Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya panjatkan kehadiran Tuhan yang maha pemurah karena
berkat kemurahanNya presentasi kasus yang berjudul ”Mola Hidatidosa” ini dapat saya
selesaikan sesuai yang di harapkan.
Saya ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan
bantuan dalam penyusunan ini. Terimakasih kepada para dokter yang banyak membantu
selama kepaniteraan di bagian Obstetri dan Ginekologi, terutama kepada Dr. Ronny,Sp.OG
sebagai pembimbing dalam penyajian kasus ini.
Dalam menyusun presentasi kasus ini saya masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat memberikan karya yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan saya, semoga penyajian kasus ini dapat berguna bagi saya khususnya sebagai
penyusun, bagi teman sejawat, dan bagi siapapun yang membacanya.

Cibitung, Juni 2014

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………...…………………………………………………...…….....i
Daftar Isi……………………………………………………………………………………...ii

BAB I
PENDAHULUAN…….…………………………………………………....………………...1

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA…………..………………………………………………….….…...2
2.1 MOLA HIDATIDOSA…………...........................................................................2

BAB III.
LAPORAN KASUS…………………………………………………………………………15

BAB IV.
ANALISA KASUS………………………………………………………………………….23

BAB V.
KESIMPULAN & SARAN.……………..…………………………………………..……...25
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………….…………..26

2
BAB I
PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa merupakan bagian dari penyakit tropoblas dan dimasukan


dalam Gestasional Trophoblastic Disease. Sel trofoblas hanya ditemukan pada wanita hamil,
apabila ditemukan pada wanita tidak hamil pada teratoma ovarium disebut Non Gestasional
Trophoblastic Disease. Pada umumnya kehamilan diharapkan berakhir dengan sempurna
tetapi sering kali terjadi kegagalan, maka dapat kita simpulkan bahwa penyakit trofoblas
dimana Mola Hidatidosa termasuk di dalamnya pada hakekatnya adalah kegagalan konsepsi
kehamilan.1

Mola Hidatidosa  yang dikenal awam sebagai hamil anggur, mempunyai frekuensi
insiden yang cukup tinggi. Frekuensi insiden di Asia menunjukan lebih tinggi daripada di
negara barat. Di Indonesia 1:51 sampai 1:141 kehamilan, di Jepang 1: 500 kehamilan, di
USA 1:1450 sementara itu di Inggris 1:1500. Secara umum sebagian besar negara di dunia  1:
1000 kehamilan. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar negara Asia mempunyai
jumlah penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan ( status sosio ekonomi yang
rendah ) yang menyebabkan tingkat gizi yang rendah khususnya defisiensi protein, asam folat
dan karoten. Menurut penelitian umur memegang peranan, umur di bawah 20 tahun dan
diatas 40 tahun mempunyai resiko lebih tinggi menderita kehamilan mola ini.1,2

Mola yang termasuk jinak dapat berubah menjadi tumor trofoblas yang ganas. Mola
ini kadang masih mengandung vilus di samping trofoblas yang berproliferasi dan dapat
mengadakan invasi yang umumnya bersifat lokal dan dinamakan mola destruens ( jenis
vilosum ) selain itu, terdapat pula tumor trofoblas tanpa stroma yang umumnya tidak hanya
berinvasi pada uterus saja tapi dapat menyebar ke organ lain dinamakan koriokarsinoma. Hal
ini akan dijelaskan lebih lanjut.1,2,3

Untuk mengetahui adanya mola hidatidosa harus dideteksi secara dini, perdarahan
yang disertai dengan gelembung-gelembung, hiperemesis gravidarum atau pre-eklamsia –
eklamsia sebelum 24 minggu, pemeriksaan penunjang USG dan kadar kuantitatif menentukan
diagnosis lebih cepat dan prognosis yang lebih baik.3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Mola Hidatidosa adalah plasenta dengan
vili korialis yang berkembang tidak sempurna dengan gambaran adanya pembesaran,
edema, dan vili vesikuler sehingga menunjukan berbagai ukuran trofoblas proliferatif
tidak normal 5.

