Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan
derajat kesehatan suatu bangsa. Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan
prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat, sesuai dengan
target MDG’s 2015 (Millenium Development Gold), Angka Kematian Ibu
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007, memperkirakan
bahwa setiap tahun sejumlah 500 orang perempuan meninggal dunia akibat
komplikasi kehamilan, persalian dan nifas, fakta ini mendekati terjadinya 1
kematian setiap menit dan diperkirakan 99% kematian tersebut terjadi di Negara-
negara berkembang yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000
kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan
Negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Menurut SDKI Angka Kematian Ibu pada tahun 2007 mencapai 228 per
100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini mengalami penurunan signifikan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya jumlah kematian ibu mencapai 307 per
100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu masih terbilang tinggi bila di
bandingkan dengan Negara-negara lainnya yaitu Brunei Darussalam dan
Singapura masing-masing 13 dan 14 per 100.000 kelahiran hidup.
Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari
kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia
gravidarum. Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi
(keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor
tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan,
persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi
1
pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka kejadiannya
3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi
pada awal kehamilan meliputi abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik.
Pada kehamilan lanjut antara lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa.
Dari kasus perdarahan diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah
perdarahan pada awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan awal kehamilan
tersebut terdapat kehamilan molahidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan merupakan
kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi
dan edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus menerus, sehingga
gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Penyebab pasti
terjadinya kehamilan Mola hidatidosa belum diketahui pasti, namun ada
beberapa faktor yang memengaruhinya yaitu faktor ovum, imunoselektif
trofoblast, usia, keadaan sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi, defisiensi
protein, infeksi virus dan faktor kromosom yang jelas, dan riwayat kehamilan
mola sebelumnya. Jenis pada molahidatidosa yaitu Molahidatidosa Komplet
(MHK) dan Molahidatidosa Parsial (MHP). Angka kematian yang diakibatkan
oleh kehamilan Molahidatidosa berkisar antara 2,2% - 5,7%.
Pada kehamilan Molahidatidosa jika tidak dilakukan penanganan secara
komprehensif maka masalah kompleks dapat timbul sebagai akibat adanya
kehamilan dengan Molahidatidosa yaitu TTG (Tumor Trofoblast Gestasional)
dimana TTG ini terbagi menjadi 2 macam yaitu: Choriocarcinoma non Villosum
dan Choriocarcinoma Villosum yang bersifat hematogen dan dapat bermetastase
ke vagina, paru-paru, ginjal, hati bahkan sampai ke otak. Dengan presentasi
kejadian tersebut adalah 18-20% keganasan.
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) dari pada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan).1-3 Di

2
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan),4 faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based.
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap yaitu perbaikan
keadaan umum ibu, pengeluaran jaringan mola dengan cara Kuretase atau
Histerektomi, dan pemeriksaan tindak lanjut yaitu follow up selama 12 bulan,
dengan mengukur kadar β-HCG dan mencegah kehamilan selama 1 tahun.
Tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial
kadar β-HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Penyakit ini, baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di
Negara Asia, sedangkan di Negara bagian Barat lebih jarang. Angka di Indonesia
umumnya berupa angka Rumah Sakit yaitu RSCM, untuk Mola Hidatidosa
berkisar 1:50 sampai 1:141 kehamilan. Angka ini jauh lebih tinggi disbanding
Negara-negara barat dimana insidennya berkisar 1:1000 sampai 1:2500
kehamilan untuk kejadian Molahidatidosa.
B. Tujuan Penulisan Laporan

1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan dengan penerapan
manajemen kebidanan dengan Mola Hidatidosa dengan menggunakan
SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep asuhan kegawatdaruratan pada
kehamilan Mola Hidatidosa
b. Mampu melakukan pengumpulan data subjektif pada konsep
asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan Mola Hidatidosa
c. Mampu melakukan pengumpulan data objektif pada asuhan
kegawatdaruratan pada kehamilan Mola Hidatidosa

3
d. Mampu melakukan analisa pada asuhan kegawatdaruratan
pada kehamilan trimester I Mola Hidatidosa

