Anda di halaman 1dari 32

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT
JUNI 2016

MOLA HIDATIDOSA

OLEH :
Nurmasdalina Ithnin
C 111 11 880
PEMBIMBING:
dr. Eddy Wardhana
SUPERVISOR:
dr. Eddy Hartono, Sp.OG (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama

: Nurmasdalina Ithnin

NIM

: C111 11 880

Referat

: Mola Hidatidosa

Telah menyelesaikan tugas referat di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar
Makassar,

Juni 2016

Konsulen,

Pembimbing,

dr. Eddy Hartono, Sp.OG (K)

dr. Eddy Wardhana

Mengetahui
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr. dr. Sharvianty A Arifuddin, Sp.OG (K)

1. PENDAHULUAN
Yang disebut penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai selsel trofoblas. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila
wanita itu hamil. Di luar kehamilam sel-sel trofoblas dapat ditemukan
pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal
dari kehamilan disebut sebagai Gestasional Trophoblastic Disease (GTN),
sedangkan yang berasal dari teratoma disebut

Non Gestasional

Thropoblastic Disease. 1
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi
yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian.
Seringkali perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat
terjadi pada berbagai tahap. Tergantung pada tahap mana gangguan itu
terjadi, maka hasil kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik,
prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital.
Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. Demikian pula
dengan penyakit trofoblas, pada hakikatnya merupakan kegagalan
reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang dengan sempurna,
melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada
minggu-minggu pertama dari kehamilan, berupa degenerasi hidropik dari
jonjot-jonjot korion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola
hidatidosa. Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik
kembali, tetapi diantaranya ada yang kemudian mengalami degenerasi
keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang termasuk penyakit trofoblas
itu adalah mola hidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang ganas.2
2. DEFINISI
Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan
hidatidosa berasal dari kata hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. 3
Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang
berkembang tidak wajar yang ditandai secara histologis dengan

abnormalitas dari villi koriales yang berupa proliferasi trofoblas dan


edema struma villi.

Jaringan trofoblast pada villus, berploriferasi, dan

mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.2
3. EPIDEMIOLOGI
Dari semua jenis penyakit trofoblastik gestasional, mola hidatidosa
adalah jenis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini banyak ditemui di
negara-negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih jarang.3
Penyakit ini baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak
ditemukan di negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih
jarang. Angka di Indonesia untuk mola hidatidosa berkisar antara 1:50
sampai 1:141 dari kehamilan, sedangkan untuk koriokarsinoma 1:297
sampai 1: 1035 dari kehamilan. 1,3
Biasanya penyakit ini ditemukan pada usia reproduktif (15-45 thn)
dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan
menderita mola lebih besar.(4) Selain itu penyakit ini juga ditemukan pada
golongan sosioekonomi rendah serta usia kehamilan dibawah 29 dan
diatas 34 tahun. 2
4. FAKTOR RESIKO
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang

dapat

menyebabkan mola hidatidosa, antara lain : 4


1.

Faktor Ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi


terlambat dikeluarkan

2.

Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

3.

Paritas tinggi

4.

Kekurangan protein

5.

Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas


Berbagai teori telah diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat

makanan, terutama protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan

keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena
kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
wanita dari golongan sosio ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap
bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana
intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang
mengandung 23x (haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi
46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan
androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga
terjadi 46xx atau 46xy.2
Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada
golongan sosio ekonomi rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34
tahun, dan dengan paritas tinggi. Insiden penyakit ini dapat diturunkan
dengan suatu upaya preventif berupa pencegahan kehamilan di bawah 20
tahun dan di atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga. 1,2,3
Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene, kebiasaan
merokok, pemakaian pil kontrasepsi kombinasi merupakan faktor resiko.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor
reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan
dianggap sebagai faktor resiko walaupun masih belum

jelas

hubungannya.1
5. KLASIFIKASI 3,6
Klasifikasi Penyakit Trofoblastik Gestasional menurut WHO, dibagi atas:
1. Penyakit trofoblas jinak : a) mola hidatidosa komplit
b) mola hidatidosa parsial
2. Penyakit trofoblas ganas : a) Mola invasif
b) Koriokarsinoma
c)

