Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TOKSIKOLOGI

TENTANG
FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN MENGENAI
PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN
KATEGORI BERESIKO

DISUSUN OLEH :

NAMA : EGA PRATIWI


NIM : 482011805029
KELAS : 4.A S1Farmasi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sebagai penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas
Toksikologi yaitu pemberian obat pada lansia
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas Toksikologi
Dalam penulisan Makalah ini, kami banyak mendapatkan bimbingan baik secara
langsung maupun tidak langsung, untuk itu kepada semua pihak kami sebagai penulis
mengucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat
kesalahan dan keterbatasan oleh kemampuan dan waktu, sehingga memiliki kekurangan dan
belum mencapai kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun dari kawan-kawan sangat
penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan Makalah ini. Semoga Makalah yang
sederhana ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita semua, Amin.

PALEMBANG , April 2020

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................... 2

DAFTAR ISI .............................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 5

2.1. Teori penuaan .................................................................... 5

2.2. Perubahan perubahan fisik ................................................. 5


2.3. Penggunaan obat pada lansia............................................. 9

2.4. Dosis obat untuk penderita geriatrik.................................. 10

2.5. Distribusi............................................................................ 10

2.6. Metabolisme....................................................................... 10

2.7. Tujuh penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para

lanjut usia......................................................................... 11

2.8. Obat-obatan yang sering diresepkan pada lansia dan

pertimbangan pemakaian................................................... 13

BAB III PENUTUP................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 20

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (1).
Pemberian obat atau terapi untuk kaum lansia memang menghasilkan banyak
masalah karena beberapa obat sering beinteraksi. Kondisi patologi pada golongan usia
lanjut, cenderung membuat lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan
dengan pasien yang lebih muda sehingga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami
efek samping dan interaksi obat yang merugikan.
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian
obat sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus
pada seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan
dengan diagnosis yang diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti
terjadi interaksi obat yang sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan
hospitalisasi atau kematian. Kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah
berusia lanjut yang biasanya menderita lebih dari satu penyakit.
Perlu penetapan terapi yang tepat bagi pasien dengan usia lanjut. Komplikasi yang
banyak terjadi pada pasien usia lanjut yang disertai dengan menurunnya kemampuan
fungsi organ inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengetahui terapi pengobatan
yang paling tepat bagi pasien usia lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pola peresepan terbaik dengan memperhatikan aspek farmakologi,
farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat yang diberikan terhadap pasien lanjut
usia.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
 Mengetahui konsep dasar pemakaian obat.
 Memahami prinsip dan aspek farmakologi pengobatan bagi pasien lanjut usia.
 Mengetahui farmakokinetik pengobatan bagi pasien lanjut usia beserta
interaksinya.
 Mengetahui farmakokinetik pengobatan bagi pasien lanjut usia beserta
interaksinya.
 Mengetahui bentuk sediaan obat terbaik yang bisa digunakan bagi pasien lanjut
usia.

1.4 Manfaat

Menambah pengetahuan tentang pengobatan terbaik bagi pasien lanjut usia yang
memperhatikan berbagai aspeknya terkait dengan farmakoterapi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori penuaan

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan


jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (nugroho,
2000)
2.1.1 Batas-batas lanjut usia.
1. Batasan usia menurut who meliputi :
- usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
- lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
- lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun
- usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
2. Menurut uu no. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :
“seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang
bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.
Saat ini berlaku uu no. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai
berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
2.2. Perubahan-perubahan fisik
1. Sel.
 Lebih sedikit jumlahnya.
 Lebih besar ukurannya.
 Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
 Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
 Jumlah sel otak menurun.
 Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
 Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2. Sistem persarafan.
 Berat otak menurun 10-20%. (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap
harinya).
 Cepatnya menurun hubungan persarafan.
 Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
 Mengecilnya saraf panca indra.berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.
 Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem pendengaran.
 Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas umur 65 tahun.
 Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .
 Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
 Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan
jiwa/stres.
4. Sistem penglihatan.
 Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
 Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
 Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
 Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
 Hilangnya daya akomodasi.
 Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
 Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem kardiovaskuler.
 Elastisitas dinding aorta menurun.
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
 Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk
ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing
mendadak.
 Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