C. Manfaat
1. Bagi penulis
Dengan mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan ini, diharapkan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penatalaksanaan klien
dengan kehamilan Mola Hidatidosa.
2. Bagi Institusi
Dengan penyusunan makalah ini diharapkan agar menjadi bahan masukan,
informasi, maupun untuk pengembangan materi perkuliahan bagi mahasiswa
dan menambah bahan perpustakaan di Politeknik Kesehatan Mataram.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Mola Hidatidosa


Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa.
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar diman
tidak ditentukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan
hidrofili. ( Sarwono, 1997)
Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan cirri-ciri stroma villi korealis
langka vaskularisasi dan edematous.(Sarwono, 1997)
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologi dari korion yang ditandai
dengan:
1. Degenerasi kristis dari villi disertai pembengkakan hidropik.
2. Avaskularitas atau tidak adanya perubahan darah janin.
3. Proliferasi jaringan trofoblas (Ben-Zion, 1994)
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil
kensepsi tidak berlansung tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi
poliferasi dari villi korealis disertai dengan degenerasi hidrofilik (Saifuddin,
2000)
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologi dari korion yang ditandai
denagn :
1. Degenerasi kristis dari villi disertai pembengkakan hidropik
2. Avaskularitas atau tidak adanya perubahan darah janin.
5
3. Poliferasi jaringan trofoblas ( Ben-Zion, 1994)

Definisi suatu tumor plasenta yang terjadi saat perkembangan


embrionik, berasal dari sel trofoblas yang berkembang dalam plasenta. Sel
trofoblas tumbuh dengan cepat dan invasive, seperti kanker. Mola diyakini
sebagai penyebab aborsi paling spontan pada trimester pertama. (Morgan,
2009)
Mola hidatidosa adalah GTD yang paling benigna. Secara histology ia
ditandai oleh perubahan pada villus plasenta, yang membengkak dan
mengambil bentuk vesicular, tidak mengandung pembulah darah, dan
memperhatkan poliferasi sel trofoblas. Mola hidatidosa telah dipandang dalam
bermacam cara sebagai suatu penyakit degenerative dan neoplatik plasenta.
Walaupun kebanyakan mola hidatidosa tidak disertai fetus, tetapi pada 5 %
kasus dapat diindifikasi adanya fetus. (Johann H. 1988)
Mola hydatidosa adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorlon.(1998)
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang
tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu
disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma
villus korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal
akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh
terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus sebuah anggur.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.
Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak normal
yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta.
Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon placenta dan disertai dengan degenerasi kistik
6
vili dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau molahidatidosa adalah
kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan
pembentukan “bakal janin“ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran
(vili-vili) mirip gerombolan buah anggur.
Sedangkan menurut beberapa ahli pengertian mola hidatidosa adalah
sebagai berikut:
1. Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang
tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena
itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk,
1998 : 23).
2. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma
villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya
meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai
segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
3. Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik
menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan
cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus
dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG)
(Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
4. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh
villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk,
2001 : 265).
5. Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari
berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A.
Pritchard, dkk, 1991 : 514).
6. Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi
choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion.
Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).
7
7. Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik
menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan
cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus
dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG)
(Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
B. Etiologi Mola Hidatidosa
Penyebab terjadinya MH tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan
adanya peranan kelainan kromosomal. Sel sperma membuahi ovum abnormal
yang tidak memiliki nukleus (atau kromosom) pada CMH. Penyebab
terbentuknya ovum abnormal tersebut tidak diketahui. Bila fertilisasi dengan
kondisi tersebut berlangsung, perkembangan normal tidak akan terjadi, tidak
akan terbentuk chorion, amnion atau korda umbilikalis dan fetus juga tidak
terbentuk. Sebaliknya sel trofoblast pembentuk plasenta akan berkembang
pesat menjadi CMH. Embrio atau janin pada PMH secara parsial berkembang
tetapi biasanya tidak bertahan hidup sampai rata-rata minggu kedelapan akan
mati. Kebanyakan kehamilan dianggapberisiko tinggi dan dapat berakibat
fatal terhadap ibu.
CMH dapat berkembang setelah terjadinya abortus ataupun dari sisa-
sisa sel trofoblast setelah kehamilan aterm. Beberapa faktor resiko yang
banyak disebutkan yaitu usia kehamilan di atas 35 tahun dimana kemungkinan
terjadi MH menjadi dua kali lipat, usia setelah 40 tahun kemungkinannya
menjadi 5-10 kali lipat (Moore). Faktor resiko terhadap kehamilan sebelum
usia 16 tahun juga meningkat (Vorvick). Faktor lainnya adalah intake
prekursor vitamin A ( beta karoten ), konsumsi protein dan lemak hewani
yang rendah diperkirakan erat kaitan terhadap terjadinya CMH, paritas,
riwayat pernah mengalami ataupun dalam keluarga mengalami kehamilan
mola dan kondisi tingkat sosioekonomi dan edukasi yang rendah. Faktor