Placental

site

trophoblast

tumours (PSTT)
d) Epiteloid trophoblastic tumor (ETT)

5.1 PENYAKIT TROFOBLAS JINAK


Mola komplit dan Mola Parsial merupakan kesatuan yang berbeda,
antara keduanya ada perbedaan klinik makroskopik, histopatologik,
sitogenetik, maupun prognostik.2
MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua
sentimeter.2

Gambar 1. Makroskopik Mola hidatidosa Komplit


Perubahan vili korialis menjadi gugusan vesikel sehingga hydatidiform mole dinamakan
juga dengan sekelompok anggur 1

Secara mikroskopik pada mola komplit terlihat trias: 3


1.

Proliferasi dari trofoblast bersifat difus

2.

Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus

3.

Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus

Gambar 2. Mikroskopik Mola hidatidosa yang diperbesar memperlihatkan


edema vili dan proliferasi trofoblas yang abnormal yang melibatkan seluruh plasenta 8

Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan


ditemukan komposisi kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan
kromosom seluruhnya berasal dari ayah sehingga secara keseluruhan
menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini terjadi sebagai hasil
dari fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa. Meskipun jarang,
dapat juga dijumpai komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua
spermatozoa telah membuahi satu ovum yang mengalami kekurangan
kromosom.6
MOLA HIDATIDOSA PARSIAL
Secara makroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin
atau bagian dari janin. Umumnya janin mati pada bulan pertama tetapi ada
juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm.3

Gambar 3. Tangan fetal menunjukkan syndactily. Fetus mempunyai triploid karyotipe dan
jaringan korionik membentuk Mola Partial 8

Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat villi


yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi,
sedangkan di tempat lain masih tampak villi yang normal. Umumnya mola
parsialis mempunyai kariotip triploid.6

Gambar 4. Mikrokopik Mola Partial


Proliferasi trofoblas sedikit dan fokal. 8

Pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat 3 :


1. Campuran dari sel

villi besar dan kecil; jumlahnya tidak

menentu. Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan


terlihat pembuluh darah angioma melingkari villi avaskular
lainnya. stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa
villi bersifat fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik lebih sedikit bila dibandingkan dengan
mola hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang
tidak ada.
3. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester
kedua. Pada trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan
mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat
sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah
bernukleus juga amnion.3

Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi


ganas. Bila ada mola yang disertai janin kejadiannya ada dua
kemungkinan. Pertama kehamilan kembar, dimana satu janin tumbuh
normal dan hasil konsepsi yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Kedua,
hamil tunggal yang berupa mola parsialis.1
Mola parsialis memiliki kariotip triploid (69,XXX, 69,XXY, atau
69,XYY) yang komposisinya terdiri dari satu set kromosom maternal dan
dua set kromosom paternal.1
No.

Gambaran

Mola komplet

Mola parsial

tidak ada

ada

2. Pembengkakan hidatidosa pada villi

difus

fokal

3. Hiperplasia trofoblastik

difus

fokal

1. Jaringan embrio atau janin

4. Inklusi stroma

tidak ada

ada

5. Lekukan vilosa

tidak ada

ada

Paternal 46XX (96%)

Paternal & maternal

46XY (4%)

69XXY

20 %

5% (koriokarsinoma

6. Kariotipe
7. Neoplasia trofoblastik

jarang)
Jadwal 1. Karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial 1,3,5,8

1.

PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis

penyakit ini. Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia
kehamilan 3-5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal
sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari
sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi
yang berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma
villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat
dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai cairan
ascites atau edema, tetapi kaya akan HCG. 2
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang

abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam


villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah
menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada
janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ditemukan janin.
Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah
anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.2
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada
semua kasus mola susunan kromatin seksnya adalah wanita (46xx). Secara
makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembunggelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter.
Secara mikroskopis terlihat: proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik
dari stroma villi, terhambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.2

Gambar 5. Pathogenesis mola hidatidosa komplet dan parsial.1,5,6

2. DIAGNOSIS
1.

Anamnesis

Anamnesis pada pasien dengan mola hidatidosa antara lain: 1,2,4


- terdapat gejala-gejala hamil muda yang

kadang-kadang lebih nyata dari

kehamilan biasa
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan
- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia
kehamilan seharusnya
- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti
Pemeriksaan fisik 1,2,3,4

2.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan:


Inspeksi
-

Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuningkuningan yang disebut muka mola (mola face)

Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas

Palpasi
-

Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak


janin

Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar,


dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah
baru

Auskultasi
-

Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

Terdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam
-

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagianbagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis
servikalis dan vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

3.

