TENTANG
FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN MENGENAI
PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN
KATEGORI BERESIKO
DISUSUN OLEH :
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sebagai penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas
Toksikologi yaitu pemberian obat pada lansia
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas Toksikologi
Dalam penulisan Makalah ini, kami banyak mendapatkan bimbingan baik secara
langsung maupun tidak langsung, untuk itu kepada semua pihak kami sebagai penulis
mengucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat
kesalahan dan keterbatasan oleh kemampuan dan waktu, sehingga memiliki kekurangan dan
belum mencapai kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun dari kawan-kawan sangat
penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan Makalah ini. Semoga Makalah yang
sederhana ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita semua, Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 5
2.5. Distribusi............................................................................ 10
2.6. Metabolisme....................................................................... 10
lanjut usia......................................................................... 11
pertimbangan pemakaian................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
Mengetahui konsep dasar pemakaian obat.
Memahami prinsip dan aspek farmakologi pengobatan bagi pasien lanjut usia.
Mengetahui farmakokinetik pengobatan bagi pasien lanjut usia beserta
interaksinya.
Mengetahui farmakokinetik pengobatan bagi pasien lanjut usia beserta
interaksinya.
Mengetahui bentuk sediaan obat terbaik yang bisa digunakan bagi pasien lanjut
usia.
1.4 Manfaat
Menambah pengetahuan tentang pengobatan terbaik bagi pasien lanjut usia yang
memperhatikan berbagai aspeknya terkait dengan farmakoterapi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori penuaan
2.5. Distribusi
Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan
tubuh dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi pada
beberapa obat dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan sel darah merah
dan jaringan tubuh termasuk organ target. Pada usia lanjut terdapat penurunan yang
berarti pada massa tubuh tanpa lemak dan cairan tubuh total, penambahan lemak tubuh
dan penurunan albumin plasma. Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia
yang sehat dapat lebih menjadi berarti bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk
atau sangat lemah. Selain itu juga dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas
dan aktif pada beberapa obat dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi
eliminasi lebih cepat.
2.6. Metabolisme
Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan cara
penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh
kecepatan ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya membuat obat
menjadi lebih larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang aktif atau dengan
ekskresi metabolitnya oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati,
antara lain melalui ambilan (uptake) oleh reseptor di hati dan melalui metabolisme
sehingga bersihannya tergantung pada kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada
usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan ekskresi
obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol.
Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya
obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya
berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga
dengan bersihan kreatinin). Misalnya, digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida.
Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal
sehingga kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang
yang lebih muda. Akan tetapi, kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi
glomerolusnya tetap normal. Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia
dan obat semacam penicilin dan litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal,
mengalami penurunan faali glomerolus dan tubulus (3).
2.7. Penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia
OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang
mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA merupakan
penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi risikonya karena trauma,
penggunaan sendi berulang dan obesitas.
Terapi :
- Osteoartritis : analgesik/ AINS
- Artritis : AINS
- Rematik polimialgia : analgesik, AINS, kortikosteroid
- Gout : kolkisin , AINS, allupurinol, urikosurik
b. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau kepadatan
tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada percepatan kehilangan
tulang selama dua dekade pertama setelah menopause, sedangkan tipe II adalah hilangnya
masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya produksi vitamin D.
Terapi :
- menopause untuk mencegah osteoporesis (estradiol 1-2mg/hari)
- Klimakterik : (estrogen + androgen)
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena
menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat
memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal
jantung, dan gagal ginjal
Terapi :
- Tiazid
- Betabloker
- Prazosin
- Reserpin
- Nipedipin
- Tiazid + betabloker
d. Diabetes Mellitus
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah
masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang menjadi
diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan 200 mg/dl dan
kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan yang buruk, kurang
olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia
berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak
berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang
lambat sembuh.
Terapi :
- Diabetes dengan diet, pengurangan BB
- Sulfonilurea jika diet gagal
- Insulin jika sulfoniurea gagal atau terjadi keton urea
e. Dimensia
Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual dan
daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari.
Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut. Adanya
riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular/pembuluh darah (hipertensi, diabetes,
kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia juga
kerap terjadi pada wanita dan individu dengan pendidikan rendah.
f. Penyakit jantung koroner
Terapi :
- Terapi awal jantung kronis : tiazid lebih banyak digunakan
- Hipokalemia : preparat K/pisang/jeruk
g. Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel mengalami
perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah ini
mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi menjalankan fungsi
normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari yang ringan
sampai berubah sama sekali dari keadaan awal (kanker). Kanker merupakan penyebab
kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama adalah usia.
Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk
timbul kanker meningkat.
