Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH INTERAKSI OBAT

“INTERAKSI OBAT PADA FASE DISTRIBUSI”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 6 :

APRILIA PUTRI JASMIN TUNGKA G70119045

FEBBY ANGGRIANI G70119121

NALDI S. G70119087

HELDAYANTI G70118215

INDIRA RISFARDANI G70118104

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“INTERAKSI OBAT PADA FASE DISTRIBUSI”. Makalah ini dibuat untuk
menyelesaikan tugas Interaksi Obat.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu apt. Dr.
Yuliet., selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Interaksi Obat yang telah
memberikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat di perlukan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam makalah ini masih banyak
kesalahan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi
pembaca, serta menjadi pintu gerbang ilmu pengetahuan khususnya untuk Mata
Kuliah Interaksi Obat.

Palu, 08 September 2021

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

COVER ..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
I.1 Latar Belakang .................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah ............................................................................2
I.3 Tujuan ..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................3
II.1 Definisi Interaksi Obat ....................................................................3
II.2 Fase Distribusi.................................................................................3
II.3 Interaksi dalam Ikatan Protein Plasma............................................5
II.4 Contoh Pada Praktek Klinik............................................................7
BAB III PENUTUP .......................................................................................9
III.1 Kesimpulan ....................................................................................9
III.2 Saran ..............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu masalah yang ditimbulkan dalam pola peresepan pasien yang dapat
mempengaruhi outcome klinis pasien adalah interaksi obat. Interaksi obat
merupakan interaksi yang dapat terjadi apabila efek obat diubah oleh obat
lain, makanan, atau minuman. Interaksi obat ini dapat menyebabkan beberapa
masalah antara lain penurunan efek terapi, peningkatan toksisitas, atau efek
farmakologis yang tidak diharapkan.

Mekanisme dari interaksi obat ini sendiri dapat dibagi menjadi tiga : Interaksi
farmasetik dimana interaksi ini terjadi antara dua obat yang diberikan dalam
waktu bersamaan yang biasanya terjadi sebelum obat tersebut dikonsumsi.
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika obat
mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
(ADME) daripada obat lain, sehingga dampaknya dapat meningkatkan atau
mengurangi efek farmakologis salah satu dari obat yang dikonsumsi tersebut
sedangkan interaksi farmakodinamik merupakan interaksi yang dapat terjadi
antar obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis, atau efek samping
yang hampir sama.

Meningkatnya kejadian interaksi obat pada pola peresepan dapat disebabkan


banyaknya obat yang sering digunakan (polipharmacy atau multiple drug
therapy). Potensi terjadinya interaksi obat dalam suatu pola peresepan masih
sangat sering terjadi. Data menunjukan dalam penelitian yang berlangsung di
Amerika bahwa kejadian interaksi obat dirumah sakit sebesar 88%
diantaranya terjadi pada kelompok pasien geriatri dan pasien dewasa
sedangkan laporan mengenai kejadian interaksi obat pada pasien anak masih
sedikit. Seorang Farmasis yang memiliki pengetahuan lebih dibidang
farmakologi dapat mencegah terjadinya interaksi obat akibat kombinasi antar
obat yang dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.

1
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat?
2. Bagaimana alur distribusi obat?
3. Bagaimana interaksi obat dalam ikatan protein plasma dan jaringan?
4. Bagaimana contoh interaksi obat pada fase distribusi?

I.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan interaksi obat.
2. Mengetahui alur distribusi obat.
3. Mengetahui interaksi obat dalam ikatan protein plasma dan jaringan.
4. Mengetahui contoh interaksi obat pada fase distribusi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Definisi Interaksi Obat

Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat
obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan; atau bila
dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau
toksisitas 1 obat atau lebih berubah. Interaksi obat dapat berakibat
menguntungkan atau merugikan. Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus
atau terkenal dengan istilah polifarmasi akan memudahkan terjadinya
interaksi obat. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat
meningkatnya toksisitas atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi.

