Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

MOLA HIDATIDOSA

OLEH :

Nining Milasari

K1A1 15 031

SUPERVISOR

dr. Steven Ridwan, Sp.OG., M.Kes.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Nining Milasari

NIM : K1A1 15 031

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Referat : Mola Hidatidosa


Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian
Obsetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, September 2020

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Steven Ridwan, Sp.OG., M.Kes.

ii
MOLA HIDATIDOSA

Nining Milasari, Steven Ridwan

A. Pendahuluan

Mola hidatidosa atau lebih dikenal dengan “hamil anggur” merupakan

penyakit trofoblastik gestasional yang sering ditemukan. Penyakit ini

merupakan salah satu kelainan dari kehamilan yang ditandai dengan trofoblas

yang tidak wajar. Pada mola hidatidosa, struktur yang dibentuk trofoblas

yaitu vili korialis berbentuk gelembung - gelembung seperti anggur.1,2

Mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi mola hidatidosa lengkap dan

mola hidatidosa parsial berdasarkan gambaran histopatologis dan sitogenetik

yang berbeda. Molahidatidos lengkap atau komplit mola hidatidosa ditandai

dengan perubahan hidatidiformis yang berkembang pesat yang

mempengaruhi seluruh plasenta dengan hiperplasia trofoblas yang meluas dan

tanpa adanya embrio dan amnion penutupnya.3

Insiden kehamilan mola bervariasi di setiap negara. Di negara-negara

Asia dilaporkan 1: 100-300 sedangkan di negara-negara Amerika dan Eropa

adalah 1: 1500-2000. Mola hidatidosa yang dianggap sebagai kondisi

premaligna, sekitar 15% dari komplit mola hidatidosa dan 1% dari parsial

mola hidatidosa berkembang menjadi malignant gestational trophoblastic

neoplasia. Beberapa faktor risiko dan etiologi potensial telah dievaluasi pada

perkembangan mola hidatidosa, antara lain usia ibu, riwayat mola hidatidosa

sebelumnya, riwayat abortus spontan, defisiensi beta carotene dan asupan

lemak hewani. 3

1
B. Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar

dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami

perubahan hidrofili dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi

dan edematus. Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan

mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada

kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.4

Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di

dalam rahim pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan

mola merupakan hasil dari produksi jaringan berlebihan yang seharusnya

berkembang menjadi plasenta. Mola hidatidosa merupakan penyakit

trofoblastik gestasional (PTG).5

C. Epidemiologi

Secara umum, 80% dari penyakit trofoblas gestasional merupakan

mola hidatidosa, 15% adalah korioadenoma dan 5% merupakan

koriokarsinoma. Mola hidatidosa terjadi 1 dari 1000 sampai 2000

kehamilan di Amerika Serikat dan dilaporkan kira-kira 3000 pasien

pertahun dan transformasi maligna terjadi pada 6-19% kasus. 1 dari

15.000 kasus abortus dikaitkan dengan mola hidatidosa komplit.

Angka kejadian mola hidatidosa bervariasi, di Meksiko 1 dari 125

wanita hamil mengalami mola hidatidosa sedangkan di Taiwan 1 dari

1500 wanita hamil mengalami mola hidatidosa. insiden

2
molahidatidosa komplit di Asia yang tertinggi adalah di Indonesia

yaitu 1 dari 77 kehamilan dan 1 dari 57 persalinan.4,6,7

D. Etiologi dan Faktor Risiko

Walaupun mola hidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai

sekarang masih belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya, oleh karena

itu pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat

menghindarkan terjadinya mola hidatidosa, seperti tidak hamil pada usia yang

ekstrim dan memperbaiki gizi. 8,9

1. Usia Ibu saat kehamilan

Risiko keganasan pada kehamilan mola meningkat seiring dengan

usia ibu yang lanjut. Usia ibu yang ekstrim di yakini meningkatkan

resiko terjadinya mola hidatidosa. Ibu di usia remaja dan ibu di usia 36-

40 tahun memiliki resiko 2 kali lebih besar. Pasien dengan usia lebih dari

40 tahun memiliki resiko 7 kali lebih tinggi dan hal ini sering dijumpai

pada wanita di usia 45 tahun. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah

karena sel telur pada wanita usia tua sering terjadi fertilisasi yang

abnormal.10

2. Riwayat abortus dan mola sebelumnya

Pasien dengan riwayat kehamilan sebelumnya yang gagal

meningkatkan resiko terjadinya penyakit trofoblas ini, sebagai contoh

pada pasien dengan riwayat abortus spontan pada kehamilansebelumnya

memiliki resiko 2 kali lipat untuk terkena mola hidatidosa. Sudah pasti

demikian juga pada pasien dengan riwayat mola hidatidosa sebelumnya,

3
dengan resiko kemungkinan berulang 10 kali lipat. Lebih jauh lagi, jika

seorang pasien memiliki riwayat keluarga dengan mola, juga memiliki

resiko tinggi mengalami mola hidatidosa.10 

3. Ras

Insidensi mola hidatidosa beragam diantara etnis dan biasanya

tertinggi pada negara-negara bagian Amerika Latin Timur Tengah dan

Asia.10

4. Faktor lain

Pada beberapa kasus, telah diteliti kontrasepsi oral kombinasi

ternyata memiliki hubungan terjadinya mola hidtidosa. Palmer 1999 dan

Parazzinni 2002 menambahkan bahwa lama pengunaan jenis kontrasepsi

ini juga ikut berperan. Wanita yang sedang mengunakan kontrasepsi oral

kombinasi namun terjadi kehamilan, dia memiliki resiko 4 kali untuk 

terkena mola hidatidosa.10

E. Patogenesis

Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal dimana villi korealis

mengalami mengalami proliferasi dan edema. Mola hidatidosa terbagi atas

mola komplit dan mola  parsial. Penelitian sitogenik menunjukan adanya

abnormalitas dalam perkembangan kedua jenis mola hidatidosa ini.10

1. Mola Komplit 

Secara klasik, mola komplit dibedakan dari mola parsial melalui

kariotipenya, gambaran histologi dan gambaran klinis. Mola komplit

pada umumnya memiliki karyotipe diploid yang lengkap dan 85% adalah

4
46XX, namun seluruh kromosomnya berasal dari paternal. Disini ovum

yang ”kosong” kromosom DNA-nya dibuahi oleh sperma yang haploid

dan menduplikasi kromosomnya sendiri melalui proses miosis.

Walaupun pada umumnya 46XX, namun jika terjadi pembuahan oleh 2

sperma dapat menghasilkan 46XY. Secara mikroskopik mola komplit

menunjukan pembesaran, edema dari villi dan proliferasi abnormal dari

trofoblas yang menyebar diseluruh plasenta. Secara makroskopik

gambaran ini menunjukan perubahan villi korionik dalam kelompok

vesikel dengan ukuran yang berbeda. Sehingga disebut hydatifrom mole

atau  seikat anggur. Pada mola komplit ini tidak dihasilkan janin atau air

ketuban, yang ada hanyalah jaringan mola yang memenuhi seluruh

rongga endometrium.10,11

2. Mola parsial

Mola parsial adalah triploid dimana berasal dari 2 set kromosom

paternal dan 1 setkromosom maternal. Secara makroskopik tipe mola

disertai dengan hasil konsepsi nromal yaitu embrio yang biasanya mati

pada usia kehamilan 8-9 minggu. Histologi menunjukan  pembengkakan

villi yang sedikit dibandingkan dengan mola komplit, perubahan

biasanya bersifat lokal.10

5
Gambar 1 . patogenesis tipikal dari mola hidatidosa parsia dan komplit10

F. Klasifikasi

Mola hidatidosa terbagi menjadi dua jenis sebagai berikut :12

1. Mola hidatidosa komplit (MHK)

Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel–vesikel jernih

Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai

beberapa sentimeter dan sering berkelompok–kelompok menggantung

pada tangkai kecil. Secara makroskopis, MHK mempunyai gambaran

yang khas yaiu berbentuk kista atau gelembung-gelembung dengan

ukuran antara beberapa mm sampai 2-3 cm, berdinding tipis, kenyal,

berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau edema.

