Rasa syukur yang dalam saya panjatkan kehadiran Tuhan yang maha pemurah karena
berkat kemurahanNya presentasi kasus yang berjudul ”Mola Hidatidosa” ini dapat saya
selesaikan sesuai yang di harapkan.
Saya ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan
bantuan dalam penyusunan ini. Terimakasih kepada para dokter yang banyak membantu
selama kepaniteraan di bagian Obstetri dan Ginekologi, terutama kepada Dr. Ronny,Sp.OG
sebagai pembimbing dalam penyajian kasus ini.
Dalam menyusun presentasi kasus ini saya masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat memberikan karya yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan saya, semoga penyajian kasus ini dapat berguna bagi saya khususnya sebagai
penyusun, bagi teman sejawat, dan bagi siapapun yang membacanya.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………...…………………………………………………...…….....i
Daftar Isi……………………………………………………………………………………...ii
BAB I
PENDAHULUAN…….…………………………………………………....………………...1
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA…………..………………………………………………….….…...2
2.1 MOLA HIDATIDOSA…………...........................................................................2
BAB III.
LAPORAN KASUS…………………………………………………………………………15
BAB IV.
ANALISA KASUS………………………………………………………………………….23
BAB V.
KESIMPULAN & SARAN.……………..…………………………………………..……...25
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………….…………..26
2
BAB I
PENDAHULUAN
Mola Hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur, mempunyai frekuensi
insiden yang cukup tinggi. Frekuensi insiden di Asia menunjukan lebih tinggi daripada di
negara barat. Di Indonesia 1:51 sampai 1:141 kehamilan, di Jepang 1: 500 kehamilan, di
USA 1:1450 sementara itu di Inggris 1:1500. Secara umum sebagian besar negara di dunia 1:
1000 kehamilan. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar negara Asia mempunyai
jumlah penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan ( status sosio ekonomi yang
rendah ) yang menyebabkan tingkat gizi yang rendah khususnya defisiensi protein, asam folat
dan karoten. Menurut penelitian umur memegang peranan, umur di bawah 20 tahun dan
diatas 40 tahun mempunyai resiko lebih tinggi menderita kehamilan mola ini.1,2
Mola yang termasuk jinak dapat berubah menjadi tumor trofoblas yang ganas. Mola
ini kadang masih mengandung vilus di samping trofoblas yang berproliferasi dan dapat
mengadakan invasi yang umumnya bersifat lokal dan dinamakan mola destruens ( jenis
vilosum ) selain itu, terdapat pula tumor trofoblas tanpa stroma yang umumnya tidak hanya
berinvasi pada uterus saja tapi dapat menyebar ke organ lain dinamakan koriokarsinoma. Hal
ini akan dijelaskan lebih lanjut.1,2,3
Untuk mengetahui adanya mola hidatidosa harus dideteksi secara dini, perdarahan
yang disertai dengan gelembung-gelembung, hiperemesis gravidarum atau pre-eklamsia –
eklamsia sebelum 24 minggu, pemeriksaan penunjang USG dan kadar kuantitatif menentukan
diagnosis lebih cepat dan prognosis yang lebih baik.3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Mola Hidatidosa adalah plasenta dengan
vili korialis yang berkembang tidak sempurna dengan gambaran adanya pembesaran,
edema, dan vili vesikuler sehingga menunjukan berbagai ukuran trofoblas proliferatif
tidak normal 5.
1.2 Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin
dibandingkan dengan negara – negara barat. Dinegara – negara barat dilaporkan 1:200
atau 2000 kehamilan ,dinegara – negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan 5.
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia
frekuensi dilaporkan berkisar dari 1 dalam 100 kehamilan di Indonesia, mola
hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data
RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta
sebagian besar data masih berupa hospital based 4 .
1.3 Patologi
Trofoblas normal tersusun dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan
inmtermediate trofoblas. Sinsitiotrofoblas menginvasi stroma endometrium dengan
implantasi blastokista dan merupakan jenis sel yang menghasilkan human chorionic
gonadotropin (hCG). Fungsi sitotrofoblas untuk memasok syncytium dengan sel
selain membentuk outpouchings yang menjadi vili korionik menutupi kantung
chorionic. vili korion berdekatan dengan endometrium dan lapisan endometrium
bagian basal bersama-sama membentuk plasenta fungsional untuk gizi ibu-janin dan
pertukaran limbah. Intermediate trofoblas terletak di vili, tempat implantasi, dan
kantung chorionic. Semua 3 jenis trofoblas dapat mengakibatkan GTD ketika mereka
berkembang biak 4.