Interaksi obat berdasarkan level signifikansi klinis atau tingkat keparahan


dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu minor jika interaksi
mungkin terjadi tetapi bisa dianggap tidak berbahaya, interaksi moderate
dimana interaksi ini dapat terjadi sehingga bisa meningkatkan efek samping
obat. Interaksi mayor merupakan potensi berbahaya dari interaksi obat yang
dapat terjadi pada pasien sehingga cara yang diperlukan adalah dilakukannya
monitoring/intervensi. Adapun yang dimaksud dengan potensi berbahaya
adalah jika ada probabilitas tinggi dari peristiwa yang dapat merugikan pasien
dimana salah satu akibatnya dapat menyebabkan kerusakan organ yang dapat
membahayakan kehidupan pasien.

II.2 Fase Distribusi


Setelah obat diabsorpsi, berbagai proses transpor akan terjadi pada obat
tersebut, untuk membawa obat ke seluruh bagian tubuh yang letaknya jauh
dari tempat absorpsi ketika proses transport ini disebut distribusi obat, yang
ditunjukkan dengan fakta terjadinya perubahan kadar obat di dalam berbagai
jaringan dan cairan tubuh.

Pada awal distribusi obat, obat mengikuti aliran darah menuju jaringan/organ
yang mempunyai perfusi tinggi dengan darah seperti jantung, paru2, ginjal,

3
hati sehingga cepat terjadi kesetimbangan dengan sirkulasi sistemik. Pada
tahap berikutnya, obat terdistribusi ke jaringan lemak, tulang, otot, kulit,
jaringan ikat yang mempunyai perfudi lebih rendah. Obat-obat yang tidak
larut dalam lemak atau tidak sesuai dengan karakteristiknya dengan jaringan-
jaringan di atas, tidak mengalami distribusi pada tahap ini. Obat-obat yang
termasuk dalam golongan ini adalah obat yang mempunyai sifat polar, banyak
berada dalam sirkulasi sistemik. Tetapi pada obat-obat yang mempunyai
kelarutan yang cukup dalam lemak, mempunyai kesesuaian karakteristiknya
dengan jaringan/organ tertentu, obat akan terdistribusi ke dalamnya
selanjutnya akan terjadi kesetimbangan dengan sirkulasi sistemik. Difusi ke
ruang interstisial jaringan terjadi cepat karena celah antarsel endotel kapiler
mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak.

Sebagian besar obat, distribusi kedalam bagian tubuh terjadi terutama karena
adanya aliran darah yang menuju ke dalam jaringan atau organ tubuh. Namun
dapat dicatat bahwa ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi
distribusi obat ke dalam jaringan atau organ tubuh, yaitu:
1. Adanya perbedaan sifat spesifik dari kultur jaringan
2. Adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi distribusi obat
3. Kelarutan obat di dalam lemak
4. Ikatan obat dengan protein.

Didalam tubuh obat terdapat dalam dua bentuk yaitu obat dalam bentuk bebas
dan obat dalam bentuk terikat dengan makromolekul/protein. Obat yang
dalam bentuk bebas adalah yang aktif secara farmakologi dan dapat berdifusi
keluar dari sirkulasi sistemik sehingga distribusinya lebih luas, tetapi obat
yang terikat dengan protein plasma tidak aktif secara farmakologis dan tidak
dapat berdifusi sehingga banyak berada disirkulasi sistemik dan distribusinya
terbatas.

Berdasarkan perbedaan afinitas obat-obat terhadap protein plasma, obat-


obatan dapat saling berinteraksi selama proses distribusi untuk menempati

4
tempat ikatan pada protein plasma. Interaksi dalam distribusi secara umum
dibagi atas dua bagian :
1. Interaksi dalam ikatan protein plasma
2. Interaksi dalam ikatan jaringan

II.3 Interaksi dalam Ikatan Protein Plasma

Berbagai obat mengadakan interaksi dengan plasma atau jaringan protein atau
dengan makromolekul yang lain seperti melanin dan DNA, membentuk
kompleks makromolekul obat. Formasi kompleks obat protein disebut :
protein-binding (pengikatan protein terhadap obat) dan mungkin merupakan
proses reversible (dapat balik) atau irreversible (tidak dapat balik). Umumnya
obat akan berikatan atau membentuk kompleks dengan protein protein
melalui proses bolak balik (reversible).

