PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan
derajat kesehatan suatu bangsa. Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan
prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat, sesuai dengan
target MDG’s 2015 (Millenium Development Gold), Angka Kematian Ibu
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007, memperkirakan
bahwa setiap tahun sejumlah 500 orang perempuan meninggal dunia akibat
komplikasi kehamilan, persalian dan nifas, fakta ini mendekati terjadinya 1
kematian setiap menit dan diperkirakan 99% kematian tersebut terjadi di Negara-
negara berkembang yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000
kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan
Negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Menurut SDKI Angka Kematian Ibu pada tahun 2007 mencapai 228 per
100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini mengalami penurunan signifikan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya jumlah kematian ibu mencapai 307 per
100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu masih terbilang tinggi bila di
bandingkan dengan Negara-negara lainnya yaitu Brunei Darussalam dan
Singapura masing-masing 13 dan 14 per 100.000 kelahiran hidup.
Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari
kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia
gravidarum. Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi
(keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor
tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan,
persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi
1
pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka kejadiannya
3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi
pada awal kehamilan meliputi abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik.
Pada kehamilan lanjut antara lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa.
Dari kasus perdarahan diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah
perdarahan pada awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan awal kehamilan
tersebut terdapat kehamilan molahidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan merupakan
kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi
dan edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus menerus, sehingga
gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Penyebab pasti
terjadinya kehamilan Mola hidatidosa belum diketahui pasti, namun ada
beberapa faktor yang memengaruhinya yaitu faktor ovum, imunoselektif
trofoblast, usia, keadaan sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi, defisiensi
protein, infeksi virus dan faktor kromosom yang jelas, dan riwayat kehamilan
mola sebelumnya. Jenis pada molahidatidosa yaitu Molahidatidosa Komplet
(MHK) dan Molahidatidosa Parsial (MHP). Angka kematian yang diakibatkan
oleh kehamilan Molahidatidosa berkisar antara 2,2% - 5,7%.
Pada kehamilan Molahidatidosa jika tidak dilakukan penanganan secara
komprehensif maka masalah kompleks dapat timbul sebagai akibat adanya
kehamilan dengan Molahidatidosa yaitu TTG (Tumor Trofoblast Gestasional)
dimana TTG ini terbagi menjadi 2 macam yaitu: Choriocarcinoma non Villosum
dan Choriocarcinoma Villosum yang bersifat hematogen dan dapat bermetastase
ke vagina, paru-paru, ginjal, hati bahkan sampai ke otak. Dengan presentasi
kejadian tersebut adalah 18-20% keganasan.
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) dari pada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan).1-3 Di
2
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan),4 faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based.
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap yaitu perbaikan
keadaan umum ibu, pengeluaran jaringan mola dengan cara Kuretase atau
Histerektomi, dan pemeriksaan tindak lanjut yaitu follow up selama 12 bulan,
dengan mengukur kadar β-HCG dan mencegah kehamilan selama 1 tahun.
Tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial
kadar β-HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Penyakit ini, baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di
Negara Asia, sedangkan di Negara bagian Barat lebih jarang. Angka di Indonesia
umumnya berupa angka Rumah Sakit yaitu RSCM, untuk Mola Hidatidosa
berkisar 1:50 sampai 1:141 kehamilan. Angka ini jauh lebih tinggi disbanding
Negara-negara barat dimana insidennya berkisar 1:1000 sampai 1:2500
kehamilan untuk kejadian Molahidatidosa.
B. Tujuan Penulisan Laporan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan dengan penerapan
manajemen kebidanan dengan Mola Hidatidosa dengan menggunakan
SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep asuhan kegawatdaruratan pada
kehamilan Mola Hidatidosa
b. Mampu melakukan pengumpulan data subjektif pada konsep
asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan Mola Hidatidosa
c. Mampu melakukan pengumpulan data objektif pada asuhan
kegawatdaruratan pada kehamilan Mola Hidatidosa
3
d. Mampu melakukan analisa pada asuhan kegawatdaruratan
pada kehamilan trimester I Mola Hidatidosa
C. Manfaat
1. Bagi penulis
Dengan mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan ini, diharapkan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penatalaksanaan klien
dengan kehamilan Mola Hidatidosa.
