Anda di halaman 1dari 15

Referat

MOLA HIDATIDOSA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Meuraxa
Banda Aceh Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Oleh

Rini Juwita
20174019

Pembimbing
dr. Yusrizal, M. Ked (OG), Sp. OG

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena
atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul
“Mola Hidatidosa” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepanitraan
Obstetri dan Ginekologi di RSUD Meuraxa Banda Aceh.
Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga referat ini selesai tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah
diberikan, baik moral maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada pembimbing saya dr.Yusrizal, M.Ked (OG), Sp.OG atas
bimbingan, arahan dan saran dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga
penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu
meridhai kita semua.

Banda Aceh, 27 Juni 2022

Penulis

I
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2

2.1 Definisi Mola Hidatidosa.............................................................................................2

2.2 Epidemiologi................................................................................................................2

2.4 Patologi........................................................................................................................3

2.5 Patofisiologi.................................................................................................................4

2.6 Manifestasi Klinis........................................................................................................5

2.7 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

2.8 Diagnosa dan Diagnosa Banding.................................................................................7

2.9 Penatalaksanaan.........................................................................................................10

2.10 Komplikasi...............................................................................................................12

2.11 Prognosis..................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................14

II
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit trofoblas gestasional adalah penyakit yang berasal dari


jaringan trofoblastik yang meliputi berbagai macam gambaran derajat
perubahan neoplastik, termasuk mola hidatidosa. Mola hidatidosa, lebih
umum dikenal dengan sebutan hamil anggur, adalah kehamilan yang
ditandai dengan  perkembangan trofoblas yang tidak wajar. Pada mola
hidatidosa, struktur yang dibentuk trofoblas yaitu vili korialis berbentuk
gelembung - gelembung seperti anggur. Berdasarkan perbedaan genetik dan
patologi, mola hidatidosa bisa dibagi menjadi dua subtipe yaitu, mola
hidatidosa komplit dan parsial. Dibandingkan dengan penyakit trofoblas
gestasional lainnya, mola hidatidosa merupakan tipe yang paling umum
terjadi.
Secara umum insidensi mola hidatidosa di Asia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan negara barat. Insidensi di Eropa dan Amerika Serikat
adalah 1-2 per 1000 kehamilan, sedangkan insidensi di Asia Tenggara
delapan kali lebih tinggi. Insidensi mola hidatidosa yang terdata di rumah
sakit Indonesia lebih tinggi dari nilai di negara-negara lain, yaitu 1 per 40
persalinan. Hal ini menunjukkan bahwa mola hidatidosa merupakan
penyakit yang penting di Indonesia. 2
Mola hidatidosa dibagi menjadi 2 yaitu mola hidatidosa
parsial dan komplit. Untuk membedakan keduanya, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi (USG), pemeriksaan kadar β-hCG dan dapat
pula dilakukan dengan melalui pengambilan sampel vilus korionik,
amniosintesis, atau darah fetus. Penyakit ini masih kurang disadari dan
dimengerti oleh banyak orang. Hal ini ditandai dengan kebiasaan penderita
yang datang ke rumah sakit saat ia telah menderita perdarahan, anemia berat
bahkan syok sampai berkembang menjadi degenerasi malignan. Angka
kejadian degenerasi malignan sebesar 9 – 20 % pada mola komplit dan 1 %
pada mola parsial. Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa
ialah proliferasi sel-sel epitel trofoblas; degenerasi hidrofik dari stroma
villi; hilangnya pembuluh darah vili.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mola Hidatidosa


Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar, terdapat
hasil konsepsi yang abnormal ditandai dengan pembesaran hidrofik dan proliferasi trofoblas
yang signifikan yang melibatkan sebagian atau seluruh vili korionik. Secara makroskopik,
mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang,
berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
Janin biasanya meninggal akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematus itu hidup dan
tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan
trofoblas pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chorionic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.4