8
lainnya yang sebenarnya belum jelas benar hubungannya antara lain
penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, golongan darah, pernah abortus
dan kesulitan memiliki keturunan.
Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada
faktor-faktor penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh
sebuah sel sperma.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan
respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami
distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak
terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi,
sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan
invasi kejaringan ibu.
3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi
kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi
pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi
kehamilan mola.
4. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi
zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

9
5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan
molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi
secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan
stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun
juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.
6. Defisiensi protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah
dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan
pada janin tidak sempurna.
7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu
menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah
mikroba (kuman atau virus) yang termasuk virulensinya seta daya tahan
tubuh.
8. Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam
suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000
Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang
molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan
bahwa mungkin terdapat “masalah oosit primer”.

C. Patofisiologi Mola Hidatidosa

10
Setelah ovum dibuahi,terjadi pembagian dari sel tersebut.Tidak lama
kemudian terbentuk biastokista yang mempunyai lumen dan dinding
luar.Dinding ini terjadi atas sel-sel ekstoderm yang kemudian menjadi
tropoblash. Sebagian vili berubah menjadi gelembung berisi cairan
jernih,biasa tidak ada janin.Gelembung-gelambung atau tesikel ukurannya
bervariasi mulai dari yang mudah dilihat,sampai beberapa
sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis.Masa
tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi cavum
uteri.Pembesaran uterus sering tidak sesuai dan melebihi usia kehamilan.
Pada beberapa khusus, sebagian pertumbuhan dan perkembangan villi
korealis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang
bahkan sampai aterm.Keadaan ini disebut mola parsial. Ada beberapa kasus
pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin
dapat tumbuh dan berkembang.
1. Teori Missed Abortion
Mudigan mati pada kehamilan tiga sampai lima minggu,karena terjadi
gangguan peredaran darah,sehingga terjadi penemuan cairan dalam
jaringan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuk gelembung-
gelembung.
2. Teori Neoplasma dari park
Bahwa yang normal adalah sel trofoblast yang mempunyai fungsi
abnormal pula, dimana terjadi cairan yang berlebihan dalam villi sehingga
timbul gelembung,hal ini menyebabkan peredaran gangguan peredaran
darah dan kematian mudigan.

11
Gambar 1.Skema Konsepsi Normal

Menurut Sarwono, 1994, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatodosa


yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada
sel telur patologis yakni : hasil pembuahan dimana embrionnya matai pada
umur kehamilan 3-5 minggu dank arena pembuluh darah villi tidak
berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim
villi.
Dan menurut Cuningham , 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang
dini terdapat beberapa cirri khas yang membedakan dengan kehamilan
normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester
kedua sering terlihat perubahan seperti berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi
mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini
dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering timbul
secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan.
Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering
dijumpai
2. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang
sebenarnya. Mungkin uterus leawat palpasi sulit dikenali dengan tepat
pada wanita multipara, khususnya karena konsistensi tumor yang
lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan
mempunyai konsistensi yang lebih lunak.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas symfisis,
secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan
test denagn alat yang sensitive sekalipun dilakukan test dengan alat

12
yang sensitive sekalipun, kadang-kadadang terdapat plasenta yang
kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit.