Gejala klinik

a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling
umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif.
Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke
tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum
aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai
akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama
pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan,
demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga
akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah
disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi
trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola.
Darah yang keluar berwarna kecoklatan.8
b. Ukuran uterus
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat
daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua
pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum
dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif
sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus
mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi,
terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya

yang lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena
kista theca lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan
pembesaran uterus biasa. 2,8
c. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin
terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh
bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga
walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada plasenta yang
disertai janin hidup.2
d. Eklamsia dan preeklamsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke-II.
Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum
usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi
sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.4,8
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu
gejala mola hidatidosa.2,8
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat,

namun

gejala

hipertiroid

jarang

muncul.

Terjadinya

tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya


uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya
tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak
ditemukan, maka Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus
mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.Mola yang
disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari
segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya
penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma

mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan
normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropinlike effect dari Chorionic Gonadotropin hormone. Terdapat korelasi antara
kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi
100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.4,8
4.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan
laboratoriu
m1,2,3,4

Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan


diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial
diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang

persisten setelah

pengeluaran mola.
Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena
karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya
dalam memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih
meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia
kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun dalam
serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga
jenis pemeriksaan -hCG, yaitu :
o -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG
> 5 10

mIU/ml

o -hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG >


25-50 mIU/ml
o -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG >
5-2 juta mIU/ml
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum
kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG

kuantitatif >100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang


berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya
kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki
nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu post
evakuasi mola.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat
kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat.
Kadar hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih
setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG,
penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua
kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang ditemukan pada
serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.

Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa

gambaran seperti badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin.
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki
ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya. 1,2
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan
antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat
bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang
serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan
ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola
hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari
kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma
uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya
lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagianbagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran

tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb)


atau badai salju (snow storm). 1,2

Gambar 6. Molahidatidosa komplit. Gambaran kalsik Snow Storm terbentuk dari


multipel vesikel plasenta1

Gambar 7 . Mola hidatidiform parsial. Janin terlihat di atas plasenta multicystic.1

Gambar 8 . Gambaran kista teka lucein dengan mola hidatidosa1

Uji sonde

Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus.


Jika sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar
360o dengan deviasi sonde kurang dari 10 o, berarti merupakan kehamilan
mola.
Gambaran
Karyotip
Gambaran patologis

Mola parsialis
Seringkali 69,XXX atau
69,XXY

Mola komplit
Seringkali 46,XX atau
46,XY

Fetus

Seringkali ada

Tidak ada

Amnion,sel sel
darah merah janin

Seringkali ada

Tidak ada

Oedema villosa

Variabel,umumnya fokal Difus


Variabel,focal,ringan
sampai sedang
Variabel,ringan sampai
berlebihan

Proliferasi trofoblas
Gambaran klinik

Missed abortion
Diagnosis

Kehamilan mola
Ada

Perdarahan
pervaginam
Ukuran uterus

Ada
uterus < usia kehamilan
(dying mole)