6. Sistem pengaturan temperatur tubuh.


 Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat metabolisme
yang menurun.
 Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya
aktivitas otot menurun.
7. Sistem respirasi
 Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
 Menurunnya aktivitas dari silia.
 Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
 Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
 Kemampuan untuk batuk berkurang.
 Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
8. Sistem gastrointestinal.
 Kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
 Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah
terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
 Eosephagus melebar.
 Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
 Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
 Daya absorbsi melemah.
9. Sistem reproduksi.
 Menciutnya ovari dan uterus.
 Atrofi payudara.
 Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
 Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi
kesehatan baik.
 Selaput lendir vagina menurun.
10. Sistem perkemihan.
 Ginjal
 Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah
yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
 Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan
terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
11. Sistem endokrin.
 Produksi semua hormon menurun.
 Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya bmr (basal metabolic rate), dan
menurunnya daya pertukaran zat.
 Menurunnya produksi aldosteron.
 Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan
testosteron.
12. Sistem kulit ( sistem integumen )
 Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
 Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta
perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
 Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
 Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
 Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi
2.3. Penggunaan obat pada lansia
dipengaruhi oleh:
 kemampuan metabolisme hati
 fungsi ginjal
 protein plasma
 bb, lemak, dan cairan tubuh
 sensitivitas reseptor
 penurunan produksi asam lambung
 penurunan motilitas usus
 multidrug therapy

2.4. Dosis obat untuk penderita geriatrik


Pada umumnya kecepatan absorbsi obat lebih lambat pada lansia dari pada dewasa
muda karena faktor2 berikut:
1. Berkurangnya sekresi getah lambung sehingga kecepatan disolusi sediaan tablet & kapsul
Menurun , juga kadar ionisasi obat.
2. Perubahan mukosa g.i. dapat memperlambat transpor aktif obat
3. Perubahan kecepatan pengosongan lambung, motilitas usus , menurunnya aliran darah ke
Mesenterik

2.5. Distribusi
Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan
tubuh dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi pada
beberapa obat dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan sel darah merah
dan jaringan tubuh termasuk organ target. Pada usia lanjut terdapat penurunan yang
berarti pada massa tubuh tanpa lemak dan cairan tubuh total, penambahan lemak tubuh
dan penurunan albumin plasma. Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia
yang sehat dapat lebih menjadi berarti bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk
atau sangat lemah. Selain itu juga dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas
dan aktif pada beberapa obat dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi
eliminasi lebih cepat.

2.6. Metabolisme
Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan cara
penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh
kecepatan ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya membuat obat
menjadi lebih larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang aktif atau dengan
ekskresi metabolitnya oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati,
antara lain melalui ambilan (uptake) oleh reseptor di hati dan melalui metabolisme
sehingga bersihannya tergantung pada kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada
usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan ekskresi
obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol.
Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya
obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya
berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga
dengan bersihan kreatinin). Misalnya, digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida.
Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal
sehingga kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang
yang lebih muda. Akan tetapi, kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi
glomerolusnya tetap normal. Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia
dan obat semacam penicilin dan litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal,
mengalami penurunan faali glomerolus dan tubulus (3).

2.7. Penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia

a. Osteo Artritis (OA)

OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang
mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA merupakan
penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi risikonya karena trauma,
penggunaan sendi berulang dan obesitas.

 Terapi :
- Osteoartritis : analgesik/ AINS
- Artritis : AINS
- Rematik polimialgia : analgesik, AINS, kortikosteroid
- Gout : kolkisin , AINS, allupurinol, urikosurik

b. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau kepadatan
tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada percepatan kehilangan
tulang selama dua dekade pertama setelah menopause, sedangkan tipe II adalah hilangnya
masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya produksi vitamin D.