Dalam prakteknya, apa yang biasanya diukur sebagai konsentrasi darah atau
plasma dari suatu obat adalah konsentrasi obat total (obat bebas dengan obat
terikat) dalam sampel. Namun demikian, obat bebas (Df) yang bisa melintasi
membran sel dan bisa mencapai daerah tindakannya sedangkan kompleks
obat-protein (DP) terlalu besar untuk melintasi membran. Dengan demikian,
obat bebas adalah moletas yang bertanggungjawab untuk menghasilkan efek
farmakologis.

Ikatan obat dengan protein jaringan atau protein plasma (albumin, globulin,
asam alfa-1-glikoprotein) akan mempengaruhi volume distribusi. Hanya obat
bebas tidak terikat protein atau jaringan yang dapat berdifusi keluar dan
masuk plasma. Ikatan obat dengan protein plasma mempunyai rentang antara
0-99% dari total obat di dalam plasma tergantung pada sifat fisika kimia obat.

Oleh karena jumlah protein plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara
obat bersifat asam maupun antara obat yang bersifat basa untuk berikatan
dengan protein yang sama. Berdasarkan afinitas obat yang tinggi terhadap

5
albumin maka obat-obatan dibagi dua kelas tergantung pada dosisnya apakah
lebih besar atau lebih kecil dari pada kapasitas pengikatan albumin.
1. Obat-obat kelas 1 ; jika dosis obat lebih kecil daripada kapasitas
pengikatan albumin, maka resiko dosis/kapasitas adalah rendah. Terdapat
tempat pengikatan yang berlebihan dan fraksi obat yang terikat tinggi.
Obat-obat kelas 1 adalah mayoritas dalam klinis.

2. Obat-obat kelas 2 : Obat-obat ini diberikan dalam dosis yang jauh


melebihi jumlah tempat pengikatan albumin. Rasio dosis / pengikatan
adalah tinggi dan terdapat proporsi obat yang relatif tinggi yang berada
dalam bentuk bebas tidak terikat pada albumin.

Interaksi dalam ikatan protein meskipun banyak terjadi tetapi yang


menimbulkan masalah dalam klinik antara lain yang menyangkut obat-obat
dengan sifat-sifat berikut:
1. Mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma (minimal 85%) dan
volume distribusinya yang kecil sehingga sedikit saja obat yang
dibebaskan akan meningkatkan kadarnya 2-3 kali lipat dan bila indeks
terapeutik kecil, peningkatan konsentrasi obat bebas ini bisa mempunyai
konsekuensi klinis yang berarti.
2. Mempunyai batas keamanan yang sempit.
3. Efek toksis uyang serius telah terjadi sebelum kompensasi tersebut di
atas terjadi.
4. Eliminasinya mengalami kejenuhan, misalnya fenitoin, salisilat dan
dikumarol.
5. Obat-obatan yang mempunyai onset of action yang cepat
6. Obat-obat yang diberikan melalui intra vena.
Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein, maka suatu obat
dapat digeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain sehingga terjadi
mempengaruhi farmakokinetika obat seperti :
1. Secara langsung meningkatkan konsentrasi obat bebas sebagai hasil
pengurangan pengikatan dalam darah.

6
2. Meningkatkan konsentrasi obat bebas yang mencapai tempat reseptor
yang menyebabkan respon farmakodinamika (atau toksis) akan lebih
kuat.
3. Meningkatan konsentrasi obat bebas menyebabkan peningkatan
sementara volume distribusi dan penurunan sebagian dari peningkatan
konsentrasi obat bebas dalam plasma.
4. Peningkatan konsentrasi obat bebas menghasilkan lebih banyak obat
terdifusi kedalam jaringan dari eliminasi organ terutama hati dan ginjal
yang menghasilkan peningkatan sementara dari eliminasi obat.
Untuk obat-obat tertentu terjadi kompetisi untuk berikatan dalam jaringan
misalnya antara digoksin dan kuinidin yang mengakibatkan peningkatan
kadar plasma digoksin.

