Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

OVERDOSIS

OLEH :

KELOMPOK 1

KELAS III A KEPERAWATAN

ELEN TRIANANDA DESI TRIUTAMI


SINTIA MADINA MERY KRISTIN
LIVERNI DESTALIA MOH. HAMID
ARIF RONI MOH. AL-GHAZI
ENJI VISCHATALIA SISKA
FADLI Y MULYANA
FARID WIDODO MUNIFA
MIFTAHUL JANNAH SUMITRO
VINDI ADELANDI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes WIDYA NUSANTARA PALU

2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN OVERDOSIS “ dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Kegawatdaruratan.
Dengan segala kerendahan hati Penulis selaku penyusun tugas ini menyadari
bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan tugas yang serupa dimasa yang akan datang.
Demikian, Semoga segala yang tertulis di dalam tugas ini bermanfaat,
selebihnya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Palu, Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL ...............................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................4
B. Tujuan .........................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Medis
1. Definisi .................................................................................6
2. Etiologi .................................................................................6
3. Patofisiologi ..........................................................................6
4. Manifestasi klinis ..................................................................7
5. Pemeriksaan Penunjang ........................................................7
6. Penatalaksanaan.................................................................... 7
7. Komplikasi ..........................................................................10
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian ...........................................................................10
2. Diagnosa Keperawatan .......................................................15
3. Intervensi ............................................................................15
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ........................................................................22
B. SARAN .....................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karena ingin cepat sembuh kadang kala orang yang sakit mengonsumsi obat
berlebih. Tentu saja ini berbahaya. Penggunaan obat secara berlebihan atau
melebihi dosis yang ditentukan tidak akan memberikan manfaat bagi kesehatan,
tapi justru memicu munculnya gangguan kesehatan yang lain.Hal ini karena obat
bisa menjadi racun jika digunakan secara tidak tepat.
Jika obat yang dikonsumsi tidak membuat penyakitnya sembuh atau membaik
setelah dikonsumsi beberapa kali, sebaiknya hentikan penggunaannya. Dan
sebaiknya tidak mencoba untuk menambahkan dosis sendiri tanpa adanya nasihat
dari dokter karena memicu terjadinya overdosis. Jadi overdosis terjadi ketika
seseorang menggunakan terlalu banyak obat (kombinasi dari sejumlah obat).
Overdosis mempengaruhi tubuh kita khususnya otak, hati, jantung, paru-paru dan
ginjal. Jika ini terjadi maka tubuh akan kehilangan kemampuan untuk
mengantisipasi obat yang bersangkutan.
Penggunaan obat secara overdosis umumnya ditemukan pada obat sakit
kepala. Gejala yang muncul termasuk pingsan, berhenti bernafas, atau kegagalan
jantung, semuanya bisa mengakibatkan kematian. Sedangkan jika overdosis yang
terjadi pada obat antibiotik maka bisa menyebabkan kuman menjadi kebal atau
resisten sehingga dibutuhkan obat antibiotik lainnya dengan dosis yang lebih
tinggi. Tapi kasus overdosis bisa terjadi pada obat apapun.
B. Tujuan
1. Mengetahui Dan Memahami Definisi Dari Overdosis
2. Mengetahui Dan Memahami Etiologi dari Overdosis
3. Mengetahui Dan Memahami Gejala dari Overdosis
4. Mengetahui Dan Memahami Patofisiologi dari Overdosis
5. Mengetahui Dan Memahami Manifestasi Overdosis

4
6. Mengetahui Dan Memahami Penatalaksanaan dari Klien yang mengalami
Overdosis
7. Mengetahui Dan Memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Overdosis

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Medis
1. Definisi
Overdosis (OD) adalah mengkonsumsi obat berlebihan.Overdosis
adalah keadaan dimana seseorang mengalami ketidaksadaran akibat
menggunakan obat terlalu banyak, Ketika batas toleransi tubuh dalam
mengatasi zat tersebut terlewati (melebihi toleransi badan) maka hal ini dapat
terjadi.
Overdosis (OD) atau kelebihan dosis terjadi apabila tubuh
mengabsorbsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya (lethal doses).
Biasanya, hal ini terjadi akibat adanya proses toleransi tubuh terhadap obat
yang terjadi terus menerus, baik yang digunakan oleh para pemula maupun
para pemakai yang kronis.