uterus lebih besar dari


usia kehamilan

Jarang
Kista lutein

25 % - 30 %
Jarang

Penyulit

Sering :
-Hipertiroidisme
Kurang dari 5 10 %

Penyakit pasca mola

20 %

Jadwal 2. Perbedaan gambaran Mola parsialis`dan Mola Komplit1,3,5,8

3. PENANGANAN MOLA HIDATIDOSA


Tanpa memperhatikan ukuran uterus, evakuasi molar oleh kuret
hisap biasanya pengobatan pilihan. Evaluasi pra operasi bertujuan untuk
mengidentifikasi potensi komplikasi seperti preeklamsia, hipertiroidisme,
anemia, depletions elektrolit dari hiperemesis, dan penyakit metastatik
(Lurain, 2010).1
Kebanyakan merekomendasikan dada x-ray untuk rontgen dada
menunjukkan lesi paru atau kecuali ada bukti penyakit extrauterine lain
seperti di otak atau hati. computed tomography (CT) dan magnetic
resonance (MR) pencitraan tidak rutin dilakukan. Sonografi intraoperatif
dianjurkan untuk membantu memastikan bahwa rongga rahim telah
dikosongkan. Ketika miometrium berkontraksi, maka dilakukan kuretase
dengan loop Sims yang besar dan tajam. Jika perdarahan berlanjut
meskipun evakuasi uterus dan infus oksitosin, uterotonika lainnya agen
ditunjukkan pada Jadwal 3 diberikan. Dalam beberapa kasus, embolisasi
arteri panggul atau histerektomi mungkin diperlukan (Tse, 2007).1
Jadwal 3. Pengelolaan Mola Hidatidosa 1

Pre-operatif
- Laboratorium
- Hemogram; -hCG serum, kreatinin, dan tingkat aminotransferase hati
- TSH, tingkat T4 bebas
- Jenis dan Rh; kelompok dan screen atau crossmatch
- Rontgen dada
- Pertimbangkan dilator higroskopis

Intraoperatif
- Kateter intravena berdiameter besar (s)
- Anestesi regional atau umum
- Oksitosin (Pitocin): 20 unit di 1000 mL RL infus
- Satu atau lebih agen uterotonika lainnya dapat ditambahkan sesuai kebutuhan:
- Metilergonovin (Methergine): 0,2 mg = 1 mL = 1 ampul IM setiap 2 jam prn
- Carboprost trometamin (PGF2) (Hemabate): 250 mg = 1 mL = 1 ampul IM setiap
15-90 menit prn
- Misoprostol (PGE1) (Cytotec): 200 mg tablet untuk pemberian rektal, 800-1000
mg sekali
- Karman cannula ukuran 10 atau 12
- Pertimbangkan mesin sonografi
Post evakuasi
- Anti-D immune globulin (Rhogam) jika Rh D-negatif
- Memulai contraceptiona efektif
- Ulasan Laporan patologi
- Tingkat serum hCG: dalam waktu 48 jam dari evakuasi, tiap minggu sampai tidak
terdeteksi, kemudian tiap bulan selama 6 bulan
Berikut kuretase, anti-D immunoglobulin (Rhogam) adalah
diberikan kepada Rh wanita D-negatif karena jaringan janin dengan mola
parsial mungkin termasuk sel darah merah dengan D-antigen. Mereka
yang diduga mola komplit yang sama diobati karena diagnosis definitif
lengkap dibandingkan parsial mola yang mungkin belum dikonfirmasi
sampai evaluasi patologis dari produk dievakuasi.4,5
Setelah evakuasi, prognosis jangka panjang bagi wanita dengan
mola hidatidosa tidak diperbaiki dengan profilaksis kemoterapi (Goldstein,
1995). Selain itu, kemoterapi berisiko kematian karena toksisitas, dan
dengan demikian tidak dianjurkan secara rutin oleh American College of
Obstetricians dan Gynecologists (2012). Metode selain kuret hisap
dipertimbangkan untuk kasus tertentu. Histerektomi dengan pelestarian

ovarium mungkin lebih disukai untuk wanita yang telah selesai


melahitrkan. Dari wanita berusia 40 dan lebih tua, sekitar sepertiga akan
selanjutnya mengembangkan GTN, dan histerektomi nyata mengurangi ini
kemungkinan (Hanna, 2010). Ketika histerektomi kista teka-lutein tidak
memerlukan penghapusan, dan mereka secara spontan regresi setelah
pengangkatan molar.
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:3,4,5,6
1. Perbaikan Keadaan Umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia
berat dan srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan
penyulit seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti
pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai
protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.8
2. Pengeluaran Jaringan Mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera
diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi
jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus
10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60
tetes/menit. Oksitosi diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus
mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasidan dengan terjadinya retraksi
miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko
perforasi dapat dikurangi 8.
Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka.
Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu
dipasang laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5
cm). Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium

memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang


teliti dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar.
Jaringan yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. 1
Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu,
atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari
setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga
lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus
yang bersih.4
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12
minggu,

dan

dievakuasi

dengan

kuret

hisap,

laparatomi

harus

dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral


bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan
persediaan darah untuk menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif
selama kuretase berlangsung.4
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk
pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Histerektomi
abdominal total adalah pilihan yang masuk akal untuk pasien yang tidak
ingin mempertahankan kesuburan mereka. Histerektomi sangat dianjurkan
bagi pasien > 40 tahun yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya
Penyakit

