi
dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk
memastikan volume tidal yang masuk adekuat.
 Setelah terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa endotrakeal, Combitube, atau
saluran udar masker laring), penolong perlu memberikan 1 napas buatan setiap 6 detik
(10 napas buatan per menit) untuk pasien dewasa, anak-anak, dan bayi sambil tetap
melakukan kompresi dada berkelanjutan
 Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2 menit.

Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi
dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa
denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi
adalah 30 : 2.
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas
ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari
10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

3. Alat defibrilasi otomatis


AED digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia. Bila AED belum tiba, lakukan
kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 : 2. Defibrilasi / shock diberikan bila ada indikasi /
instruksi setelah pemasangan AED. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah
ritme tersebut dapat diterapi shock atau tidak, jika iya lakukan terapi shock sebanyak 1 kali dan
lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi
shock lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut
hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support) datang, atau korban mulai bergerak.

4. Perbandingan Komponen RJP Dewasa, Anak-anak, dan Bayi


Pada pasien anak dan bayi, pada prinsipnya RJP dilakukan sama seperti pada pasien
dewasa dengan beberapa perbedaan. Beberapa perbedaan ini seperti yang tercantum pada tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan Komponen RJP Pada Dewasa, Anak, dan Bayi

Pada pasien pediatri, algoritma RJP bergantung apakah ada satu orang penolong atau dua
(atau lebih) orang penolong (gambar 3 dan 4). Bila ada satu orang penolong, rasio kompresi dada
dan ventilasi seperti pasien dewasa yaitu 30 : 2; tetapi bila ada dua orang penolong maka rasio
kompresi dada dan ventilasi menjadi 15 : 2. Jika anak/bayi mempunyai denyut nadi namun
membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 3-5 detik/nafas atau
sekitar 12-20 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 untuk satu orang penolong dan 15 : 2 untuk
dua orang atau lebih penolong.

Gambar 3. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Satu Orang Penolong
Gambar 4. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Dua Orang Penolong

Daftar Pustaka
1. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 Untuk CPR dan ECC.
American Heart Association; 2015.

Anda mungkin juga menyukai