2. Etiologi
OD ( overdosis) atau kelebihan dosis terjadi karena beberapa hal:
a. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi
putaw hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium,
megadom/ BK, dll.
b. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya
jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi
apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya
kemungkinan besar terjadi OD.
c. Kualitas barang dikonsumsi berbeda.

6
3. Patofisiologi
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan
akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung
pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi
pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila
berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi
bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok
mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan
hipotermia. Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan
hipoksia.

4. Manifestasi Klinis
a. Tidak merespon pada sentuhan atau suara
b. Wajah pucat atau membiru
c. Tubuh dingin dan kulit lembab
d. Bernafas tetapi sangat lambat, kira-kira 2-4 kali dalam 1 menit
e. Keluar busa pada mulut
f. Sakit atau seperti ada tekanan yang sangat kuat di dada
g. Menggigil
h. Keringat dingin mengalir deras (keringat jagung)
i. Pingsan
j. Kejang-kejang
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktifitas kelenjar
ludah, keringat dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas.
Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut,
tremor pada lidah, pupil miosis.
Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut,
hipersaliva, hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi.

7
Keracunan berat : diare, pupil pint-poin, reaksi cahaya negatif,sesak nafas,
sianosis, edema paru. Inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade
jantung akhirnya meningal.

5. Pemeriksaan Penunjang
Satu-satunya diagnosis pasti keracunan diperoleh melalui analisis
laboratorium. Bahan analisis dapat berasal dari cairan tubuh, cairan lambung,
atau urin. Pemeriksaan penyaring yang cepat dan sederhana menggunakan
kromatografi lapisan tipis dapat dilakukan pada 90% keracunan umum yang
terjadi.

6. Penatalaksanaan
a. Pencegahan Primer (pencegahan dini)
Ditujukan kepada individu yang sama sekali belum terpengaruh
penyalagunaan dan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :
1) Penyuluhan tatap muka dalam bentuk ceramah dan diskusi, sarasehan,
seminar
2) Pelayanan dan penyebaran informasi yang benar melalui media cetak
(surat kabar, majalah, buletin, leaflet, booklets, dll) dan media
elektrolit (televisi, radio, website dll)
3) Penyuluhan dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya
penyalahgunaan Napza dalam kegiatan-kegiatan KB, PKK, Kesehatan,
Gizi Keluarga, Pertanian dll
4) Penyuluhan dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya
penyalahgunaan Napza kedalam pendidikan agama, moral dan hukum,
serta dalam kurikulum SLTP dan SLTA
5) Melalui kegiatan-kegiatan alternatif antara lain olaraga, perlombaan,
kesenian, keagamaan, bakti sosial, pramuka dll
b. Pencegahan Sekunder (pencegahan kerawanan)

8
Ditujukan kepada individu yang rawan terhadap pengaruh penyalah
gunaan. Untuk mencegah perluasan pengaruh dilaksanakan dalam bentuk
kegiatan :
1) Penyuluhan dengan ceramah, sarasehan, diskusi, pementasan
drama/film, peningkatan bakat (olaraga dan kesenian), keagamaan dan
kegiatan sosial
2) Pelayanan dan penyebaran informasi yang benar melalui media cetak
(surat kabar, majalah, buletin, leaflet, booklets dll) dan media
elektronik (televisi, radio, website dll)
3) Tindakan emergency dilakukan jika pada saat klien atau individu yang
mengalami overdosis segera lakukan tindakan berikut :
a) Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
b) Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak
bernafas spontanatau pernapasan tidak adekuat.
c) Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan
perbaiki perfusi jaringan.
d) Disability : Mengecek status neurologis
e) Exposure : Enviromental control, buka baju penderita, tapi cegah
hipotermia
4) Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknyausaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai
menunda usaha usahapenyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.