Mola hidatidosa mengacu pada kehamilan abnormal yang ditandai dengan
berbagai tingkat proliferasi trofoblas (Baik sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas) dan
4
pembengkakan vesikuler villi plasenta terkait dengan ada janin atau janin yang tidak
normal / embrio. Dua sindrom mola hidatidosa telah dijelaskan berdasarkan pada
kedua morfologi dan kriteria sitogenik. Mola hidatidosa komplit menjalani
pembesaran hidatidosa awal dan seragam vili tanpa adanya janin yang dipastikan atau
embrio, trofoblas secara konsisten hiperplastik dengan berbagai tingkat atypia, dan
vili kapiler yang absen. Sekitar 90% dari mola lengkap adalah 46, XX, berasal dari
duplikasi kromosom sperma haploid setelah pembuahan sel telur di mana kromosom
ibu yang tidak aktif atau tidak ada. Yang lain 10% dari mola lengkap adalah 46, XY,
atau 46, XX, sebagai akibat dari fertilisasi ovum kosong 2 sperma (pembuahan).
Trophoblastic neoplasia (mol invasif atau koriokarsinoma) berikut mol lengkap dalam
15-20% dari cases 4.
Gambar 1. Molahidatidosa Komplit
5
Gambar 2. Molahidatidosa Parsial
6
d. Tidak adanya janin dan amnion2.
1.4 Etiologi5
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat menyebabkan
antara lain:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
7
Perempuan pada tahun-tahun awal mereka remaja atau perimenopause adalah yang
paling berisiko. Wanita lebih tua dari 35 tahun memiliki peningkatan 2 kali lipat
risiko. Wanita yang lebih tua dari 40 tahun mengalami 5 kali 10 kali lipat risiko untuk
peningkatan dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Paritas tidak
mempengaruhi risiko
1. 5 Gejala Klinis
Mola hidatidosa komplit paling sering menyajikan dengan pendarahan vagina,
biasanya terjadi pada 6-16 minggu kehamilan pada 80-90% kasus. Tanda-tanda lain
klinis klasik dan gejala, seperti pembesaran uterus lebih besar dari yang diharapkan
untuk tanggal kehamilan (28%), hiperemesis (8%), dan hipertensi akibat kehamilan di
trimester pertama atau kedua (1%), terjadi lebih sering pada akhir tahun karena
diagnosis dini akibat meluasnya penggunaan ultrasonografi dan tes akurat untuk hCG.
Bilateral teka lutein Kista pembesaran ovarium terjadi pada sekitar 15% kasus, kadar
hCG sering 100.000 mIU / mL, dan nada jantung janin adalah absent3 .
Mola parsial tidak memiliki fitur yang sama dengan mola komplit. Lebih dari
90% pasien dengan mola parsial memiliki gejala yang tidak lengkap atau tidak
terjawab aborsi, dan diagnosis biasanya dibuat setelah review histologis spesimen
kuretase. Gejala utama adalah perdarahan vagina, yang terjadi pada sekitar 75%
pasien. Pembesaran rahim yang berlebihan, hiperemesis, hipertensi akibat kehamilan,
hipertiroidisme, dan teka lutein kista berkembang jarang. Kadar hCG yang
Preevacuation 100.000 mIU / mL, 10% pasien dengan mola parsial3.
Amenorrhoe dan tanda – tanda kehamilan
Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
8
Preklampsi dan eklampsi pada trimester pertama dan kedua gejala berupa;
tekanan darah tinggi, terdapat edema.
1. 6 Diagnosis1
1.6.1 Klinis
a. Dilakukan anamnesis : pasien memberikan keluahan berupa perdarahan
pervaginam/gambaran mola, gejala toksemia pada trimester I-II, hiperemesis.
b. Pemeriksaan fisik
Palpasi :
Pemeriksaan dalam :
1.6.2 Laboratorium
9
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka
uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi
(pengeceran)1.
1.6.3 Radiologik
Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin
USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju.
Abortus
Hidramnion
1.8 Komplikasi1
Perdarahan yang hebat sampai syok
Infeksi sekunder
Choriocarcinoma
10
1.9 Penatalaksanaan1
1. Evakuasi 5
b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
e. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau
lebih.
2. Pengawasan Lanjutan 6
a. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
iv. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
11
b) Pemeriksaan dalam : Keadaan Serviks, Uterus bertambah kecil atau
tidak
12
meningkat, perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks. Penting dilakukan pemantauan
kadar hCG pascapembedahan 5.
