Oleh:
Penguji:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat, rahmat dan karunia-Nya tugas referat dengan judul “Prolaps Organ
Panggul (POP)” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tugas referat ini
dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM
Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, yang
terkendala akibat kondisi negara dalam pengaruh pandemi virus corona (Covid-
19).
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Dr.dr.T.G.A.Suwardewa, Sp.OG(K), selaku Ketua Departemen/KSM
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
2. Dr.dr.I.G.N. Harry Wijaya Surya, Sp.OG, selaku koordinator pendidikan
sarjana Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RSUP
Sanglah Denpasar.
3. dr. Kadek Fajar Martha, Sp.OG(K) selaku penguji tugas referat.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas referat ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki.
Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................i
KATA PENGANTAR .....................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................4
2.1 Prolaps Organ Panggul (POP)................................................................4
2.2 Etiologi...................................................................................................7
2.3 Patofisiologi...........................................................................................10
2.4 Manifestasi Klinis .................................................................................11
2.5 Pemeriksaan Fisik..................................................................................12
2.6 Tatalaksana.............................................................................................13
2.7 Laporan Kasus........................................................................................18
BAB III SIMPULAN .......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Prolaps organ panggul (POP) adalah turunnya organ panggul kedalam liang
vagina hingga keluar dari introitus vagina. Organ panggul yang dapat mengalami
prolaps adalah uterus, tunggul vagina, vesika urinaria dan rektum. Proses ini
berlangsung secara perlahan dalam kurun waktu yang lama. Prolaps organ
panggul (POP) merupakan masalah kesehatan wanita yang umum terjadi dan
sangat mengganggu, serta penanganannya sering kali memerlukan biaya yang
sangat tinggi. Meskipun prolaps organ panggul umumnya tidak menimbulkan
kematian, tetapi biasanya dapat memperburuk kualitas hidup pasien termasuk
menimbulkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta gangguan
fungsi seksual. Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup dan
meningkatnya populasi usia lanjut maka prevalensi prolaps organ panggul pun
semakin meningkat (Nassrudin,2009).
Insidens dan prevalensi prolaps organ panggul yang tepat masih sulit
diperkirakan. Sejumlah laporan menyatakan sekitar 20% pembedahan ginekologik
elektif kasus mayor merupakan pembedahan untuk prolaps organ panggul, dan
meningkat hingga 59% pada wanita usia lanjut. Data tahun 1997 menunjukkan
bahwa setidaknya terdapat 350.000 operasi prolaps organ panggul yang dilakukan
di Amerika Serikat.4 Pada tahun 2001, suatu penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa 51% pasien wanita yang datang untuk pemeriksaan
ginekologik tahunan ternyata menderita POP. Selain itu, sebanyak 11% wanita
yang berusia lebih dari 80 tahun akan mengalami operasi prolaps organ panggul,
dan sekitar 30% kasus membutuhkan pembedahan ulang (Manuaba et al.,2009).
Insidens prolaps organ panggul meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Sekitar separuh populasi wanita berusia 50 tahun mengeluhkan gejala prolaps.
Sepertiga kasus histerektomi terjadi pada wanita usia menopause dan 81%
histeresktomi dengan pendekatan melalui vagina (atau sekitar 16% dari seluruh
histerektomi) dilakukan atas indikasi terjadinya prolaps organ panggul. Insidens
histerektomi untuk prolaps organ panggul adalah sekitar 30 tiap 10.000 tindakan
histerektomi setiap tahunnya, dengan puncak insidens pada usia 65-69 tahun
(Manuaba et al.,2009).
Prolaps organ panggul lebih sering terjadi setelah persalinan, tetapi umumnya
tanpa disertai gejala atau bersifat asimptomatik. Sejumlah penelitian
memperkirakan bahwa 50% dari wanita yang pernah melahirkan mengalami
berbagai derajat prolaps organ panggul, dan 10-20% di antaranya mempunyai
gejala. Hanya 2% wanita nulipara yang mengalami prolaps dan biasanya lebih
sering berupa prolaps uterus daripada prolaps vagina. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa risiko rekurensi atau berulangnya prolaps organ panggul
terjadi paling banyak pada wanita yang berusia lebih muda dan yang sudah
mengalami prolaps organ panggul derajat berat sebelumnya.
Gejala yang dapat dirasakan oleh penderita POP yaitu adanya sensasi tertarik
di daerah vagina atau punggung belakang, terabanya tonjolan di vagina atau
keluar dari vagina, mengeluhkan gejala pada sistem saluran kemih dan saluran
pencernaan, serta munculnya perasaan tidak nyaman saat berhubungan seksual.
Sebagian wanita yang pernah melahirkan normal akan mengalami keadaan ini
dalam berbagai tingkatan tetapi tidak semua diantara mereka mengeluhkan hal ini
pada dokter yang menyebabkan angka kejadian yang pasti sulit ditentukan.
