Anda di halaman 1dari 31

PATOFISIOLOGI

PROSES DEGENERATIF

DI SUSUN OLEH :

1. HENNY NOPIYANTI : 191440114


2. MISBACHUL MUNIR : 191440121
3. NURMIATI : 191440125
4. YULI : 191440139
5. YUNIVIA DIAN HERMALA : 191440140

DOSEN PENGAMPU : Ns. H. A. KADIR, M. Kes

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PANGKAL PINANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama allah swt yang maha pengasih lagi maha penyayang . kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah patofisiologi
tentang “Proses Degeneratif”.
Makalah  ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah  berkonstribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah patofisiologi tentang “Proses Degeneratif”
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pangkal pinang, 04 Maret 2020

Penyusun

PATOFISIOLOGIPage 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................6
2.1 Teori Proses Degeneratif............................................................................................6
2.1.1 Cedera Subletal..........................................................................................6
2.1.2 Cedera Letal...............................................................................................7
2.2 Jenis-Jenis Degeneratif...............................................................................................7
2.2.1 Degenerasi Albuminosa.............................................................................7
2.2.2 Degenerasi Hidrofik (Degenerasi Vakuolar)...........................................7
2.2.3 Degenerasi Lemak.....................................................................................8
2.2.4 Degenerasi Hyalin (Perubahan Hyalin)...................................................8
2.2.5 Degenerasi Zenker.....................................................................................9
2.2.6 Degenerasi Mukoid (Degenerasi Miksomatosa).....................................9
2.3 Penyebab Degeneratif.................................................................................................9
2.4 Aspek Fisiologi Akibat Proses Degeneratif..............................................................10
2.5 Penyakit-Penyakit Degeneratif..................................................................................11
2.5.1 Kencing manis atau diabetes mellitus (DM) tipe 2.................................11
2.5.2 Osteoartritis (OA)......................................................................................12
2.5.3 Osteoporosis...............................................................................................13
2.5.4 Penyakit jantung koroner (PJK)..............................................................13
LAMPIRAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE 2..........................................................................................................................................15
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................30
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................30
3.2 Saran............................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................31

PATOFISIOLOGIPage 3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika kita amati secara sekilas, antara makhluk satu dengan yang lain akan terlihat
perbedaan besar. Namun, jika diteliti lebih mendalam, ternyata semua makhluk
mempunyai banyak persamaan. Satu diantara persamaan tersebut adalah setiap makhluk
tersusun atas satuan atau unit terkecil yang disebut sel. Sel adalah satuan kehidupan yang
paling mendasar. Sel merupakan unit terkecil yang masih dapat menjalankan proses yang
berhubungan dengan kehidupan. Tubuh manusia bersifat dinamis, dalam arti selalu
berubah setiap saat. Sel ± sel yang menyusun tubuh memiliki usia tertentu yang
kemudian akan diganti lagi dengan yang baru, namun pada akhirnya semua sel ± sel akan
mengalami kematian secara total. Sepanjang usia kehidupan akan terjadi efek proses
penuaan pada tubuh yang berlangsung terus sampai batas ± batas tertentu, dan akhirnya
akan muncul proses degenerasi (penuaan) dari semua organ dalam tubuh. Menjadi tua
adalah alamiah, namun percepatan atau perburukan proses degenerasi adalah kesalahan
manusia.
Degenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat cedera
ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti mitokondria dan
sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan ini
sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera dihilangkan.
Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakan
menjadi ireversibel, dan sel akan mati. Kelainan sel pada cedera ringan
yang bersifat reversible inilah yang dinamakan kelainan degenerasi. Degenerasi ini akan
menimbulkan tertimbunnya berbagai macam bahan di dalam maupun di luar sel.
Degenerasi sel atau penuaan sel ditandai dengan menurunnya fungsi berbagai
organ tubuh. Gejala menua tampak secara fisik dan psikis. Tanda fisik misalnya, masa
otot berkurang, lemak meningkat, fungsi seksual terganggu, sakit tulang dan kemampuan
kerja menurun. Sedangkan tanda psikis berupa sulit tidur, mudah cemas, mudah
tersinggung, gairah hidup menurun dan merasa sudah tidak berarti lagi. Faktor pemicu
degenerasi sel antara lain adalah faktor genetis, defisiensi nutrisi dan cedera pada sel.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana teori tentang proses degeneratif ?
2. Apa saja jenis-jenis dari degeneratif ?
3. Apa saja penyebab dari degeneratif ?
4. Bagaimana aspek fisiologi akibat proses degeneratif ?
5. Apa saja penyakit-penyakit degeneratif ?

PATOFISIOLOGIPage 4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui teori proses degeneratif
2. Mengetahui jenis-jenis degeneratif
3. Mengetahui penyebeb degeneratif
4. Mengetahui aspek fisiologi akibat proses degeneratif
5. Mengetahui penyakit-penyakit degeneratif

PATOFISIOLOGIPage 5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Proses Degeneratif

Degenerasi merupakan suatu perubahan keadaan secara fisika dan kimia dalam sel,
jaringan atau organ yang bersifat menurunkan efisiensinya.
Degenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat cedera
ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti mitokondria dan
sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan ini
sifatnya reversible artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera dihilangkan.
Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakan menjadi ireversibel,
dan sel akan mati.
Kelainan sel pada cedera ringan yang bersifat reversible inilah yang dinamakan
kelainan degenerasi. Degenerasi ini akan menimbulkan tertimbunnya berbagai macam
bahan di dalam maupun di luar sel.
Degenerasi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pembengkakan sel dan
perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel tidak dapat mengatur
keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan perubahan
perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan
terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan dijumpai pada sel yang
tergantung pada metabolism lemak seperti sel hepatosit dan sel miokard. (Sudiono dkk,
2003)
Apabila sebuah stimulus menyebabkan cedera sel, maka perubahan yang pertama
kali terjadi adalah terjadinya kerusakan biokimiawi yang mengganggu proses
metabolisme. Sel bisa tetap normal atau menunjukkan kelainan fungsi yang diikuti
dengan perubahan morfologis.
2.1.1   Cedera subletal
Terjadi bila sebuah stimulus menyebabkan sel cedera dan menunjukkan
perubahan morfologis tetapi sel tidak mati. Perubahan subletal ini bersifat
reversibel dimana bila stimulusnya dihentikan maka sel akan kembali pulih
seperti sebelumnya. Cedera subletal ini disebut juga proses degeneratif.
Perubahan degeneratif lebih sering mengenai sitoplasma, sedangkan nukleus tetap
dapat mempertahankan integritasnya. Bentuk perubahan degeneratif yang paling
sering terjadi adalah akumulasi cairan di dalam sel akibat gangguan mekanisme
pengaturan cairan. Biasanya disebabkan karena berkurangnya energi yang
digunakan pompa natrium untuk mengeluarkan natrium dari intrasel. Sitoplasma
akan terlihat keruh dan kasar (degenerasi bengkak keruh). Dapat juga terjadi
degenerasi lebih berat yaitu degenerasi lemak atau infiltrasi lemak dimana terjadi
penumpukan lemak intrasel sehingga inti terdesak ke pinggir. Jaringan akan