 Terapi :
- menopause untuk mencegah osteoporesis (estradiol 1-2mg/hari)
- Klimakterik : (estrogen + androgen)

c. Hipertensi

Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena
menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat
memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal
jantung, dan gagal ginjal

 Terapi :
- Tiazid
- Betabloker
- Prazosin
- Reserpin
- Nipedipin
- Tiazid + betabloker

d. Diabetes Mellitus

Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah
masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang menjadi
diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan 200 mg/dl dan
kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan yang buruk, kurang
olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia
berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak
berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang
lambat sembuh.

 Terapi :
- Diabetes dengan diet, pengurangan BB
- Sulfonilurea jika diet gagal
- Insulin jika sulfoniurea gagal atau terjadi keton urea
e. Dimensia

Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual dan
daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari.
Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut. Adanya
riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular/pembuluh darah (hipertensi, diabetes,
kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia juga
kerap terjadi pada wanita dan individu dengan pendidikan rendah.
f. Penyakit jantung koroner

Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung


terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga
kebingungan.

 Terapi :
- Terapi awal jantung kronis : tiazid lebih banyak digunakan
- Hipokalemia : preparat K/pisang/jeruk
g. Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel mengalami
perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah ini
mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi menjalankan fungsi
normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari yang ringan
sampai berubah sama sekali dari keadaan awal (kanker). Kanker merupakan penyebab
kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama adalah usia.
Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk
timbul kanker meningkat.

2.8 Obat-obatan yang sering diresepkan pada lansia dan pertimbangan pemakaian

1. Obat-obat sistem saraf pusat         

 Sedativa-hipnotika                          

Mengingat sering diresepkannya obat-obat golongan sedativa-hipnotika pada pasien


usia lanjut, maka efek samping obat golongan ini yang diketahui maupun tidak diketahui oleh
pasien relatif lebih sering terjadi. Pasien merasa tidak enak badan setelah bangun tidur (dapat
terjadi sepanjang hari), sempoyongan, gelisah, kekakuan dalam bicara dan kebingungan
beberapa waktu sesudah minum obat. Sebagai contoh, waktu paruh beberapa obat golongan
benzodiazepin dan barbiturat meningkat sampai 1,5 kali. Namun lorazepam dan oksazepam
mungkin kurang begitu terpengaruh oleh perubahan ini. Efek samping yang perlu diamati
pada penggunaan obat sedativa-hipnotika antara lain adalah ataksia. Diazepam tablet,
nitrazepam, flurazepam menyebabkan depresi susunan syaraf meningkat.Fungsi tubulus juga
memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam litium, yang secara aktif disekresi
oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dan tubulus.
Anastetik       

·         opiod menimbulkan efek yang sangat nyata pada susunan syarat pusat

Antidepresan trisiklik

·         amitriptyline, amoxapine, imipramine, lofepramine, iprindole, protriptyline, dan


trimipramine menyebabkan dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.

Obat saraf skizoprenia        

·         fenotiazin ( mis : Klorpromazin) menyebabkan Hipotensi postural, hipotermia

Relaksan otot polos, anti spasmodic

·         Atropin sulfat tablet menyebabkan efek samping yang terjadi kadang-kadang kebingungan
(biasanya pada usia lanjut)

Analgetika                             

            Dengan menurunnya fungsi respirasi karena bertambahnya umur, maka kepekaan


terhadap efek respirasi obat-obat golongan opioid (analgetika-narkotik) juga meningkat. Jika
tidak sangat terpaksa dan indikasi pemakaian tidak terpenuhi, maka pemberian analgetika-
narkotik pada usia lanjutnya hendaknya dihindari Antidepresansia:

            Obat-obat golongan antidepresan trisiklik yang cukup banyak diresepkan ternyata


sering menimbulkan efek samping pada usia lanjut, yang antara lain berupa mulut kering,
retensi urin, konstipasi, hipotensi postural, kekaburan pandangan, kebingungan, dan aritmia
jantung. Jika terpaksa diberikan, maka sebaiknya dimulai dari dosis terendah, misalnya
imipramin 10 mg pada malam hari. Selain itu diperlukan pula pemantauan yang terus
menerus untuk mencegah kemungkinan efek samping tersebut.