Menurunnya daya dukung yang seharusnya terbentuk dari interaksi dinamis
tulang panggul, jaringan ikat endopelvic, dan otot dasar panggul merupakan faktor
terjadinya POP. Penurunan tersebut dapat disebabkan oleh penuaan dan
menopause, adanya tekanan berlebihan pada dasar panggul yang dapat disebabkan
oleh obesitas, batuk lama, konstipasi kronis, perenggangan, angkat beban, adanya
faktor keturunan, kehamilan, bentuk dan kecendrungan tulang panggul, ras dan
etnis (Mira et at., 2013).
Tingginya biaya operasi untuk kasus POP merupakan kendala dalam
memperbaiki kualitas hidup seseorang. Selain itu, dibutuhkannya tenaga ahli yang
professional dibidangnya untuk melakukan tindakan operasi tersebut. Menurut
International Journal of Women’s Health hanya 6,3%-19% kemungkinan
seseorang yang berusia 80 tahun untuk melakukan sekali saja operasi dalam
seumur hidupnya dan 43%-58% diperlukannya operasi kembali setelah operasi
rekontruksi utama panggul (Dällenbach et at.,2015). Di Negara Inggris, kurang
lebih 29.000 operasi prolaps telah dilakukan dari tahun 2010 sampai 2011 dengan
anggaran dana kurang lebih 60 juta poundsterling. Upaya pencegahan yang lebih
sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak POP terutama pada masyarakat
yang memiliki faktor risiko tinggi. Berolahraga gym berupa angkat berat apalagi
dengan cara yang tidak benar merupakan salah satu faktor risiko POP yang dapat
meningkatkan tekanan intrabdomen dan trauma pada otot dasar panggul. Salah
satu pencegahan yang dapat dilaksankan yaitu meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang POP agar meminimalkan risiko penyakit, penyuluhan tentang
POP dan upaya lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Faktor obstetri
a. Proses persalinan dan paritas
Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita multipara sebagai akibat
progresif yang bertahap dari cedera melahirkan pada fascia endopelvik (dan
kondensasi, ligamentum uteroskral dan kardinal) dan laserasi otot, terutama otot-
otot levator dan perineal body (perineum).
Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama terjadinya prolapsus
organ genital. Pada penelitian tentang levator ani dan fascia menunjukkan bukti
bahwa kerusakan mekanik dan saraf terjadi pada perempuan dengan prolapsus
dibandingkan perempuan tidak prolapsus, dan hal tersebut terjadi akibat proses
melahirkan.
b. Faktor obstetri lainnya
Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan sebagai faktor risiko
potensial dalam terjadinya prolaps organ panggul. Penggunaan forsep secara
langsung terlibat dalam terjadinya cedera dasar panggul, yaitu dalam kaitannya
dengan terjadinya laserasi sfingter anal. Manfaat forsep terhadap dasar panggul
dalam memperpendek kala dua masih mempunyai bukti yang kurang. Penggunaan
forsep elektif untuk mencegah kerusakan pada dasar panggul tidak
direkomendasikan. Percobaan kontrol secara acak pada penggunaan elektif dan
selektif episiotomi tidak menunjukkan manfaat, tetapi telah menunjukkan
hubungan dengan terjadinya laserasi sfingter anal inkontinensia dan nyeri pasca
persalinan.10 Sejumlah cedera pada ibu dan bayi dapat terjadi sebagai akibat
penggunaan forsep. Luka yang dapat ditimbulkan pada ibu berkaitan dengan
penggunaan forsep berkisar dari ekstensi sederhana sampai ruptur uterus atau
kandung kemih. Klein, dkk menemukan hubungan antara episiotomi dan
berkurangnya kekuatan dasar panggul tiga bulan post-partum.
Fascia pelvis, ligamentum-ligamentum dan otot-otot dapat menjadi lemah
akibat peregangan yang berlebihan selama kehamilan, persalinan dan 15
persalinan pervaginam yang sulit, terutama dengan penggunaan forsep dan vakum
ekstraksi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Handa dkk, menunjukkan bahwa
persalinan menggunakan forsep dan laserasi perineum berhubungan dengan
gangguan dasar panggul 5-10 tahun setelah persalinan yang pertama, tetapi pada
episiotomi tidak berhubungan. Wanita dengan laserasi perineum dalam dua atau
lebih persalinan beresiko lebih tinggi secara signifikan terhadap prolapsus.
Perlukaan diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani yang terjadi pada
waktu persalinan pervaginam atau persalinan dengan alat dapat melemahkan dasar
panggul sehingga mudah terjadi prolapsus genitalia.