D. Klasifikasui Mola hidatidosa


Menurut Cuningham, 1995. Mola hidatidosa terbagi menajadi dua yaitu :
1. Mola hidatidosa complex ( klasis), jika tidak ditemukan janin. Villi
korealis diubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang
besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai
mengisi uterus yang besarnya sama dengan kehamilan norml lanjut.
a. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villi
b. Tidak terdapat pembuluh darah di dalam villi yang bengkak
c. Poliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang beragam
d. Tidak terdapat janin dan amnion.
Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak
seperti seonggok buah anggur. Mola hidatidosa merupakan hasil
pembuahan dari sel telur ( Ovum ) yang kehilangan intinya atau
intinya tidak aktif. Fertilisasi terjadi oleh satu sperma yang mempunyai
kromosom 23 X,yang kemudian setelah masing masing kromosom
membelah terbentuklah sel dengan kromosom 46 XX,dengan
demikian sebagian besar mola komplit sifatnya androgenik ,
homozigot dan berjenis kelamin wanita.
Walaupun lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2
sperma, yang menghasilkan sel anak 46 XX atau 46 XY. Pada kedua
kejadian di atas konseptus adalah keturunan pathenogenome paternal
yang seluruhnya meru-pakan allograft. Jaringan mola komplita secara
histologis tidak menampakkan pertumbuhan villi dan pembuluh
pembuluh darah; bahkan terjadi pembentukan cisterna villosa, disertai
hiperplasia baik dari sel sel sinsisiotrofoblas maupun dari sel sel
sitotrofoblas. Tidak tampak embryo karena sudah mengalami kematian
pada masa dini akibat tidak terbentuknya sirkulasi plasenta.
13
Percobaan pada tikus yang secara immunologis defisien
menunjukkan bahwa berbeda dengan korio-karsinoma; mola
hidatidosa komplit dan mola invasiv sifatnya tidak ganas.Namun
molahidatidosa komplit mempunyai potensi yang lebih besar untuk
berkembang menjadi koriokarsinoma dibandingkan dengan kehamilan
normal. Pernah dilaporkan pula adanya kehamilan kembar yang salah
satunya mola komplit (46 XX) dan yang lain berupa janin yang
normal (46 XY) . Janin dapat mengalami abortus namun kadang
kadang berkembang sampai aterm.Bila ada kehamilan kembar yang
salah satunya adalah mola penting sekali untuk membedakannya
apakah itu suatu mola komplit atau mola parsial ; karena prognosis
kearah terjadinya keganasan lebih kecil pada mola parsial.
2. Mola hidatidosa partilis
Bila perubahan mola hanya local dan ntidak berlanjut dan terdapat janin
atau setidaknya kantong amnion, keadaan tersebut digolongkan mola
hidatidosa partialis. Terdapat pembengkakan villi yang kemajuannya
lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang lain yang
berperan dalam sirkulasi fito plasenta, jarang hiperflasi trofoblas hanya
local tidak menyeluruh (Jacobs, 1982).

Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin.
Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang
hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa
tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu
berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gambaran karyotipi dari mola
parsialis bisa normal ,triploidi atau trisomi seringkali 69 ,XXX atau 69
XXY. Ditemukan juga adanya fetus dan pembengkakan pada villi yang

14
sifatnya tidak menyeluruh. Penelitian berikutnya secara sitogenetik
menunjukkan bahwa hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna pada
mola parsialis hanya ditemukan pada konseptus yang triploid.Secara
biokimiawi dan sitogenetik ditemukan adanya gen maternal pada mola
parsialis sehingga terjadinya adalah diandri (terdiri atas satu set
kromosom maternal dan dua set kromosom paternal). Gambaran
histologisd yang khas pada mola parsialis adalah adanya crinkling atau
scalloping dan ditemukannya stromal trophoblastic inclusion Hiperplasia
trofoblas umumnya terjadi pada sinsisiotrofoblas dan jarang terjadi pada
sitotrofo-blas.Walaupun ada janin , umumnya mengalami kematian pada
trimester pertama. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi pasca mola
parsialis dibandingkan dengan pasca mola komplit