Analgesik golongan narkotika

- Petidin dapat memproduksi metabolit aktif, sehingga obat ini juga perlu diberi dalam
dosis lebih kecil pada lansia.

Analgesik antipretik

- Aspirin menambah intensitas perdarahan,waspadai penggunaan tramadol tablet pada


lansia
Analgesik antipiretik antiinflamasi  :

- Waspadai penggunaan asam mefenamat pada lansia


- Ibuprofen (lansia memerlukan dosis yang lebih rendah karena metabolisme tubuh
mereka tidak lagi bekerja cepat sehingga mereka cenderung mempertahankan obat
penghilang rasa sakit lebih lama dalam tubuh)

2. Obat-obat kardiovaskuler

 Antihipertensi                                  

            Pengobatan hipertensi pada usia lanjut sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal
pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut keterlibatan
pasien secara terus menerus dalam proses terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya
jangka panjang. Jika terapi non-obat dirasa masih memungkinkan, pembatasan masukan
garam, latihan (exercise), dan penurunan berat badan, serta pencegahan terhadap faktor-
faktor risiko hipertensi (misalnya merokok dan hiperkholesterolemia) perlu dianjurkan bagi
pasien dengan hipertensi ringan. Namun jika yang dipilih adalah alternatif pengobatan, maka
hendaknya dipertimbangkan pula hal-hal berikut:

 • penyakit lain yang diderita (associated illness)

 • obat-obat yang diberikan bersamaan (concurrent therapy)

 • biaya obat (medication cost), dan

 • ketaatan pasien (patient compliance).

Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan
ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol. Antihipertensi
(penghambat adrenergic). Pilihan pertama yang dianjurkan adalah diuretika dengan dosis
yang sekecil mungkin. Efek samping hipokalemia dapat diatasi dengan pemberian suplemen
kalium atau pemberian diuretika potassium-sparing seperti triamteren dan amilorida.
Kemungkinan terjadinya hipotensi postural dan dehidrasi hendaknya selalu diamati. Jika
diuretika ternyata kurang efektif, pilihan selanjutnya adalah obat-obat antagonis beta-
adrenoseptor (beta bloker).

            Untuk penderita angina atau aritmia, beta blocker cukup bermanfaat sebagai obat
tunggal, tetapi jangan diberikan pada pasien dengan kegagalan ginjal kongestif,
bronkhospasmus, dan penyakit vaskuler perifer. Pengobatan dengan beta-1-selektif yang
mempunyai waktu paruh pendek seperti metoprolol 50 mg 1-2x sehari juga cukup efektif
bagi pasien yang tidak mempunyai kontraindikasi terhadap pemakaian beta-blocker. Dosis
awal dan rumat hendaknya ditetapkan secara hati-hati atas dasar respons pasien secara
individual.

            Vasodilator perifer seperti prazosin, hidralazin, verapamil dan nifedipin juga


ditoleransi dengan baik pada usia lanjut, meskipun pengamatan yang seksama terhadap
kemungkinan terjadinya hipotensi ortostatik perlu dilakukan. Meskipun beberapa peneliti
akhir-akhir ini menganjurkan kalsium antagonis, seperti verapamil dan diltiazem untuk usia
lanjut sebagai obat lini pertama. Tetapi mengingat harganya relatif mahal dengan frekuensi
pemberian yang lebih sering, maka dikhawatirkan akan menurunkan ketaatan pasien.
Prazosin, suatu α1 adrenergic blocker, dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.

Obat-obat antiaritmia                     

Pengobatan antiaritmia pada usia lanjut akhir-akhir ini semakin sering dilakukan
mengingat makin tingginya angka kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok ini.
Namun demikian obat-obat seperti disopiramida sangat tidak dianjurkan, mengingat efek
antikholinergiknya yang antara lain berupa takhikardi, mulut kering, retensi urin, konstipasi,
dan kebingungan. Pemberian kuinidin dan prokainamid hendaknya mempertimbangkan dosis
dan frekuensi pemberian, karena terjadinya penurunan klirens dan pemanjangan waktu paruh.