2. Bagi Institusi
Dengan penyusunan makalah ini diharapkan agar menjadi bahan masukan,
informasi, maupun untuk pengembangan materi perkuliahan bagi mahasiswa
dan menambah bahan perpustakaan di Politeknik Kesehatan Mataram.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
8
lainnya yang sebenarnya belum jelas benar hubungannya antara lain
penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, golongan darah, pernah abortus
dan kesulitan memiliki keturunan.
Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada
faktor-faktor penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh
sebuah sel sperma.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan
respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami
distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak
terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi,
sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan
invasi kejaringan ibu.
3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi
kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi
pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi
kehamilan mola.
4. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi
zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
9
5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan
molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi
secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan
stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun
juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.
6. Defisiensi protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah
dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan
pada janin tidak sempurna.
7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu
menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah
mikroba (kuman atau virus) yang termasuk virulensinya seta daya tahan
tubuh.
8. Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam
suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000
Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang
molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan
bahwa mungkin terdapat “masalah oosit primer”.
10
Setelah ovum dibuahi,terjadi pembagian dari sel tersebut.Tidak lama
kemudian terbentuk biastokista yang mempunyai lumen dan dinding
luar.Dinding ini terjadi atas sel-sel ekstoderm yang kemudian menjadi
tropoblash. Sebagian vili berubah menjadi gelembung berisi cairan
jernih,biasa tidak ada janin.Gelembung-gelambung atau tesikel ukurannya
bervariasi mulai dari yang mudah dilihat,sampai beberapa
sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis.Masa
tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi cavum
uteri.Pembesaran uterus sering tidak sesuai dan melebihi usia kehamilan.
Pada beberapa khusus, sebagian pertumbuhan dan perkembangan villi
korealis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang
bahkan sampai aterm.Keadaan ini disebut mola parsial. Ada beberapa kasus
pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin
dapat tumbuh dan berkembang.
1. Teori Missed Abortion
Mudigan mati pada kehamilan tiga sampai lima minggu,karena terjadi
gangguan peredaran darah,sehingga terjadi penemuan cairan dalam
jaringan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuk gelembung-
gelembung.
2. Teori Neoplasma dari park
Bahwa yang normal adalah sel trofoblast yang mempunyai fungsi
abnormal pula, dimana terjadi cairan yang berlebihan dalam villi sehingga
timbul gelembung,hal ini menyebabkan peredaran gangguan peredaran
darah dan kematian mudigan.
11
Gambar 1.Skema Konsepsi Normal
12
yang sensitive sekalipun, kadang-kadadang terdapat plasenta yang
kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit.
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin.
Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang
hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa
tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu
berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gambaran karyotipi dari mola
parsialis bisa normal ,triploidi atau trisomi seringkali 69 ,XXX atau 69
XXY. Ditemukan juga adanya fetus dan pembengkakan pada villi yang
14
sifatnya tidak menyeluruh. Penelitian berikutnya secara sitogenetik
menunjukkan bahwa hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna pada
mola parsialis hanya ditemukan pada konseptus yang triploid.Secara
biokimiawi dan sitogenetik ditemukan adanya gen maternal pada mola
parsialis sehingga terjadinya adalah diandri (terdiri atas satu set
kromosom maternal dan dua set kromosom paternal). Gambaran
histologisd yang khas pada mola parsialis adalah adanya crinkling atau
scalloping dan ditemukannya stromal trophoblastic inclusion Hiperplasia
trofoblas umumnya terjadi pada sinsisiotrofoblas dan jarang terjadi pada
sitotrofo-blas.Walaupun ada janin , umumnya mengalami kematian pada
trimester pertama. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi pasca mola
parsialis dibandingkan dengan pasca mola komplit
Patologi
15
Edema villus Bervariasi,fokal ringan- Bervariasi, ringan-
Gambaran Klinis
F. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro , 1999. Komplikasi mola hidatidosa yaitu : PTG
(penyakit Trofoblas Ganas).