2.2 Klasifikasi
Terdapat dua subtipe mola hidatidosa, yaitu mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa
parsial. Mola hidatidosa komplit merupakan mola yang tidak memiliki suatu bentuk
perkembangan janin, terdapat perubahan hidrofik pada hampir keseluruhan dari vili korionik
dan terdapat general hiperplasia trofoblas. Sedangkan pada mola hidatidosa parsial,
memiliki tingkat perkembangan tertentu dari jaringan janin, dengan terdapat perubahan
berupa pembengkakan dari bagian vili korionik serta hiperplasia trofoblas yang sifatnya fokal.5
Secara genetik, mola komplit dan parsial merupakan kesatuan yang berbeda. Mola
komplit biasanya diploid (46 XX atau 46 XY) dan semua komponen genetik berasal dari 46
kromosom paternal. Sedangkan mola parsial memiliki kromosom triploid misal, 69 XXY).
Kedua pola terjadi karena kelainan pembuahan; pada mola hidatidosa komplit, sebuah sel
telur kosong dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu spermatozoa diploid),
menghasilkan kariotipe diploid, sedangkan pada mola parsial sebuah telur  normal
dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu sperma diploid) sehingga terbentuk
kariotipe triploid).  Mola parsial ini biasanya terbentuk dari hasil fertilisasi dua
spermatozoa pada satu buah ovum normal. Dengan demikian, baik mola komplit
maupun mola parsial memiliki gen dua pasang haploid paternal (diandrik).
Namun, tidak seperti pada mola komplit yang berasal dari ovum kosong yang
tidak terdapat kontribusi genetik maternal, pada mola parsial satu set kromosom

2
haploid disumbang oleh ovum. 5

Gambaran Mola Parsial Mola Komplit

kariotipe umumnya 69 XXX atau 69 XXY 46 XX atau 46 XY

janin sering dijumpai tidak ada

edema vilus bervariasi, fokal difus

proliferasi trofoblas bervariasi, fokal dan ringan sampai sedang bervariasi dan ringan sampai berat

diagnosis missed abortion Mola

Ukuran uterus kecil untuk masa kehamilan 50% besar untuk masa kehamilan

kista lutein jarang 25-30%

2.3 Epidemiologi
Secara umum insidensi mola hidatidosa di Asia lebih tinggi bila dibandingkan
dengan negara barat. Insidensi di Eropa dan Amerika Serikat adalah 1-2 per 1000
kehamilan, sedangkan insidensi di Asia Tenggara delapan kali lebih tinggi.
Insidensi mola hidatidosa yang terdata di rumah sakit Indonesia lebih tinggi
dari nilai di negara-negara lain, yaitu 1 per 40  persalinan. Insiden mola
hidatidosa di beberapa Negara:6
Amerika Serikat 1: 1000-1500 persalinan
Korea Selatan 1 : 429 persalinan
Malasyia 1 : 357 persalinan
Jepang 1 : 538 kelahiran hidup
Beberapa kabupaten Jawa Barat 1 : 28-105 persalinan
Beberapa kota Indonesia 1 : 41-141 kehamilan

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab terjadinya mola hidatidosa tidak diketahui dengan pasti,
diperkirakan adanya peranan kelainan kromosomal.7

Dua faktor risiko yang paling penting yaitu usia pasien dan riwayat kehamilan
mola sebelumnya. Usia pasien baik terlalu muda atau terlalu tua terdapat kenaikan
risiko secara signifikan untuk terjadinya mola hidatidosa, terutama mola hidatidosa
komplet. Peningkatan yang paling mencolok pada wanita berusia 40 tahun atau
3
lebih, dimana risiko terjadinya mola hidatidosa komplet 7,5 kali lebih tinggi
daripada wanita berusia antara 21 dan 35 tahun. Riwayat abortus berulang
sebelumnya lebih umum terjadi pada pasien dengan mola hidatidosa. Setelah
satu kehamilan mola, risiko untuk terjadinya mola hidatidosa yang baru
meningkat 1% sampai 2%, dan setelah kehamilan mola kedua, risiko terjadinya
kehamilan mola ketiga yaitu 15% sampai 20%. Mola hidatidosa lebih sering
terjadi di negara-negara Asia, dan kemungkinan diet yang berperan.8

Faktor risiko tertentu meningkatkan prevalensi kehamilan mola: 9

• Usia ibu yang hamil > 35 tahun memiliki risiko 5-10 kali mengalami
kehamilan mola
• Hamil saat usia < 20 tahun

• Kehamilan mola sebelumnya meningkatkan risiko 1% hingga 2% untuk 


kehamilan berikutnya
• Wanita dengan abortus spontan atau infertilitas sebelumnya
• Faktor-faktor diet termasuk pasien-pasien yang kekurangan diet dalam
karoten (pendahulu vitamin A) dan lemak hewani

• Merokok 

2.5 Patofisiologi

Vili korialis yang mengalami degenerasi hidrofik pada mola hidatidosa


awalnya diduga disebabkan karena hipersekresi akibat proliferasi sel-sel trofoblas
sehingga terjadi obliterasi vaskular dan kematian janin. Penyebab lain adalah dari
kegagalan sirkusi janin akibat kematian janin tersebut yang menyebabkan edema
vili korialis. Pada awal mola komplit terjadi gangguan diferensiasi vaskulogenesis
yang akan mengakibatkan peningkatan apoptosis pada sel prekursor pembuluh
darah mengakibatkan penimbunan cairan vesikuler sampai membentuk sisterna.
Pada mola hidatidosa komplit, sel telur  berinti yang dibuahi baik oleh dua sperma
atau sperma haploid yang kemudian digandakan, menghasilkan hanya DNA ayah
yang diekspresikan. Sebaliknya, pada mola hidatidosa partial, sel telur haploid
baik diduplikasi dan dibuahi oleh sperma normal atau sel telur haploid dibuahi
oleh dua sperma, menghasilkan ekspresi DNA ibu dan ayah. 10

4
Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak 
sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu :
hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu
dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan
cairan di dalam jaringan mesenkim villi. 10

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari


penyakit trofoblas : 1

1. Teori missed abortion.


Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3- 5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim
dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut
Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa
asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.

2. Teori neoplasma

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas,
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi
abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan
kedalam villi sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa


gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini  bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik  terlihat trias: (1)
Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan
kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans
tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik
( syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan
kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein

5
akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola
hidatidosa sembuh.

2.6 Gejala Klinis

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan


kehamilan biasa, yaitu amenore, mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja
derajat keluhannya lebih hebat. Selanjutnya perkembangannya lebih pesat,
sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari usia kehamilan.

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara


khas tidak akan ditemukan aktivitas janin.11 Gejala yang paling umum dari
mola hidatidosa adalah perdarahan pervagina pada trimester pertama yang
biasanya disebabkan oleh jaringan mola  yang terpisah dari desidua, yang
mengakibatkan perdarahan. Gejala lain dari kehamilan mola adalah hiperemesis
(mual dan muntah parah) yang disebabkan oleh tingginya tingkat hormon hCG
yang beredar dalam aliran darah. Pada pasien juga mengalami keluarnya jaringan
dari jalan lahir yang digambarkan seperti anggur atau gelembung-gelembung
berisi cairan. Setelah trimester pertama sekitar 14 -16 minggu kehamilan, dapat
ditemukan tanda dan gejala hipertiroidisme, termasuk takikardia dan tremor, lagi-
lagi disebabkan oleh tingginya tingkat sirkulasi hCG. Selanjutnya bisa
ditemukan pre-eklampsia yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang
dipicu kehamilan dan / atau disfungsi akhir organ yang terjadi biasanya setelah
34 minggu kehamilan. Dalam kasus yang sangat lanjut, pasien bisa datang
dengan gangguan pernapasan parah yang mungkin akibat dari emboli  jaringan
trofoblas ke dalam paru-paru. 11

2.7 Diagnosis

Diagnosis mola hidatidosa dapat ditegakkan melalui anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

6
Dari anamnesis dapat ditemukan tanda dan gejala yang dialami pasien, seperti
amenorea, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan
kadang bergelembung, uterus yang lebih besar dari usia kehamilan, dan tidak
ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen, pergerakan dan detak
jantung janin.

1. Perdarahan pervaginam. Gejala klasik yang paling sering pada mola


komplit adalah perdarahan pervaginam. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh
karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir  melalui
vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
2. Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-
HCG.

3. Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi,


tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia
yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik  hipertensi ( TD >
140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia.12

Pemeriksaan Fisik 1

➢ Inspeksi: Perut tampak membesar/cembung.

➢ Palpasi :

• Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan, teraba


lembek 
• Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.