Pasca kehamilan dengan penyakit trofoblas gestasional, pasien tidak
dianjurkan hamil hingga kadar hCG normal selama 6 bulan. Pil konstrasepsi
kombinasi dan terapi sulih hormone aman digunakan setelah kadar hCG menjadi
normal. Setelah kehamilan mola, jika pasien menginginkan sterilisasi operatif maka
dapat dipertimbangkan histerektomi dengan mola in situ.
Terdapat metastasis.
Kadar hCG tinggi (>20.000 mIU/ml selama lebih dari empat minggu
pascaevakuasi).
3. Sitostatika Profilaksis 5
Wanita dengan kelainan Gestasional Trophoblastic Disease dapat diobati baik dengan
agen tunggal atau multi-agen kemoterapi. Pengobatan yang digunakan didasarkan
pada FIGO 2000 sistem skoring untuk GTN dengan penilaian sebagai berikut ;
13
Perempuan dinilai sebelum kemoterapi menggunakan sistem skoring FIGO 2000.
Wanita dengan skor ≤ 6 beresiko rendah dan dapat diberikan methotrexate
intramuskular agen tunggal bergantian setiap hari dengan Asam folinic selama 1
minggu diikuti oleh 6 hari istirahat. Wanita dengan skor ≥ 7 beresiko tinggi dan
diperlakukan dengan intravena kemoterapi multi-agen, yang mencakup kombinasi
methotrexate, dactinomycin, etoposid, vincristine dan siklofosfamid. Pengobatan
dilanjutkan, dalam semua kasus, sampai tingkat hCG memiliki kembali normal dan
kemudian untuk lebih lanjut 6 minggu berturut-turut.
Pemberian Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari pada kasus dengan resiko keganasan
tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.
1.10 Prognosis
Hampir 20% mola hidatidosa komplit berlanjut menjadi keganasan, sedangkan
mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang jarang berulang disertai tirotoksikosis atau
kitas lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi 5.
14
BAB III
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 35 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Kp. Kalibaru RT.002/005. Ds. Sukatenang. Kec. Sukawangi.
RM : 536006
MRS : 04 Mei 2014
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit
Keluhan Tambahan :
15
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Kontrasepsi :
Riwayat Obstetri :
- Kawin 1 kali saat usia 15 tahun
- Haid pertama (menarke) pada usia 12 tahun. Siklus haid yang teratur (±30hari).
HPHT : 11 januari 2014
- Riwayat ANC : pernah
- Riwayat USG: pernah
- Riwayat KB : -
- Riwayat kehamilan:
1. Perempuan/19 tahun/3000 gram/bidan
2. Perempuan/17 tahun/2500 gram/bidan
3. Laki-laki/12 tahun/2700 gram/bidan
4. Hamil ini
Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36oC
16
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
Abdomen :
Inspeksi: abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi: teraba tinggi fundus uteri 2 jari di atas umbilikus, balotement (-), tidak
teraba bagian janin, nyeri tekan (+).
Inspekulo
Porsio ukuran normal,tampak licin,erosi (-), stolsel (+), perdarahan aktif (+), massa (-),
peradangan (-)
VT :
Tidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
17
Ultrasonografi (USG :
VI. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Diagnosis
Cek β-HCG
Cek T3 & T4
b. Rencana Terapi
Infus RL 20 tpm
Transfusi 2 labu per hari s/d Hb 12 g/dL
c. Rencana Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
18
d. Rencana Histerectomy Total
e. KIE pasien dan keluarga
VIII. FOLLOW UP
19
No. Tanggal/Jam Tempat Keterangan
1. 5 Mei 2014 S : Pasien masuk Rumah Sakit 9 jam yang lalu
Jam 08.00
dengan perdarahan sejak 1 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit.
O : KU : lemah, Kesadaran : compos mentis,
TD : 110/70 mmHg, Nadi : 82x/menit, RR :
22x/menit, Suhu : 36,7 oC, Hb : 8,4 g/dl, T3 :
Nifas
Pasien berusia 35 tahun dengan diagnosis P4A0 dengan molahidatidosa yang ditentukan dari :
21
N: 0,60 – 1, 52 ng/mL ), T4 Total : >24,8 ug/dL ( N: 4,62 – 9,24 ug/dL ), dilakukan
pemeriksaan USG dengan hasil gambaran snow storm atau badai salju.
Analisa Kasus
Saat dianamnesis pasien mengatakan keluar darah dari vagina, darah yang keluar
bersifat intermitten sejak usia kehamilan 12 minggu. Karena perdarahan yang terjadi sedikit
sedikit pasien tidak begitu khawatir dengan kehamilannya sampai pada tanggal 04/05/2014
akhirnya pasien memeriksakan kehamilannya ke dokter. Faktor predisposisi terjadinya
molahidatidosa pada pasien ini terdapat pada faktor usia ibu. Usia pasien pada saat ini adalah
35 tahun, dimana usia perimenopause merupakan faktor peningkatan risiko terjadinya
molahidatidosa.