II.4 Contoh Pada Praktek Klinik

1. Efek Pemberian Asam Valproak terhadap Volume Distribusi Fenitoin


Dengan asumsi bahwa CV dan PT tidak berubah selama pemberian asam
valproak, maka pengaruh pemberian asam valproat hanya terjadi terhadap
ikatan fenitoin terhadap protein plasma. Kedua obat tersebut merupakan
obat yang terikat kuat mendekati 90% pada tempat yang sama dari
molekul albumin plasma. Ketika diberikan secara bersamaan, ikatan
fenitoin terhadap protein plasma akan berkurang kami turun dari 90
menjadi 80% karena terdesak oleh adanya asam valproat yang mempunyai
afinitas terhadap albumin lebih besar dibanding fenitoin.

2. Pengaruh Pemberian Kuinidin terhadap Volume Distribusi Digoksin


Dengan asumsi tidak ada perubahan PP dan VT karena pemberian
quinidine maka pengaruh quinidine adalah pada ikatan obat dengan protein
plasma. Digoxin suatu jantung dengan volume distribusi yang besar, ikatan
obat dengan protein plasma hampir dapat diabaikan hanya 25%. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar digoxin didistribusikan ke dalam otot
jantung dengan perbandingan kadar oksigen di dalam otot jantung dan
plasma adalah 70 : 1. Sedangkan quinidine 70-90% terikat albumin plasma
dan asam Alfa-1-glikoprotein.

7
Jika dua obat tersebut diberikan secara bersamaan, ikatan digoxin dengan
protein jaringan berkurang, karena quinidine mempunyai afinitas yang
lebih kuat dibanding digoxin sehingga akan mendesak ikatan digoxin dari
protein jaringan titik akibatnya, reaksi ikatan digoxin bebas di dalam
jaringan akan meningkat. Konsekuensinya, volume distribusi digoksin
akan turun.

8
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa :
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat
obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan; atau bila
dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau
toksisitas 1 obat atau lebih berubah. Interaksi obat dapat berakibat
menguntungkan atau merugikan. Pengobatan dengan beberapa obat
sekaligus atau terkenal dengan istilah polifarmasi akan memudahkan
terjadinya interaksi obat. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila
berakibat meningkatnya toksisitas atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi. Setelah obat diabsorpsi, berbagai proses transpor akan terjadi
pada obat tersebut, untuk membawa obat ke seluruh bagian tubuh yang
letaknya jauh dari tempat absorpsi ketika proses transport ini disebut
distribusi obat, yang ditunjukkan dengan fakta terjadinya perubahan kadar
obat di dalam berbagai jaringan dan cairan tubuh. Sebagian besar obat,
distribusi kedalam bagian tubuh terjadi terutama karena adanya aliran darah
yang menuju ke dalam jaringan atau organ tubuh. Untuk obat-obat tertentu
terjadi kompetisi untuk berikatan dalam jaringan misalnya antara digoksin
dan kuinidin yang mengakibatkan peningkatan kadar plasma digoksin.

III.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu diharapkan para pembaca dapat
memahami serta mempelajari interaksi obat pada pada fase distribusi seperti
yang tercantum dalam makalah ini kurang lebihnya mohon maaf jika masih
terdapat kekeliruan di dalam makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, O., A, dan Fitrianingsih. (2020). Kajian Interaksi Obat Berdasarkan


Kategori Signifikansi Klinis Terhadap Pola Peresepan Pasien Rawan Jalan
di Apotek X Jambi. Electronic Journal Scientific of Envitonmental Health
And Diseases. Vol 1 (1) Hal: 01-10.

Sinaga, F., A. (2010). Interaksi Farmakokinetika Pada Distribusi Obat. Jurnal


Pengabdian Masyarakat. Vol 16 (60).

Wahyono, D. (2013). Farmakokinetika Klinik. Yogyakarta : UGM Press.

10

Anda mungkin juga menyukai