Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

RSAL Dr. Ramelan: ILMU PENYAKIT DALAM

“PANKREATITIS AKUT”

Pembimbing:

dr. Hary Bagijo, SpPD

Disusun oleh:

Sike Silvia Gunawan (1522317030)

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Referat Ilmu Penyakit Dalam

“Pankreatitis Akut"

Oleh

Sike Silvia Gunawan 1522317030

Referat “Pankreatitis Akut" ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Penyakit Dalam RSAL Dr. Ramelan Surabaya, Fakultas Kedokteran
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Surabaya, 27 Juli 2018

Mengesahkan,

Dokter Pembimbing

dr. Hary Bagijo, SpPD


BAB 1

PENDAHULUAN

Pankreatitis akut adalah penyakit inflamasi pada pankreas. Pankreatitis akut


terjadi karena peradangan pankreas yang menyebabkan aktivasi enzim-enzim
pankreas di dalam sel pankreas secara prematur, sehingga menyebabkan kerusakan
jaringan. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi dua dari tiga kriteria berikut: (1)
mendadak nyeri hebat di abdomen (biasanya di epigastrium), kadang menjalar ke
punggung. (2) kenaikan kadar enzim pankreas (amilase atau lipase) ≥3 kali lipat
nilai normal, dan (3) terdapat gambaran karakteristik pankreatitis akut pada CT scan
dengan kontras (ECCT), MRI, atau USG transabdominal.
Menurut Scientific American Inc. 1994, 60-80% pankreatitis akut
berhubungan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan dan batu saluran empedu.
Sebuah survey yang dilakukan di Jepang mendapatkan bahwa prevalensi
pankreatitis akut adalah sebesar 45,1 per 100.000 penduduk. Pankreatitis akut 2 kali
lebih banyak terjadi pada pria. Penyebab utama dari pankreatitis akut pada pria
adalah alkohol, sedangkan pada wanita adalah batu empedu.
Penelitian Nurman tahun 1990, di Indonesia hampir 1 dari 3 pasien dengan
sakit perut atas yang hebat adalah pankreatitis akut. 80% dapat sembuh sendiri
tanpa komplikasi, tetapi 20% kasus terjadi komplikasi lokal maupun sistemik dan
mortalitas. Komplikasi sistemik dapat menyebabkan disfungsi multiorgan
sedangkan komplikasi lokal berupa nekrosis, pembentukan abses, atau pseudokista.
Berdasarkan The Second International Symposium in the Classification of
Pancreatitis di Marseilles tahun 1984, pankreatitis dibagi atas pankreatitis akut dan
pankreatitis kronik. Pankreatitis akut terbagi menjadi tiga berdasarkan ada tidaknya
nekrosis jaringan dan disfungsi multiorgan, yaitu mild acute, moderate severe
acute, dan severe acute pancreatitis.
Angka mortalitas pada pankreatitis akut ringan <5%. Tetapi angka
mortalitas pada pasien dengan pankreatitis nekrosis mencapai 25%. Maka penting
dilakukan diagnosis dan terapi yang tepat dan juga memperhatikan volume
intravaskular untuk menghindari terjadinya komplikasi sistemik.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Pankreatitis akut merupakan penyakit inflamasi di pankreas yang terjadi
secara cepat dengan manifestasi klinis yang bervariasi mulai dari yang ringan
sampai manifestasi yang berat hingga terjadi kematian. Berat ringannya tergantung
dari respon inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan antara sitokin
proinflamasi dan antiinflamasi, ada atau tidaknya infeksi baik lokal maupun
sistemik.