2) Faktor non-obstetri
a. Genetik
Dua persen prolapsus simptomatik terjadi pada perempuan nullipara.
Perempuan nullipara dapat menderita prolapsus dan diduga merupakan peran dari
faktor genetik. Bila seorang perempuan dengan ibu atau saudaranya menderita
prolapsus, maka risiko relatif untuk menderita prolapsus adalah 3,2. Dibandingkan
jika ibu atau saudara perempuan tidak memiliki riwayat prolapsus, risiko
relatifnya adalah 2,4.
b. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya kolagen dan terjadi
kelemahan fascia dan jaringan penyangga. Hal ini terjadi terutama pada periode
post-menopause sebagai konsekuensi akibat berkurangnya hormon estrogen.
c. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ panggul (POP) telah dibuktikan
dalam beberapa penelitian. Perempuan berkulit hitam dan perempuan Asia
memiliki risiko yang lebih rendah, sedangkan perempuan Hispanik dan berkulit
putih memiliki risiko tertinggi. Perbedaan kandungan kolagen antar ras telah
dibuktikan, tetapi perbedaan bentuk tulang panggul juga diduga memainkan
peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak yang memiliki arkus pubis
(lengkungan kemaluan) yang sempit dan bentuk panggul android atau antropoid.
Bentuk-bentuk panggul tersebut adalah pelindung terhadap POP dibandingkan
dengan panggul ginekoid yang merupakan bentuk panggul terbanyak pada
perempuan berkulit putih.
d. Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi hormon berkurang
dan berangsur hilang, yang berakibat perubahan fisiologik. Menopause terjadi
rata-rata pada usia 50-52 tahun. Hubungan dengan terjadinya prolaps organ
panggul adalah, di kulit terdapat banyak reseptor estrogen yang dipengaruhi oleh
kadar estrogen dan androgen. Estrogen mempengaruhi kulit dengan meningkatkan
sintesis hidroksiprolin dan prolin sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika
menopause, terjadi penurunan kadar estrogen sehingga mempengaruhi jaringan
kolagen, berkurangnya jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot
dasar panggul. Saraf pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar
serabut saraf cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf adrenergik dan
kolinergik, jumlah serabut kolinergik lebih sedikit. Sebagian besar serabut ini
menghilang setelah menopause.
e. Peningkatan BMI (obesitas)
Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-otot pendukung
panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar panggul.25 Pada studi
Women’s Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI 25 – 30 kg/m2 )
dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolapsus dari 31- 39%, dan obesitas
(BMI > 30 kg/m2 ) meningkat 40-75%.
f. Peningkatan tekanan intra abdomen
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk kronis (bronkitis
kronis dan asma), asites, mengangkat beban berat berulang-ulang, dan konstipasi
diduga menjadi faktor risiko terjadinya prolapsus. Seperti halnya obesitas
(peningkatan indeks massa tubuh) batuk yang berlebihan dapat meningkatkan
tekanan intraabdomen (rongga perut) dan secara progresif dapat menyebabkan
kelemahan otot-otot panggul.
g. Kelainan jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk mengalami
prolapsus. Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada wanita dengan
prolapsus, terjadi penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dan IV.
Pada beberapa penelitian, sepertiga dari perempuan dengan Sindroma Marfan dan
tigaperempat perempuan dengan Sindroma Ehler- Danlos tercatat mengalami
POP. Kelemahan bawaan (kongenital) pada fasia penyangga pelvis mungkin
penyebab prolapsus uteri seperti yang kadang-kadang ditunjukkan pada nulipara.
h. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus. Senyawa kimia yang
dihirup dalam tembakau dipercaya dapat menyebabkan perubahan jaringan yang
diduga berperan dalam terjadi prolapsus. Namun, beberapa penelitian tidak
menunjukkan hubungan antara merokok dengan terjadinya prolapsus.
2.3 Patofisiologi
Prolaps Organ Panggul (POP) disebabkan secara multifaktorial dengan
kontribusi lingkunan dan faktor risiko genetik. Namun, faktor risiko yang
dipercaya secara signifikan menyebabkan POP merupakan kehamilan dan
persalinan. Penyokong utama panggul, yaitu otot-otot levator ani serta
jaringan ikat pelekat organ-organ panggul (fascia endopelvic). Penyokong
panggul yang normal akan memposisikan vagina secara horizontal
terhadap otot levator ani. Pada persalinan, terdapat faktor risiko terjadinya
trauma pada jaringan-jaringan penyokong panggul akibat denervasi atau
kerusakan otot secara langsung yang menimbulkan pembukaan hiatus
genitalis, kelemahan levator plate, dan pembentukan konfigurasi seperti
mangkok. Hal ini akan menyebabkan otot-otot levator ani menjadi tampak
lebih vertikal dan muara vagina menjadi melebar (Braga dan Caccia, 2018;
Iglesia dan Smithling, 2017).