Dan dari beberapa sumber menyebutkan komplikasi yang mungkin terjadi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
G. ProGnosa
Mortalitas
Mula destruens
Koriokarsinoma
H. Diagnosis Mola Hidatidosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang
ditemukan, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan
pemeriksaan histologis. Trias temuan klinis pada mola hidatidosa komplit
yaitu yang pertama adanya pembesaran uterus yang tidak sesuai usia
kehamilan, dimana biasanya lebih besar 4 minggu dari usia sebenarnya, yang
kedua adalah tanda adanya perdarahan pervaginam dan yang ketiga adalah
adanya peningkatan kadar β-hCG persisten sampai melebihi usia kehamilan 9-
12 minggu yang didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium dan sering
17
mengakibatkan hiperemesis gravidarum dini. Pemeriksaan laboratorium
lainnya yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, fungsi
pembekuan darah, fungsi tiroid. Pemeriksaan histologis memperlihatkan tidak
adanya jaringan fetus pada mola komplit, proliferasi trofoblastik yang nyata,
villi koriales yang hidrofik dengan kromosom 46,XX atau 46,XY. Temuan
peningkatan faktor pertumbuhan antara lain c-myc, epidermal growth factor
dan c-eb B-2 jika dibandingkan pada plasenta yang normal juga merupakan
penanda mola komplit
I.
PENATALAKSANAAN
20
Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan
untuk mengikuti turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa
tidak teerjadi perforasi karena kanula.
Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan
besar sehingga dapat dijamin kebersihannya.
b. Histerektomi
1) Syarat melakukan histerektomi adalah:
Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan
usia anak cukup.
Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk
menyelamatkan jiwa penderita
Resisten teerhadap obat kemoterapi.
Dugaan perforasi pada mola destruen
Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
2) Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
Segera setelah suction curetase berakhir
Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
3) Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh
diberbagai pustaka. Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik
operasi sebagai berikut:
Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga
dapat mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.
Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh
darah yang besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu
banyak menimbulkan perdarahan.
Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya
sel trofoblas dari uterus segera mengalami denaturasi dan dapat
mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase
21
Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis
tertutup dan mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas
saat operasi berlangsung.
Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan
kemoterapi drip (belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan
dan evaluasi hasilnya.
4) Filosofi Operasi Pada Histerektomi
Trauma yang terjadi haruslah minimal
Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter,
pembuluh darah dan Vesika urinaria .
Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma
organ pelvis atau kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk
segera melakukan rekontruksi
Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia,
tindakan operasi dengan hilangnya darah minimal sangat penting
karena darah adalah RED (Rare, Expensive, Dangerous).
Kami anjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis
kemoterapi sehingga dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas
ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer
pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.
22
b. Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian
menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya
manfaat yang nyata.
c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang.
Kadar yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi
dan biasanya terapi.
d. Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah
pengukuran pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan
untuk total 1 tahun.
e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah
1 tahun.
f. Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada
pengukuran serial kadar β hCG serum untuk mendeteksi tumor trofoblas
persisten.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Data Subjektif
23
1. Identitas Istri/Suami
Nama : Ny. S Nama Suami Tn. T
Umur : 21 tahun : 30 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Umur Sunda/Indonesia
Agama : Islam : Islam
Pendidikan : SD Suku/Bangsa SD
Pekerjaan : IRT : Buruh
Alamat : Kp 6 , margo yoso Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
2. Alasan datang
Ibu datang ke RS. rujukan dari Klinik bidan dengan diagnosa perdarahan.
3. Keluhan Utama
Ibu mengaku hamil 13-14 minggu , mengeluh keluar darah seperti ati ayam
dari jalan lahir, ada gelembung seperti telur ikan, darah membasahi 1
pembalut per hari, ibu mengaku mengalami perdarahan ± 10 hari.