1.2 Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin
dibandingkan dengan negara – negara barat. Dinegara – negara barat dilaporkan 1:200
atau 2000 kehamilan ,dinegara – negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan 5.
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia
frekuensi dilaporkan berkisar dari 1 dalam 100 kehamilan di Indonesia, mola
hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data
RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta
sebagian besar data masih berupa hospital based 4 .

1.3 Patologi
Trofoblas normal tersusun dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan
inmtermediate trofoblas. Sinsitiotrofoblas menginvasi stroma endometrium dengan
implantasi blastokista dan merupakan jenis sel yang menghasilkan human chorionic
gonadotropin (hCG). Fungsi sitotrofoblas untuk memasok syncytium dengan sel
selain membentuk outpouchings yang menjadi vili korionik menutupi kantung
chorionic. vili korion berdekatan dengan endometrium dan lapisan endometrium
bagian basal bersama-sama membentuk plasenta fungsional untuk gizi ibu-janin dan
pertukaran limbah. Intermediate trofoblas terletak di vili, tempat implantasi, dan
kantung chorionic. Semua 3 jenis trofoblas dapat mengakibatkan GTD ketika mereka
berkembang biak 4.
Mola hidatidosa mengacu pada kehamilan abnormal yang ditandai dengan
berbagai tingkat proliferasi trofoblas (Baik sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas) dan

4
pembengkakan vesikuler villi plasenta terkait dengan ada janin atau janin yang tidak
normal / embrio. Dua sindrom mola hidatidosa telah dijelaskan berdasarkan pada
kedua morfologi dan kriteria sitogenik. Mola hidatidosa komplit menjalani
pembesaran hidatidosa awal dan seragam vili tanpa adanya janin yang dipastikan atau
embrio, trofoblas secara konsisten hiperplastik dengan berbagai tingkat atypia, dan
vili kapiler yang absen. Sekitar 90% dari mola lengkap adalah 46, XX, berasal dari
duplikasi kromosom sperma haploid setelah pembuahan sel telur di mana kromosom
ibu yang tidak aktif atau tidak ada. Yang lain 10% dari mola lengkap adalah 46, XY,
atau 46, XX, sebagai akibat dari fertilisasi ovum kosong 2 sperma (pembuahan).
Trophoblastic neoplasia (mol invasif atau koriokarsinoma) berikut mol lengkap dalam
15-20% dari cases 4.
Gambar 1. Molahidatidosa Komplit

Parsial mola menunjukkan jaringan janin atau embrio diidentifikasi, vili


korionik dengan edema fokal yang bervariasi dalam ukuran dan bentuk, scalloping
dan menonjol inklusi trofoblas stroma, dan fungsi sirkulasi vili, serta hiperplasia
trofoblas fokus dengan typia ringan saja. Mol Kebanyakan parsial memiliki kariotipe
triploid (biasanya 69, XXY), yang dihasilkan dari pembuahan ovum tampaknya
normal dengan 2 sperma. Kurang dari 5% dari mola parsial akan mengembangkan
GTN postmolar, metastasis jarang terjadi dan diagnosis histopatologi dari
koriokarsinoma belum dikonfirmasi setelah mola parsial 4.

5
Gambar 2. Molahidatidosa Parsial

Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung – gelembung berisi cairan


jernih merupakan kista – kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum
uteri. Secara histopatologic kadang – kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta
dengan bayi normal. Bias juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu jenis
tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya
bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm 3.

Mola hidatidosa terbagi menjadi :


1. Mola Hidatidosa Sempurna : Villi korionik berubah menjadi suatu massa
vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat,
berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok – kelompok
menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh 3:

a. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus

b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi

6
d. Tidak adanya janin dan amnion2.

2. Mola Hidatidosa Parsial : Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan


kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi
perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang
biasanya avaskular, sementara villi – villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi
janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena2.