 Glikosida jantung                            

            Digoksin merupakan obat yang diberikan pada penderita usia lanjut dengan kegagalan
jantung atau aritmia jantung. Intoksikasi digoksin tidak jarang dijumpai pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal, khususnya jika kepadapasien yang bersangkutan juga diberi
diuretika. Gejala intoksikasi digoksin sangat beragam mulai anoreksia, kekaburan
penglihatan, dan psikosis hingga gangguan irama jantung yang serius. Meskipun digoksin
dapat memperbaiki kontraktilitas jantung dan memberi efek inotropik yang menguntungkan,
tetapi kemanfaatannya untuk kegagalan jantung kronis tanpa disertai fibrilasi atrial masih
diragukan. Oleh sebab itu, mengingat kemungkinan kecilnya manfaat klinik untuk usia lanjut
dan efek samping digoksin sangat sering terjadi, maka pilihan alternatif terapi lainnya perlu
dipetimbangkan lebih dahulu. Diuretika dan vasodilator perifer sebetulnya cukup efektif
sebagian besar penderita.
3. Antibiotika

Prinsip-prinsip dasar pemakaian antibiotika pada usia lanjut tidak berbeda dengan
kelompok usia lainnya. Yang perlu diwaspadai adalah pemakaian antibiotika golongan
aminoglikosida dan laktam, yang ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi ginjal
karena usia lanjut akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu paruh
obat menjadi lebih panjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat
meningkat sampai dua kali lipat) dan memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik), maupun
organ lain (misalnya ototoksisitas).

- Kotrimoksazol dewasa tablet menyebabkan pasien berpotensi tinggi untuk


kekurangan folat(lanjut usia).
- Streptomisin menyebabkan ototoksisitas.
- Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin
yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus
dan tubulus.

4. Obat-obat antiinflamasi

 Obat-obat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada usia lanjut,
terutama untuk keluhan-keluhan nyeri sendi (osteoaritris). Berbagai studi menunjukkan
bahwa obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), seperti misalnya indometasin dan
fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan waktu paruh jika diberikan pada usia lanjut,
karena menurunnya kemampuan metabolisme hepatal. Karena meningkatnya kemungkinan
terjadinya efek samping gastrointestinal seperti nausea, diare, nyeri abdominal dan
perdarahan lambung (20% pemakai AINS usia lanjut mengalami efek samping tersebut),
maka pemakaian obat-obat golongan ini hendaknya dengan pertimbangan yang seksama.
Efek samping dapat dicegah misalnya dengan memberikan antasida secara bersamaan, tetapi
perlu diingatbahwa antasida justru dapat mengurangi kemampuan absorpsi AINS. Anti
inflamasi non steroid juga perlu diwaspadai penggunaannnya pada lanjut usia adalah
Meloxicam, Natrium diklofenak, Piroxicam.

5. Laksansia

            Pada usia lanjut umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang
biasanya dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka panjang
sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi juga akan memperlemah
motilitas usus. Pemberian obat-obat ini hendaknya disertai anjuran agar melakukan diet tinggi
serat dan meningkatkan masukan cairan serta jika mungkin dengan latihan fisik (olah raga).

6. Antiviral agent

- Waspadai penggunaan acyclovir tablet pada lansia

7.obat asam urat/ antipirai

- Allupurinol tablet (perhatikan penyesuaian dosis akibat penurunan fugsi hati, ginjal &
jantung)

8.Anti histamine

- Waspadai penggunaan cetrizine pada lansia


- Ctm menimbulkan efek yang sangat nyata terhadap susunan saraf pusat

9.Anti ulcer agent

- Cimetidine tablet (Pasien lansia (> 50 tahun) merupakan faktor risiko untuk
berkembangnya kondisi bingung (confusional) yang berulang / reversible)