4. Riwayat Haid
Ibu mengatakan pertama kali mendapatkan haid pada saat usia kehamilan 14
tahun, siklusnya teratur, lamanya 7 hari, banyaknya darah biasa dan tidak
ada keluhan nyeri haid.
5. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. Jumlah kehamilan: Ibu mengatakan ini kehamilannya yang
pertama, tidak pernah mengalami keguguran (G1P0A0)
24
b. HPHT : 18 maret 2019
c. TP : 25 desember 2019
d. Pemeriksaan Kehamilan: Ibu mengatakan telah memeriksakan
kehamilannya 1 kali ke Bidan, 4 hari yang lalu.
e. Keluhan selama hamil : Ibu mengatakan selama hamil sering
pusing.
6. Riwayat Kesehatan/Penyakit yang di derita sekarang dan dulu
Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, penyakit paru-
paru, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit DM, penyakit tiroid, Epilepsi,
Hipertensi, Asma dan penyakit lainnya.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Status Perkawinan: Ibu mengatakan ini pernikahannya yang
pertama, lama menikah 1 tahun. Usia ibu saat menikah 20 tahun dan
usia suami saat menikah 29 tahun.
b. Riwayat KB: Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan alat
kontrasepsi sebelumnnya.
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum: Baik
2. Kesadaran: Compos Mentis
3. Tanda-tanda Vital:
TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S: 37 ºC
4. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera putih.
5. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tirod, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
6. Dada
Bentuk simetris, jantung : bunyi jantung normal (reguler), paru-paru :
normal, tidak ditemukan adanya sesak nafas maupun whezing.
7. Abdomen
Cembung dan lembek
8. Ekstremitas
Atas: Tidak ada oedema
Bawah: Tidak ada oedem dan tidak ada varises
25
9. Genetalia
Pemeriksaan dalam: Vulva dan Vagina tidak ada keluhan, pembukaan
tertutup.
C. Asessment/Diagnosa
Ny. S, 21 Tahun, G2 P1A0 umur kehamilan 8-9 minggu, keadaan umum baik
dengan Mola hidatidosa.
D. Planing
1. Melakukan persetujuan dengan ibu dan keluarga, bahwa akan dilakukan
pemeriksaan dan pengobatan kepada ibu. (ibu menyetujui dan bersedia untuk
dilakukan pemeriksaan dan pengobatan).
2. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu akan di rawat inap selama
beberapa hari demi kesembuhan ibu. (Ibu setuju untuk dilakukan rawat inap)
3. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu akan dilakukan kuretase demi
keselamatan jiwa ibu. (Ibu dan keluarga menyetujui dengan tindakan yang
akan dilakukan)
4. Memasang infus RL.
5. Memantau tanda-tanda vital ibu.
6. Memantau perdarahan.
7. Melakukan pemeriksaan Lab (Hematologi)
a. Hasil: Hemoglobin = 12.6 gr/dl
b. Hematokrit = 37 %
c. Leukosit = 8.200/mm3
d. Trombosit = 335.000/mm3
e. Eritrosit = 4.23 juta/mm3
26
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Subjektif
Dilaporkan seorang wanita, umur 21 tahun, datang ke RS. PELITA
BUNDA rujukan dari klinik WDH tanggal 17 april 2013 pukul 14.00 WIB,
dengan keluhan utama keluar darah dari organ kewanitaan. HPHT os tanggal
18 februari 2013.os mengatkan telah memerikasakan kahamilannya 1 kali ke
bidan 4 hari yang lalu. 10 hari sebelum dirujuk ke RS. PELITA BUNDA, os
mengaku hamil 4 minggu 2 hari dan mengeluh keluar darah seperti ati ayam dari
27
jalan lahir, ada gelembung seperti telur ikan, Sejak itu pasien kemudian
diobservasi di klinik WDH oleh Bidan dan oleh karena darah yang keluar dari
vagina serta terkadang disertai jaringan-jaringan seperti daging masih
berlangsung maka diputuskan untuk dirujuk.