2.2. Etiologi
1. Batu empedu (30-60%)
Karena prevalensi tinggi dan pentingnya mencegah ulangan, evaluasi cholelithiasis
dengan USG absomen harus dilakukan pada semua pasien pankreatitis akut. Pasien
dengan batu empedu berdiameter <5 mm memiliki risiko pankreatitis akut 4 kali
lebih besar dibandingkan dengan batu empedu berukuran lebih besar. Obstruksi
duktus akibat migrasi batu empedu dapat terlokalisasi di duktus bilier, duktus
pankreatikus atau keduanya. Obstruksi duktus menyebabkan pankreatitis dengan
meingkatkan tekanan duktus dan aktivasi enzim digestif.
2. Alkohol (15-30%)
Pada tingkat sel, etanol menyebabkan akumulasi intraseluler dari enzim pencernaan
dan prematuritas dari aktivasi dan pelepasannya. Pada tingkat duktal, meningkatkan
permeabilitas duktus, memungkinkan enzim untuk mencapai parenkim dan
menyebabkan kerusakan pankreas. Etanol meningkatkan kandungan protein sekret
pankreas, dan mengurangi tingkat bikarbonat dan konsentrasi tripsin inhibitor. Hal
ini menyebabkan pembentukan colokan protein yang menghalangi aliran pankreas.
Umumnya, penyakit ini berkembang pada pasien yang mengkonsumsi alkohol
sebagai kebiasaan selama 5-15 tahun. Munculnya keluhan pankreatitis akut pada
pecandu alkohol biasanya saat eksaserbasi akut pada pankreatitis kronis.
3. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography/ERCP (5-20%)
Faktor risiko pankreatitis post-ERCP adalah sfingterektomi papila minor, disfungsi
sfingter Oddi, riwayat pankreatitis post-ERCP, petugas medis tidak berpengalaman,
usia <60 tahun, dan >2 injeksi kontras.
4. Trauma abdomen (1,5%)
Terjadi peningkatan amilase dan lipase. Trauma tajam (pisau, peluru) lebih sering
terjadi daripada trauma tumpul (roda kemudi, kuda, sepeda). Trauma tumpul pada
perut atau punggung mungkin menghancurkan kelenjar di tulang belakang, yang

mengarah ke cedera duktus. 


5. Obat-obatan (1,4%)
Pentamidine, metronidazole, stibogluconate, tetrasiklin, furosemid, tiazid,
sulfasalazin, azatioprin, didianosine, asam valproat, salisilat, kortikosteroid,
kalsium dan esterogen.
6. Hipertrigliseridemia (1,3-3,8%)
Kadar trigliserid darah yang tinggi >11,3 mmol/L (> 1000 mg/dL), disebabkan oleh
alkohol, defisiensi apolipoprotein CII, dan kondisi ketoasidosis diabetikum.
7. Idiopatik (10%)
8. Lain-lain
Infeksi (mumps, coxsackie B), toksin (sengatan kalajengking), tumor, iatrogenik.