10.Anti  konvulsan

- Fenobarbital tablet (Pasien usia lanjut seringkali mengalami excitement, bingung atau
depresi)
- Waspadai penggunaan fenotain pada lansia

11.Anti koagulan

- Warfarin menyebabkan pendarahan

12.Anti diare

- Loperamida menyebabkan tidak kentut

13.obat TB

- Isoniazid menyebabkan hepatotoksisitas

14.Anti Parkinson

- Triheksifenidil menyebabkan kebingungan mental, halusinasi, konstipasi, retensi urin


15.Anti diabetic

- Klorpropamid menyebabkan hipoglikemia


- Glibenklamid menyebabkan hipoglikemia

16. Kortikosteroid

- Prednisone menyebabkan kejenuhan metabolisme oleh hati

17. Glukortikoid

- Methylprednisolon menyebabkan kejenuhan metabolisme oleh hati

 Secara singkat, pemakaian/pemberian obat pada usia lanjut hendaknya mempertimbangkan


hal-hal berikut:

a. Riwayat pemakaian obat

•       informasi mengenai pemakaian obat sebelumnya perlu ditanyakan, mengingat sebelum


datang ke dokter umumnya penderita sudah melakukan upaya pengobatan sendiri.

•       informasi ini diperlukan juga untuk mengetahui apakah keluhan/penyakitnya ada kaitan
dengan pemakaian obat (efek samping), serta ada kaitannya dengan pemakaian obat yang
memberi interaksi.

b. Obat diberikan atas indikasi yang ketat, untuk diagnosis yang dibuat. Sebagai contoh,
sangat tidak dianjurkan memberikan simetidin pada kecurigaan diagnosis ke arah
dispepsia.
c. Mulai dengan dosis terkecil. Penyesuaian dosis secara individual perlu dilakukan
untuk menghindari kemungkinan intoksikasi, karena penanganan terhadap akibat
intoksikasi obat akan jauh lebih sulit.
d. Hanya resepkan obat yang sekiranya menjamin ketaatan pasien, memberi resiko yang
terkecil, dan sejauh mungkin jangan diberikan lebih dari 2 jenis obat. Jika terpaksa
memberikan lebih dari 1 macam obat, pertimbangkan cara pemberian yang bisa
dilakukan pada saat yang bersamaan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi/penggunaan obat pada pasien lansia perlu diperhatikan karena terdapat perubahan-perubahan fungsi,
kemampuan organ menurun, dosis dalam darah meningkat sehingga menjadi racun, serta laju darah dalam ginjal
menurun.
Proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi, dan
sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dalam
penatalaksanaan obat. Farmasis sebaiknya perlu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang perubahan-
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang muncul.
Peresepan yang tidak tepat dan polifarmasi merupakan problem utama dalam terapi dengan obat pada
pasien lanjut usia. Keahlian klinis farmasis, termasuk evaluasi terhadap pengobatan, dapat digunakan untuk
memperbaiki pelayanan dalam bidang ini.
Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia harus ditetapkan dalam rangka mengoptimalkan hasil terapi.
Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis, pemilihan obat, dan bentuk sediaan obat yang tepat serta pengobatan
penyebab penyakit bukan sekedar gejalanya merupakan semua tindakan yang sangat diperlukan.
Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien lanjut usia tiga kali lebih beresiko
masuk rumah sakit akibat efek samping obat. Hal ini berpengaruh secara bermakna terhadap segi finansial
seperti halnya implikasi teraupetik.
Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami penurunan karena beberapa gangguan pada lanjut usia.
Kesulitan dalam hal membaca, bahasa, mendengar dan ketangkasan, semuanya dapat berperan dalam masalah
ini.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Suhartin, P., 2010, Teori penuaan, perubahan pada sistem tubuh dan implikasinya pada
lansia, fakultas kedokteran universitas diponegoro.
Usia Lanjut., http://www.infokes.com/today/artikelview.html?item_ID=223&topik
=usialanjut

Suharko, K., Rina, K., Kusumaratna, 2006, Penatalaksanaan rasa nyeri pada lanjut
usia,Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Anda mungkin juga menyukai