B. Objektif
Dari hasil pengkajian data objektif yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pada
Ny.”S” seperti Tanda-tanda Vital: TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20
x/menit, S: 37 ºC, mata anemia (+), iketrik (-), suara nafas vesikuler normal,
abdomen cembung dan lembek dan hasil lab Hasil: Hemoglobin = 12.6
gr/dl, Hematokrit = 37 % Leukosit = 8.200/mm3, Trombosit =
335.000/mm3, Eritrosit = 4.23 juta/mm3.
C. Analisa
Anamnese dan pemeriksaan fisik untuk status kebidanan yang dilakukan
dokter dari RS. PELITA BUNDA dijelaskan sebagai berikut : Ny. S, 21 Tahun,
G2 P1A0 umur kehamilan 8-9 minggu, keadaan umum baik dengan Mola
hidatidosa.
D. Pelaksanaan
Penatalaksanaan yang telah dilakukan belum sesuai kebutuhan sehingga
ditemukan kesenjangan antara teori dengan lahan praktik. Pada kasus ini, dilihat
dari usia kehamilannya yakni 8-9 minggu seharusnya evakuasi dilakukan dengan
evakuasi perdarahan dengan menyiapkan tranfusi darah, tetapi pada evakuasi
tidak dibeikan dan tidak di sediakan pemberian oxitosin. Sehingga pada
penatalaksanaanya terdapat kesenjanngan antara teori dan praktik.
28
Berdasarkan kasus di atas, terdapat kesenjangan antara teori praktik. Dimana
asuhan yang diberikan belum sesuai dengan teori yang ada.
29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan :
1. Konsep asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan
salah satunya yakni mola hidatidosa,dimana molahidatidosa adalah suatu
bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur
yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin).
2. Pengumpulan data subjektif pada asuhan
kegawatdaruratan yakni yakni mola hidatidosa, didapatkan hasil : ibu
mengatakan Ibu mengaku hamil 4 minggu 2 hari, mengeluh keluar darah
seperti ati ayam dari jalan lahir, ada gelembung seperti telur ikan, darah
membasahi 1 pembalut per hari, ibu mengaku mengalami perdarahan ± 10
hari.
3. Pengumpulan data obyektif pada asuhan
kegawatdaruratan pada kehamilan mola hidatidosa Ny.”S” seperti Tanda-
tanda Vital: TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S: 37 ºC,
mata anemia (+), iketrik (-), suara nafas vesikuler normal, abdomen
cembung dan lembek dan hasil lab =Hasil: Hemoglobin = 12.6.
4. Analisa dari data yang didapatkan dari asuhan
kegawatdaruratan yakni mola hidatidosa , Ny “S” dengan G2 P1A0 umur
kehamilan 8-9 minggu, keadaan umum baik dengan Mola hidatidosa.
5. Penatalaksanaan / pemberian asuhan dari seluruh
data yang didapatkan dari asuhan kegawatdaruratan I yakni Mola hidatidosa,
telah dapat diinterpretasikan dan ditetapkan masalah kebidanan serta
kebutuhannya. Walaupun di dalam masih terdapat kesenjangan dengan teori
yang ada.
B. Saran
1. Untuk Klien
Diharapkan klien dengan kehamilan Molahidatidosa mendapatkan
perawatan dan penanganan yang komprehensif, serta melakukan follow
30
up pasca mola selama 12 bulan sesuai jadwal, supaya dapat mendeteksi
sedini mungkin bila terjadi keganasan sampai pasien benar-benar
dikatakan sembuh atau sehat.
2. Untuk Sarana Kesehatan
Diharapkan sarana kesehatan untuk memberikan penanganan yang lebih
baik lagi, untuk meminimalkan kejadian kematian ibu akibat perdarahan
khususnya yang diakibatkan kehamilan Molahidatidosa dan kejadian
keganasan akibat Molahidatidosa.
3. Untuk Poltekkes Mataram
Diharapkan bagi pendidikan, untuk memberi pengajaran lebih tentang
studi kasus khususnya Asuhan Kegawatdaruratan dengan
Molahidatidosa, dengan melengkapi literatur-literatur tentang
Molahidatidosa.
31