Kalau ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau

6
besar tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh

karena itu MHK disebut juga sebagai kehamilan anggur. Tangkai

tersebut umunya menempel di seluruh endometrium dan jika terputus

akan terjadi perdarahan.

Gambar 2. Makroskopik Mola Hidatidosa Komplit, memperlihatkan

hidropik pada vili korionik difus, gambaran grape like vesicles 10,13

2. Mola hidatidosa parsial (MHP)

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang,

dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan

hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya

avaskular, sementara vili–vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi

janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Perkembangan janin

akan tergantung kepada luasnya plasenta yang mengalami degenerasi,

tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam

rahim, walaupun dalam kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus

MHP yang janinnya hidup sampai aterm.

7
Gambar 3. Makroskopik Mola Hidatidosa Parsial memperlihatkan

degenarasi hidropik vilus yang lebih sedikit dari mola komplit13

G. Manifestasi klinis 5,14,15

1. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling

umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif.

Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke

tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum

aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit

atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai

akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama

pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita

dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan,

demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik,

diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan

muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya

8
proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan

mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.

2. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia

kehamilan)

Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat

daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua

pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama

besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum

dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif

sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus

mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi,

terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya

yang lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus

karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan

pembesaran uterus biasa.

3. Tidak adanya aktifitas janin

Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak

ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin

terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh

bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga

walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada plasenta yang

disertai janin hidup.

9
4. Preeklampsia

Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2.

Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat

sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang

terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.

5. Hiperemesis

Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu

gejala mola hidatidosa.

6. Tirotoksikosis

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering

meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry

insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi

yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan

erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar

kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan

uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata

menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda

tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai

prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun

kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal

karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek

dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas

tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari

10
Chorionic Gonadotropin hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG

dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000

IU/L yang bersifat tirotoksis.

Mola hidatidosa komplit:

a. Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit. Jaringan

mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus

mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap

masuk ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.

b. Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG

c. Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor

dan kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial:

a. Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang

sama dengan mola komplit. Pasien ini biasanya mempunyai gejala

dan tanda seperti abortus inkomplet atau missed abortion.

b. Perdarahan pervaginam

c. Adanya denyut jantung janin

Tabel 1. Perbedaan Mola Hidatidosa Komplit dan Parsial10

11
H. Diagnosis

1. Anamnesis16

a. Perdarahan pervaginam, paling sering biasanya terjadi pada usia

kehamilan 6-16 minggu.

b. Terdapat gejala hamil muda yang sering lebih nyata dari kehamilan

biasa (hiperemesis gravidarum)

c. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak

selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti.

d. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, tidak teratur, berwarna merah

kecoklatan.

e. Kadang kala timbul gejala preeklampsia

2. Pemeriksaan fisis16

a. Inspeksi: muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat

kekuningkuningan, yang disebut muka mola (mola face). Selain itu,

kalau gelembung mola keluar, dapat terlihat jelas.

b. Palpasi: uterus membesar ridak sesuai dengan usia kehamilannya,

teraba lembek. Tidak teraba bagian janin dan ballotement, juga

gerakan janin. Adanya fenomena harmonika, darah dan gelembung

mola keluar, fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya

darah baru.

c. Auskultasi: tidak terdengar bunyi denyut jantung janin, terdengar

bising dan bunyi khas.

12
Gambar 4 . Pembesaran rahim tidak sesuai dengan usia kehamilan17

3. Pemerisaan dalam16

Untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan atau jaringan pada

kanalis servikalis dan vagina.

4. Pemeriksaan dengan Sonde16

Sonde dimasukkan ke dalam kanalis servikalis secara pelan dan hati-

hati, kemudian sonde diputar. Jika tidak ada tahanan, kemungkinan mola.

5. Pemeriksaan penujang

a. Pemeriksaan kadar β-hcg

Kadar β-hCG pada mola jauh lebih tinggi daripada kehamilan biasa.