2.8 Obat-obatan yang sering diresepkan pada lansia dan pertimbangan pemakaian
Sedativa-hipnotika
Antidepresan trisiklik
· Atropin sulfat tablet menyebabkan efek samping yang terjadi kadang-kadang kebingungan
(biasanya pada usia lanjut)
Analgetika
- Petidin dapat memproduksi metabolit aktif, sehingga obat ini juga perlu diberi dalam
dosis lebih kecil pada lansia.
Analgesik antipretik
2. Obat-obat kardiovaskuler
Antihipertensi
Pengobatan hipertensi pada usia lanjut sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal
pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut keterlibatan
pasien secara terus menerus dalam proses terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya
jangka panjang. Jika terapi non-obat dirasa masih memungkinkan, pembatasan masukan
garam, latihan (exercise), dan penurunan berat badan, serta pencegahan terhadap faktor-
faktor risiko hipertensi (misalnya merokok dan hiperkholesterolemia) perlu dianjurkan bagi
pasien dengan hipertensi ringan. Namun jika yang dipilih adalah alternatif pengobatan, maka
hendaknya dipertimbangkan pula hal-hal berikut:
Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan
ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol. Antihipertensi
(penghambat adrenergic). Pilihan pertama yang dianjurkan adalah diuretika dengan dosis
yang sekecil mungkin. Efek samping hipokalemia dapat diatasi dengan pemberian suplemen
kalium atau pemberian diuretika potassium-sparing seperti triamteren dan amilorida.
Kemungkinan terjadinya hipotensi postural dan dehidrasi hendaknya selalu diamati. Jika
diuretika ternyata kurang efektif, pilihan selanjutnya adalah obat-obat antagonis beta-
adrenoseptor (beta bloker).
Untuk penderita angina atau aritmia, beta blocker cukup bermanfaat sebagai obat
tunggal, tetapi jangan diberikan pada pasien dengan kegagalan ginjal kongestif,
bronkhospasmus, dan penyakit vaskuler perifer. Pengobatan dengan beta-1-selektif yang
mempunyai waktu paruh pendek seperti metoprolol 50 mg 1-2x sehari juga cukup efektif
bagi pasien yang tidak mempunyai kontraindikasi terhadap pemakaian beta-blocker. Dosis
awal dan rumat hendaknya ditetapkan secara hati-hati atas dasar respons pasien secara
individual.
Obat-obat antiaritmia
Pengobatan antiaritmia pada usia lanjut akhir-akhir ini semakin sering dilakukan
mengingat makin tingginya angka kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok ini.
Namun demikian obat-obat seperti disopiramida sangat tidak dianjurkan, mengingat efek
antikholinergiknya yang antara lain berupa takhikardi, mulut kering, retensi urin, konstipasi,
dan kebingungan. Pemberian kuinidin dan prokainamid hendaknya mempertimbangkan dosis
dan frekuensi pemberian, karena terjadinya penurunan klirens dan pemanjangan waktu paruh.
Glikosida jantung
Digoksin merupakan obat yang diberikan pada penderita usia lanjut dengan kegagalan
jantung atau aritmia jantung. Intoksikasi digoksin tidak jarang dijumpai pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal, khususnya jika kepadapasien yang bersangkutan juga diberi
diuretika. Gejala intoksikasi digoksin sangat beragam mulai anoreksia, kekaburan
penglihatan, dan psikosis hingga gangguan irama jantung yang serius. Meskipun digoksin
dapat memperbaiki kontraktilitas jantung dan memberi efek inotropik yang menguntungkan,
tetapi kemanfaatannya untuk kegagalan jantung kronis tanpa disertai fibrilasi atrial masih
diragukan. Oleh sebab itu, mengingat kemungkinan kecilnya manfaat klinik untuk usia lanjut
dan efek samping digoksin sangat sering terjadi, maka pilihan alternatif terapi lainnya perlu
dipetimbangkan lebih dahulu. Diuretika dan vasodilator perifer sebetulnya cukup efektif
sebagian besar penderita.
3. Antibiotika
Prinsip-prinsip dasar pemakaian antibiotika pada usia lanjut tidak berbeda dengan
kelompok usia lainnya. Yang perlu diwaspadai adalah pemakaian antibiotika golongan
aminoglikosida dan laktam, yang ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi ginjal
karena usia lanjut akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu paruh
obat menjadi lebih panjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat
meningkat sampai dua kali lipat) dan memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik), maupun
organ lain (misalnya ototoksisitas).