PATOFISIOLOGIPage 6
bengkak dan bertambah berat dan terlihat kekuning-kuningan. Misalnya,
perlemakan hati (fatty liver) pada keadaan malnutrisi dan alkoholik.
2.1.2   Cedera Letal
Bila stimulus yang menyebabkan sel cedera cukup berat dan berlangsung
lama serta melebihi kemampuan sel untuk beradaptasi maka akan menyebabkan
kerusakan sel yang bersifat ireversibel (cedera sel) yang berlanjut kepada
kematian sel.

2.2    Jenis-Jenis Degenerasi

Berbagai jenis degenerasi sel yang sering dijumpai antara lain :


2.2.1  Degenerasi Albuminosa
Pembengkakan sel adalah manifestasi awal sel terhadap semua jejas sel.
Perubahan morfolofi yang terjadi sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Bila
pembengkakan sel sudah mengenai seluruh sel dalam organ, jaringan akan
tampak pucat, terjadi peningkatan turgor, dan berat organ.
Gambaran mikroskopis menunjukkan sel membengkak menyebabkan
desakan pada kapiler-kapiler organ. Bila penimbunan air dalam sel berlanjut
karena jejas sel semakin berat, akan timbul vakuola-vakuola kecil dan nampak
cerah dalam sitoplasma. Vakuola yang terjadi disebabkan oleh pembengkakan
reticulum endoplasmik.
Awalnya terjadi akibat terkumpulnya butir-butir protein di dalam sitoplasma,
sehingga sel menjadi bengkak dan sitoplasma menjadi keruh (cloudy swelling:
bengkak keruh). Contohnya adalah pada penderita pielonefritis atau pada
beberapa jam setelah orang meninggal. Banyak ditemukan pada tubulus ginjal.
(Halim, 2010)
2.2.2  Degenerasi Hidrofik (Degenerasi Vakuolar)
Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan penimbunan
intraselular yang lebih parah jika dengan degenerasi albumin. Merupakan suatu
cedera sel yang menyebabkan sel itu tampak bengkak. Hal itu dikarenakan
meningkatnya akumulasi air dalam sitoplasma.
Sel yang mengalami degenerasi hidropik secara mikroskopis tampak sebagai
berikut :
1.    Sel tampak membesar atau bengkak karena akumulasi air dalam
sitoplasmanya.
2.    Sitoplasma tampak pucat.
3.    Inti tetap berada di tengah.
4.    Pada organ hati, akan tampak lumen sinusoid itu menyempit.
5.    Pada organ ginjal, akan tampak lumen tubulus ginjal menyempit.

PATOFISIOLOGIPage 7
6.    Pada keadaan ekstrim sitoplasma sel akan tampak jernih dan ukuran sel
makin membesar (Balloning Degeneration) sering ditemukan pada sel
epidermal yang terinfeksi epitheliotropic virus, seperti pada pox virus.
Sedangkan secara makroskopis, sel akan tampak normal sampai bengkak,
bidang sayatan tampak cembung, dan lisis dari sel epidermal.
Degenerasi Hidropik sering dijumpai pada sel endothel, alveoli, sel epitel tubulus
renalis, hepatosit, sel-sel neuron dan glia otak. Dari kesekian sel itu, yang paling
rentan adalah sel-sel otot jantung dan sel sel pada otak. Etiologinya sama dengan
pembengkakan sel hanya intensitas rangsangan patologik lebih berat dan jangka
waktu terpapar rangsangan patologik lebih lama.
Secara miokroskopik organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi
lebih besar dan lebih berat daripada normal dsan juga nampak lebih pucat.
Nampak juga vakuola-vakuola kecil sampai besar dalam sitoplasma.
Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraseluler, yaitu adanya
peningkatan kandungan air pada rongga-rongga sel selain peningkatan kandungan
air pada mitokondria dan reticulum endoplasma. Pada mola hedatidosa telihat
banyak sekali. gross (gerombolan) mole yang berisi cairan. Mekanisme yang
mendasari terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen, karena adanya
toksik, dan karena pengaruh osmotik.
2.2.3  Degenerasi Lemak
Degenerasi lemak dan perubahan perlemakan (fatty change) menggambarkan
adanya penimbunan abnormal trigliserid dalam sel parenkim. Perubahan
perlemakan sering terjadi di hepar karena hepar merupakan organ utama dalam
metabolisme lemak selain organ jantung, otot dan ginjal.
Etiologi dari degenerasi lemak adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes
mellitus, obesitas, dan anoksia. Jika terjadi gangguan dalam proses metabolisme
lemak, akan timbul penimbunan trigliserid yang berlebihan. Akibat perubahan
perlemakan tergantung dari banyaknya timbunan lemak. Jika tidak terlalu banyak
timbunan lemak, tidak menyebabkan gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan
lemak berlebihan, terjadi perubahan perlemakan yang menyebabkan nekrosis.
2.2.4  Degenerasi Hyalin (Perubahan Hyalin)
Istilah hyaline digunakan untuk istilah deskriprif histologik dan bukan
sebagai tanda adanya jejas sel. Umumnya perubahan hyalin merupakan
perubahan dalam sel atau rongga ekstraseluler yang memberikan gambaran
homogeni, cerah dan berwarna merah muda dengan pewarnaan Hematoksilin
Eosin. Keadaan ini terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak menunjukkan
suatu bentuk penimbunan yang spesifik. Contoh : degenerasi hialin pada otot
( penyakit Boutvuur).