Trofoblastik

Gestational

Neoplasia

(GTN).

Meskipun

histerektomi menghilangkan risiko penyakit invasif lokal, tidak mencegah


metastasis dan mengurangi risiko selanjutnya penyakit trofoblas persisten
hingga 50%. 1
Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan
dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan
sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel
tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan
penyakit ini.10

3. Terapi Profilaksis Dengan Sitostatika


Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan dan diberikan di bawah pengawasan dokter.3 Faktor risiko
tinggi ini adalah :
1.

Serum -HCG tingkat lebih dari 100.000 IU / ml,

2.

Besar untuk tanggal uterus,

3.

Teka -lutein kista> 6cm diameter,

4.

Usia ibu> 40 tahun dan

5.

Preeclampsia terkait, koagulopati, embolisasi trofoblas dan


/ atau hipertiroidisme.

Kemoterapi profilaksis diberikan secara oral sebagai methotrexate


0.4mg / kg / hari tidak melebihi 25mg / hari dalam 3 dosis terbagi selama
5 hari . Diulang setelah 2 minggu, jika diperlukan atas dasar regresi
tingkat Serum -HCG. Methotrexate oral tersedia sebagai tablet
Neotrexate 2,5 mg (Galaxo SmithKline) dan tablet Biotrexate 2,5 mg
(Biochem).9
Pada hari 1 dan hari 5 kemoterapi, hemogram lengkap, RFTs dan
LFT dicatat hasilnya. Terapi dihentikan jika 9 :
1.

TLC <2500 / mm3

2.

Jumlah neutrofil (TLC x% Neutrofil) <1500 / mm3

3.

Jumlah trombosit <100.000 / mm3

4.

SGOT> 50 IU / ml

Tindak lanjut

dari semua pasien dilakukan dengan Serum -HCG

setiap 2 minggu sampai tingkat menjadi negatif dan selanjutnya bulanan

selama 6 bulan. Serum -HCG diukur dengan teknik Radioimmunoassay


dengan sensitivitas 3 IU / ml. Pada setiap kunjungan, riwayat dicatat dan
pemeriksaan fisik dan panggul umum dilakukan. Dada X-ray di foto ulang
pada kasus yang mengenai saluran pernafasan seperti sesak.9
Penyakit trofoblas gestatinal persisten didiagnosis jika 9 :
1.

Serum -HCG naik atau dataran tinggi untuk 2 nilai,

2.

Uterus tidak teratur atau perdarahan vagina, rahim sub


involusi atau kista teka-lutein hadir dengan -HCG serum terusmenerus,

3.

Metastasis terdeteksi.

4. Pemeriksaan Tindak Lanjut (Follow Up)1,8,9,10


Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang
mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai
berikut:
o Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1
tahun, mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada
triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap
bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun
berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan
o Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu
o Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun.
Peningkatan atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi
dan terapi lanjut
o Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran,
dilakukan pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan
dan tiap 2 bulan selama 1 tahun
o Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1
tahun kemudian

Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat


kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejalagejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase
mola: perdarahan yang terus menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadangkadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang
biru ungu, rapuh dan mudah berdarah.2
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar
-hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan
pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih
meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang
umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu
sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap
bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis di paru-paru yang
menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala
yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.1
Jadwal 4. Follow Up Mola Hidatidosa 3