Pemeriksaan β-hCG merupakan cara yang paling bermanfaat baik

untuk diagnosis maupun untuk   pemantauan pada penderita penyakit

trofoblas.  Human chorionic gonadotropin adalah hormon

glikoprotein yang dihasilkan oleh plasenta yang memiliki aktivitas

biologis mirip LH. Sebagian besar β-hCG diproduksi di plasenta,

13
tetapi sintesanya juga terjadi pada ginjal janin. Pemeriksaan β-hCG

serum secara kuantitatif pada kehamilan normal menunjukkan kadar

β-hCG menunjukkan kadar β-hCG mencapai puncaknya pada

trimester pertama kehamilan, yakni pada hari ke 60-70 kehamilan

sebesar 100.000 mIU/ml. Pada mola hidatidosa dan tumor trofoblas

gestasional umumnya kadar β-hCG jauh lebih tinggi daripada kadar

puncak β-hCG pada kehamilan normal. Pada penderita penyakit

trofoblas gestasional pemeriksaan β-hCG serum harus dilakukan

secara kuantitatif baik dengan pemeriksaan radio immunoassay

maupun enzyme immunoassay. Hasil pemeriksaan β-hCG melalui

pemeriksaan urin dan darah lebih tinggi daripada kehamilan normal.

Uji kehamilan kuantitatif > 100.000 mIU/mL atau kadar titer β-hCG

yang lebih tinggi dua kali normal. 10,11,18

b. Ultrasonography

USG telah terbukti sebagai alat diagnostik yang akurat dan sensitif

untuk menegakkan diagnosa mola. Dimana mola komplit

menunjukkan gambaran pola vesikuler oleh karena pembengkakan

dari chorionic villi. Vili chorionic pada trimester I mola komplet

cenderung lebih kecil dan lebih sedikit kavitasi. Akan tetapi,

mayoritas dari mola komplet pada trimester I tetap menunjukkan

gambaran USG yang khas (pola Honey comb atau snow storm) yaitu

pola kompleks, echogenik massa intrauterine mengandung banyak

ruang kistakecil. Pada 20-50 % kasus dijumpai adanya massa kistik

14
multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista

teka-lutein. Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri

dan sebagian berisi janin yang ukurannya relatif kecil dari

umur kehamilannya disebut mola parsialis. Umumnya janin mati

pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar

atau bahkan aterm. 10,11

Gambar 5. Gambaran USG yang memperlihatkan ovarium dengan

multipel kista teka lutein pada pasien mola hidatidosa 18

Gambar 6. Gambaran USG yang memperlihatkan gambaran

snowstorm pada mola hidatidosa komplit18

15
Gambar 7. Gambaran USG yang memperlihatkan terdapat janin di

atas multikistik plasenta pada mola hidatidosa parsial18

c. Pemeriksaan histopatologi10

Temuan histologi mola komplit ditandai oleh : degenerasi

hidrofik dan pembengkakan stroma vilus, tidak adanya pembuluh

darah di vilus yang membengkak, proliferasi sel epitel tropoblas

dengan derajat bervariasi, tidak adanya janin dan amnion. Sedangkan

pada mola hidatidosa parsial Mola hidatidosa parsial ditemukan

dengan vili korionik berbagai bentuk maupun ukuran, serta terdapat

edem fokal, melibatkan pula stroma trofoblastik, villus aktif  serta

hiperplasia trofoblastik fokal.

16
Gambar 8. Perbedaan antara abortus hidropik normal dan mola hidatidosa

parsial atau lengkap. Baris pertama menunjukkan penampilan khas setelah

pewarnaan hematoksilin dan eosin (H&E). Baris kedua menunjukkan hasil

setelah pewarnaan p57.10

I. Diagnosis Banding

1. Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran konsepsi sebelum janin

dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batas digunakan kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pada

pemeriksaan USG tampak daerah anechoic di dalam kavum uteri yang

bentuknya kadang-kadang menyerupai kantong gestasi, sehingga dapat

disalahtafsirkan dengan kehamilan ganda. Daerah anechoic tersebut

berasal dari perdarahan subkorionik. Gambaran USG pada abortus

inkomplit tidak spesifik. 4,6,19

17
2. Hidramnion

Hidramnion atau polihidramnion adalah suatu keadaan dimana

banyak air ketuban melebihi 2000 ml. Diagnosis hidramnion mudah

ditegakkan apabila ditemukan uterus yang lebih besar dari usia

kehamilan, bagian dan detak jantung janin sukar ditemukan. Bila

meragukan dapat dilakukan pemeriksaan USG. 4,6,19

3. Kehamilan Ganda

Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan 2 janin atu

lebih. Untuk mempertimbangkan ketepatan diagnosis, harus dipikirkan

kemungkinan kemungkinana kehamilan kembar jika ditemukan hal-hal

berikut : besar uterus melebihi usia kehamilan, uterus bertambah besar

lebih cepat dari biasanya, penambahan berat badan ibu yang mencolok

yang bukan disebabkan oleh udema dan obesitas, banyak bagian kecil

yang teraba, teraba bagian besar janin, teraba dua balotemen. Diagnosis

pasti dapat ditentukan dengan terabanya: 2 kepala, 2 bokong, dan satu

atau dua punggung; terdengar denyut jantung yang letaknya berjauhan

dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut permenit; USG

dapat membuat diagnosis kehamilan kembar pada trimester pertama. 6,7,19

J. Penatalaksanaan

18
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahapan berikut ini :

yaitu perbaikan keadaan umum, pengeluaran jaringan mola, terapi profilaksis

dengan sitostatika, pemeriksaan tindak lanjut (  follow up) :16

1. Perbaiki Keadaan Umum

Dalam proses perbaikan keadaan umum dapat termasuk pemberian

pemberian transfusi darah untuk mengatasi syok atau anemia dan

menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia atau

tirotoksikosis. 14

2. Pengeluaran jaringan mola

a. Kuretase

Bila diagnosis telah dikonfirmasi dan pemeriksaan penunjang

telah dilakuakn, maka dapat dilakukan evakuasi jaringan mola degan

dengan kuret isap. Selama dan setelah prosedur evakuasi diberikan

oksitosin intravena. Pemberian oksitosin ini harus dimulai setelah

sebagian jaringan telah dikeluarkan dan dilanjutkan 24 jam pasca

evakuasi jika perlu. Kuretasi hisap dapat dengan aman dilakukan

bahkan ketika rahim dalam ukuran usia 28 minggu. Kehilangan darah

bisanya terjadi dalam jumlah sedang, tetai kemugkinan transfudi harus

tetap dipersiapkan sebagai tindakan pencegahan. 4,6,20

b. Histerektomi

Jika selanjutnya pasien tidak menginginkan kehamilan lagi

histerektomi munkin lebih disukai dibandingkan kuret isap. Prosedur

ini dapat dilakukan pada wanita berusia lebih dari 40 tahun, karena

19
setidaknya 1/3 dari wanita usia ini yang telah mengalami mola akan

berkembang menjadi penyakit trofoblas gestasional yang presisten.6,20

3. Terapi Profilaksis dengan sitostatika

Profilaksis kemoterapi setelah evakuasi mola hidatidosa tidak rutin

disarankan. Hanya pada 20% wanita dengan mola hidatidosa yang dapat

berkembang menjadi penyakit trofoblas ganas. Hal ini masih

kontroversial apakah kemoterapi profilaksis (denga methotrexate,

actinomycin-D atau cyclophosphamide setelah kehamilan mola hidatidosa

lengkap harus ditawarkan pada pasien :6

a. Pasien yang dianggap berisiko tinggi akan terjadi keganasan

b. Risiko tinggi penyakit trofoblas gestasional persisten (usia > 35 tahun,

riwayat kehamilan mola sebelunya, hiperplasia trofoblas)

c. Kadar β-hCG tinggi terkait dengan persisten mola hidatidoa selama

dua bulan pasca evakuasi.

d. Perdarahan rahim persisten, bahkan jika tidak ada bahan trofoblas

yang diperoleh dengan kuretase

e. Bukti metastase trofoblas (biasanya ke otak atau paru-paru).

Beberapa studi menunjukkan bahwa kejadian penyakit trofoblas

gestasional pasca mola munkin akan menurun dengan kemoterapi

profilaksis. Namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

menentukan apakah efek kegunaan kemoterapi sebanding dengan efek

samping yang ditimbulkan.

4. Pengamatan lanjutan

20
Pengamatan pasca evakuasi mola hidatidosa, meliputi:18

a. Pasien diberikan kontrasepsi yang dapat diandalkan, dianjurkan pil

kontrasepsi. Pasien boleh hamil setelah 6 bulan bila kadar hCG cepat

menurun. Tetapi bila kadar β-hCG menurun lambat, maka kehamilan

harus ditunda lebih lama lagi.

b. Pegambilan kadar β-hCGserum 48 jam setelah evakuasi mola

sebagai baseline dalam pemantauan, diamana kadar β-hCG

dimonitoring setiap 1 minggu jika kadarnya masihtinggi. Hal ini

penting untuk mendeteksi adanya penyakit trofoblas yang persisten

kadar β-hCG harus menurun secara progresif hingga tidak terdeteksi.

c. Pengukuran terhadap kadar β-hCG serial dilakukan setiap minggu

hingga dalam 4 minggu mencapai normal

d. Kadar β-hCG harus tetap rendah secara konstan dan tidak pernah

meningkat.pada umumnya kadar β-hCG mencapai normal dalam 8-

12 minggu pasca evakuasi mola. Selama kadarnya tetaprndah tidak

diperlukan intervensi

e. Jika dalam waktu 4 minggukadar β-hCG telah mencapai normal

dilanjutkan dengan pemeriksaan serial setiap bulan selama 6 bulan.

Perlu dicurigai kemungkinan keganasan jika kadar β-hCG serum

berada dalam fase plateu atau terjadi peningkatan. Kemoterapi bukan

merupakan indikasi jika kadar β-hCGterus menurun. Peningkatan

atau fase plateu yang persisten membutuhkan evaluasi adanya

penyakit trofoblas yang persisten dan biasanya memerlukan

21
penanganan lebih lanjut. Jika kadar β-hCG telah menurun dalam

kadar normal, dilakukan pengukuran lanjutan tiap bulan selama 6

bulan. Jika tidak terdeteksi, pemantauan dpat dihentikan dan pasien

diperbolehkan untuk hamil.18

Kecurigaan adanya keganasan jika ditemukan keadaan sebagai

berikut:4

1) Peningkatan kadar serum β-hCG selama 2 minggu (diambil

dalam interval tiga kali

2) Kadar β-hCG lebih dari 100.000 mlU/mm

3) Hasil diagnosis histopatologi jaringan adalah koriokarsinoma

4) Kegagalan serum β-hCG mencapai normal

5) Adanya tandametastasis

6) Peningkatan serum β-hCGsetelah mencapai kadar normal

sebelumnya.

K. Prognosis

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi,

eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena

mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi

yakni berkisar antara 2,2 dan 5,7 %. Sebagian besar dari pasien mola akan

sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan,tetapi ada sekelompok wanita

yang kemudian menderita keganasan yakni koriokarsinoma. Persentase

keganasan yangdilapork an berkisar antara 5,56%.  Kecenderungan terjadinya

22
tumor trofoblas meningkat sebesar 40 % jika terdapat satu dari gejala

dibawah ini : 4,2

1. Kadar hCG preevakuasi 100.000 mIU/ml

2. Besar uterus >20 minggu

3. Kista teka lutein dengan diameter > 6 cm

Sedangkan yang tidak memiliki salah satu tanda diatas yang hanya

memiliki risiko sebesar 4 %. Ekspresi Human telomerase reverse

transcriptase (hTERT) pada uterus yang mengalami mola komplit dinyatakan

sebagai marker penyakit yang persisten. Terjadinya proses keganasan bisa

berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling

banyak dalam 6 bulan. Kemampuan reproduksi pascamola , tidak banyak

berbeda dari kehamilan lainnya.4,21

Prognosa memburuk dijumpai pada:21,22

1. Masa laten antara mola dan timbulnya keganasan panjang

2. Kadar β-hCG yang tinggi

3. Pengobatan tidak sempurna

4. Adanya anak sebar pada otak dan hepar 

5. Daya tahan tubuh penderita

6. Diagnosa terlambat dibuat dengan akibat terapi terlambat diberikan.

Setelah ditemukannya kemoterapi kasus-kasus PTG resiko rendah &

dapat bertahan untuk hidup lebih lama, sedangkan kasus resiko tinggi hanya

30-50% dapat bertahan lebih lama.21,22

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Olivia FC. Seorang Wanita 30 Tahun Dengan Mola Hidatidosa Komplet.


2016. J Majorit. 5(2): 142-147.
2. Harjito VN, Hidayat YM, Amelia I. Hubungan antara Karakteristik Klinis
Pasien Mola Hidatidosa dengan Performa Reproduksi Pascaevakuasi di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. 2017. JSK. 3(1) : 25-31.
3. Abdelrub AS, Frass KA, Al Harazi AH. Hydatidiform mole: incidence, type,
presentation, and the outcome of the first pregnancy following molar
diagnosis. 2015. Sudan Med J. 51(1) : 32-37.
4. Rauf S, Riu DS, Sunarno I. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam:
Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014. P. 198-218.
5. White CD. Hydatidiform mole. 2014. Cited from:
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000909.htm [diakses pada
19 September 2020].
6. AH Nathan L. Current Obsetrics and Gynecologyc Diagnosis & Treatment.
9th ed. Los Angeles : McGraw-Hill Companies. 2003. P.586-590.
7. See HT, Freedman RS, Kudelka AP, Kavanagh JJ. Gestational Trophoblastic
Disease, Gynecologyc Cancer. New York : Springer Science Bussines Media.
2006. p.226-233.
8. Abdullah MN. Mola Hidatidosa dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Lab/Upf. Kebidanan Dan Penyakit Kandungan RSUD Dokter Soetomo
Surabaya. 1994. p. 25-28.
9. Mansjoer A. Mola Hidatidosa dalam Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid I.
Media Aesculapius. Jakarta. 2001. p. 265-267
10. Scorge OJ, et al,. Gestational Trophoblastic Disease. In : Williams
Gynecology.Mc Grawhill Medical. 2008. p.755-57.
11. Edmons K,Trophoblast disease, in : Dewhurt's text book of Obstetrics &
Gynaecology. Blackwell Publishing. 7th Edition. 2007. p. 117-9.
12. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa dalam Obstetri Patologik. Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar Offset.
Bandung. 1981. p.38-42
13. Gambar
14. Moore LE dan Hernandez E. Hydatidiform Mole. 2018. Tersedia dari: http://
emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall[diakses pada 19
September 2020].
15. NHS. Molar pregnancy. 2014. Tersedia dari:http://www.nhs.uk/conditions/
Molar-pregnancy/Pages/Introduction.aspx[diakses pada 16 September 2020].
16. Paputungan TV, Wagey FW, Lengkong RA. Profil penderita mola hidatidosa
di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). 2016.4(1):
217-222.
17. Purba YS, Munir MA, Saranga D. Mola Hidatidosa. Jurnal medical profession
(MedPro) .2019. 1(1): 79-86

24
18. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, et al. Gestational
Trophoblastic Disease. In: Williams Obstetrics. 24nd ed. New York: McGraw-
Hill;2014:273-84
19. Fisher RA, Sebire NJ. Gestasional Trophoblastic Diseae. In Biology and
Pathology of Trophoblast. NewYork : Cambridge University Press. 2006.
p.74-78.
20. Edmons K,Trophoblast disease, in : Dewhurt's text book of Obstetrics &
Gynaecology. Blackwell Publishing.7thEdition:2007:117-119.
21. Bratakoesoema, Dinan S. Penyakit Trofoblas Gestasional. Dalam Onkologi
Ginekologi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2006.
22. Soekimin. Penyakit trofoblas ganas. Fakultas Kedokteran USU. 2005.

25

Anda mungkin juga menyukai