4. Obat-obat antiinflamasi
Obat-obat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada usia lanjut,
terutama untuk keluhan-keluhan nyeri sendi (osteoaritris). Berbagai studi menunjukkan
bahwa obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), seperti misalnya indometasin dan
fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan waktu paruh jika diberikan pada usia lanjut,
karena menurunnya kemampuan metabolisme hepatal. Karena meningkatnya kemungkinan
terjadinya efek samping gastrointestinal seperti nausea, diare, nyeri abdominal dan
perdarahan lambung (20% pemakai AINS usia lanjut mengalami efek samping tersebut),
maka pemakaian obat-obat golongan ini hendaknya dengan pertimbangan yang seksama.
Efek samping dapat dicegah misalnya dengan memberikan antasida secara bersamaan, tetapi
perlu diingatbahwa antasida justru dapat mengurangi kemampuan absorpsi AINS. Anti
inflamasi non steroid juga perlu diwaspadai penggunaannnya pada lanjut usia adalah
Meloxicam, Natrium diklofenak, Piroxicam.
5. Laksansia
Pada usia lanjut umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang
biasanya dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka panjang
sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi juga akan memperlemah
motilitas usus. Pemberian obat-obat ini hendaknya disertai anjuran agar melakukan diet tinggi
serat dan meningkatkan masukan cairan serta jika mungkin dengan latihan fisik (olah raga).
6. Antiviral agent
- Allupurinol tablet (perhatikan penyesuaian dosis akibat penurunan fugsi hati, ginjal &
jantung)
8.Anti histamine
- Cimetidine tablet (Pasien lansia (> 50 tahun) merupakan faktor risiko untuk
berkembangnya kondisi bingung (confusional) yang berulang / reversible)
10.Anti konvulsan
- Fenobarbital tablet (Pasien usia lanjut seringkali mengalami excitement, bingung atau
depresi)
- Waspadai penggunaan fenotain pada lansia
11.Anti koagulan
12.Anti diare
13.obat TB
14.Anti Parkinson
16. Kortikosteroid
17. Glukortikoid
• informasi ini diperlukan juga untuk mengetahui apakah keluhan/penyakitnya ada kaitan
dengan pemakaian obat (efek samping), serta ada kaitannya dengan pemakaian obat yang
memberi interaksi.
b. Obat diberikan atas indikasi yang ketat, untuk diagnosis yang dibuat. Sebagai contoh,
sangat tidak dianjurkan memberikan simetidin pada kecurigaan diagnosis ke arah
dispepsia.
c. Mulai dengan dosis terkecil. Penyesuaian dosis secara individual perlu dilakukan
untuk menghindari kemungkinan intoksikasi, karena penanganan terhadap akibat
intoksikasi obat akan jauh lebih sulit.
d. Hanya resepkan obat yang sekiranya menjamin ketaatan pasien, memberi resiko yang
terkecil, dan sejauh mungkin jangan diberikan lebih dari 2 jenis obat. Jika terpaksa
memberikan lebih dari 1 macam obat, pertimbangkan cara pemberian yang bisa
dilakukan pada saat yang bersamaan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi/penggunaan obat pada pasien lansia perlu diperhatikan karena terdapat perubahan-perubahan fungsi,
kemampuan organ menurun, dosis dalam darah meningkat sehingga menjadi racun, serta laju darah dalam ginjal
menurun.
Proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi, dan
sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dalam
penatalaksanaan obat. Farmasis sebaiknya perlu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang perubahan-
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang muncul.
Peresepan yang tidak tepat dan polifarmasi merupakan problem utama dalam terapi dengan obat pada
pasien lanjut usia. Keahlian klinis farmasis, termasuk evaluasi terhadap pengobatan, dapat digunakan untuk
memperbaiki pelayanan dalam bidang ini.
Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia harus ditetapkan dalam rangka mengoptimalkan hasil terapi.
Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis, pemilihan obat, dan bentuk sediaan obat yang tepat serta pengobatan
penyebab penyakit bukan sekedar gejalanya merupakan semua tindakan yang sangat diperlukan.
Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien lanjut usia tiga kali lebih beresiko
masuk rumah sakit akibat efek samping obat. Hal ini berpengaruh secara bermakna terhadap segi finansial
seperti halnya implikasi teraupetik.
Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami penurunan karena beberapa gangguan pada lanjut usia.
Kesulitan dalam hal membaca, bahasa, mendengar dan ketangkasan, semuanya dapat berperan dalam masalah
ini.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Suhartin, P., 2010, Teori penuaan, perubahan pada sistem tubuh dan implikasinya pada
lansia, fakultas kedokteran universitas diponegoro.
Usia Lanjut., http://www.infokes.com/today/artikelview.html?item_ID=223&topik
=usialanjut
Suharko, K., Rina, K., Kusumaratna, 2006, Penatalaksanaan rasa nyeri pada lanjut
usia,Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti