Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

POLIOMIELITIS

Sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah (Keperawatan Anak)

Dosen pengampu: Ns. Lusiana, S.Kep

Disusun Oleh:
Siti Assabilla Saidatussyifa
201813100
S1 Keperawatan TK 3 B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIJAYA HUSADA BOGOR
2020/ 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, Marilah
kita ucapkan puji serta rasa syukur atas kehadirat Allah Swt. Karena berkat rahmat, karunia,
taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas “ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK POLIOMIELITIS” sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah
keperawatan anak ini dengan baik dan tepat waktu meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami berharap Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Poliomielitis ini dapat berguna
dan juga bermanfaat sehingga mampu menambah wawasan pembaca mengenai Poliomielitis
yang diambil dari sumber yang terkait. Selain itu, penyusun juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proses
pembuatan dan penyusunaan Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Poliomielitis

Demikian yang dapat penyusun sampaikan, semoga Asuhan Keperawatan Anak dengan
Poliomielitis ini dapat dengan mudah dipahami serta dapat menambah wawasan bagi
pembacanya. Kami juga memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan dari Telaah
Kritisi Jurnal ini apabila adanya penjelasan yang kurang jelas, tidak lupa meminta kritik dan
saran yang membangun untuk Asuhan Keperawatan Anak ini agar kedepannya kami dapat lebih
baik lagi.

Bogor, 24 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
[

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
LAPORAN PENDAHULUAN.....................................................................................................2
A. Definisi..................................................................................................................................2
B. Etiologi..................................................................................................................................2
C. Klasifikasi.............................................................................................................................2
D. Pathofisiologi........................................................................................................................4
E. Faktor Resiko.......................................................................................................................5
F. Manifestasi Klinis................................................................................................................5
G. Penatalaksanaan..................................................................................................................7
H. Komplikkasi.........................................................................................................................8
I. Pencegahan..........................................................................................................................9
BAB III.........................................................................................................................................10
KONSEP DASAR........................................................................................................................10
ASUHAN KEPERAWATAN POLIOMIELITIS.....................................................................10
A. Pengkajian..........................................................................................................................10
B. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................................12
BAB IV..........................................................................................................................................17
PENUTUP....................................................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................................17
B. Saran...................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Poliomielitis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan
biasanya menyerang anak-anak dengan gejala lumpuh layuh akut (AFP=Acute Flaccid
Paralysis).

Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.Polio menyerang
sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam. Virus ini memasuki
tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam usus. Gejala awal adalah demam, kelelahan,
sakit kepala, muntah, kekakuan pada leher dan nyeri pada anggota badan. Satu dari 200 infeksi
menyebabkan kelumpuhan ireversibel (biasanya dikaki). Di antara mereka yang lumpuh, 5%
sampai 10% meninggal ketika otot pernapasan mereka lumpuh. Di indonesia banyak dijumpai
penyakit polio terlebih pada anak-anak hal ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang.
Disamping asupan gizi juga dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan dari orang tua, apalagi
dengan kondisi di negeri ini yang masih banyak dijumpai keluarga kurang mampu sehingga
kebutuhan gizi anaknya kurang mendapat perhatian. Peran serta pemerintah disini sangat
diharapkan untuk membantu dalam menangani masalah gizi buruk yang masih banyak ditemui
khususnya di daerah terpencil atau yang jauh dari fasilitas pemerintah, sehingga sulit terjangkau
oleh masyarakat pinggiran. Kalau hal ini tidak mendapat perhatian, maka akan lebih banyak lagi
anak-anak indonesia yang menderita penyakit polio.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Poliomielitis?

C. Tujuan
Menambah pengetahuan mahasiswa tentang konsep teori dan asuhan keperawatan dengan
Poliomielitis

1
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Poliomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus polio dan dapat
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. 50%-70% dari kasus polio adalah umur 3-5 tahun
(Ranuh, 2008). Poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak
dan akibat kerusakan bagian susunan saraf pusat tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot
(Staf Pengajar IKA FKUI, 2005). Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut yang pada keadaan
serius menyerang susunan saraf pusat. Kerusakan saraf motorik pada medulla spinalis
menyebabkan paralisis flaksid (Jawetz, et al., 2005). Poliomielitis dahulu disebut penyakit
lumpuh kanak-kanak, tetapi sekarang diketahui bahwa penyakit ini dapat juga menyerang orang
dewasa.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa poliomielitis adalah


penyakit menular akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio yang menyerang susunan saraf
pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan serta atrofi otot pada anak-anak maupun pada orang
dewasa.

B. Etiologi
Virus poliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus Enterovirus dan famili
Picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon).
Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut. Epidemi yang luas dan ganas
biasanya disebabkan oleh virus tipe 1, tipe 2 kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik
dan tipe 3 menyebabkan epidemi ringan. Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun
imunisasi bersifat seumur hidup dan spesifik untuk satu tipe (Pasaribu, 2005).

C. Klasifikasi
Zulkifli (2007) menjelaskan bahwa penyakit polio dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis. Jenis-jenis penyakit polio adalah sebagai berikut.

2
1. Polio abortif
Merupakan bentuk yang paling sering dari penyakit ini. Pasien hanya menderita gejala minor,
yang di tandai oleh demam, malaise, mengantuk, nyeri kepala, mual, muntah, konstipasi, dan
nyeri tenggorokan dalam beberapa kombinasi. Pasien dapat sembuh dalam beberapa hari.
2. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi
kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
3. Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior
yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan
mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus
polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan
diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan saraf motorik yang
mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu, namun pada penderita
yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang
seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan memengaruhi
sistem saraf pusat dan menyebar sepanjang serabut saraf.
4. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut
terserang. Batang otak mengandung saraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial,
yang mengirim sinyal ke berbagai saraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal
dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf
auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan
berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke
jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga
sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan
mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf
kranial yang bertugas mengirim perintah bernapas ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal

3
karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat tenggelam dalam sekresinya sendiri
kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang
disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan
apabila penderita telah menggunakan paru-paru besi (iron lung). Alat ini membantu paru- paru
yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Apabila
tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, sedangkan apabila tekanan udara dikurangi,
paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi
yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga
saat ini, pasien yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau
alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub
kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat
memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.

D. Pathofisiologi
Poliomielitis merupakan infeksi dari virus jenis enteroviral yang dapat bermanifestasi
dalam 4 bentuk yaitu, infeksi yang tidak jelas, menetap, nonparalitik, dan paralitik. Poliovirus
merupakan RNA virus yang di transmisikan memalalui rute oral-fekal, melalui konsumsi dari air
yang terkontaminasi feses (kotoran manusia). Terdapat tiga jenis yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia. Masa inkubasi membutuhkan waktu 5 – 35 hari. Apabila virus masnuk
kedalam tubuh melalui jalur makan, akan menetap dan berkembang biak di kelenjar getah bening
nasofaring atau usus, dan kemudian menyebar melalui darah ke seluruh tubuh. Setelah virus
masuk kedalam jaringan tubuh, virus akan mengeluarkan neurotropik yang akan merusak akhiran
saraf pada otot, yang menyebabkan kelumpuhan dari organ gerak bahkan sampai otot mata.
Berdasarkan keluhan awal penderita akan mengeluh seperti adanya infeksi ringan seperti
akibat flu, atau batuk. Pada kasus infeksi yang tidak jelas, keluhan disertai dengan adanay mual,
muntah, nyeri perut, yang berlangsung selama kurang dari 5 hari, dan berkembang menjadi iritasi
dari selaput otak. Pada paralitik osteomyelitis keluhan akan terus berkembang dari kelemahan
anggota gerak sampai gangguan pernafasan. Penderita yang telah sembuh dari polio akan
menimbulkan gejala sindroma postpolio berupa kelemahan dan ketidak seimbangan pada
anggota gerak yang terinfeksi sebelumnya (Dinkes Siak, 2013).

4
E. Faktor Resiko
Virus Polio ditularkan terutama dari manusia ke manusia, terutama pada fase akut,
bersamaan dengan tingginya titer virus polio di faring dan feses. Virus polio diduga dapat
menyebar melalui saluran pernafasan karena sekresi pernafasan merupakan material yang
terbukti infeksius untuk virus entero lainnya. Meskipun begitu, jalur pernafasan belum terbukti
menjadi jalur penularan untuk virus polio. Transmisi oral biasanya mempunyai peranan yang
dominan pada penyebaran virus polio di negara berkembang, sedangkan penularan secara fekal-
oral paling banyak terjadi di daerah miskin. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi melalui
lalat atau karena higienis yang rendah. Sumber penularan lain yang mungkin berperan adalah
tanah dan air yang terkontaminasi material feses, persawahan yang diberi pupuk feses manusia,
dan irigasi yang dengan air yang telah terkontaminasi virus polio (Afie, 2009).
Penularan virus polio terutama melalui jalur fekal-oral dan membutuhkan kontak yang
erat. Prevalensi infeksi tertinggi terjadi pada seseorang yang tinggal serumah dengan penderita.
Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lain juga terinfeksi. Kontaminasi
tinja pada jari tangan, alat tulis, mainan anak, makanan dan minuman, merupakan sumber utama
infeksi (Afie, 2009).
Faktor yang mempengaruhi penyebaran virus adalah kepadatan penduduk, tingkat
higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah. Di area dengan sanitasi yang bagus dan air
minum yang tidak terkontaminasi, rute transmisi lainnya mungkin penting. Bahan yang dianggap
infeksius untuk virus polio adalah feses dan sekresi pernafasan dari pasien yang terinfeksi virus
polio atau yang menerima OPV (Oral Poliovirus Vaccine) dan produk laboratorium yang
digunakan untuk percobaan dengan menggunakan virus polio. Bahan yang dianggap berpotensi
infeksius adalah feses dan sekresi faring yang dikumpulkan untuk tujuan apapun dari daerah
yang masih terdapat virus polio liar. Darah, serum dan cairan serebrospinal tidak diklasifikasikan
infeksius untuk virus polio (Afie, 2009).

F. Manifestasi Klinis
Infeksi virus polio pada manusia sangat bervariasi, dari gejala yang ringan sampai terjadi
paralysis. Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan menjadi minor illnesses (gejala ringan) dan
major illnesses (gejala berat, baik paralitik, maupun non-paralitik).

5
a. Minor Illnesses
1. Asimtomatis (Silent Infection)
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat gejala
klinis sama sekali. Pada suatu epidemik diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk
dan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut. Merupakan proporsi kasus terbanyak
(72%).
2. Poliomyelitis abortif
Diduga secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemik, terutama yang
diketahui kontak dengan penderita poliomyelitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-8%
penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak, berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari, biasanya sekitar 2-10 hari. Gejala berupa infeksi virus, seperti malaise,
anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi, dan nyeri
abdomen. Diagnosis pasti hanya bisa dengan menemukan virus di biakan jaringan.

b. Major Illnesses
1. Poliomyelitis non-paralitik
Gejala klinis sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah
lebih berat. Gejala-gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang diikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri
otot. Khas untuk penyakit ini adalah adanya nyeri atau kaku otot belakang leher, tubuh
dan tungkai dengan hipertonia mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion
spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk dari posisi tidur, maka ia akan
menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua tangan menunjang kebelakang pada
tempat tidur (Tripod sign) dan terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme, kaku kuduk
terlihat secara pasif dengan Kernig dan Brudzinsky yang positif. “Head drop” yaitu bila
tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak sehingga menyebabkan
kepala terjatuh ke belakang. Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat
perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik.
2. Poliomyelitis paralitik

6
Gejala poliomielitis paralitik sama dengan yang terdapat pada poliomyelitis non-paralitik
disertai kelemahan satu atau lebih
kumpulan otot skelet atau kranial, dan timbul paralisis akut. Pada bayi ditemukan
paralisis vesika urinaria dan atonia usus. Secara klinis dapat dibedakan menjadi beberapa
bentuk sesuai dengan tingginya lesi pada susunan saraf yang terkena.
a) Bentuk spinal
Gejala kelemahan/paralysis/paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, toraks dan
terbanyak ekstremitas bawah. Tersering otot besar, pada tungkai bawah otot
kuadrisep femoris, pada lengan otot deltoideus, dan sifat paralisis adalah asimetris.
Refleks tendon mengurang/menghilang serta tidak terdapat gangguan sensibilitas.
b) Bentuk bulbar
Terjadi akibat kerusakan motorneuron pada batang otak sehingga terjadi insufisiensi
pernafasan, kesulitan menelan, tersedak, kesulitan makan, kelumpuhan pita suara dan
kesulitan bicara. Saraf otak yang terkena adalah saraf V, IX, X, XI dan kemudian VII.
c) Bentuk bulbospinal
Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar
d) Bentuk ensefalitik
Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor dan kadang-kadang
kejang. (Estrada dalam Virlta, 2013)

G. Penatalaksanaan
Tidak ada obat untuk polio, hanya bisa dicegah dengan imunisasi. Imunisasi lengkap
sangat mengurangi risiko terkena polio paralitik. Tidak ada antivirus yang efektif melawan
poliovirus. Tujuan pengobatan polio adalah mengontrol gejala selama infeksi berlangsung.
Dalam kasus-kasus tertentu, beberapa pasien membutuhkan tindakan lifesaving terutama bantuan
nafas.
Berikut pengobatan non spesifik untuk setiap manifestasi klinis dari polio menurut Virlta
(2013).
1. Silent infection: istirahat

7
2. Poliomielitis abortif: istirahat 7 hari, bila tidak terdapat gejala apa-apa aktifitas dapat dimulai
lagi. Sesudah 2 bulan dilakukan pemeriksaan lebih teliti terhadap kemungkinan kelainan
muskuloskeletal.
3. Poliomielitis paralitik/non-paralitik : istirahat mutlak sedikitnya 2 minggu; perlu pengawasan
yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralisis pernafasan.

Pengobatan sesuai dengan fase akut dan post akut adalah sebagi berikut.
a. Fase akut
1. Antibiotik untuk mencegah infeksi pada otot yang flaccid
2. Analgetik untuk mengurangi nyeri kepala, myalgia, dan spasme
3. Antipiretik untuk menurunkan suhu.
4. Foot board, papan penahan pada telapak kaki, agar kaki terletak pada sudut yang tetap
terhadap tungkai
5. Bila terjadi paralisis pernafasan seharusnya dirawat di unti perawatan khusus karena
penderita memerlukan bantuan pernafasan mekanis.
6. Pada poliomyelitis tipe bulbar kadang-kadang refleks menelannya terganggu sehingga
beresiko terjadinya pneumonia aspirasi. Dalam hal ini kepala anak diletakkan lebih
rendah dan dimiringkan ke salah satu sisi.
b. Fase post-akut
Kontraktur, atrofi dan atoni otot dikurangi dengan fisioterapi. Tindakkan ini dilakukan
setelah 2 minggu. Penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan yaitu:
1. Heating dengan menggunakan IRR (infrared radiation)
2. Exercise (active/passive) terutama pada ekskremitas yang mengalami kelemahan atau
kelumpuhan
3. Breathing exercise jika diperlukan
4. Bila perlu pemakaian braces, bidai, hingga operasi ortopedik.

H. Komplikkasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien polio adalah sebagai berikut.
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut

8
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis

I. Pencegahan
Poliomielitis dapat dicegah dengan cara antara lain sebagai berikut (Staf Pengajar IKA
FKUI, 2005).
1. Jangan masuk daerah endemik.
2. Dalam daerah endemik jangan melakukan stres yang berat seperti tonsilektomi, suntikan dan
sebagainya.
3. Mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan.
4. Imunisasi aktif.
Vaksin polio dibagi menjadi dua yaitu inactivated polio virus (IPV) yang diberikan secara
suntikan dan attenuated polio virus (OPV) yang diberikan tetesan dibawah lidah. IPV
merupakan vaksin yang pertama tersedia secara menyeluruh pada tahun 1950an. Kelebihan
dari IPV adalah berisi virus yang lemah, sehingga tidak berhubungan dengan kejadian
poliomielitis akibat pemberian vaksin. Formulasi yang lebih baik adalah enhanced
inactivated poliovirus vaccine (eIPV). Vaksin ini diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6
– 12 bulan dan sebelum masuk sekolah (usia 4 tahun). Pemberian OPV terutama sejak tahun
1960an. Imunisasi dengan cara ini menyebabkan penurunan yang signifikan pada kasus-
kasus poliomielitis di dunia. Pemberian secara oral memberikan kelebihan dengan adanya
pertahana tubuh terhadap virus tersebut di mukosa saluran nafas dan pencernaan. Kerugian
OPV adalah dapat menyebabkan vaccine-associated paralytic poliomyelitis (VAPP).
Pemberian vaksin ini diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan pemberian booster
setiap 4 tahun.
Varian OPV baru berupa monovalent oral poliovirus type 1 vaccine (mOPV1) diperkenalkan
pertama kali di India pada bulan April 2005. Dari penelitan didapatkan bahwa varian baru ini
3 kali lebih efektif dan jauh lebih sedikit angka efek samping dibandingkan pemberian OPV
pertama, sehingga menjadi rekomendasi internasional untuk menghilangkan poliovirus
(Dinkes, 2013).

9
BAB III
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN POLIOMIELITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien: Nama bayi, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, anak ke berapa,
berat badan, tinggi badan, alamat dan nama orang tua bayi.

2. Status Kesehatan Saat Ini


a. Keluhan Utama: Pasien biasanya mengeluh aktivitasnya terganggu karena kelemahan,
kelelahan, serta kelumpuhan.

3. Riwayat Kesehatan Saat Ini: Awalnya pasien mengeluh semakin hari berat badannya
semakin berkurang disertai dengan keluahan kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan.
Keluhan yang biasanya dikeluhkan pasien pada saat pengkajian:

1. Pasien mengeluh aktivitasnya terganggu karena kelemahan, kelelahan, serta


kelumpuhan.
2. Keluarga pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini anaknya rewel
3. Keluarga mengatakan bahwa pasien demam sudah 3 hari yang lalu

4. Riwayat Kesehatan Lalu:


Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, biasanya sebelumnya pasien belum pernah
mengalami penyakit poliomielitis.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga:


10
Riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga pasien. Apabila terdapat keluarga yang
menderita polio, maka kemungkinan besar keluarga yang lain dapat terserang polio
dengan mudah.

6. Aktivitas Sehari – hari


a. Nutrisi: Pasien biasanya mengalami nafsu makan menurun, berat badan menurun,
mual dan muntah, dan kesulitan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
b. Eliminasi (BAB/ BAK): Pasien biasanya sering sembelit saat BAB. Usus mengalami
gangguan fungsi. Urine yang keluar sedikit (retensi urin)
c. Istirahat : Pasien akhir-akhir ini rewel
d. Personal hygiene : Kebutuhan personal hygiene Pasien oleh keluarga terutama ibu.
e. Aktivitas : Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung saat beraktifitas,
perubahan pada tekanan darah, serta perubahan pada frekuensi jantung.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Keadaan pasien lemah
b. Kesadaran : Biasanya pasien datang ke rumah sakit dengan kesadaran yang
menurun
c. Tanda – Tanda Vital
 Nadi : 102x/menit
 Respirasi : 28x/menit
d. Kepala :
warna rambut hitam, penyebaran rambut merata, rambut tidak rontok, tidak ada
benjolan, tidak ada lesi, tekstur ranbut halus, dan tidak ada nyeri tekan, bentuk mata
bulat, konjungtiva berwarna merah muda, tidak adanya nyeri tekan, bentuk telinga
simetris, telinga bersih tidak ada kotoran dan tidak ada nyeri tekan, bibir tampak
pucat.
e. Mata :-
f. Mulut :-

11
g. Thorax Dan Pernafasan: bentuk dada simetris, tidak ada lesi, pengembangan dada
saat bernafas simetris, suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas tambahan
h. Abdomen: warna kulit merata dengan sekitarnya, tidak ada lesi, peristaltik usus 16x
permenit, tidak ada hepatomegali, tidak ada nyeri tekan, pada saat diperkusi timpani.
i. Genitalia Dan Anus: Keadaan genetalia normal, tidak ada kelainan atau gangguan
pada kondisi fisik genetalianya.
j. Integumen: -
k. Ekstremitas: -

8. Tes Diagnostik
Biasanya pasien polimielitis hanya cukup dilakukan pemeriksaan fisik

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.
2. Hipertermi b/d proses infeksi.
3. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.

12
13
RENCANA KEPERAWATAN (INTERVENSI)

NAMA PASIEN : An. N.N NAMA MAHASISWA : Siti Assabilla Saidatussyifa


NO. REKAM MEDIK :  NIM :  201813100
DIAGNOSA MEDIK : Poliomielitis
N DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
TGL TUJUAN INTERVENSI RASIOANAL PARAF
O KEPERAWATAN
1 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1.1 Tentukan status gizi 1.1 Untuk memenuhi
dari kebutuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien dan kebutuhan gizi
diharapkan Perubahan nutrisi dari
tubuh b/d kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual kemampuan pasien pasien
anoreksia, mual dan dan muntah dapat teratasi dengan untuk memenuhi 1.2 Untuk mengontrol
kriteria hasil
muntah. kebutuhan gizi dan mencukupi
NOC: Status Nutrisi 1.2 Tentukan jumlah kebutuhan nutrisi
kalori dan jenis dengan seimbang
Indikator 1 2 3 4 5
No nutrisi yang
1. Asupan Gizi
dibutuhkan untuk 2.1 Agar menambah
2. Asupan
Makanan memenuhi masukan dan
Keterangan: persyaratan gizi merangsang pasien
1. Sangat menyimpang dari rentan
normal untuk makan lebih
2. Banyak menyimpang dari rentang 2.1 Anjurkan keluarga banyak
normal
membawa makanan 2.2 Untuk mencangkupi
3. Cukup menyimpang dari rentan
normal favorit pasien masukan sehingga
4. Sedikit menyimpang dari rentan sementara pasien output dan intake

14
normal seimbang
5. Tidak menyimpang dari rentan berada di rumah sakit
normal atau fasilitas
perawatan yang
sesuai
2.2 Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan makanan
tertentu berdasarkan
perkembangan atau
usia
2 Hipertermi b/d Setelah dilakukan tindakan 1.1 Jauhkan pasien dari 1.1 Untuk mencegah
proses infeksi keperawatan selama 3 x 24 jam sumber panas, suhu tubuh pada
diharapkan Hipertermi b/d proses pindahkan pasien yang
infeksi dapat teratasi dengan kriteria kelingkungan yang berlebihan
hasil lebih dingin 1.2 Untuk mencegah
1.2 Hentikan aktivitas kedinginan tubuh
NOC: Kontrol Resiko: Hipertermia
pendingin jika suhu yang berlebihan
Indikator 1 2 3 4 5 tubuh mencapai 39°C
No
2.1 Berikan obat anti 2.1 Untuk mencegah
1. Memonitor
lingkungan menggigil sesuai terjadinya menggigil
terkait faktor kebutuhan dan mengurangi
yang
meningkatkan

15
suhu tubuh
2.
Memodifikasi 3.1 Hindari spons mandi penguapan
lingkungan dengan menggunakan
sekitar untuk
mengontrol suhu alkohol 3.1 Agar tidak terjadi
tubuh neurotoksin/merusak
3. Mencegah
jaringan saraf
konsumsi
alkohol
Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang-kadang menunjukan
4. sering menunjukan secara
konsisten menunjukan
5. secara konsisten menunjukan
3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1.1 Tentukan kemampuan 1.1 Agar keluarga pasien
fisik b/d paralysis. keperawatan selama 3 x 24 jam pasien untuk mengetahui
diharapkan Gangguan mobilitas fisik berpartisipasi dalam informasi perawatan
b/d paralysis dapat teratasi dengan kegiatan-kegiatan bagi program
kriteria hasil yang membutuhkan rehabilitas atau yang
keseimbangan membutuhkan
Noc: Pergerakan
1.2 Perkuat atau berikan keseimbangan
instruksi bagaimana 1.2 Untuk
Indikator 1 2 3 4 5
No memposisikan tubuh mempertahankan
1. Keseimbangan
bagaimana atau meningkatkan
2. Cara berjalan
melakukan Gerakan- mobilitas pada

16
gerakan untuk pasien
mempertahankan atau 2.1 Agar pasien berlatih
meningkatkan dan dapat
keseimbangan selama meningkatkan
Latihan atau aktivitas penguatan untuk
sehari-hari berjalan
2.2 Agar pasien lebih
2.1 Bantu dengan nyaman dan lebih
program penguatan aman
pergelangan kaki dari
berjalan
2.2 Sediakan alat-alat
bantu

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Poliomielitis adalah penyakit menular akut yang meliputi demam, lemas, sakit kepala,
muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki/tangan, kadang disertai diare, kemudian
disebabkan oleh infeksi virus polio yang menyerang susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan
kelumpuhan permanen serta atrofi otot pada anak-anak maupun pada orang dewasa. Jenis polio
ada 3 yaitu Polio Non-Paralisis, Polio Paralisis Spinal, Polio Bulbar.
Pada permulaan lebih banyak polimorfonukleus dari limfosit, tetapi kemudian segera
berubah menjadi limfosit yang lebih dominan. Tujuan pengobatan polio adalah mengontrol
gejala selama infeksi berlangsung. Dalam kasus-kasus tertentu, beberapa pasien membutuhkan
tindakan lifesaving terutama bantuan nafas.
Pencegahan polio antara lain melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh,
Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997, Survailance
Acute Flaccid Paralysis, melakukan Mopping Up. Polio tidak dapat disembuhkan dan obat anti-
virus tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ini.

B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat mengerti,
memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit poliomielitis baik mengenai pengertian,
patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis maupun pencegahan serta penerapan asuhan
keperawatannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/TI14_Poliomyelitis-gabungan-
Q.pdf
https://www.academia.edu/8877520/LAPORAN_PENDAHULUAN_POLIOMYELITIS
https://www.scribd.com/doc/305978377/ASKEP-POLIOMIELITIS

19

Anda mungkin juga menyukai