1.4 Etiologi5
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat menyebabkan
antara lain:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari Tropoblast

3. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

4. Mola hidatidosa lebih sering terjadi pada puncak usia reproduktif.

7
Perempuan pada tahun-tahun awal mereka remaja atau perimenopause adalah yang
paling berisiko. Wanita lebih tua dari 35 tahun memiliki peningkatan 2 kali lipat
risiko. Wanita yang lebih tua dari 40 tahun mengalami 5 kali 10 kali lipat risiko untuk
peningkatan dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Paritas tidak
mempengaruhi risiko

1. 5 Gejala Klinis
Mola hidatidosa komplit paling sering menyajikan dengan pendarahan vagina,
biasanya terjadi pada 6-16 minggu kehamilan pada 80-90% kasus. Tanda-tanda lain
klinis klasik dan gejala, seperti pembesaran uterus lebih besar dari yang diharapkan
untuk tanggal kehamilan (28%), hiperemesis (8%), dan hipertensi akibat kehamilan di
trimester pertama atau kedua (1%), terjadi lebih sering pada akhir tahun karena
diagnosis dini akibat meluasnya penggunaan ultrasonografi dan tes akurat untuk hCG.
Bilateral teka lutein Kista pembesaran ovarium terjadi pada sekitar 15% kasus, kadar
hCG sering 100.000 mIU / mL, dan nada jantung janin adalah absent3 .
Mola parsial tidak memiliki fitur yang sama dengan mola komplit. Lebih dari
90% pasien dengan mola parsial memiliki gejala yang tidak lengkap atau tidak
terjawab aborsi, dan diagnosis biasanya dibuat setelah review histologis spesimen
kuretase. Gejala utama adalah perdarahan vagina, yang terjadi pada sekitar 75%
pasien. Pembesaran rahim yang berlebihan, hiperemesis, hipertensi akibat kehamilan,
hipertiroidisme, dan teka lutein kista berkembang jarang. Kadar hCG yang
Preevacuation 100.000 mIU / mL, 10% pasien dengan mola parsial3.
 Amenorrhoe dan tanda – tanda kehamilan

 Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan


gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi.

 Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.

 Tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan janin maupun ballottement

 Hiperemesis, Pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.

8
 Preklampsi dan eklampsi pada trimester pertama dan kedua gejala berupa;
tekanan darah tinggi, terdapat edema.

 Gejala Hipertiroid seperti : Intoleransi panas, diare, denyut jantung cepat,


gelisah dan tremor, kulit yang hangat, penurunan berat badan tanpa sebab
tertentu.

1. 6 Diagnosis1
1.6.1 Klinis
a. Dilakukan anamnesis : pasien memberikan keluahan berupa perdarahan
pervaginam/gambaran mola, gejala toksemia pada trimester I-II, hiperemesis.

b. Pemeriksaan fisik

 Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut


muka mola (mola face)

 Palpasi :

 Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek

 Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

 Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

 Pemeriksaan dalam :

 Memastikan besarnya uterus

 Uterus terasa lembek

 Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

1.6.2 Laboratorium

9
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka
uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi
(pengeceran)1.

1.6.3 Radiologik
 Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin

 USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju.

Gambar 3. USG Mola Hidatidosa Komplit3. Gambar 4. Honey coomb Appareance

1.7 Diagnosis Banding1


 Kehamilan ganda

 Abortus

 Hidramnion

1.8 Komplikasi1
 Perdarahan yang hebat sampai syok

 Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

 Infeksi sekunder

 Perforasi karena tindakan

 Choriocarcinoma

10
1.9 Penatalaksanaan1
1. Evakuasi 5

a. Perbaiki keadaan umum.

b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.

c. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika (20-40 unit oktisosin dalam


250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%) dan perbaiki
keadaan umum penderita.

d. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk


membersihkan sisa-sisa jaringan.

e. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau
lebih.