PATOFISIOLOGIPage 8
2.2.5  Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang mengalami
nekrosis. Otot yang mengalami degenerasi zenker adalah otot rektus abdominis
dan diafragma.
2.2.6  Degenerasi Mukoid (Degenerasi Miksomatosa)
Degenerasi Mukoid mukus adalah substansi kompleks yang cerah, kental,
dan berlendir dengan komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan
normal disekresi oleh sel epitel serta dapat pula sebagai bagian dari matriks
jaringan ikat longgar tertentu.
Musin dapat dijumpai di dalam sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada
adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel
gaster yang memiliki sifat ganas dan mengandung musin. Musin tersebut akan
mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin dinamakan Signet Ring
Cell. Musin di jaringan ikat, dahulu dinamakan degenerasi miksomatosa.
Keadaan ini menunjukkan adanya musin di daerah interselular dan memisahkan
sel-sel Stelata (Stellate Cell/ Star Cell). (Sudiono dkk, 2003)

2.3    Penyebab Degeneratif

Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau
sebaliknya, sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di bawah ini
merupakan penyebab-penyebab dari jejas sel :
1.   Kekurangan oksigen
2.   Kekurangan nutrisi/malnutrisi
3.   Infeksi sel
4.   Respons imun yang abnormal/reaksi imunologi
5.   Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia
(bahan-bahan kimia beracun)
6.    Defect (cacat / kegagalan) genetic
7.    Penuaan
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dibedakan menjadi dua kategori
utama, yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel).
Contoh degenerasi sel ialah mola hidatidosa termasuk jejas sel yang reversible yaitu
apabila penyebabnya dihilangkan organ atau jaringan bisa berfungsi normal. Sel dapat
cedera akibat berbagai stressor. Cedera terjadi apabila stresor tersebut melebihi
kapasitas adaptif sel.

PATOFISIOLOGIPage 9
2.4 Aspek Fisiologi Akibat Proses Degeneratif

Aspek fisik pada usia lanjut ditandai dengan munculnya proses degeneratif atau
penurunan fungsi atau perubahan struktur dari keseluruhan organ. Apabila proses
degeneratif ini semakin berat, bukan tidak mungkin masa tua akan diisi dengan berbagai
aktifitas pengobatan, keluhan, atau penyakit yang muncul, seperti kencing manis,
hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, auto immune, infeksi ataupun
dilipidemia. Kini tren penyakit degeneratif tidak berpatok pada usia tua, karena gejala
degeneratif pada anak muda juga sudah muncul seiring dengan perubahan gaya hidup.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5 juta
orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta
kematian di seluruh dunia. Lebih dari 3/4 kematian akibat penyakit kardiovaskuler terjadi
di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang.Dari seluruh kematian
akibat penyakit kardiovaskuler 7,4 juta (42,3%) di antaranya disebabkan oleh Penyakit
Jantung Koroner (PJK) dan 6,7 juta (38,3%) disebabkan oleh stroke. Hasil Riskesdas
tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia,
seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (8,3‰), diabetes melitus
(1,1%). Penampilan penyakit pada usia lanjut sering tidak jelas, kronik, banyak bersifat
endogen, tersembunyi, multiple, progresif, tidak memberikan kekebalan, bahkan justru
lebih rentan terhadap penyakit, serta dapat mengakibatkan cacat lama sebelum terjadinya
kematian. Munculnya berbagai penyakit itu akan mempengaruhi semua aspek kehidupan
dan berakhir dengan penurunan kulitas hidup. Menurut data Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) bidang Kesehatan tahun 2016, menghabiskan biaya hampir 14,6
Triliun Rupiah. Sedangkan tahun 2015, menghabiskan biaya hampir 14,3 Triliun
Rupiah.Paling besar biaya adalah untuk penyakit jantung, dimana terjadi peningkatan
pembiayaan dibanding tahun 2015, yakni sebesar 6,9 Triliun Rupiah (48,25%) menjadi
7,4 Triliun Rupiah (50,7%) pada 2016. Penyakit jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler) menjadi salah satu masalah kesehatan utama di negara maju maupun
berkembang.
Upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan dalam pencegahan dan
pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah diantaranya dengan
mesosialisasikan perilaku CERDIK. Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok,
Rajin beraktifitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola
stres. Kencing manis atau DM dapat dicegah agar tidak timbul dengan mewaspadai
faktor yang mempengaruhinya, seperti keturunan, kegemukan, hingga nutrisi yang
berlebih. Selain itu, dapat dilakukan pengobatan sebaik-baiknya, dicegah agar tidak
terjadi komplikasi walaupun sudah sakit. Jika sudah terjadi komplikasi, dicegah agar
tidak terjadi kecacatan lebih lanjut. Misalnya dengan periksa mata tiap 6-12 bulan, foto
dada setiap 1-2 tahun, EKG tiap 1 tahun, cek urin rutin dan periksa kaki secara berkala.
Data Depkes (2005) mencatat bahwa masalah gizi lebih pada usia dewasa di Indonesia
tergambar dari indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25 sebanyak 21,0 persen (gemuk),
IMT lebih dari 27 sebanyak 11,1 persen (obesitas), dan IMT lebih dari 30 sebanyak 3,9
persen. Peningkatan pola konsumsi makanan cepat saji (fast food) yang tinggi kolesterol,
lemak jenuh, garam, namun rendah serat, dan minuman soft drink yang tinggi gula serta

PATOFISIOLOGIPage 10
gaya hidup yang rendah aktivitas fisik pada masyarakat perkotaan meningkatkan
prevalensi terjadinya gangguan penyakit-panyakit tersebut.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
beberapa keluhan dari problem degeneratif, yakni melalui upaya sederhana mandiri dan
upaya medis. Upaya sederhana mandiri adalah melalui nutrisi sehat kaya antioksidan,
olahraga, tidak stress, dan tidak merokok. Sementara itu, upaya medis dapat dilakukan
melalui pemberian insulin dan terapi sulih hormon.

2.5 Penyakit-Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau


penghacuran terhadap jaringan atau organ tubuh. Proses dari kerusakan ini dapat
disebabkan oleh penggunaan seiring dengan usia maupun karena gaya hidup yang tidak
sehat. Beberapa contoh penyakit degeneratif yang sering dapat ditemui.
2.5.1 Kencing manis atau diabetes mellitus (DM) tipe 2
            Kencing manis atau diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan
tingginya kadar glukosa atau gula dalam darah yang disebabkan oleh tubuh tidak
dapat menggunakan glukosa atau gula dalam darah sebagai sumber energi.
Penyakit ini terdiri dari beberapa tipe, tipe tersering yang dapat ditemui adalah
diabetes mellitus tipe 2. Gejala klasik :
1.    Cepat merasa haus. Penderita akan cepat merasa haus dan sering minum.
Sering kali penderita tidak menyadari ini sebagai gejala karena merasa banyak
minum baik untuk fungsi ginjal.
2.    Sering buang air kecil (BAK). Seringkali penderita mengira penyebab sering
BAK karena penderita sering minum air dan bukan akibat dari suatu penyakit.
Selain itu, gejala ini juga dapat mengganggu tidur di malam hari karena bolak
balik terbangun untuk BAK.
3.    Cepat merasa lapar. Hal ini terjadi karena tubuh tidak dapat menggunakan gula
di dalam darah sebagai sumber energi, padahal kadar gula di dalam darah
sudah tinggi. Karena tidak adanya sumber energi maka tubuh merasa
kelaparan sehingga selalu ingin makan.
4.    Gejala akibat komplikasi dari penyakit ini muncul sebagai akibat dari
kelaparan pada sel - sel tubuh. Kelaparan dalam jangka panjang menyebabkan
sel tersebut mati.
5.    Kesemutan pada ujung - ujung jari tangan dan kaki. Apabila gejala ini muncul
artinya telah terjadi kerusakan pada ujung - ujung saraf. Keluhan lama - lama
akan bertambah berat sehingga merasa baal atau mati rasa. Apabila sudah baal
penderita sering tidak sadar apabila kakinya terluka.
6.    Pengelihatan menjadi buram. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kelainan dari
retina, kornea, maupun lensa dari mata.
7.    Luka yang sulit sembuh. Sel - sel pada tubuh sulit untuk memperbaiki diri
untuk menutup luka yang terjadi. Selain itu, kadar gula yang tinggi disukai

PATOFISIOLOGIPage 11
oleh kuman - kuman sehingga mudah terjadi infeksi dan mempersulit
penutupan luka.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ini antara lain:

1.  Kebiasaan makan makanan manis


2.  Kelebihan berat badan
3.  Genetik
4.  Jarang berolah raga

Penyebab glukosa tidak dapat digunakan di dalam tubuh pada diabetes tipe 2
adalah:

1.  Resistensi insulin pada sel - sel.


Agar sel dapat menggunakan glukosa dari dalam darah diperlukan
insulin. Pada penderita dengan penyakit ini, ditemukan bahwa sel - sel
tersebut menjadi kurang sensitif terhadap insulin. Walaupun terdapat insulin
di dalam tubuh, tetapi sel tersebut tidak dapat menggunakannya. Hal
tersebut menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi.
2.  Produksi insulin yang rendah oleh pancreas
Insulin dihasikanl oleh sel beta pankreas. Produksi insulin yang tidak
mencukupi kebutuhan menyebabkan tubuh tidak dapat menggunakan
glukosa di dalam darah.
2.5.2  Osteoartritis (OA)
OA merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan jaringan
tulang rawan pada sendi yang ditandai dengan perubahan pada tulang. Faktor
resiko terjadinya penyakit ini adalah genetik, perempuan, riwayat benturan pada
sendi, usia dan obesitas. Gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini adalah:
1. Nyeri pada sendi terutama setelah beraktivitas dan membaik setelah
beristirahat
2. Kadang dapat ditemukan kekakuan di pagi hari, durasi tidak lebih dari 30
menit.
Gejala tersebut menyebabkan kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari -
hari dan bekerja. Umumnya sendi yang terkena adalah sendi - sendi yang
menopang tubuh seperti lutut, panggul, dan punggung.
Untuk mendiagnosis penyakit ini diperlukan pemeriksaan fisik terhadap
sendi yang terkena dan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
berupa rontgen pada sendi yang terkena dan laboratorium. Pada roentgen dapat
ditemukan perubahan bentuk dari sendi yang terkena.

PATOFISIOLOGIPage 12
2.5.3 Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit degeneratif pada tulang yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan penipisan jaringan tulang. Hal tersebut dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Diagnosis dari penyakit ini berdasarkan massa tulang. Disebut osteoporosis
apabila massa tulang <-2,5 standar deviasi (SD) massa tulang normal, dan disebut
osteopenia apabila massa tulang antara -1 hingga -2,5 SD. Karena penyakit ini
tidak memberikan gejala hingga terjadi patah tulang, maka penting untuk
dilakukan skrining untuk mencegah penyakit ini. Selain itu, penderita juga harus
menjadi diri dan melakukan penyesuaian agar tidak mudah jatuh, misalnya kamar
mandi menggunakan lantai yang kasar.

Osteoporosis dapat disebabkan oleh:


1.Penyerapan kalsium yang menurun pada wanita post monopause,
2.Usia lebih dari 70 tahun,
3.Penyakit kronis,
4.Defisiensi zat pembentu tulang seperi kalsium, viatamin D.
2.5.4 Penyakit jantung koroner (PJK)
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
adanya sumbatan pada pembuluh darah koroner. Pembuluh darah koroner adalah
pembuluh darah yang memperdarahi jantung. Sumbatan dari pembuluh darah
tersebut diakibatkan oleh adanya proses aterosklerosis atau penumpukan
lemak/plak di pembuluh darah sehingga diameter pembuluh darah makin kecil
dan mengeras/kaku. Proses aterosklerosis terjadi perlahan - lahan seiring dengan
waktu, tetapi pada orang - orang dengan kadar kemak di dalam darah yang tinggi,
proses ini di pembuluh darah menjadi semakin cepat dan banyak. Sumbatan
dalam pembuluh darah dapat bersifat:
1.    Parsial, di mana pembuluh darah masih dilalui oleh darah walaupun alirannya
sudah mengecil. Keluhan dapat dirasakan pada saat terjadi kebutuhan akan
oksigen yang meningkat. Contohnya pada saat emosi dan aktivitas berjalan
jauh kebutuhan tubuh akan oksigen meningkat tetapi jantung tidak dapat
memenuhi kebutuhan tersebut sehingga timbul nyeri pada dada.
2.   Total, di mana pembuluh darah sudah tidak dapat dilalui oleh darah karena
tertutup total. Penutupan total tersebut dapat disebabkan oleh lepasnya
tumpukan lemak dipembuluh darah dan menyumbat di pembuluh darah yang
ukurannya lebih kecil. Sumbatan total menyebabkan keluhan nyeri dada yang
dirasakan lebih berat dan tajam seperti dada ditimpa benda berat.

PATOFISIOLOGIPage 13
Pembuluh darah jantung yang tersumbat dapat menyebabkan kematian dari
sel jantung karena tidak mendapatkan asupan nutrisi dan oksigen yang cukup. Sel
jantung yang sudah mati tidak dapat diperbaiki lagi. Gejala yang dapat ditemukan
pada penyakit ini :
1.   Nyeri di dada, dengan ciri khas nyeri di dada kiri, nyeri menjalar ke tangan
kiri dagu. Pada beberapa kasus, nyeri dada dapat bersifat tidak khas seperti
nyeri di ulu hati, nyeri menjalar ke punggung, dan nyeri menjalar ke lengan
kanan.
2.   Sensasi berat di dada seperti ditimpa benda berat, nyeri yang tajam dan
menusuk di dada, dan seperti diremas - remas.
3.   Jantung berdebar – debar.
4.   Nyeri dan sesak napas timbul apabila beraktivitas berat dan mereda setelah
beristirahat.
Kadang, pada awalnya penderita tidak sadar mengalami PJK karena nyeri
yang dirasakan hanya sebentar

Untuk diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan di bawah ini:

1.  Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kelistrikan jantung;


2.  Enzim jantung, meningkat terutama saat serangan jantung;
3. Tes treatmil untuk melihat kondisi kelistrikan jantung saat beraktivitas. Tes ini
dilakukan pada tes EKG yang normal tetapi gejala khas dan berulang;
4.  Rontgen dada untuk melihat ukuran dari jantung;
5.  CT scan dengan angiografi koroner untuk melihat kondisi pembuluh darah
jantung;
6.  Echokardiografi  berupa pemeriksaan USG pada jantung untuk melihat fungsi
jantung untuk memompakan darah dan melihat luas daerah sel jantung yang
terkena.