4. PROGNOSIS
Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah
menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif
pada lebih dari 80% pasien. Pasien mola dikatakan sehat kembali sampai
sekarang belum ada kesepakatan. Curry mengatakan kriteria bebas mola

bila kadar hCG dua kali berturut-turut normal. Sedangkan pendapat lain
mengatakan bebas mola bila pasien telah melahirkan anak yang normal. 4,5
5.2 PENYAKIT TROFOBLAS GANAS
Penyakit Gestational Trofoblastik Neoplasia (GTN) :
a) Mola invasif
b) Koriokarsinoma
c) Placental site trophoblast tumours (PSTT)
d) Epiteloid trophoblastic tumor (ETT)
Kelompok ini mencakup mola invasif, koriokarsinoma, plasenta
situs tumor trofoblas, dan tumor trofoblas epiteloid. Tumor ini hampir
selalu berkembang dengan atau mengikuti beberapa bentuk dari
kehamilan. Empat jenis tumor ini mempunyai hasil histologis yang
berbeda dan biasanya didiagnosis dengan peningkatan terus menerus
serum -hCG karena jaringan sering tidak tersedia untuk studi patologis.
Kriteria untuk diagnosis postmolar neoplasia trofoblas gestasional
ditunjukkan pada Jadwal 5.1
1. Klasifikasi berdasarkan histologi :
a) Mola Invasif
Ini adalah neoplasma trofoblas yang paling umum lanjutan dari
mola hidatidosa, dan hampir semua mol invasif muncul dari mola komplit
atau

mola

parsial.(Sbire,

2005).

Dikenal

sebagai

destruens

chorioadenoma, mola invasif ditandai dengan invasi jaringan luas oleh


trofoblas dan seluruh villi. Ada penetrasi jauh ke dalam miometrium,
kadang-kadang melibatkan peritoneum, yang berdekatan parametrium,
atau kubah vagina. Meskipun secara lokal agresif, mola invasif adalah
kurang rentan untuk bermetastasis.1
b) Koriokarsinoma

Ini adalah jenis yang paling umum dari neoplasma trofoblas


dengan tanda kehamilan atau keguguran. Koriokarsinoma terdiri dari selsel mengingatkan sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas, tetapi tidak
mengandung vili. Tumor ini dengan cepat menyerang baik miometrium
dan pembuluh darah yang menyebabkn perdarahan dan nekrosis. Tumor
miometrium mungkin menyebar dan terlihat pada permukaan uterus gelap,
nodul tidak teratur. Metastasis sering menyebar dan umumnya ditularkan
secara hematogen. Situs yang paling umum adalah paru-paru dan vagina,
tapi tumor mungkin metastasis ke vulva, ginjal, hati, ovarium, otak, dan
usus. Oriokarsinoma adalah umumnya disertai dengan kista teka-lutein
ovarium.1
c) Placental site trophoblast tumours (PSTT)
Paling sering mengikuti kehamilan normal, tetapi juga bisa terjadi
setelah aborsi non-molar atau kehamilan molar. patologi ditandai oleh selsel trofoblas intermediate dengan vakuolisasi sitoplasma, ekspresi alkaline
phosphatase plasenta dan hCG, dan tidak adanya sitotrofoblas dan villi.
Presentasi klinis PSTT adalah penyakit yang tumbuh lambat dan hanya
terbatas pada uterus untuk bermetastasis dengan penyebaran yang paling
jauh adalah di paru-paru dan hati. Tumor ini telah dikaitkan -hCG serum
yang mungkin hanya sedikit meningkat, tetapi menghasilkan varian
bentuk hCG, dan identifikasi proporsi beta-hCG (> 30 persen).
Pengobatan plasenta trofoblas tumor dengan histerektomi karena ini tumor
invasif lokal dan biasanya resisten terhadap kemoterapi. (Baergen,
2006).1,6
d) Epiteloid trophoblastic tumor (ETT)
Tumor yang jarang ini berkembang dari trofoblas korionic. Secara
makroskopis, tumor tumbuh secara nodular. pengobatan utama adalah
histerektomi karena tumor ini relative resisten terhadap kemoterapi.
Sekitar seperempat wanita dengan neoplasma ini akan memiliki penyakit
metastatik, dan mereka diberikan kombinasi kemoterapi (Morgan, 2008).1

Jadwal 5.