2. Pengawasan Lanjutan 6

a. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.

b. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :

i. Setiap minggu pada Triwulan pertama

ii. Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua

iii. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

iv. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

v. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :

a) Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan

11
b) Pemeriksaan dalam : Keadaan Serviks, Uterus bertambah kecil atau
tidak

Gambar 5. Alur tatalaksana Molahidatidosa

Pemantauan ketat pascaevakuasi mola sangat penting untuk mengidentifikasi


pasien beresiko keganasan. Pemeriksaan kadar hCG dilakukan tiap minggu hingga
diperoleh tiga kali kadar negatif, kemudian enam kali kadar hCG normal yang
diperiksa sebanyak enam kali disertai dengan pemeriksaan panggul. Jika kadar hCG

12
meningkat, perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks. Penting dilakukan pemantauan
kadar hCG pascapembedahan 5.
Pasca kehamilan dengan penyakit trofoblas gestasional, pasien tidak
dianjurkan hamil hingga kadar hCG normal selama 6 bulan. Pil konstrasepsi
kombinasi dan terapi sulih hormone aman digunakan setelah kadar hCG menjadi
normal. Setelah kehamilan mola, jika pasien menginginkan sterilisasi operatif maka
dapat dipertimbangkan histerektomi dengan mola in situ.

Indikasi pemberian kemoterapi pascaevakuasi 5 :


 Pola kadar hCG mengalami regresi abnormal (peningkatan kadar hCG > 10%
atau kadar hCG menetap tiga kali dalam pemeriksaan dua mingg).

 Terjadi rebound hCG.

 Diagnosis histologi koriokarsinoma.

 Terdapat metastasis.

 Kadar hCG tinggi (>20.000 mIU/ml selama lebih dari empat minggu
pascaevakuasi).

 Kadar hCG meningkat menetap selama enam bulan pascaevakuasi.

3. Sitostatika Profilaksis 5
Wanita dengan kelainan Gestasional Trophoblastic Disease dapat diobati baik dengan
agen tunggal atau multi-agen kemoterapi. Pengobatan yang digunakan didasarkan
pada FIGO 2000 sistem skoring untuk GTN dengan penilaian sebagai berikut ;

13
Perempuan dinilai sebelum kemoterapi menggunakan sistem skoring FIGO 2000.
Wanita dengan skor ≤ 6 beresiko rendah dan dapat diberikan methotrexate
intramuskular agen tunggal bergantian setiap hari dengan Asam folinic selama 1
minggu diikuti oleh 6 hari istirahat. Wanita dengan skor ≥ 7 beresiko tinggi dan
diperlakukan dengan intravena kemoterapi multi-agen, yang mencakup kombinasi
methotrexate, dactinomycin, etoposid, vincristine dan siklofosfamid. Pengobatan
dilanjutkan, dalam semua kasus, sampai tingkat hCG memiliki kembali normal dan
kemudian untuk lebih lanjut 6 minggu berturut-turut.

Pemberian Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari pada kasus dengan resiko keganasan
tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.

1.10 Prognosis
Hampir 20% mola hidatidosa komplit berlanjut menjadi keganasan, sedangkan
mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang jarang berulang disertai tirotoksikosis atau
kitas lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi 5.

14
BAB III
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 35 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Kp. Kalibaru RT.002/005. Ds. Sukatenang. Kec. Sukawangi.
RM : 536006
MRS : 04 Mei 2014

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit

Keluhan Tambahan :

Nyeri perut, mual, pusing

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi dengan keluhan keluar
darah dari vagina sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku darah
yang keluar dari vagina berwarna hitam. Dalam sehari menghabiskan 2 pembalut, disertai
nyeri perut, mual, pusing dan lemas. Selama hamil, pasien tidak pernah merasakan gerak
janin.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan
asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit hipertensi pada orangtua pasien. Riwayat penyakit lain seperti jantung,
ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

15
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Kontrasepsi :

Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi

Riwayat Obstetri :
- Kawin 1 kali saat usia 15 tahun
- Haid pertama (menarke) pada usia 12 tahun. Siklus haid yang teratur (±30hari).
HPHT : 11 januari 2014
- Riwayat ANC : pernah
- Riwayat USG: pernah
- Riwayat KB : -
- Riwayat kehamilan:
1. Perempuan/19 tahun/3000 gram/bidan
2. Perempuan/17 tahun/2500 gram/bidan
3. Laki-laki/12 tahun/2700 gram/bidan
4. Hamil ini

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : baik


Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis (+/+), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

16
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +

IV. STATUS GINEKOLOGI

Abdomen :
 Inspeksi: abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
 Palpasi: teraba tinggi fundus uteri 2 jari di atas umbilikus, balotement (-), tidak
teraba bagian janin, nyeri tekan (+).
Inspekulo
Porsio ukuran normal,tampak licin,erosi (-), stolsel (+), perdarahan aktif (+), massa (-),
peradangan (-)
VT :
Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap :


 Hb : 8,4 g/dL  n : 12-14 g/dL
 Ht : 24,1 %  n : 37- 47 %
 Eritrosit : 2,9 juta/uL  n : 4-5 juta/ uL
 Lekosit : 7000/uL  n : 5000-10000/uL
 Trombosit : 172000/ uL  n : 150000-400000/ uL
 Ureum : 29  n : 15 – 45
 Creatinin : 0,5  n : 0,5 – 0,9
 SGOT : 35 U/L  n : < 47 U/L
 SGPT : 38 U/L  n : < 41 U/L
 HbSAg : (-)

17
Ultrasonografi (USG :

gambaran snow storm atau badai salju

VI. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa

VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Diagnosis
 Cek β-HCG
 Cek T3 & T4
b. Rencana Terapi
 Infus RL 20 tpm
 Transfusi 2 labu per hari s/d Hb 12 g/dL
c. Rencana Monitoring
 Observasi keadaan umum dan vital sign
 Observasi perdarahan

18
d. Rencana Histerectomy Total
e. KIE pasien dan keluarga

VIII. FOLLOW UP

19
No. Tanggal/Jam Tempat Keterangan
1. 5 Mei 2014  S : Pasien masuk Rumah Sakit 9 jam yang lalu
Jam 08.00
dengan perdarahan sejak 1 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit.
 O : KU : lemah, Kesadaran : compos mentis,
TD : 110/70 mmHg, Nadi : 82x/menit, RR :
22x/menit, Suhu : 36,7 oC, Hb : 8,4 g/dl, T3 :

VK 4,00 µg/mL (normal : 0,60 – 1,52), T4 : >24,8


µg/dL (normal : 4,62 – 9,24), β-HCG : 1.764.251
IU/L (kesan non pregnancy), USG : tampak
gambaran snow storm atau badai salju.
 A : Molahidatidosa
 P : inf RL 20 tpm, transfusi PRC 2 labu

2. 6 Mei 2014  S : Perdarahan (+) ±30cc


Jam 08.00
 O : KU : lemah, Kesadaran : compos mentis,
TD : 120/80 mmHg, Nadi : 86x/menit, RR :

Nifas 22x/menit, Suhu : 36,6 oC,


 A : Molahidatidosa
 P : inf RL 20 tpm, transfusi PRC 2 labu

3. 7 Mei 2014  S : Perdarahan (+) ±50cc


Jam 08.00
 O : KU : lemah, Kesadaran : compos mentis,
TD : 110/60 mmHg, Nadi : 88x/menit, RR :
20x/menit, Suhu : 36,68oC, Hb : 10,2 g/dl.
 A : Molahidatidosa
 P : inf RL 20 tpm, transfusi PRC 1 labu

Nifas

 S : Perdarahan (+) ±100cc


Jam 21.00
 O : KU : lemah, Kesadaran : compos mentis,
TD : 100/60 mmHg, Nadi : 88x/menit, RR :
24x/menit, Suhu : 36,6oC.
 A : Molahidatidosa
 P : inf RL 20 tpm, transfusi PRC 1 labu
4. 8 Mei 2014  S : Perdarahan (+) banyak ±250 cc sejam jam 02.00
Jam 08.00
 O : TD : 110/60 mmHg, Nadi : 82 x/menit, RR : 20
x/menit, Suhu : 36,2 ᵒc, Hb : 9,8 g/dl.
Sebelum
 A : Molahidatidosa
Curretage 20
 P : Curretage
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien berusia 35 tahun dengan diagnosis P4A0 dengan molahidatidosa yang ditentukan dari :