Tabel 1. Gambaran Klasifikasi Mola


Hidatidosa

Gambaran Mola Parsial Mola Sempurna


Kariotipe Umumnya 69,XXX atau 46,XX atau 46,XY

Patologi

 Janin Sering dijumpai Tidak ada


Sering dijumpai Tidak ada
Bervariasi,fokal Difus

15
 Edema villus Bervariasi,fokal ringan- Bervariasi, ringan-

Gambaran Klinis

 Diagnosis Missed abortion Gestasi mola

 Ukuran uterus Kecil untuk masa 50% besar untuk


kehamilan masa kehamilan
Jarang 25-30%
Sering
E. Tanda klinis
Tanda dan gejala menurut Hamilton Carole. 2009
a.) Biasanya terlihat seperti kehamilan normal
b.) Peningatan tajam kadar hCG karena proliferasi cepat sel plasenta,
yang mengekskresikan hCG.
c.) Hiperemesis gravidarum pada 30 % pasien ini karena pertambahan
jaringan plasenta yang menstimulasi korpus luteum secara berlebihan dan
produksi hormone yang meningkat.
d.) Uterus kerap bertambah besar dari usia keahamilan karenan
pertumbuhan mola yang tepat
e.) Nyeri tekan pada ivarium dan ovarium kerap membesar
f.) Tidak ada DJJ
g.) Pendarahan tanpa nyeri yang tidak teratur paling banyak terjadi pada
12 minggu kehamilan. Mungkin terus-menerus atau intermiten, biasanya
berwarna kecoklatan dan tidak banyak.
h.) Terjadi preeklamsia sebelum 24 minggu
Muking anemic sekunder akibat kehilangan darah dan / atau nutrisi yang
buruk karena hiperemesis
i.) Perdarahan kadangkadang sedikit , kadang-kadang banyak. Karena
perdarahan ini pasien biasanya anaemis.
j.) Rahim lebih besar dari pada sesuai dengan tuanya kehamilan
16
Gejala awal pada mola hidatidosa tidak jauh berbeda dengan
kehamilan biasanya, yaitu berupa rasa mual, muntah, pusing, dan gejala-
gejala lainnya, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat dari pada
kehamilan biasa. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada
umumnya besar uterus lebih besar dari pada usia kehamilan.

F. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro , 1999. Komplikasi mola hidatidosa yaitu : PTG
(penyakit Trofoblas Ganas).
Dan dari beberapa sumber menyebutkan komplikasi yang mungkin terjadi
 Perdarahan yang hebat sampai syok
 Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
 Infeksi sekunder
 Perforasi karena tindakan atau keganasan

G. ProGnosa
Mortalitas
Mula destruens
Koriokarsinoma
H. Diagnosis Mola Hidatidosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang
ditemukan, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan
pemeriksaan histologis. Trias temuan klinis pada mola hidatidosa komplit
yaitu yang pertama adanya pembesaran uterus yang tidak sesuai usia
kehamilan, dimana biasanya lebih besar 4 minggu dari usia sebenarnya, yang
kedua adalah tanda adanya perdarahan pervaginam dan yang ketiga adalah
adanya peningkatan kadar β-hCG persisten sampai melebihi usia kehamilan 9-
12 minggu yang didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium dan sering
17
mengakibatkan hiperemesis gravidarum dini. Pemeriksaan laboratorium
lainnya yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, fungsi
pembekuan darah, fungsi tiroid. Pemeriksaan histologis memperlihatkan tidak
adanya jaringan fetus pada mola komplit, proliferasi trofoblastik yang nyata,
villi koriales yang hidrofik dengan kromosom 46,XX atau 46,XY. Temuan
peningkatan faktor pertumbuhan antara lain c-myc, epidermal growth factor
dan c-eb B-2 jika dibandingkan pada plasenta yang normal juga merupakan
penanda mola komplit

Gambar 4.USG menunjukkan


polakhas MHK.Tampak
karakteristik polavesikel dari
molahidatidosa

I.