2.3. Patofisiologi
Pankreas adalah kelenjar yang terletak di posterior perut bagian atas.
Pankreas memiliki fungsi endokrin (80%) dan eksokrin (20%). Fungsi utama
endokrin pankreas oleh sel beta pankreas adalah sekresi insulin ke aliran darah.
Fungsi eksokrin pankreas adalah produksi enzim pencernaan yaitu amilolitik,
lipolitik dan proteolitik.
Enzim amilolitik, seperti amilase, menghidrolisis karbohidrat menjadi
oligosakarida dan kemudian menjadi disakarida. Enzim lipolitik terdiri dari lipase,
fosfolipase-A dan kolesterol esterase. Enzim proteolitik yaitu endopeptidase
(tripsin, kimotripsin), yang berperan dalam ikatan peptida pada protein dan
polipeptida. Enzim proteolitik disekresikan oleh sel asinar sebagai prekusor inaktif
atau proenzim, dikemas dalam vesikel penyimpanan yang disebut zimogen.
Enterokinase, enzim yang terdapat di mukosa duodenum, berikatan dengan
tripsinogen dan mengubahnya menjadi tripsin.
Ketika makan tertelan, saraf vagus, vasoactive polipeptide intestinal (VIP),
gastrin-releasing peptide (GRP), sekretin, cholecystokinin (CCK), dan encephalins
merangsang pelepasan proenzim ke dalam saluran pankreas. Proenzim berjalan ke
perbatasan duodenum, di mana tripsinogen (proenzim tripsin) diaktifkan melalui
hidrolisis dari hexapeptide fragmen N-terminal dengan brush border enzim
enterokinase. Tripsin kemudian memfasilitasi konversi proenzim lain ke bentuk
aktif mereka.
Karena aktivasi prematur enzim pankreas dalam pankreas menyebabkan
cedera organ dan pankreatitis, ada beberapa mekanisme untuk membatasinya:
 Protein diproduksi dalam bentuk proenzim (enzim tidak aktif).
 Proenzim disimpan terpisah dalam vesikel-vesikel yang disebut zymogen.
 Bersamaan dengan produksi proenzim juga diproduksi protease inhibitor untuk
menghambat aktivasi proenzim sebelum sampai di duodenum.
 Zimogen memiliki pH asam dan konsentrasi kalsium rendah yang menurunkan
aktivasi tripsin.
Dalam kondisi tertentu dimana terjadi aktivasi zimogen dalam sel-sel
sekretor pankreas (asinar), sistem saluran atau ruang interstisial, mekanisme
pelindung akan menghambat aktivasi zimogen. Namun jika sudah melewati batas
kemampuannya, atau jika terdapat gangguan pada mekanisme pelindung, akan
terjadi aktivasi enzim di intraseluler yang mengakibatkan autodigestion pankreas
sehingga terjadi pankreatitis akut
Beberapa studi menyatakan bahwa pankreatitis adalah penyakit yang terdiri
dari 3 fase patologi di dalam sel asinar yang menginisiasi terjadinya injury pada
pankreas, yaitu:
1. Aktivasi zimogen dan enzim digestif pankreas lainnya di intrapankreas,
yang menyebabkan kerusakan pada sel asinar.
2. Aktivasi, kemoatraksi, dan sekuestrasi neurofil di pankreas yang
menyebabkan reaksi inflamasi intrapankreas.
3. Pankreas akan menghasilkan mediator-mediator proinflamasi. Enzim-
enzim yang aktif mencerna membran sel dan menyebabkan proteolisis,
edema, perdarahan interstisial, kerusakan vaskular, nekrosis koagulasi,
nekrosis lemak dan nekrosis sel parenkim. Kerusakan dan kematian sel
menyebabkan pelepasan histamin, senyawa vasoaktif dan bradikinin
peptida yang menghasilkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas
vaskular dan edema di organ-organ lain, terutama di paru. Hal ini dapat
menyebabkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan acute
respiratory distress syndrome (ARDS).

2.4. Klasifikasi
Klasifikasi pankreatitis akut berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya
sangat penting untuk menentukan tatalaksana atau rujukan yang diperlukan. Derajat
keparahan pankreatitis akut dapat dinilai dengan sistem skoring, salah satunya
adalah Ranson Criteria. Kriteria yang dinilai pada Ranson Criteria saat diagnosis
adalah usia, leukosit, glukosa darah, LDH, dan SGOT. Pada 48 jam pertama nilai
penurunan hematokrit, BUN, serum kalsium, defisit basa, dan PaO2. Nilai Ranson
≥3 merupakan prediktor pankreatitis akut berat.
Klasifikasi pankreatitis akut berdasarkan ada tidaknya nekrosis jaringan dan
disfungsi multiorgan dibagi 3 berdasarkan kriteria Atlanta tahun 1992 yang telah
direvisi tahun 2012, yaitu:
1. Mild acute pancreatitis
 Tidak ada gagal organ dan komplikasi lokal atau sistemik.
Sekitar 80% perjalanan klinis pankreatitis akut bersifat ringan dan akan
membaik secara spontan dalam 3-5 hari. Pasien dengan klinis demikian tidak
memerlukan pemeriksaan CECT dan angka mortalitas relatif rendah, sehingga
dapat dipulangkan pada fase awal perjalanan pankreatitis akut.
2. Moderately severe acute pancreatitis
 Terdapat gagal organ transien (<48 jam) dan/atau adanya komplikasi lokal
atau sistemik.
Contoh dari komplikasi lokal adalah akumulasi cairan di peripankreas yang
bermanifestasi sebagai nyeri abdomen, leukositosis dan demam. Komplikasi
sistemik yaitu eksaserbasi dari penyakit jantung koroner, presipitasi penyakit
paru kronis. Pankreatitis akut sedang dapat sembuh sendiri atau memerlukan
tatalaksana yang lama (pada nekrosis steril tanpa gagal organ). Umumnya
pankreatitis tipe ini akan membaik tanpa intervensi, dengan angka mortalitas
jauh lebih rendah dibandingkan pankreatitis akut berat.
3. Severe acute pancreatitis
 Terdapat gagal organ persisten (>48 jam).
Apabila tidak dijumpai tanda gagal organ, adanya komplikasi pankreatitis