 Anamnesa dan pemeriksaan fisik


Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan keluar darah dari vagina
sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Darah yang keluar tidak terlalu banyak, tetapi
sering. Pasien mengaku saat ini sedang hamil anak keempat ( terlambat haid, tes hamil (+) )
dan tidak pernah keguguran. HPHT 11 Januari 2014, sehingga usia kehamilan menurut
HPHT adalah 16 minggu. Jika dilihat dari TFU pasien 2 jari diatas umbilikus dapat
diperkirakan usia kehamilan ± 21 – 23 minggu. Ini sesuai dengan gambaran klinis
Molahidatidosa dimana TFU melebihi usia kehamilan. Selama hamil, pasien juga tidak
pernah merasakan gerakan janin. Terkadang dirasakan mual dan muntah. Pasien juga
mengeluh merasa lemas dan pusing terutama setelah bangun tidur. Pasien mengaku tidak
memiliki keluhan lain nya.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg,
Nadi 80 x/menit, konjungtiva anemis, tidak ditemukan adanya edema. Pada status obstetrik
didapatkan Leopod I : 2 jari diatas umbilikus, Leopod II,III Tidak dapat dinilai. DJJ : negatif.
Pemeriksaan dalam : Vagina : terlihat darah mengalir, Portio : tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang di temukan kadar hemoglobin menurun yaitu 8,4 g/dl,
peningkatan kadar Beta hCG : 1.764.251, terdapat peningkatan kadar T3 Total : 4,00 ng/mL (

21
N: 0,60 – 1, 52 ng/mL ), T4 Total : >24,8 ug/dL ( N: 4,62 – 9,24 ug/dL ), dilakukan
pemeriksaan USG dengan hasil gambaran snow storm atau badai salju.

Analisa Kasus
Saat dianamnesis pasien mengatakan keluar darah dari vagina, darah yang keluar
bersifat intermitten sejak usia kehamilan 12 minggu. Karena perdarahan yang terjadi sedikit
sedikit pasien tidak begitu khawatir dengan kehamilannya sampai pada tanggal 04/05/2014
akhirnya pasien memeriksakan kehamilannya ke dokter. Faktor predisposisi terjadinya
molahidatidosa pada pasien ini terdapat pada faktor usia ibu. Usia pasien pada saat ini adalah
35 tahun, dimana usia perimenopause merupakan faktor peningkatan risiko terjadinya
molahidatidosa.

Pada analisa kasus, ditemukan keluhan perdarahan yang sifatnya intermitten, karena
perdarahan ini, umumnya pasien mola masuk dalam keadaan anemia yang menimbulkan
manifestasi seperti pusing dan lemas. Dan dipastikan pada pemeriksaan penunjang dengan
adanya penurunan kadar hemoglobin ( 8,4 gr/dl ) . Karena adanya anemia pada kasus Ny.S
maka tindakan selanjutnya adalah transfusi darah menggunakan packed red cell.
Penyulit lain yang mungkin terjadi pada mola adalah tirotoksikosis dengan gejala
seperti berikut ; intoleransi panas, diare, denyut jantung cepat, gelisah, tremor, kulit hangat,
penurunan berat badan tanpa sebab tertentu. Maka, dianjurkan agar setiap kasus mola
hidatidosa dicari tanda tanda tirotoksikosis secara aktif. Pada kasus ini, pasien menunjukan
adanya indikasi terjadinya tiroroksikosis. Dilihat dari adanya keluhan yang dirasakan seperti
intoleransi panas, denyut jantung cepat, gelisah, gelisah dan tremor, dan hasil pemeriksaan T3
dan T4 pasien hanya terjadi peningkatan. Karena adanya indikasi pemberian PTU maka PTU
diberikan pada pasien ini.