PENATALAKSANAAN

Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang


disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera
dikeluarkan .Terapi molahidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Perbaikan Keadaan Umum


Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :
a. Koreksi dehidrasi.
b. Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga
untuk memperbaiki syok.
18
c. Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum
diobati sesuai protocol penanganannya.
d. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian
penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mala dengan cara kuretase dan histerektomi
a. Kuretase (suction curetase)
1) Definisi
Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .
2) Faktor Resiko
 Usia ibu yang lanjut
 Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
 Riwayat infertilitas
 Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
 Berbagai macam infeksi
 Paparan dengan berbagai macam zat kimia
 Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
 Kelainan kromosom
3) Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun
dengan dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara
manual, dilanjutkan dengan kuretase.
 Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
 Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan
putar 900 untuk melepaskan jaringan, kemudian tutup dan
keluarkan jaringan tersebut.
 Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan
sendok terbesar yang bisa masuk.
 Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan
eksplorasi jari maupun kuret.
4) Risiko Yang Mungkin Terjadi
 Perdarahan
 Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan
cerukan atau lubang di dinding rahim.
19
 Gangguan haid
 Infeksi
5) Persiapan Sebelum Oprasi
 Informed consend
 Puasa
 Cek darah, darah harus tersedia dan sudah dilakukan
crossmatching.
6) Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa
 Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai
(pemeriksaan darah rutin, kadar beta Hcg dan foto toraks)
keculai bila jaringan mola sudah keluar sepontan .
 Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan
pemasangan laminaria stift (LS) dan dilakukan kuretase 24 jam
kemudian .
 Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc
dan pasang infus dengan tetesan infus oksitosin 10 IU dalam
500 cc dextrose 5%.
 Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu
minimal 1 minggu .
 Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke
labolatorium PA.
7) Teknik Suction Curetase
 Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat
di masukkan.
 Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat
dimasukkan kedalam kanalis servikalis.
 Serviks dipegang dengan tenakulum
 Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin
disuntikkan ataun secara drip sehingga suction akan selalu
diikuti dengan makin kecilnya uterus

20
 Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan
untuk mengikuti turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa
tidak teerjadi perforasi karena kanula.
 Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan
besar sehingga dapat dijamin kebersihannya.
b. Histerektomi
1) Syarat melakukan histerektomi adalah:
 Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan
usia anak cukup.
 Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk
menyelamatkan jiwa penderita
 Resisten teerhadap obat kemoterapi.
 Dugaan perforasi pada mola destruen
 Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
 Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
2) Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
 Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
 Segera setelah suction curetase berakhir
 Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
3) Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh
diberbagai pustaka. Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik
operasi sebagai berikut:
 Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga
dapat mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.
 Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh
darah yang besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu
banyak menimbulkan perdarahan.
 Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya
sel trofoblas dari uterus segera mengalami denaturasi dan dapat
mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase

21
 Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis
tertutup dan mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas
saat operasi berlangsung.
 Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan
kemoterapi drip (belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan
dan evaluasi hasilnya.
4) Filosofi Operasi Pada Histerektomi
 Trauma yang terjadi haruslah minimal
 Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter,
pembuluh darah dan Vesika urinaria .
 Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma
organ pelvis atau kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk
segera melakukan rekontruksi
 Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
 Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia,
tindakan operasi dengan hilangnya darah minimal sangat penting
karena darah adalah RED (Rare, Expensive, Dangerous).
Kami anjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis
kemoterapi sehingga dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas
ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer
pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.

3. Pemeriksaan tindak lanjut:


Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang
mengisyaratkan keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien
molahidatidosa meliputi:
a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-
kurangnya satu tahun.

22
b. Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian
menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya
manfaat yang nyata.
c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang.
Kadar yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi
dan biasanya terapi.
d. Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah
pengukuran pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan
untuk total 1 tahun.
e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah
1 tahun.
f. Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada
pengukuran serial kadar β hCG serum untuk mendeteksi tumor trofoblas
persisten.

BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 22 juni 2019


Jam : 10.00 WIB

A. Data Subjektif
23
1. Identitas Istri/Suami
Nama : Ny. S Nama Suami Tn. T
Umur : 21 tahun : 30 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Umur Sunda/Indonesia
Agama : Islam : Islam
Pendidikan : SD Suku/Bangsa SD
Pekerjaan : IRT : Buruh
Alamat : Kp 6 , margo yoso Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:

2. Alasan datang
Ibu datang ke RS. rujukan dari Klinik bidan dengan diagnosa perdarahan.
3. Keluhan Utama
Ibu mengaku hamil 13-14 minggu , mengeluh keluar darah seperti ati ayam
dari jalan lahir, ada gelembung seperti telur ikan, darah membasahi 1
pembalut per hari, ibu mengaku mengalami perdarahan ± 10 hari.
4. Riwayat Haid
Ibu mengatakan pertama kali mendapatkan haid pada saat usia kehamilan 14
tahun, siklusnya teratur, lamanya 7 hari, banyaknya darah biasa dan tidak
ada keluhan nyeri haid.
5. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. Jumlah kehamilan: Ibu mengatakan ini kehamilannya yang
pertama, tidak pernah mengalami keguguran (G1P0A0)
24
b. HPHT : 18 maret 2019
c. TP : 25 desember 2019
d. Pemeriksaan Kehamilan: Ibu mengatakan telah memeriksakan
kehamilannya 1 kali ke Bidan, 4 hari yang lalu.
e. Keluhan selama hamil : Ibu mengatakan selama hamil sering
pusing.
6. Riwayat Kesehatan/Penyakit yang di derita sekarang dan dulu
Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, penyakit paru-
paru, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit DM, penyakit tiroid, Epilepsi,
Hipertensi, Asma dan penyakit lainnya.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Status Perkawinan: Ibu mengatakan ini pernikahannya yang
pertama, lama menikah 1 tahun. Usia ibu saat menikah 20 tahun dan
usia suami saat menikah 29 tahun.
b. Riwayat KB: Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan alat
kontrasepsi sebelumnnya.
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum: Baik
2. Kesadaran: Compos Mentis
3. Tanda-tanda Vital:
TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S: 37 ºC
4. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera putih.
5. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tirod, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
6. Dada
Bentuk simetris, jantung : bunyi jantung normal (reguler), paru-paru :
normal, tidak ditemukan adanya sesak nafas maupun whezing.
7. Abdomen
Cembung dan lembek
8. Ekstremitas
Atas: Tidak ada oedema
Bawah: Tidak ada oedem dan tidak ada varises
25
9. Genetalia
Pemeriksaan dalam: Vulva dan Vagina tidak ada keluhan, pembukaan
tertutup.
C. Asessment/Diagnosa
Ny. S, 21 Tahun, G2 P1A0 umur kehamilan 8-9 minggu, keadaan umum baik
dengan Mola hidatidosa.
D. Planing
1. Melakukan persetujuan dengan ibu dan keluarga, bahwa akan dilakukan
pemeriksaan dan pengobatan kepada ibu. (ibu menyetujui dan bersedia untuk
dilakukan pemeriksaan dan pengobatan).
2. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu akan di rawat inap selama
beberapa hari demi kesembuhan ibu. (Ibu setuju untuk dilakukan rawat inap)
3. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu akan dilakukan kuretase demi
keselamatan jiwa ibu. (Ibu dan keluarga menyetujui dengan tindakan yang
akan dilakukan)
4. Memasang infus RL.
5. Memantau tanda-tanda vital ibu.
6. Memantau perdarahan.
7. Melakukan pemeriksaan Lab (Hematologi)
a. Hasil: Hemoglobin = 12.6 gr/dl
b. Hematokrit = 37 %
c. Leukosit = 8.200/mm3
d. Trombosit = 335.000/mm3
e. Eritrosit = 4.23 juta/mm3

26
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Anamnesa telah dilakukan sesuai dengan pedoman anamnesa dan telah


mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan data dasar dalam asuhan kebidanan.

A. Subjektif
Dilaporkan seorang wanita, umur 21 tahun, datang ke RS. PELITA
BUNDA rujukan dari klinik WDH tanggal 17 april 2013 pukul 14.00 WIB,
dengan keluhan utama keluar darah dari organ kewanitaan. HPHT os tanggal
18 februari 2013.os mengatkan telah memerikasakan kahamilannya 1 kali ke
bidan 4 hari yang lalu. 10 hari sebelum dirujuk ke RS. PELITA BUNDA, os
mengaku hamil 4 minggu 2 hari dan mengeluh keluar darah seperti ati ayam dari
27
jalan lahir, ada gelembung seperti telur ikan, Sejak itu pasien kemudian
diobservasi di klinik WDH oleh Bidan dan oleh karena darah yang keluar dari
vagina serta terkadang disertai jaringan-jaringan seperti daging masih
berlangsung maka diputuskan untuk dirujuk.