5) Eliminasi racun
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:

9
a) Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam
pertama sesudah menelan bahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam
tidak perlu dilakukan rangsang muntah kecuali bila bahan beracun
tersebut mempunyai efek yang menghambat motilitas
(memperpanjang pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat
dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau
dinding belakang faring, atau dapat dilakukan dengan pemberian obat-
obatan :
 Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
 Apomorphine, sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir
100%, dapat menyebabkan muntah dalam 2 - 5 menit. Dapat
diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
 Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti camphor,
produk-produk yang mengandung halogenat atau aromatik, logam
berat dan pestisida. Keracunan bahan korossif Keracunan bahan -
bahan perangsang CNS (CNS stimulant, seperti strichnin).
 Penderita kejang
 Penderita dengan gangguan kesadaran
b) Bilas Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 4 jam sesudah
menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat
menghambat pengosongan lambung. Kumbah lambung seperti pada
rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :
 Keracunan bahan korosif
 Keracunan hidrokarbon
 Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita-
penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi
dengan cara pemasangan pipa endotracheal.

10
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri,
kemudian di masukkan pipa orogastrik dengan ukuran yang sesuai
dengan pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam
fisiologis (normal saline/ PZ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang
berulang-ulang sampai bersih
c) Pemberian Norit (activated charcoal) Jangan diberikan bersama obat
muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 – 60 menit
sesudah emesis.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
 Obat-obat analgesik/ anti inflammasi : acetamenophen, salisilat,
anti inflamasi non steroid, morphine, propoxyphene.·
 Anticonvulsants/ sedative : barbiturat, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.·
 Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine,
digitalis, quinine, theophylline, cyclic anti –depressants Nori ttidak
efektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida, asam basa kuat dan
alkohol.
 Catharsis Efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan
bila ada gagal ginjal, diare yang berat (severe diarrhea), ileus
paralitik atau trauma abdomen.
 Diuretika paksa (Forced diuretic) Diberikan pada keracunan
salisilat dan phenobarbital (alkalinisasi urine). Tujuan adalah
untuk mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam, hati-hati jangan
sampai terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari
elektrolit serum pada pemberian diuresis paksa. Kontraindikasi :
udema otak dan gagal ginjal

11
d) Pemberian antidotum kalau mungkin
Pengobatan supportif pemberian cairan dan elektrolit perhatikan
nutrisi penderita pengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia,
kelainan elektrolit dsb).

c. Pencegahan Tersier (pencegahan kekambuhan)


Ditujukan kepada individu yang pernah menjadi korban pengguna dan
telah ” Sembuh” dari ketergantungan.
Untuk mencegah kambuhnya kembali mantan pengguna yang perlu
dilakukan adalah menumbuhkan niat dan tekat yang kuat untuk tidak lagi
menjadi pegguna dan kiat-kiat yang dapat dilakukan adalah:
1) Hindari teman pengguna Napza
2) Dalami spiritual
3) Diperlukan dukungan dan perhatian keluarga

7. Komplikasi
a. Gagal ginjal
b. Kerusakan hati
c. Gangguan pencernaan
d. Gangguan pernafasan

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan
nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa. Adanya gangguan asam basa,
keadaan status jantung, status kesadaran.
Riwayat kesadaran : Riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa
lama diketahui setelah keracunan ada masalah lain sebagai pencetus
keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.

12
Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih
dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah
yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei
sekunder. Tahapan kegiatan meliputi :
 A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
disertai control servikal
 B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekuat
 C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan
 D: Disability, mengecek status neurologis
 E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita, tapi cegah
hipotermia.
Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang
mengancam nyawa pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai
dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam
tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik).Apabila teridentifikasi henti
nafas dan henti jantung maka resusitasi harus segera dilakukan.
Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka pertama
kali amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan pindahkan pasien ke
tempat yang aman. Selanjutnya posisikan pasien ke dalam posisi netral
(terlentang) untuk memudahkan pertolongan.
Penilaian airway dan breathing dapat dilakukan dengan satu gerakan
dalam waktu yang singkat dengan metode LLF (look, listen dan feel).
a. AIRWAY
Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji
kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer
dengan paru-paru. Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat

13
benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret
dan jatuhnya lidah ke belakang.
Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal,
barangkali terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk
membebaskan jalan nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan
chin lift.
Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :
 Sianosis (mencerminkan hipoksemia)
 Retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
 Pernafasan cuping hidung
 Bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
 Tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas
atau henti nafas)
b. BREATHING
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas
secara adekwat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran
gas, terutama masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme
tubuh. Inspirasi dan ekspirasi merupakan tahap ventilasi pada proses
respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan
diafragma. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :
 Pergerakan dada
 Adanya bunyi nafas
 Adanya hembusan/aliran udara
c. CIRCULATION
Sirkulasi yang adekuat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan
pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi
tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler. Status hemodinamik dapat
dilihat dari :

14
 Tingkat kesadaran
 Nadi
 Warna kulit
Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri
karotis dan arteri femoral.
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
b. Penurunan kesadaran  berhubungan dengan depresi sistem saraf  pusat
c. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
e. Hipotermia berhubungan dengan depresi mekanisme pengaturan suhu
tubuh
a. Diagnosa prioritas
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distress
pernapasan
2) Penurunan kesadaran  berhubungan dengan depresi sistem saraf 
pusat
3) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan
metabolisme

3. Intervensi dan Rasional

DIAGNOSA NOC / KRITERIA NIC / INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Tujuan: 1. Observasi tanda-
pola nafas Pola napas efektif. tanda vital.Rasional :
berhubungan Kriteria hasil:  Untuk mengetahui
dengan distress  Napas sesuai dengan keadaan umum
pernafasan irama ventilator. pasien dalam
 Volume napas menentukan tindakan
adekuat. selanjutnya

15
 Alarm tidak 2. Berikan O2 sesuai
berbunyi. anjuran dokter
Rasional : Terapi
oksigen
meningkatkan suplai
oksigen ke jantung
3. Jika pernafasan
depresi ,berikan
oksigen(ventilator)
dan lakukan suction
Rasional :  Ventilator
bisa membantu
memperbaiki depresi
jalan napas
4. Berikan kenyamanan
dan istirahat pada
pasien dengan
memberikan asuhan
keperawatan
individual
Rasional :
Kenyamanan fisik
akan memperbaiki
kesejahteraan pasien
dan mengurangi
kecemasan,istirahat
mengurangi
komsumsi oksigen
miokard
2. Penurunan Tujuan : Setelah 1. Monitor vital sign
kesadaran  dilakukan tindakan tiap 15 menit
berhubungan dengan perawatan diharapkan Rasional : bila ada
depresi sistem saraf  dapat mempertahankan perubahan yang
pusat tingkat kesadaran klien bermakna
(komposmentis) merupakan indikasi
penurunan kesadaran
2. Catat tingkat

16
kesadaran pasien
Rasional : Penurunan
kesadaran sebagai
indikasi penurunan
aliran darah otak.
3. Kaji adanya tanda-
tanda distress
pernapasan,nadi
cepat,sianosis dan
kolapsnya pembuluh
darah
Rasional : Gejala
tersebut merupakan
manifestasi dari
perubahan pada otak,
ginjal, jantung dan
paru.
4. Monitor adanya
perubahan tingkat
kesadaran
Rasioanal : Tindakan
umum yang
bertujuan untuk
keselamatan hidup,
meliputi resusitasi :
Airway, breathing,
sirkulasi
5. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian anti
dotum
Rasional : Anti
dotum (penawar
racun) dapat
membantu
mengakumulasi
penumpukan racun