nekrosis dapat dikatagorikan sebagai pankreatitis
 berat. Gagal organ dapat

terjadi pada fase inisial akibat aktivasi sitokin yang menyebabkan terjadinya
SIRS. Pasien yang mengalami gagal organ dalam beberapa hari pertama
memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, yaitu sebesar 36-50%.
Klasifikasi pankreatitis akut berdasarkan histopatologi, dibagi menjadi dua
tipe atau spektrum, yaitu:
1. Pankreatitis edematosa interstisial
Terjadi edema inflamatorik parenkim pankreas yang menyebabkan perbesarann
pankreas difus pada mayoritas pasien pankreatitis akut (terkadang lokal). Pada
ECCT, menunjukkan gambaran parenkim pankreas yang homogen dan biasanya
terlihat inflamasi pada lemak peripankreas. Terdapat juga cairan peripankreas.
Gejala klinis menghilang dalam 1 minggu pertama.
2. Pankreatitis nekrosis
Sekitar 5-10% pasien mengalami nekrosis pada parenkim pankreas, jaringan
peripankreas dan keduanya. Pada ECCT, menunjukkan pola perfusi patchy
dengan atenuasi yang bervariasi pada parenkim pankreas lalu seiring waktu
berubah menjadi lebih berbatas tegas atau konfluen. Nekrosis dapat bersifat
padat atau likuifaksi, dapat steril atau terinfeksi, menetap atau hilang seiring
berjalannya waktu. Adanya infeksi dapat dicurigai apabila terdapat gas
ekstraluminal di pankreas dan/atau jaringan peripankreas yang terlihat dengan
ECCT. Selain itu dapat juga dilakukan fine needle aspiration lalu dilakukan
kultur atau pewarnaan Gram. Diagnosis dari pankreatitis nekrosis penting untuk
menentukan pemberian antibiotik. Gangguan dari perfusi pankreas dan tanda
nekrosis peripankreas terjadi dalam beberapa hari. Pasien dengan nekrosis
peripankreas memiliki tingkat mortalitas lebih besar dibandingkan pasien
dengan pankreatitis edematosa interstisial.

2.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis bervariasi tergantung keparahan penyakit dan bagian
yang mengalami kerusakan. Keluhan utama pada pankreatitis akut yaitu rasa nyeri
yang timbul tiba-tiba, intens, terus menerus dan makin lama makin bertambah;
lokasinya kebanyakan di epigastrium dan periumbilikalis, dapat menjalar
kepunggung, dada, pinggang, perut bawah, nyeri berlangsung beberapa hari. Nyeri
memburuk saat pasien dalam posisi supinasi, dan membaik dalam posisi duduk
membungkuk dan lutut ditekuk. Keluhan pasien yang sering lainnya adalah mual,
muntah dan distensi abdomen disebabkan karena hipomotilitas usus dan gaster.