Pada analisa kasus, ditemukan keluhan perdarahan yang sifatnya intermitten, karena
perdarahan ini, umumnya pasien mola masuk dalam keadaan anemia yang menimbulkan
manifestasi seperti pusing dan lemas. Dan dipastikan pada pemeriksaan penunjang dengan
adanya penurunan kadar hemoglobin ( 8,4 gr/dl ) . Karena adanya anemia pada kasus Ny.S
maka tindakan selanjutnya adalah transfusi darah menggunakan packed red cell.
Penyulit lain yang mungkin terjadi pada mola adalah tirotoksikosis dengan gejala
seperti berikut ; intoleransi panas, diare, denyut jantung cepat, gelisah, tremor, kulit hangat,
penurunan berat badan tanpa sebab tertentu. Maka, dianjurkan agar setiap kasus mola
hidatidosa dicari tanda tanda tirotoksikosis secara aktif. Pada kasus ini, pasien menunjukan
adanya indikasi terjadinya tiroroksikosis. Dilihat dari adanya keluhan yang dirasakan seperti
intoleransi panas, denyut jantung cepat, gelisah, gelisah dan tremor, dan hasil pemeriksaan T3
dan T4 pasien hanya terjadi peningkatan. Karena adanya indikasi pemberian PTU maka PTU
diberikan pada pasien ini.
Penentuan Terapi
Pada pasien ini dilakukan terapi yang terdiri dari 3 tahap yaitu perbaikan keadaan
umum berupa transfusi dan antibiotik. Pada kasus ini transfusi dilakukan sebelum dan setelah
dilakukan tindakan kuret dikarenakan kadar hemoglobin Ny.S 8,4 gr/dl dan masih terus
terjadi perdarahan. Jadi terdapat urgency untuk dilakukan transfusi secepatnya.
22
Tahap kedua yaitu pengeluaran jaringan mola yang dilakukan dengan cara kuretase.
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase. Sebelum dilakukan kuretase
sebaiknya pasien dipasang laminaria 12 jam sebelum tindakan kuret yang bertujuan untuk
dilatasi serviks agar memudahkan tindakan kuret. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan
pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan menggunakan sendok kuret biasa yang
tumpul. Pada pasien ini dilakukan kuret 1 kali. Pemilihan tindakan vakum kuret di
bandingkan dengan histerektomi yang sebelumnya telah direncanakan pada pasien ini karena
mola sudah pecah dan harus segera dilakukan tindakan.
Pada tahap ketiga yaitu pengawasan lanjut pascaevakuasi sebaiknya pasien di edukasi
untuk tidak memiliki anak terlebih dahulu setidaknya dalam 6 – 12 bulan, dan memakai
kontrasepsi metode barier sampai kadar hCG dalam urin dalam batas normal setelah itu bisa
menggunakan kontrasepsi hormonal berupa pil. Kenyataanya dalam kasus ini pasien pulang
tanpa dilakukan tindakan pemasangan IUD dikarenakan pihak suami yang belum
mengizinkan tindakan pemasangan kontrasepsi tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Di Indonesia frekuensi mola hidatidosa dilaporkan berkisar dari 1 dalam 100 kehamilan di
Indonesia.
Pada kasus ini faktor predisposisi mola hidatidosa di karenakan umur perimenoupus ibu pada
saat kehamilan.
Penanganan yang dilaksanakan terhadap pasien sesuai dengan teori mengenai mola
hidatidosa ditinjau dari penanganan mola 3 tahap yaitu perbaiki keadaan umum, evakuasi
jaringan mola hidatidosa dan pengawasan lanjut pasca evakuasi.
B. Saran
Untuk menghindari penyebab sebaiknya usia ibu pada saat hamil diperhatikan. Apabila
memang masuk dalam kelompok risiko tinggi sebaiknya melakukan antenatal care dengan
teratur.
Pada kasus ini, pasien mengaku tidak ingin memiliki anak lagi, dimana pasien sudah
memiliki 3 anak, untuk itu perlu dipertimbangkan tindakan histerectomy pada pasien ini.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah. M.N. dkk. 1994. Mola Hidatidosa. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF.
Surabaya. Kebidanan dan Penyakit Kandungan. RSUD Dokter Soetomo. Hal 25-28.
Obstetri Williams. Edisi 23. Vol 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGG. Hal 930-
938.
5. Mansjoer, A. dkk. 2001. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Fakultas
24
6. Mochtar. R. 1998. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Jakarta. Penerbit
25