PATOFISIOLOGIPage 14
LAMPIRAN : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE 2

1. Pengkajian

Pengkajian pada kasus ini diperoleh melalui observasi langsung, pemeriksaan fisik,
menelaah catatan medik maupun catatan perawat yang dilakukan pada tanggal 6 Juli 2018
pukul 13:20 WITA dengan No. Rekam Medis 16-36-23, klien masuk RSUD Kota Kendari
tanggal 4 Juli 2018, dari pengkajian tersebut didapatkan data melalui penjelasan berikut ini
: Nama klien Tn. L, berumur 77 tahun, suku bangsa muna, agama islam dan sudah
menikah. Pekerjaan klien sehari-hari sebagai wiraswasta, pendidikan terakhir klien SMP.
Klien bertempat tinggal di Jl. KH. Agus Salim No. 8 E Kelurahan Kandai Kota Kendari.
Klien masuk Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari pada tanggal 04 Juli 2018 dirawat
di ruang Melati kamar C.4. Keluhan utama yaitu klien mengatakan nyeri pada area luka
diabetik kaki sebelah kiri, yang dialami sejak 2 minggu yang lalu, kualitas nyeri seperti
tertusuk-tusuk, gambaran skala nyeri 5 (sedang), waktu terjadinya nyeri tidak menentu,
faktor pencetus nyeri akibat kadar gula klien yang tinggi. Keluhan lain yaitu klien
mengatakan merasa lemas, letih, pusing, klien mengatakan tidak dapat melakukan
aktivitasnya, porsi makan yang di habiskan hanya ½ yang di habiskan. Pergerakan klien
terbatas akibat nyeri dan klien mengatakan kram pada pergelangan kaki, serta kurang
memahami tentang penyakitnya.
Upaya yang telah dilakukan keluarga sebelum dirawat di rumah sakit yaitu
mengompres dengan air hangat pada luka klien, dan memberikan obat antibiotik
(ampicillin), namun upaya yang telah dilakukan ini tidak menunjukkan adanya perubahan
pada luka klien sehingga keluarga membawa klien ke Rumah Sakit. Klien juga
mengatakan bahwa dirinya pernah dirawat di Rumah Sakit dengan penyakit yang sama
yaitu Diabetes Melitus, berat badan klien sebelum sakit 60 kg.

Genogram :

PATOFISIOLOGIPage 15
Keterangan :

= Laki – Laki

= Perempuan

= Laki – Laki meningggal

= Perempuan meninggal

= Garis Perkawian

= Garis Keturunan

= Tinggal Serumah

= Klien

Berdasarkan genogram klien ditemukan data bahwa tidak ada anggota keluarga yang
pernah mengalami penyakit seperti yang diderita oleh klien.
Hasil observasi dan pemeriksaan fisik yaitu keadaan umum (KU) klien lemah, tingkat
kesadaran composmentis, dimana Tekanan Darah (TD) : 140/80 mmHg, Nadi (N) : 82
x/menit, Suhu (S) : 36°C, Pernafasan (P): 22 x/menit, Berat Badan (BB) saat ini 57 kg dan
Tinggi Badan (TB) 163 cm.
Pada pengkajian sistem pernafasan B1 (breathing) didapatkan data bentuk dada
simetris kiri dan kanan, tidak ada deviasi septum hidung, hasil auskultasi suara nafas bronkil
dan tidak ditemukan suara nafas tambahan.
Pengkajian sistem kardiovaskuler B2 (bleeding) yaitu saat dilakukan palpasi tidak ada
nyeri tekan pada daerah dada, peneliti melakukan auskultasi suara jantung normal, akral
teraba dingin, CRT > 3 detik.
Pengkajian sistem persyarafan B3 (brain) nilai Glasgow coma skale (GCS): 15
keadaan kepala dan wajah simetris, ekspresi wajah tampak lemah, sclera ikterus, pupil isokor
kanan kiri, konjungtiva anemis, kelopak mata membuka dan menutup, keadaan telinga
simetris, leher dan bahu: mengangkat bahu dan memalingkan kepala. Pendengaran kanan dan
kiri normal, penciuman normal, pengecapan: rasa asin normal, rasa manis normal, rasa pahit
normal. Penglihatan kanan dan kiri agak rabun, perabaan panas, dingin, tekan normal dan
status mental terorientasi.
Pengkajian sistem perkemihan B4 (bledder) produksi urin berwarna kekuningan dengan
bau yang khas (amoniak), frekuensi berkemih 3-5 kali/hari, produksi urine setiap hari ± 1500
cc.

PATOFISIOLOGIPage 16
Pengkajian sistem pencernaan B5 (bowel) hasil inspeksi pada mulut tidak ditemukan
adanya tanda-tanda radang, tidak ada halositosis, tidak ada stomatitis, dan tidak terdapat nyeri
tekan pada tenggorokan, rektum normal, BAB sekali sehari (tidak menentu) dengan
konsistensi feses lunak.
Pengkajian sistem muskuloskeletal B6 (Bone) pergerakan sendi klien tampak terbatas,
skala kekuatan otot ekstermitas atas 5/5 (mampu menahan tahanan penuh) dan untuk
ekstemitas kanan bawah skala 3 (mampu tahanan penuh) dan ekstemitas kiri bawah skala 2
(pergerakan melawan tahanan, namun kurang dari normal). Tonus otot ekstermitas bagian
atas tidak ada masalah, sedangkan pada ekstermitas bawah terdapat nyeri otot, adanya udema
pada daerah betis kaki, akral teraba dingin, turgor kulit baik, kulit dan badan klien tampak
bersih, kepala dan rambut juga tampak bersih, dan tampak luka gangren pada daerah kaki
sebelah kiri dengan karakteristik luka tampak merah muda pada bagian tengah, sekitar luka
nampak pucat, pus (+), panjang luka ± 15 cm, lebar luka ± 10 cm dengan kedalaman ± 1 cm
menembus lapisan otot, dan luka berbau amis.
Sedangkan pada pola aktivitas klien mengatakan pola makan sebelum sakit dengan
porsi makan 2-3 x/hari dengan porsi dihabiskan, jenis menu makan nasi, bubur, buah-buahan
dan sayur, klien mempunyai pantangan makanan yang tinggi serat atau yang manis-manis,
klien tidak mempunyai alergi terhadap makanan. Sedangkan pola makan saat sakit porsi
makan klien 1-2 kali/hari, dengan porsi makan tidak di habiskan, jenis menu makan bubur,
dan sayur, klien tidak diperbolehkan makan makanan yang berkadar gula tinggi.
Untuk pola minum klien sebelum sakit frekuensi klien minum 6-8 gelas/hari
dihabiskan, jenis minuman klien air putih dan teh, minuman yang disukai air putih, minuman
yang tidak disukai yaitu minuman beralkohol. Sedangkan pola minum saat sakit frekuensi
minum klien 3-5 gelas/hari dihabiskan, jenis minuman air putih, dan tidak diperbolehkan
minumminuman yang manis-manis. Selama dirumah sakit klien mengatakan mandi hanya 1
kali/hari (tidak menentu).
Pola eliminasi BAK sebelum sakit frekuensi berkemih 4-7 kali/hari, berwarna
kekuningan, dan tidak ada kesulitan dalam berkemih. Sedangkan, pola eliminasi BAK selama
sakit frekuensi berkemih 3-5 kali/hari, berwarna kekuningan dengan bau amoniak, dan tidak
ada kesulitan dalam berkemih.
Pola eliminasi BAB sebelum sakit frekuensi BAB 2-3 kali/hari, konsistensi lunak,
berwarna kuning, tidak ada masalah dalam BAB. Sedangkan, pola eliminasi BAB selama
sakit frekuensi BAB 1 kali/hari (tidak menentu), konsistensi lunak, berwarna kuning, tidak
ada masalah dalam BAB.
Pola istirahat dan aktivitas klien sebelum sakit untuk tidur siang dan tidur malam baik,
sedangkan saat sakit, tidur siang dan tidur malam terganggu (± 3 - 4 jam) karena klien sering
terbangun.

PATOFISIOLOGIPage 17
Pola Aktivitas dan Latihan

Aktivitas SMRS MRS

0 1 2 3 4 0 1 2 3 4

Mandi √ √
Berpakaian/berdandan √ √
Eliminasi/toileting √ √
Mobilisasi di tempat tidur √ √
Berpindah √ √
Berjalan √ √
Naik tangga √ √
Berbelanja √ √
Memasak √ √
Pemeliharaan rumah √ √
Keterangan : Skor 0 = Mandiri
1 = Alat bantu
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat
4 = Tergantung / tidak mampu

Pada interaksi sosial, klien sering dijaga oleh anaknya, selama sakit klien juga sering
dibesuk oleh kerabat dan tetangga. Beberapa kali klien sering mengungkapkan keinginan
untuk pulang kerumah, dan sering bertanya mengenai penyakit yang dialaminya. Klien
nampak cemas dan berharap agar cepat sembuh dari penyakitnya, dan selama dirawat
kegiatan beribadah tidak terlaksana.
Terapi/obat-obatan yang diberikan antara lain IVDF RL 20 tetes/menit, cephaflox 1
gr/IV/12 jam, ranitidine 1 gr/IV/8 jam, keterolac 1 gr/IV/8 jam.
Pada pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 4 Juli 2018 dapat dilihat
melalui tabel berikut ini :
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kimia Darah
Hasil Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Glukosa sewaktu 313 <200 Mg/dl

PATOFISIOLOGIPage 18
2. Diagnosa Keperawatan
a. Klasifikasi Data
Nama pasien : Tn. L
Umur : 77 Tahun
No. RM : 16-36-23

No. Data Masalah


1. DS : Hambatan mobilitas fisik
- Klien mengatakan sering mengeluh sakit pada kaki
kirinya.
- Klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas
seharihari.
- Klien mengatakan merasa lemah dan letih setelah
beraktivitas.
- Klien mengatakan kram pada pergelangan kaki.
DO :
- KU : Lemah
- Klien nampak letih setelah beraktivitas
- Klien nampak tidak nyaman setelah beraktivitas
- Aktivitas klien nampak dibantu oleh keluarga
- Pergerakan klien terbatas
- Pergerakan sendi kurang
- Kekuatan otot : 5 5
3 2
- Klien nampak terbaring di tempat tidur
- Tampak ada luka gangren diabetik pada kaki sebelah
kiri
- Karakteristik luka : Luka tampak merah muda pada
bagian tengah, Area sekitar luka nampak pucat, Pus
(+) sekitar luka, Panjang luka ± 15 cm, Lebar luka ±
10 cm, Kedalaman ± 1 cm, Luka berbau amis.
- Glukosa darah sewaktu adalah 313 mg/dl
- Tanda – Tanda Vital : TD : 140/80 mmHg, S : 36OC
N : 82 x/menit, P : 22 x/menit

PATOFISIOLOGIPage 19
b. Analisa Data
Nama pasien : Tn. L
Umur : 77 Tahun
No. RM : 16-36-23

Symptom Etiologi Problem


DS : Reseptor insulin dalam sel Hambatan mobilitas fisik
- Klien mengatakan sering berkurang
mengeluh sakit pada kaki
kirinya. Peningkatan glukosa darah
- Klien mengatakan tidak
bisa melakukan aktivitas Sirkulasi darah ke sel lambat
sehari-hari. dalam tubuh di jaringan perifer
- Klien mengatakan merasa
lemah dan letih setelah Gangren diabetik
beraktivitas.
- Klien mengatakan kram Hambatan mobilitas fisik
pada pergelangan kaki.
DO :
- KU : Lemah
- Klien nampak letih setelah
beraktivitas
- Klien nampak tidak nyaman
setelah beraktivitas
- Aktivitas klien nampak
dibantu oleh keluarga
- Pergerakan klien terbatas
- Pergerakan sendi kurang
- Kekuatan otot : 5 5 3 2
- Klien nampak terbaring di
tempat tidur
- Tampak ada luka gangren
diabetik pada kaki sebelah
kiri
- Karakteristik luka : Luka
tampak merah muda pada
bagian tengah, Area sekitar
luka nampak puca,t Pus (+)
sekitar luka, Panjang luka ±
15 cm, Lebar luka ± 10 cm,

PATOFISIOLOGIPage 20
Kedalaman ± 1 cm, Luka
berbau amis,
- Glukosa darah sewaktu
adalah 313 mg/dl
- Tanda – Tanda Vital : TD :
140/80 mmHg, S : 36OC, N :
82 x/menit, P : 22 x/menit.

c. Intervensi Keperawatan
Nama pasien : Tn. L
Umur : 77 Tahun
No. RM : 16-36-23
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan Hasil (NOC)
1. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan 1. Tentukan 1. Mengetahui
fisik b.d adanya luka asuhan keperawatan batasan keterbatasan
gangren diabetik selama 4 x 24 jam, pergerakan sendi sendi klien.
diharapkan pasien dan efeknya 2. Mendukung
mampu dalam terhadap fungsi klien dalam
mobilisasi secara sendi. beraktivitas.
mandiri dengan 2. Dukung 3. Membantu
kriteria hasil : latihan ROM pemulihan
-Pergerakan sendi aktif, sesuai sendi klien
bertambah luas. jadwal yang 4. Pasien akan
-Kemampuan klien teratur dan terbantu dalam
menggerakan sendi. terencana. pemenuhan
-Pasien dapat 3. Lakukan ROM kebutuhan
melaksanakan aktivitas pasif atau ROM selama belum
sesuai dengan dengan bantuan, bisa melakukan
kemampuan (duduk, sesuai indikasi. secara mandiri.
berdiri, berjalan, dan 4. Instruksikan
berpindah). pasien/keluarga
cara melakukan
latihan ROM
pasif, ROM
dengan bantuan
atau ROM aktif.

d. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Nama pasien : Tn. L

PATOFISIOLOGIPage 21
Umur : 77 Tahun
No. RM : 16-36-23
No. Hari/tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
& jam
1. Jum’at, 6 juli 1. Menentukan batasan S: Eko
2018 pergerakan sendi dan - Klien mengatakan Febrianto
efeknya terhadap fungsi nyeri pada kaki kirinya
sendi karena luka gangren.
13.20 Hasil : - Klien mengatakan
Pergerakan sendi klien belum mampu
terbatas dan sulit untuk beraktivitas.
menggerakkan kaki O:
kirinya karena luka - KU. Lemah
gangren. - Klien nampak letih
setelah beraktivitas
2. Mendukung latihan - Klien nampak tidak
ROM aktif, sesuai jadwal nyaman setelah
yang teratur dan terencana beraktivitas
13.40 Hasil : - Aktivitas klien
ROM aktif yang bisa nampak dibantu oleh
dilakukan klien sesuai keluarga
jadwal : - Pergerakan klien
- Rahang (5) terbatas
- Punggung (5) - Pergerakan sendi
- Jari kanan dan kiri (5) - kurang - Klien nampak
Jempol kanan dan kiri (5) terbaring di tempat
- Pergelangan tangan tidur - Tampak ada
kanan dan kiri (5) luka gangren pada
- Siku kanan dan kiri (5) kaki kiri klien
- Bahu kanan dan kiri (5) - GDS : 313 mg/dl
- TTV : TD : 140/80
3. Melakukan ROM pasif mmHg, S : 36OC, N :
atau ROM dengan 82 x/menit, P : 22
bantuan, sesuai indikasi x/menit, A :
13.50 Hasil : Masalah belum
- Leher (4 = deviasi teratasi. P :
ringan dari kisaran Intervensi dilanjutkan.
normal).
- Jari kanan dan kiri (5 =
tidak ada deviasi dari
kisaran normal).

PATOFISIOLOGIPage 22
- Pergelangan tangan dan
kiri (5 = tidak ada deviasi
dari kisaran normal).
- Siku (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Bahu (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Pergelangan kaki kanan
(3 = deviasi sedang dari
kisaran normal).
- Pergelangan kaki kiri (2
= deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal).
- Lutut kanan (3 = deviasi
sedang dari kisaran
normal).
- Lutut kiri (2 = deviasi
yang cukup besar dari
kisaran normal).
- Panggul kanan dan kiri
(4 = deviasi ringan dari
kisaran normal).

4. Menginstruksikan
pasien/keluarga cara
melakukan latihan ROM
pasif, ROM dengan
bantuan atau ROM aktif
14.20 Hasil :
Keluarga / anak klien
belum mengerti cara
melakukan ROM pasif
dan aktif.
2. Sabtu, 7 juli 2018 1. Menentukan batasan S : - Klien mengatakan Eko
pergerakan sendi dan nyeri pada kaki kirinya Febrianto
efeknya terhadap fungsi karena luka gangren. -
09.00 sendi Hasil : Klien mengatakan
Pergerakan sendi klien belum mampu

PATOFISIOLOGIPage 23
masih terbatas dan sulit beraktivitas. O : - KU.
untuk menggerakkan kaki Lemah - Klien nampak
kirinya karena luka letih setelah
gangren. beraktivitas - Klien
nampak tidak nyaman
2. Mendukung latihan setelah beraktivitas -
ROM aktif, sesuai jadwal Aktivitas klien
yang teratur dan terencana nampak dibantu oleh
09.20 Hasil : keluarga - Pergerakan
- Rahang (5) klien terbatas -
- Punggung (5) Pergerakan sendi
- Jari kanan dan kiri (5) kurang - Klien nampak
- Jempol kanan dan kiri terbaring di tempat
(5) tidur - Tampak ada
- Pergelangan tangan luka gangren pada
kanan dan kiri (5) kaki kiri klien - GDS :
- Siku kanan dan kiri (5) 317 mg/dl - TTV :
- Bahu kanan dan kiri (5) TD : 150/90 mmHg S :
36,5OC N : 94 x/menit
3. Melakukan ROM pasif P : 20 x/menit A :
atau ROM dengan Masalah belum
bantuan, sesuai indikasi teratasi. P : Intervensi
09.30 Hasil : dilanjutkan
- Leher (4 = deviasi
ringan dari kisaran
normal).
- Jari kanan dan kiri (5 =
tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
- Pergelangan tangan dan
kiri (5 = tidak ada deviasi
dari kisaran normal).
- Siku (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Bahu (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Pergelangan kaki kanan
(3 = deviasi sedang dari
kisaran normal).

PATOFISIOLOGIPage 24
- Pergelangan kaki kiri (2
= deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal).
- Lutut kanan (3 = deviasi
sedang dari kisaran
normal).
- Lutut kiri (2 = deviasi
yang cukup besar dari
kisaran normal).
- Panggul kanan dan kiri
(4 = deviasi ringan dari
kisaran normal).

4. Menginstruksikan
pasien/keluarga cara
melakukan latihan ROM
pasif, ROM dengan
bantuan atau ROM aktif
10.00 Hasil :
Keluarga / anak klien
mampu mengerti cara
melakukan ROM pasif
dan aktif, seperti leher,
jari tangan, pergelangan
tangan, siku, pergelangan
kaki, dan lutut.