B. Objektif
Dari hasil pengkajian data objektif yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pada
Ny.”S” seperti Tanda-tanda Vital: TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20
x/menit, S: 37 ºC, mata anemia (+), iketrik (-), suara nafas vesikuler normal,
abdomen cembung dan lembek dan hasil lab Hasil: Hemoglobin = 12.6
gr/dl, Hematokrit = 37 % Leukosit = 8.200/mm3, Trombosit =
335.000/mm3, Eritrosit = 4.23 juta/mm3.

C. Analisa
Anamnese dan pemeriksaan fisik untuk status kebidanan yang dilakukan
dokter dari RS. PELITA BUNDA dijelaskan sebagai berikut : Ny. S, 21 Tahun,
G2 P1A0 umur kehamilan 8-9 minggu, keadaan umum baik dengan Mola
hidatidosa.

D. Pelaksanaan
Penatalaksanaan yang telah dilakukan belum sesuai kebutuhan sehingga
ditemukan kesenjangan antara teori dengan lahan praktik. Pada kasus ini, dilihat
dari usia kehamilannya yakni 8-9 minggu seharusnya evakuasi dilakukan dengan
evakuasi perdarahan dengan menyiapkan tranfusi darah, tetapi pada evakuasi
tidak dibeikan dan tidak di sediakan pemberian oxitosin. Sehingga pada
penatalaksanaanya terdapat kesenjanngan antara teori dan praktik.

28
Berdasarkan kasus di atas, terdapat kesenjangan antara teori praktik. Dimana
asuhan yang diberikan belum sesuai dengan teori yang ada.

29
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan :
1. Konsep asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan
salah satunya yakni mola hidatidosa,dimana molahidatidosa adalah suatu
bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur
yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin).
2. Pengumpulan data subjektif pada asuhan
kegawatdaruratan yakni yakni mola hidatidosa, didapatkan hasil : ibu
mengatakan Ibu mengaku hamil 4 minggu 2 hari, mengeluh keluar darah
seperti ati ayam dari jalan lahir, ada gelembung seperti telur ikan, darah
membasahi 1 pembalut per hari, ibu mengaku mengalami perdarahan ± 10
hari.
3. Pengumpulan data obyektif pada asuhan
kegawatdaruratan pada kehamilan mola hidatidosa Ny.”S” seperti Tanda-
tanda Vital: TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S: 37 ºC,
mata anemia (+), iketrik (-), suara nafas vesikuler normal, abdomen
cembung dan lembek dan hasil lab =Hasil: Hemoglobin = 12.6.
4. Analisa dari data yang didapatkan dari asuhan
kegawatdaruratan yakni mola hidatidosa , Ny “S” dengan G2 P1A0 umur
kehamilan 8-9 minggu, keadaan umum baik dengan Mola hidatidosa.
5. Penatalaksanaan / pemberian asuhan dari seluruh
data yang didapatkan dari asuhan kegawatdaruratan I yakni Mola hidatidosa,
telah dapat diinterpretasikan dan ditetapkan masalah kebidanan serta
kebutuhannya. Walaupun di dalam masih terdapat kesenjangan dengan teori
yang ada.

B. Saran
1. Untuk Klien
Diharapkan klien dengan kehamilan Molahidatidosa mendapatkan
perawatan dan penanganan yang komprehensif, serta melakukan follow

30
up pasca mola selama 12 bulan sesuai jadwal, supaya dapat mendeteksi
sedini mungkin bila terjadi keganasan sampai pasien benar-benar
dikatakan sembuh atau sehat.
2. Untuk Sarana Kesehatan
Diharapkan sarana kesehatan untuk memberikan penanganan yang lebih
baik lagi, untuk meminimalkan kejadian kematian ibu akibat perdarahan
khususnya yang diakibatkan kehamilan Molahidatidosa dan kejadian
keganasan akibat Molahidatidosa.
3. Untuk Poltekkes Mataram
Diharapkan bagi pendidikan, untuk memberi pengajaran lebih tentang
studi kasus khususnya Asuhan Kegawatdaruratan dengan
Molahidatidosa, dengan melengkapi literatur-literatur tentang
Molahidatidosa.

31

Anda mungkin juga menyukai