17
3. Gangguan ventilasi Kriteria Hasil : 1. Pantau tanda-tanda
spontan berhubungan  Respon alergi vital paien setiap 15
dengan gangguan sistemik : tingkat menit sampai 1 jam.
metabolisme keparahan respons Rasional : Untuk
hipersensitivitas mendeteksi takipnea
imun sistemik dan takikardia
terhadap antigen sebagai indikator
lingkungan awal terjadinya
(eksogen) distres pernapasan.
 Respons ventilasi 2. Pantau
mekanis : pertukaran pengembangan
alveolar dan perfusi hidung pasien,
jaringan di dukung perubahan
oleh ventilasi kedalaman dan pola
mekanik pernapasan.
 Status pernafasan penggnaan otot
Pertukaran Gas: bantu napas dan
pertukaran CO2 atau sianosis.
O2 di alveolus untuk Rasional : Untuk
mempertahankan mendeteksi tanda
konsentrasi gas distres pernapasan
darah arteri dalam berat.
rentang normal 3. Pantau kadar gas
 Status pernafasan darah pasien dan
ventilasi : segerra laporkan jika
pergerakan udara terjadi
keluar masuk penyimpangan.
paruadekuat Rasional : Untuk
 Tanda vital : tingkat menentukan
suhu tubuh, nadi, perlunya perubahan
pernafasan, tekanan regiman teraupetik.
darahdalam rentang 4. pantau kadar
normal hemoglobin dan
 Menerima nutrisi hematokrit pasien.
adekuat sebelum, Rasional :  Kadar
selama, dan setelah hemoglobin dan
proses penyapihan hematokrit yang

18
dari ventilator rendah
mengindikasikan
penurunan kapasitas
oksigen dalam darah.
5. Pada saat
memberikan bantuan
oksigen mulailah
konsentrasi yang
terkecil yang
diperlukan.
Rasional : Untuk
membuat pasien
nyaman untuk
menghindari
toksisitas oksigen.
6. Tempatkan pasien
pada posisi
fowler.Rasional :
Untuk meningkatkan
kenyamanan dan
meningkatkan
ekspansi dada dan
naik turunnya
diafragma Sehingga
menurunnya kinerja
pernapasan.
4. Kekurangan volume Kreteria hasil : 1. Identifikasi
cairan berhubungan kemungkinan
dengan kehilangan  Turgor kulit elastic penyebab
cairan aktif ( skala 5 )
ketidakseimbangan
 Intake dan output
cairan seimbang elektrolit.
( skala 5 ) Rasional :
 Membrane mucus mengetahui
lembab ( skala 5 ) penyebab untuk
 Vital signs klien menentukan
dalam rentang intervensi
normal (BP : 120/80 penyelesaian
mmHg, RR : 15-20

19
x/menit, HR : 60-100 2. Monitor adanya
x/menit, suhu klien kehilangan cairan
36,5-37,5 dan elektrolit.
Rasional :
mengetahui keadaan
umum pasien
3. Monitor adanya
mual,muntah.
Rasional :
mengurangi risiko
kekurangan voume
cairan semakin
bertambah.
4. Monitor status
hidrasi ( membran
mukus, tekanan
ortostatik,
keadekuatan denyut
nadi ).
Rasional :
mengetahui
perkembangan
rehidrasi.
5. Monitor keakuratan
intake dan output
cairan.
Rasional : Monitor
keakuratan intake
dan output cairan.
5. Hipotermia Kreteria hasil : 1. Monitor suhu
 Suhu tubuh dalam minimal tiap 2 jam
berhubungan dengan
rentang normal 2. Rencanakan
depresi mekanisme  Nadi dan RR dalam monitoring suhu
rentang normal secara kontinyu
pengaturan suhu tubuh
3. Monitor TD, nadi,
dan RR
4. Monitor warna dan
suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda

20
hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negatif dan
kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dan
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik
jika perlu

21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Overdosis (OD) atau kelebihan dosis terjadi apabila tubuh
mengabsorbsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya (lethal doses).
Biasanya, hal ini terjadi akibat adanya proses toleransi tubuh terhadap obat
yang terjadi terus menerus, baik yang digunakan oleh para pemula maupun
para pemakai yang kronis.Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem
saraf pusat dengan akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi
pernapasan.

B. SARAN
Saran untuk askep ini yaitu kekurangan referensi karena keterbatasan
buku dan jurnal.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/238210589/Askep-Overdosis-Jadi

http://www.artikelkeperawatan.info/artikel/asuhan-keperawatan-gawat-
darurat-pada-kondisi-pasien-overdosis-obat.html

http://health.detik.com/read/2012/10/04/130910/2054473/1407/pertolongan-
pertama-pada-overdosis-penyalahgunaan-obat

23

Anda mungkin juga menyukai