3. Minggu,8 juli 1. Menentukan batasan S: Eko


2018 pergerakan sendi dan - Klien mengatakan Febrianto
efeknya terhadap fungsi nyeri pada kaki kirinya
sendi karena luka gangren.
10.30 Hasil : - Klien mengatakan
Pergerakan sendi klien mampu beraktivitas
mulai meningkat dan sedikit, tetapi masih di
mampu demi sedikit bantu oleh keluarga.
untuk menggerakkan kaki O:
kirinya yang terdapat luka - KU. Sedang
gangren. - Aktivitas klien
nampak dibantu oleh
2. Mendukung latihan keluarga

PATOFISIOLOGIPage 25
ROM aktif, sesuai jadwal - Pergerakan klien
yang teratur dan terencana terbatas
10.50 Hasil : - Pergerakan sendi
- Rahang (5) - Leher (5) mulai meningkat
- Punggung (5) - Tampak ada luka
- Jari kanan dan kiri (5) gangren pada kaki kiri
- Jempol kanan dan kiri klien
(5) - GDS : 278 mg/dl
- Pergelangan tangan - TTV : TD : 140/90
kanan dan kiri (5) mmHg, S : 36OC, N :
- Siku kanan dan kiri (5) 70 x/meni,t P : 18
- Bahu kanan dan kiri (5) x/menit,
- Pergelangan kaki kanan A:
(4) Masalah belum
- Lutut kanan (4) teratasi.
P:
3. Melakukan ROM pasif Intervensi dilanjutkan.
atau ROM dengan
bantuan, sesuai indikasi
11.00 Hasil :
- Leher (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Jari kanan dan kiri (5 =
tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
- Pergelangan tangan dan
kiri (5 = tidak ada deviasi
dari kisaran normal).
- Siku (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Bahu (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Pergelangan kaki kanan
(4 = deviasi ringan dari
kisaran normal).
- Pergelangan kaki kiri (2
= deviasi yang cukup
besar dari kisaran

PATOFISIOLOGIPage 26
normal).
- Lutut kanan (4 = deviasi
ringan dari kisaran
normal).
- Lutut kiri (2 = deviasi
yang cukup besar dari
kisaran normal).
- Panggul kanan dan kiri
(4 = deviasi ringan dari
kisaran normal).

4. Menginstruksikan
pasien/keluarga cara
melakukan latihan ROM
pasif, ROM dengan
bantuan atau ROM aktif
11.30 Hasil :
Keluarga / anak klien
mampu mengerti cara
melakukan ROM pasif
dan aktif, seperti leher,
jari tangan, jempol,
pergelangan tangan, siku,
pergelangan kaki, dan
lutut.

4. Senin, 9 juli 2018 1. Menentukan batasan S: Eko


pergerakan sendi dan - Klien mengatakan Febrianto
efeknya terhadap fungsi nyeri pada kaki kirinya
send berkurang.
08.00 i Hasil : - Klien mengatakan
Klien mampu mampu melakukan
melakuakan pergerakkan aktivitas dengan
sendi dengan mandiri. sendirinya.

2. Mendukung latihan O:
ROM aktif, sesuai jadwal - KU. Baik
yang teratur dan terencana - Klien nampak rileks
08.15 Hasil : - Nampak aktivitas
- Rahang (5) klien meningkat
- Leher (5) - Pergerakan sendi

PATOFISIOLOGIPage 27
- Punggung (5) nampak meningkat
- Jari kanan dan kiri (5) - Tampak ada luka
- Jempol kanan dan kiri gangren pada kaki kiri
(5) klien
- Pergelangan tangan - TTV : TD : 160/90
kanan dan kiri (5) mmHg S : 36,2OC N :
- Siku kanan dan kiri (5) 88 x/menit P : 20
- Bahu kanan dan kiri (5) x/menit
- Pergelangan kaki kanan A:
(4) Masalah teratasi.
- Lutut kanan (4) P:
- Panggul kanan dan kiri Intervensi dihentikan
(4) (pasien pulang).

3. Melakukan ROM pasif


atau ROM dengan
bantuan, sesuai indikasi
08.30 Hasil :
- Leher (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Jari kanan dan kiri (5 =
tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
- Pergelangan tangan dan
kiri (5 = tidak ada deviasi
dari kisaran normal).
- Siku (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Bahu (5 = tidak ada
deviasi dari kisaran
normal).
- Pergelangan kaki kanan
(5 = tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
- Pergelangan kaki kiri (3
= deviasi sedang dari
kisaran normal).
- Lutut kanan (4 = deviasi
ringan dari kisaran

PATOFISIOLOGIPage 28
normal).
- Lutut kiri (3 = deviasi
sedang dari kisaran
normal).
- Panggul kanan dan kiri
(5 = tidak ada deviasi dari
kisaran normal).

4. Menginstruksikan
pasien/keluarga cara
melakukan latihan ROM
pasif, ROM dengan
bantuan atau ROM aktif
09.00 Hasil :
Keluarga / anak klien
mampu mengerti cara
melakukan ROM pasif
dan aktif, seperti rahang,
leher, jari tangan, jempol,
pergelangan tangan, siku,
pergelangan kaki, lutut,
dan panggul.

BAB III
PENUTUP

PATOFISIOLOGIPage 29
3.1 Kesimpulan
Degenerasi merupakan suatu perubahan keadaan secara fisika dan kimia dalam sel,
jaringan atau organ yang bersifat menurunkan efisiensinya. Gangguan fungsi bisa
bersifat reversible ataupun ireversibel sel tergantung dari mekanisme adaptasi sel.
Cedera reversibel disebut juga cedera subletal dan cedera ireversibel disebut juga cedera
letal. Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau
sebaliknya, sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal.
Penyakit degeneratif adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau
penghacuran terhadap jaringan atau organ tubuh. Misalnya diabetes militus tipe 2,
osteoporosis, dan lain sebagainya.

3.2 Saran
Degenerasi merupakan suatu bentuk kerusakan sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan sel akut atau trauma, di mana kerusakan sel tersebut terjadi secara tidak
terkontrol. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan makanan yang akan kita konsumsi,
menjaga aktivitas fisik serta selalu mengutamakan prilaku sehat agar tidak menyebabkan
timbulnya gejala-gejala degenerasi yang dapat merusak sel dan berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan yang serius.

PATOFISIOLOGIPage 30
DAFTAR PUSTAKA

Janti S, Budi K, Andhy H, Bing D. 2003.  Ilmu Patologi Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Danny H, Harry M, Ferry S, Arief B, Tono D, Boenjamin S. 2010. Stem Cell Dasar Teori dan Aplikasi
Klinis. Jakarta : Humana Press.

PATOFISIOLOGIPage 31

Anda mungkin juga menyukai