2.6. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan keadaan umum pasien yang
nampak gelisah dan kesakitan, dapat disertai dengan demam ringan, takikardia, dan
hipotensi yang mengarah ke tanda-tanda syok. Syok dapat ditemukan dan terjadi
karena hipovolemia sekunder akibat eksudasi protein plasma ke rongga
retroperitoneal dan terjadi ‘retroperitoneal burn’ karena aktivasi enzim proteolitik,
peningkatan pembentukan dan pelepasan peptida kinin yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, dan efek sistemik dari enzim
proteolitik dan lipolitik yang dilepaskan ke sirkulasi. Sekitar 10-20% pasien
pankreatitis akut dapat ditemukan adanya efusi pleura, ronki basal, atelektasis, dan
kelainan paru lainnya terutama terjadi di sisi kiri. Pemeriksaan fisik abdomen
ditemukan penurunan bising usus dan adanya abdominal tenderness. Tanda adanya
pankreatitis nekrotikans yang berat yaitu tampak Cullen's sign yaitu diskolorisasi
periumbilikus akibat hemoperitoneum, serta Grey Turner's sign berwarna biru-
merah-ungu di pinggang akibat dari katabolisme hemoglobin di jaringan. Dapat
terbentuk nodus eritematous di kulit akibat nekrosis lemak subkutis. Ikterus dapat
ditemukan akibat penekanan duktus biliaris oleh edema kaput pankreas dan/atau
penekanan duktus biliaris komunis intrapankreas.

2.7. Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seringkali menunjukkan adanya leukositosis,
hiperglikemia, dan hipokalsemia. Diagnosis biasanya dikonfirmasi dengan temuan
peningkatan amilase dan/atau lipase serum sebanyak tiga kali lipat atau lebih. Tidak
semua temuan diatas harus positif untuk menegakkan diagnosis pankreatitis akut.
Meskipun peningkatan amilase dan lipase merupakan tampilan yang
penting pada pankreatitis akut namun temuan ini tidak eksklusif terdapat pada
penyakit tersebut saja. Pasien dengan asidemia juga dapat mengalami peningkatan
amilase. Pasien dengan pankreatitis alkoholik dapat menunjukkan peningkatan
kadar lipase serum melebihi peningkatan amilase, sebaliknya pada pasien dengan
pankreatitis batu empedu peningkatan amilase lah yang lebih prominen.
Penurunan produksi insulin dan peningkatan produksi glukagon dapat
mendorong hiperglikemia pada pankreatitis akut. Mekanisme yang
melatarbelakangi hipokalsemia masih belum dapat dipahami sepenuhnya.
 Pemeriksaan pencitraan/ radiologi
Pencitraan radiologis dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis banding, serta menilai keparahan dan deteksi komplikasi
dari pankreatitis akut. Pemeriksaan dapat menggunakan foto polos abdomen, USG
abdomen, USG endoskopik, ECCT, MRI, MRCP, dan ERCP.
Foto polos abdomen dan USG biasa dilakukan pada pasien dengan
kecurigaan pankreatitis akut. Kelainan pada pankreas maupun sistem bilier dapat
dilihat dengan bantuan USG. Meski foto polos abdomen tidak banyak membantu
penegakkan diagnosis pankreatitis akut, namun pencitraan ini dapat memberi
petunjuk etiologi misalnya adanya batu empedu, tanda prognostik misalnya adanya
efusi pleura maupun keberadaan penyulit seperti ileus.
CT scan tidak dilakukan rutin pada pasien dengan kecurigaan pankreatitis
akut. Peran CT scan untun menentukan derajat keparahan pankreatitis akut
ditentukan dengan kriteria Balthazar-Ranson.

USG ECCT
ERCP (tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan
saluran pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu
empedu pada saluran empedu yang besar. Endoskopi dimasukkan melalui mulut
pasien dan masuk ke dalam usus halus lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian
disuntikkan zat warna radioopak ke dalam saluran tersebut. Zat warna ini terlihat
pada foto rontgen. Bila pada rontgen tampak batu empedu, bisa dikeluarkan
dengan menggunakan endoskopi. Demikian juga pada MRCP (Magnetic
Resonance Cholangiopancreatography).

2.8. Kriteria Diagnosis


Berdasarkan guideline dari American College of Gastroenterology, diagnosis
pankreatitis akut dapat ditegakkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
 Diagnosis pankreatitis akut dapat ditegakkan dengan adanya dua atau lebih dari
tiga kriteria klinis sebagai berikut:
 nyeri abdomen pada epigastrik atau kuadran kanan atas yang tajam dan akut,
dapat menjalar ke punggung maupun dada
 peningkatan amilase dan/atau lipase serum sebanyak lebih dari tiga kali lipat
batas normal
 temuan karakteristik dari pencitraan abdomen
 Pencitraan CT dengan kontras (ECCT) dan/atau MRI pankreas hanyalah
dilakukan pada pasien dengan tampilan yang tidak jelas sehingga diagnosis sulit
ditegakkan atau pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikkan dalam 48-72
jam setelah perawatan adekuat.

2.9. Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari penyakit pankreatitis akut dapat meliputi perforasi
viscus misalnya pada ulkus peptikum, kolesistitis akut dan kolik bilier, obstruksi
intestinal akut, oklusi pembuluh darah mesenterik, infark miokard, kolik renalis,
maupun aneurisma aorta. Perforasi viscus dapat nampak dengan adanya udara
bebas intraperitoneal pada pencitraan. Kolesistitis akut dapat sulit dibedakan
dengan pankreatitis akut karena turut disertai dengan adanya peningkatan amilase
dan lipase. Nyeri yang berasal dari traktus biliaris biasanya berasal dari abdomen
kuadran kanan atas atau epigastrik dan onsetnya gradual. Untuk menyingkirkan
keluhan sistem bilier dapat digunakan bantuan pemeriksaan sonografi. Obstruksi
usus menyebabkan nyeri yang sifatnya kolik, menunjukkan tanda-tanda obstruksi
pada pemeriksaan fisik, serta dapat diperjelas melalui foto polos abdomen. Oklusi
pembuluh darah mesenterika biasanya terjadi pada pasien usia lanjut dan
menunjukkan diare yang berdarah, serta menunjukkan cairan serosanguinosa pada
pemeriksaan parasentesis.

2.10. Tata Laksana


Pada 85-90% kasus pankreatitis akut, penyakit tersebut bersifat self limited.
Tatalaksana yang diberikan dapat berupa:
1. Terapi suportif umum
a. Resusitasi cairan.
Resusitasi cairan harus segera dimulai secara dini karena sekuestrasi atau
pengurangan cairan sudah terjadi dalam 48 jam pertama. Diperlukan hidrasi
cairan secara agresif sebanyak 250–500 cc/jam dengan larutan isotonis (lebih
terpilih ringer laktat), hati-hati apabila ada komorbid penyakit jantung atau
ginjal. Kebutuhan cairan tubuh harus dinilai dengan interval 6 jam selama
24–48 jam dengan sasaran menurunnya angka BUN dan produksi urin adalah
> 0,5 ml/kg/jam (> 500 cc/24 jam). Hipovolemia dapat terjadi pada pasien
dengan pankreatitis akut akibat hilangnya ruang ketiga, muntah, diaforesis,
dan peningkatan permeabilitas karena mediator inflamasi.
b. Pemberian oksigen.
Pemberian oksigen dianjurkan untuk diberikan dalam 24-48 jam pertama.
Pemeriksaan AGD sebaiknya dilakukan pada pasien dengan saturasi oksigen
<95% atau jika terdapat gejala klinis kemungkinan hipoksemia.
c. Koreksi elektrolit dan kelainan metabolik.
d. Tatalaksana nyeri, dapat dilakukan dengan pemberian analgetik.
e. Nutrisi.
Pasien pankreatitis akut seringkali kesulitan makan karena mual dan nyeri.
Selain itu pemberian makan melalui enteral dapat meningkatkan sekresi
pankreas. Nutrisi pada fase awal dapat diberikan secara parenteral. Nutrisi
enteral (per oral ataupun selang nasogastrik) dapat segera diberikan apabila
mual, muntah, dan nyeri abdomen dapat diatasi atau dimulai sekitar hari
ketiga. Pada pemberian nutrisi enteral, makanan diberikan secara bertahap;
dapat dimulai dari diet cair atau lunak dan rendah lemak.
2. Terapi untuk mencegah komplikasi
a. Mengistirahatkan pankreas
Pemberian makanan tidak melalui jalur enteral. Pemberian antagonis reseptor
H2, proton pump inhibitor seperti pantoprazol, maupun dengan pemberian
somatostatin dan ocreotide. Ocreotide dapat digunakan untuk menekan
supresi kelenjar eksokrin pankreas degan dosis 450mcg/hari.
b. Intervensi
Untuk mengatasi komplikasi lokal pankreatitis akut berat: (1) ERCP dan
sfingterotomi untuk menghilangkan batu di duktus koledokus, (2)
kolesistektomi laparoskopi untuk mengangkat batu empedu, (3) drainase
cairan dengan kateter perkutan dengan panduan USG/CT scan atau
transluminal endoskopik, (4) nekrosektomi melalui transluminal endoskopik,
nekrosektomi transabdomen laparoskopi, atau debridemen retroperitoneal
yang dipandu dengan video, (5) laparotomi terbuka untuk evakuasi timbunan
cairan yang sudah dibungkus dengan kapsul yang tebal (walled–off).
Indikasi: pankreatitis nekrosis terinfeksi, pankreatitis nekrosis steril dengan
penyulit (misalnya obstruksi duktus koledokus, gastric outlet obstruction),
disfungsi multiorgan yang tidak membaik dengan terapi di ICCU,
pseudokista pankreas simptomatik, pankreatitis biliar akut dengan kolangitis,
pankreatitis akut dengan batu empedu.
3. Antibiotik profilaksis
Tindakan aspirasi jarum halus dilakukan sebagai dasar panduan pemberian
antibiotik, namun antibiotik empiris dapat segera diberikan seandainya tidak
dilakukan aspirasi jarum halus. Antibiotik broad spectrum yang mempunyai
penetrasi ke organ pankreas yaitu sefalosporin generasi III (cefoperazone
sulbactam, ceftazidime), karbapenem, kuinolon, metronidazol. Meropenem dan
imipenem terbukti dapat masuk ke jaringan pankreas yang nekrosis.
Berdasarkan data penelitian, antibiotika yang paling efektif adalah imipenem
yang diberikan dengan dosis 0,5 gr/8 jam secara intravena.
4. Tatalaksana komplikasi
Nekrosis pankreatik dapat dilakukan debridemen secara laparotomi. Jika bahan
nekrotik terutama bebentuk cair maka dapat dilakukan drainase laparoskopik,
endoskopik ataupun perkutan. Pada kasus terbentuknya pseudokista dapat
ditatalaksana secara konservatif (ukuran kurang dari 6 cm dan asimptomatik)
sedangkan pada kasus bergejala atau ukuran pseudokista besar, dapat dilakukan
tindakan aspirasi.
2.11. Komplikasi
Tabel sistem skor Marshall untuk menilai disfungsi organ:
Skor
Sistem organ
0 1 2 3 4
Respirasi
>400 301–400 201–300 101–200 ≤101
(Pa02/Fi02)
Ginjal
<1,4 1,4–1,8 1,9–3,6 3,6–4,9 >4,9
(SK; mg/dL)
Kardiovaskuler <90; respon(+) <90; respon(-) <90 <90
>90
(mmHg) dengan cairan dengan cairan pH <7,3 pH <7,2
Gagal/difungsi organ ditegakkan jika skor ≥2 minimal satu dari tiga sistem organ.