 Penentuan Terapi
Pada pasien ini dilakukan terapi yang terdiri dari 3 tahap yaitu perbaikan keadaan
umum berupa transfusi dan antibiotik. Pada kasus ini transfusi dilakukan sebelum dan setelah
dilakukan tindakan kuret dikarenakan kadar hemoglobin Ny.S 8,4 gr/dl dan masih terus
terjadi perdarahan. Jadi terdapat urgency untuk dilakukan transfusi secepatnya.

22
Tahap kedua yaitu pengeluaran jaringan mola yang dilakukan dengan cara kuretase.
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase. Sebelum dilakukan kuretase
sebaiknya pasien dipasang laminaria 12 jam sebelum tindakan kuret yang bertujuan untuk
dilatasi serviks agar memudahkan tindakan kuret. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan
pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan menggunakan sendok kuret biasa yang
tumpul. Pada pasien ini dilakukan kuret 1 kali. Pemilihan tindakan vakum kuret di
bandingkan dengan histerektomi yang sebelumnya telah direncanakan pada pasien ini karena
mola sudah pecah dan harus segera dilakukan tindakan.
Pada tahap ketiga yaitu pengawasan lanjut pascaevakuasi sebaiknya pasien di edukasi
untuk tidak memiliki anak terlebih dahulu setidaknya dalam 6 – 12 bulan, dan memakai
kontrasepsi metode barier sampai kadar hCG dalam urin dalam batas normal setelah itu bisa
menggunakan kontrasepsi hormonal berupa pil. Kenyataanya dalam kasus ini pasien pulang
tanpa dilakukan tindakan pemasangan IUD dikarenakan pihak suami yang belum
mengizinkan tindakan pemasangan kontrasepsi tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
 Di Indonesia frekuensi mola hidatidosa dilaporkan berkisar dari 1 dalam 100 kehamilan di
Indonesia.
 Pada kasus ini faktor predisposisi mola hidatidosa di karenakan umur perimenoupus ibu pada
saat kehamilan.
 Penanganan yang dilaksanakan terhadap pasien sesuai dengan teori mengenai mola
hidatidosa ditinjau dari penanganan mola 3 tahap yaitu perbaiki keadaan umum, evakuasi
jaringan mola hidatidosa dan pengawasan lanjut pasca evakuasi.

B. Saran
 Untuk menghindari penyebab sebaiknya usia ibu pada saat hamil diperhatikan. Apabila
memang masuk dalam kelompok risiko tinggi sebaiknya melakukan antenatal care dengan
teratur.
 Pada kasus ini, pasien mengaku tidak ingin memiliki anak lagi, dimana pasien sudah
memiliki 3 anak, untuk itu perlu dipertimbangkan tindakan histerectomy pada pasien ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah. M.N. dkk. 1994. Mola Hidatidosa. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF.

Surabaya. Kebidanan dan Penyakit Kandungan. RSUD Dokter Soetomo. Hal 25-28.

2. Cuninngham. F.G. dkk. 2013. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional

Obstetri Williams. Edisi 23. Vol 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGG. Hal 930-

938.

3. Leveno, KJ, dkk. 2011. Hydatiform Mole. Williams Manual of Pregnancy

Complications. 23rt Edition. North America. McGraw-Hill Companies. 278 - 282.

4. Lurain, JR. 2010. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical

presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and management of

hydatidiform mole. American Journal of Obstetrics & Gynecology. (531 - 539).

5. Mansjoer, A. dkk. 2001. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I.Media Aesculapius. Hal 265-267

24
6. Mochtar. R. 1998. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Jakarta. Penerbit

Buku Kedokteran. ECG. Hal. 238-243.

7. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. 2011. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Jakarta

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Hal . 211-213

8. Royal College of Obstetrician and Gynaecologist. The Management of Gestational

Trophoblastic Disease. 201

25

Anda mungkin juga menyukai