➢ Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

➢ Pemeriksaan dalam :

• Memastikan besarnya uterus


• Uterus terasa lembek 
• Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
7
Pemeriksaan Penunjang1

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu β-hCG kuantitatif dan


USG. β-hCG biasanya meningkat, 40% lebih tinggi daripada 100.000 IU/L.
Pada pemeriksaan USG untuk mola komplit didapatkan tidak adanya embrio atau
fetus, tidak ada cairan amnion, adanya massa heterogen dengan ruangan
anechoic yang terpisah-pisah (berkaitan dengan vili korionik yang hidrofik,
disebut gambaran badai salju (snow flake pattren) atau sarang lebah (honey
comb).12

2.8 Penatalaksanaan

a. Evakuasi
• Perbaiki keadaan umum. Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian
transfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan
atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia atau tirotoksikosis.
• Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap

• Bila kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam


kemudian dilakukan kuret.
b. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.

d. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu
setinggi pusat atau lebih.

Pemeriksaan Tindak Lanjut

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah


mola hidatidosa. Tes HCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah
evakuasi. Lama pengawasan berkisar 1 tahun. Untuk tidak mengacaukan
pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu. Adapun
jadwal pemantauan untuk satu tahun yaitu:
8
1) Tiga bulan pertama : tiap 2 minggu

2) Tiga bulan kedua : tiap 1 bulan

3) Enam bulan terakhir : tiap 2 bulan

Selama dilakukan pemeriksaan ginekologi dan β-hCG, dilakukan


pula pemeriksaan foto toraks bila perlu.Tindak lanjut dianggap selesai bila
1 tahun pascaevakuasi mola, penderita tidak mempunyai keluhan dan
kadar β-hCG di bawah 5 IU/L atau bila penderita sudah hamil lagi dengan
normal.12

2.9 Prognosis

Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas
akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini
dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola
masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, gagal
jantung, gagal ginjal, dan tirotoksikosis.2
Secara keseluruhan, 80% hingga 90% mola tetap menjadi jinak setelah
kuretase bersih; 10% mola komplet menjadi invasif, tetapi tidak lebih dari 2%
hingga 3% yang menjadi koriokarsinoma. Mola parsial jarang menjadi
koriokarsinoma.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom
KD. Obstetri Williams: Penyakit Trofoblastik Gestasional. 23rd ed. Vol 2.
Jakarta : EGC ; 2012. p. 271-276.

9
2. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. In: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. 4 th ed. Jakarta : PT
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo ; 2009. p. 488-490.

3. Syafii, Aprianti S, Hardjoeno. Kadar β-HCG Penderita Mola Hidatidosa


Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory 2016; 13(1): p. 1-3.

4. Anwar M, Baziad A, Prabowo P, editors. Ilmu Kandungan, 3rd ed. Jakarta: PT


Bina Pustaka Prawiroharjo; 2011.

5. Crum CP, Lester SC, Cotran RS. Sistem Genitalia Perempuan dan
Payudara. In: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. 7th  ed.
vol. 2. Jakarta: EGC; 2007. p.784-787.
6. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editors. Obstetri
Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004. p. 29-33.

7. Simbolon YW. Mola Hidatidosa. Laporan Kasus. Yogyakarta: Universitas


Gajah Mada ;2015. 29 p.

8. Niemann I, et. al. Gestational Trophoblastic Disease: Clinical Guidelines


for Diagnosis, Treatment, Follow-up, and Counselling. Dan Med J2015;
62(11). p. 1-19.

9. Kitange BH. Prevalence and Associated Risk Factors of Hydatidiform


Moles Among Patients with Incomplete Abortion Evacuated at Bugando
Medical Centre and Sekou Toure Hospital in Mwanza City, North-Western
Tanzania. Disertation. Cuhas-Bugando: Catholic University of Health and
Allied Sciences; 2016. 51 p.

10. Silfiah N. Penilaian Ekspresi Protein p57Kip2  dengan Pengecatan


Imunohistokimia Vlid dalam Membedakan Mola Hidatidosa Tipe Komplit
dan Parsial. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana; 2015.143 p.

11. Lubis JM. Kurva Regresi β-Huma Chorionic Gonadotropin Serum pada
Penderita Penyakit Trofoblas Ganas Resiko Rendah yang Mendapat
Kemoterapi Metotrexat Tunggal di RSUP. H. Adam Malik Medan. Tesis.

Medan: Universitas Sumatera Utara; 2015 .93 p.

10
12. Fox JC. Atlas of Emergency Ultrasound. United Kingdom: Cambridge
University Press; 2011. p. 96-97.

11
12

Anda mungkin juga menyukai