Kriteria Diagnosis Gestational Trofoblastik Neoplasia.1

1. Plateau serum -hCG tingkat ( 10 persen) dengan empat


pengukuran selama periode 3 minggu atau lebih-(hari 1,7,14, 21)
2. Peningkatan serum -hCG tingkat> 10 persen pada pengukuran
tiga minggu berturut-turut atau lebih lama, selama periode 2
minggu atau lebih- (hari 1, 7, 14)
3. Serum -hCG tetap terdeteksi selama 6 bulan atau lebih
4. Kriteria histologi untuk koriokarsinoma
2. Penemuan klinis
Tumor plasenta ditandai secara klinis oleh invasi agresif ke dalam
miometrium dan kecenderungan untuk bermetastasis. Penemuan yang
paling umum dengan trofoblas gestasional neoplasma adalah perdarahan
tidak teratur terkait dengan uterus subinvolusi. Perdarahan mungkin terus
menerus atau intermiten, secara tiba-tiba dan masif. Perforasi miometrium
dari

pertumbuhan

trofoblas

dapat

menyebabkan

perdarahan

intraperitoneal. 1
3. Diagnosis , staging dan skor prognostik
Pertimbangan untuk kemungkinan trofoblas gestasional neoplasia
adalah faktor yang paling penting untuk menunjang penyakit. Kelainan
perdarahan persisten pada semua jenis kehamilan harus memeriksa kadar
serum -hCG dan pertimbangkan untuk kuretase diagnostik. Ukuran
uterus dinilai untuk memeriksaan adanya metastasis saluran kelamin yang
lebih rendah, yang biasanya muncul massa vaskular kebiruan (Cagayan,
2010). Diagnosis jaringan tidak diperlukan,dan biopsi tidak diperlukan dan
mungkin menyebabkan perdarahan yang signifikan. Pencarian untuk
penyakit lokal dan metastasis termasuk tes fungsi hati dan ginjal,

transvaginal sonografi, CT scan atau dada radiografi, dan otak dan


abdominopelvic, CT scan atau MRI. 1
Gestational

neoplasia

trofoblas

dipresentasi

secara

klinis

menggunakan sistem Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri


(FIGO) (2009). Ini termasuk modifikasi dari World Health Organization
(WHO) (1983) prognostik indeks skor, dengan skor 0-4 yang diberikan
untuk masing-masing kategori ditunjukkan pada Jadwal 6. Wanita dengan
skor WHO dari 0 sampai 6 adalah dianggap memiliki berisiko rendah,
sedangkan mereka dengan skor 7 dianggap dalam kelompok berisiko
tinggi.1,5
Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO) Staging
dan Sistem Diagnostik Scoring untuk Gestational Trofoblastik Neoplasia
(GTN) 1,4,5

Stadium 1 : terbatas pada uterus


Stadium II : metastasis ke parametrium, serviks, dan vagina
Stadium III : metastasis ke paru-paru
Stadium IV : metastasi ke organ lain, seperti usus, hepar, atau otak.
Gambar 9 Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO) Staging 5

Jadwal 6. Sistem Skoring Prognostik World Health Organization (WHO)1,6


Sistem Skoring WHO
Faktor prognosis
1. Usia

0
< 40 th

2. Kehamilan sebelumnya

40 th

mola

aborsi

term

3. Interval

<4bln

4-6 bln

7-12 bln

>12 bln

4. B-hCG

<103

<103- 104

<104 - 105

105

5. Ukuran tumor terbesar

<3 cm

6. Organ metastase

3-4 cm

5cm

Lien, ginjal

7. Angka metastase

1-4

8. Kemoterapi terdahulu

GI

Hepar, otak

5-8

>8

Total skor : 0-6 resiko rendah


7 resiko tinggi

4. Penanganan menurut sistem skoring prognostik World Health Organization


(WHO)
GTN berisiko rendah (WHO skor 0-6) paling sering dirawat oleh
agen tunggal methotrexate menggunakan regimen intramuskular atau
intravena. Jika tumor resisten, pasien dapat diganti dengan intravena
"pulse" dactinomycin. Baru-baru ini, methotrexate telah terbukti memiliki
tingkat respon yang lebih rendah daripada dactinomycin, tetapi
kebanyakan dokter masih menggunakannya karena toksisitasnya sangat
rendah. Kemoterapi pertama harus diberikan di rumah sakit dengan kemo
berikutnya diberikan di rumah. Namun, pasien dengan tingkat hCG di atas
>10000 IU / L sering dirawat inap selama 3 minggu karena mereka
memiliki risiko lebih tinggi perdarahan, khususnya karena tumor
menyusut cepat pada awal kemoterapi.5

Jadwal 7. Pengobatan berisiko rendah methotrexate dan asam folinic


kemoterapi.6

GTN risiko tinggi (skor WHO> 6) dan pasien yang gagal dengan
agen tunggal terapi berisiko rendah adalah dapat dikelola dengan
kombinasi

kemoterapi

(Etoposid,

metotreksat,

dactinomycin,

siklofosfamid, vinkristin [EMA/CO]) karena meningkatnya risiko


resistensi tumor pada agen tunggal. Pasien yang menunjukkan kemajuan
kemoterapi melalui EMA / CO dapat dialih dengan regimen EMA / EP (di
mana EP adalah etoposid dan cisplatin) atau regimen paclitaxel dengan
bergantian etoposid dan cisplatin.5
Jadwal 8. Kemoterapi EMA/CO

5. Pengawasan dan follow up

Baik risiko rendah atau risiko tinggi penyakit, begitu level serum
-hCG yang tidak terdeteksi, observasi dan evaluasi tetap dilanjutkan.
Selama waktu ini, kontrasepsi yang efektif sangat penting untuk
menghindari efek teratogenik kemoterapi kepada janin serta mengurangi
kekeliruan dari meningkatnya kadar -hCG yang disebabkan oleh
superimposed pregnancy. Apabila level hCG yang diukur tidak
terdeteksi, maka terapi telah tuntas. Tindak lanjut harus terus selama 12
bulan (stadium I-III) hingga 24 bulan (stadium IV).1,6
6. Prognosis
Pasien 98-100% dari pasien stadium I-III dan 75-80% dari pasien
stadium IV akan sembuh.6
7.

Kesimpulan
Skor prediktif atau prognostik pasca mola hidatidosa berdasarkan

risiko tinggi dan rendah adalah masih tinggi. Keganasan yang dialami oleh
pasien dari kelompok berisiko tinggi adalah sembilan kali lebih tinggi
dibandingkan kelompok risiko rendah. Upaya khusus untuk mendeteksi
keganasan ini sedini mungkin dan dengan demikian mengurangi jumlah
pasien berisiko tinggi sangat penting; itu akan menurunkan jumlah
penyakit dan kematian yang disebabkan oleh komplikasi dan
keganasan.

DAFTAR PUSAKA

atau

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease : Williams
Obstetrics.24th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2014; 396-405
2. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2012 : 142, 339- 348.
3. Slavik T. Pathology Of Gestational Trophoblastic Neoplasia A Review With Recent Insights.
South Afr J Gynaecol Oncol 2010;2(2): 56-60.
4. Pernol Martin. Benson & Pernoll's Handbook of Obstetrics & Gynecology. Gestational
Trophoblastic Disease. 2012; 643-650.
5. Errol R. Nowitz. Obsetrics and Gynecology At A Glance. Chapter 34: Gestational
Trophoblastic Disease. 2013; 76-77.
6. Edmons D. Keith. Dewhursts Textbook of Obstetrics and Gynaecology 8th edition.
Gestational Trophoblast Tumours. 2012; 66-75.
7. Khrismawan, Saleh ZA, Sanif R, Theodorus. Efficiency of NETDC (New England
Trophoblastic Disease Center) Prognostic Index Score to predict gestasional trophoblastic
tumor from hydatidiform mole. Med J Indones 2004; 13: 40-6.
8. Berkowitz SR, Goldstein DP.Gestasional trophoblastic disease. In: Berek JS. Novaks
Gynecology (15th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2012; 551-560.
9. R Sharma C. Gupta, The Internet Journal Of Gynecology.Prophylactic Chemotherapy in
High Risk Complete Hydatidiform Mole; Internet Scientific Publications.2010;Volume 15
number 2.
10. A Ilancheran, Optimal Treatment in Gestational Trophoblastic Disease.Ann Acd Med
Singapore 1998; 27 : 698-704

Anda mungkin juga menyukai