Komplikasi yang dapat menyertai pankreatitis akut dapat berupa komplikasi


lokal maupun sistemik. Komplikasi lokal meliputi:
 nekrosis pankreas,
 pengumpulan cairan berupa abses ataupun pseudokista pada pankreas,
 ascites, terjadi ketika sekresi pankreas menyebar ke rongga peritoneal
 jaundice obstruktif
Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi sekunder dari nekrosis jaringan atau
pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian biasanya disebabkan
nekrosis infeksi dan sepsis.
Komplikasi sistemik yang dapat menyertai penyakit ini berupa:
 hiperglikemia,
 komplikasi pulmonari,
 kardiovaskular, ataupun
 gastrointestinal.
Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan
pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal
ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran
cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%.
Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hipoalbuminemia, dan pelepasan kinin serta
sepsis. Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonal
berkembang ketika terjadi akumulasi cairan diantara rongga pleura dan menekan
paru, acute respiratory distress syndrome (ARDS) ini akan menahan pertukaran
gas, yang dapat menyebabkan hipoksemia. Pendarahan gastrointestinal terjadi
akibat ruptur pseudosit.

2.12. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB 3

KESIMPULAN

Pankreas merupakan organ yang istimewa karena mempunyai dua fungsi sekaligus
yaitu eksokrin dan endokrin. Pankreatitis akut atau radang akut pankreas merupakan
salah satu penyakit saluran pencernaan yang tidak jarang kita temui. Insidensinya
bahkan meningkat secara cukup signifikan. Hal ini mendorong pentingnya
kemampuan untuk mengenali penyakit ini berhubung penderita pankreatitis akut
biasanya datang dengan keluhan utama nyeri perut yang tentunya sangat lazim kita
temui dalam praktik klinis.
Meski pada kasus-kasus ringan penatalaksanaannya cenderung tidak spesifik,
pada kasus berat pankreatitis akut dapat menyebabkan berbagai komplikasi baik lokal
maupun sistemik. Komplikasi sistemik bahkan dapat menyebabkan sepsis dan
kegagalan multiorgan. Dalam penatalaksanaannya yang penting untuk pankreatitis akut
adalah mengatasi nyeri perut, manajemen penggantian cairan, dan pemberian nutrisi
pendukung. Selain itu juga diberikan antibiotika untuk profilaksis pada pankreatitis
nekrosis. Terapi intervensi dengan endoskopi maupun bedah juga perlu dilakukan pada
kondisi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tenner S,et al. American College of Gastroenterology Guideline :

Management of 
 Acute Pancreatitis. Am J Gastroenterol. America. 2013.

2. Banks et al. Practice Guideline in Acute Pancreatitis. America. Am J

Gastroenterol 
 2006;101:2379-2400. 


3. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Konsensus Nasional


Penatalaksanaan Pankreatitis Akut di Indonesia. Interna Publishing.
Jakarta:2011.
4. Suharjo JB, Cahyono B. Tatalaksana Terkini Pankreatitis Akut. Fakultas

Kedokteran 
 Universitas Gadjah Mada bagian Gastroenterohepatologi. Vol.

27 No.2. Yogyakarta. 
 2014;p43-50. 


5. UK Working Party on Acute Pancreatitis. UK Guidelines for the Management

of 
 Acute Pancreatitis. Gut 2005;54:1-9. 


6. Soetikno RD. Severe Acute Pancreatitis. Bagian Radiologi Fakultas

Kedokteran 
 Universitas Padjajaran Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin

Bandung. 2011;1-16. 


7. Kennichi S, et al. Nationwide Epidemiological Survey of Acute Pancreatitis in


Japan. Pancreas. 2011;40:503-507.
8. Longo DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th Ed. McGraw
Hill. New York:2012.
9. Kumar P, Clark M. Kumar & Clark’s Clinical Medicine. 8th Ed. Elsevier.
Edinburgh:2012
10. Wang GJ, et al. Acute Pancreatitis : Etiology and common pathogenesis. World
J Gastroenterol. 2009;15(12):1427-1430.
11. Banks PA, et al. Classification of acute pancreatitis – 2012: revision of the
Atlanta classification and definition by international consensus. Gut.
2013;62:102-111.
12. Yamada T. Principles of Clinical Gastroenterology. Wiley. New York:2011.
13. Sudoyo A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI. Interna Publishing.
Jakarta:2009.

Anda mungkin juga menyukai