Pada kehamilan, terjadi perubahan fisiologis yang terjadi pada
tubuh wanita, tak terkecuali perubahan yang terjadi pada dinding vagina.
Perubahan tersebut diakibatkan oleh adanya perubahan kolagen yang
diinduksi secara hormonal. Wanita yang mengalami POP dapat
menunjukkan adanya perubahan metabolisme kolagen, meliputi penurunan
kolagen tipe I dan peningkatan kolagen tipe III. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada dinding vagina antara lain terjadi peningkatan distensibilitas
dan penurunan kekakuan, serta stres maksimal (Braga dan Caccia, 2018;
Moalli dkk, 2005).
2.6 Tatalaksana
Tatalaksana wanita dengan prolapse organ panggul yaitu observasi,
pelatihan otot dasar panggul, penggunaan pessarium, atau operasi. Tujuan
utama dari setiap perawatan adalah untuk memperbaiki gejala, manajemen
konservatif, dan, untuk meminimalkan perkembangan prolaps. Pemilihan
perawatan tergantung dari preferensi pasien; Namun, pasien dengan
prolaps yang simptomatik harus diberikan edukasi bahwa penggunaan
pessarium adalah pilihan non-bedah yang dapat dilakukan (Iglesia dan
Smithling, 2017).
2.6.1 Observasi
Sebagian besar kasus prolaps organ panggul tidak memerlukan
perawatan; Namun, wanita dengan prolaps di luar pembukaan
vagina biasanya membutuhkan intervensi. Kontraindikasi untuk
penatalaksanaan pada kehamilan adalah: (1) hidroureteronefrosis
akibat urin berkerut dengan keturunan kandung kemih, (2) infeksi
saluran kemih berulang atau refluks ureter karena obstruksi outlet
kandung kemih, dan (3) erosi dan infeksi vagina atau serviks yang
parah. Modifikasi gaya hidup seperti berhenti merokok dan
menghindari mengangkat yang berat dan sembelit dapat
mengurangi gejala (Iglesia dan Smithling, 2017).
2.6.2 Latihan otot dasar panggul
Latihan otot dasar panggul (Kegel), yaitu kontraksi sistematis otot
levator ani, dapat meningkatkan fungsi panggul. Pelatihan otot
dasar panggul telah terbukti memberbaiki gejala yang terkait
dengan stress, urgensi, dan inkontinensia urin campuran dan dapat
sedikit memperbaiki gejala pada wanita dengan prolaps ringan.
Namun, tidak dapat membalikan atau mengobati prolaps organ
panggul. Hasil yang baik umumnya dicapai dengan 45 hingga 60
latihan per hari, dibagi menjadi dua hingga tiga set (Wiegersma et
al., 2015).
2.6.3 Pessarium
Pessarium adalah perangkat yang ditempatkan di dalam vagina
untuk mengembalikan anatomi panggul yang normal dan
mengurangi gejala prolapse. Perangkat tersebut terutama terbuat
dari silicon (Iglesia dan Smithling, 2017).
Gambar 2.1 Pessarium in-situ (Iglesia dan Smithling, 2017).
Dua pertiga pasien dengan prolaps organ panggul awalnya memilih
manajemen dengan pessarium, dan hingga 77% akan terus
melanutkan penggunaan pessarium setelah satu tahun. Pessarium
adalah pilihan untuk semua tahap prolaps, dan mungkin dapat
mencegah perkembangan prolaps dan dapat mencegah atau
menunda dilakukannya operasi. Selain itu, pessarium kontinen
memiliki tombol untuk mengatur uretra untuk pengobatan stress
inkontinensia. Penggunaan alat pessarium mungkin terbatas pada
pasien dengan demensia atau nyeri panggul. Perangkat ini
seharusnya tidak ditempatkan pada pasien yang mungkin tidak
mematuhi instruksi untuk perawatan atau tindak lanjut karena
komplikasi serius seperti erosi ke dalam kandung kemih atau
rektum dapat terjadi akibat kelalaian (Clemons, 2014).
Pemilihan pessarium penting dikarenakan perangkat tersebut dapat
mendukung atau menempati ruang. Pessarium cincin merupakan
perangkat yang paling umum digunakan di Amerika Serikat,
diikuti
oleh pessarium Gellhorn dan donat. Prolaps yang lebih lanjut
sering membutuhkan perangkat yang lebih menempati ruang.
Gambar 2.2 Beberapa contoh pessarium umum. Baris pertama (kiri ke kanan):
cincin, cincin dengan dukungan, dan cincin inkontinensia; baris kedua: donat,
SmithHodge, dan Gellhorn; baris ketiga: Gehrung, kubus, dan Inflatoball
(Iglesia dan Smithling, 2017).