BLOK 6.B
PRODI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Masa kehamilan merupakan salah satu masa penentu untuk kesejahteraan ibu dan janin.
Perubahan yang terjadi pada masa kehamilan merupakan kondisi normal yang biasa
disebut sebagai kondisi fisiologi terhadap perubahan sistem tubuh wanita seiring dengan
besarnya janin yang dikandungnya. Namun demikian, perubahan yang terjadi dapat pula
menjadi patologis dan dapat mengancam ibu, bayi yang dikandungnya atau kedua-
duanya.
Kondisi patologis dalam kehamilan dapat dialami saat usia kehamilan muda ataupun
kehamilan lanjut. Dalam kondisi demikian dapat terjadi dalam kondisi yang bisa
diprediksikan ataupun tidak. Namun demikian, masalah patologis dalam kehamilan tetap
harus mendapatkan perhatian serius , hal ini terkait erat dengan kedaruratan baik untuk
ibu ataupun janin yang dikandungnya. Kedaruratan yang terjadi pada masa kehamilan
berkaitan erat dengan perdarahan yang memiliki implikasi terjadinya syok. Dengan
kondisi demikian ini dapat menimbulkan gangguan untuk kesejahteraan janin dimana
pada awal kehamilan merupakan masa pembentukan organ atau organogenesis dan
selanjutnya merupakan masa perkembangan janin itu sendiri. Sedangkan, kegawatan
yang terjadi dalam masa kehamilan bagi ibu dapat meningkatkan angka kematian baik
dari kehamilan secara langsung ataupun tidak langsung dari kehamilannya.
Dari berbagai hal kegawatan yang terjadi dalam masa kehamilan baik untuk janin
ataupun ibu, kemampuan kinerja petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam
melakukan deteksi awal, penatalaksanaan kedaruratann dan melakukan rujukan
merupakan hal yang sangat membutuhkan kompetensi tersendiri utamanya bagi bidan
selaku ujung tombak bagi pemberi layanan kebidanan. Dengan kompetensi yang dikuasai
oleh bidan, maka asuhan kehamilan dengan kegawat daruratan dapat dilakukan secara
cepat, tepat dan benar.
B. RUMUSAN MASALAH
▪ Apa definisi dari mola hidatidosa ?
▪ Bagaimana tanda dan gejala dari mola hidatidosa ?
▪ Bagaimana gambaran diagnostik dari mola hidatidosa ?
▪ Bagaimana penatalaksanaan atau pengobatan pada klien dengan mola hidatidosa ?
▪ Bagaimana prognosis pada klien dengan mola hidatidosa ?
C. TUJUAN
▪ Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dari mola hidatidosa
▪ Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari mola hidatidosa
▪ Agar mahasiswa mengetahui gambaran diagnostik dari mola hidatidosa
▪ Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan atau pengobatan dari mola hidatidosa
▪ Agar mahasiswa mengetahui prognosis pada klien dengan mola hadatidosa
D. MANFAAT
Setelah membuat makalah mola hidatidosa ini, mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui dan memahami pengertian mola hidatidosa, etiologi mola hidatidosa,
patofisiologi mola hidatidosa, tanda dan gejala mola hidatidosa, komplikasi mola
hidatidosa, gambaran diagnostic mola hidatidosa, penatalaksanaan mola hidatidosa,
serta membuat dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan mola
hidatidosa.
BAB II
PEMBAHASAN
MOLA HIDATIDOSA
➢ DEFINISI
Mola berasal dari Bahasa Latin yaitu “mola” yang berarti konsepsi palsu sedangkan
hidatidosa berasal dari Bahasa Yunani yaitu “hydatis” yang berarti setetes air atau kista
yang berisi air. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal yang
ditandai oleh beberapa vesikel seperti anggur yang mengisi dan meregangkan rahim,
biasanya dengan tidak adanya janin utuh.
➢ EPIDEMIOLOGI
Mola hidatidosa atau kehamilan mola jarang dijumpai. Diperkirakan insidensi kehamilan
mola di dunia sekitar 1-3 kasus untuk 1000 kelahiran hidup. Taiwan melaporkan
insidensi mola hidatidosa adalah 1 dari 125 kelahiran hidup. Insidensi kehamilan mola di
Eropa 1 dari 1000 kelahiran dan 1 dari 1500 kehamilan di USA. Sedangkan di Asia
Tenggara dan Jepang insidensinya sebesar 2 dari 1000 kehamilan. Kehamilan mola
paling banyak dijumpai pada negara oriental seperti Filipina, Cina, Indonesia, Jepang,
India, Amerika sentral dan latin serta Afrika. Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap
sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40
persalinan)
Penyebab mola hidatidosa masih tidak jelas. Beberapa ahli memperkirakan hal ini
disebabkan oleh kelainan kromosom ovum atau sperma atau kedua-duanya. Beberapa
faktor risiko mola hidatidosa yaitu :
1. Pada usia reproduksi yang ekstrim, yaitu pada usia dibawah 15 tahun memiliki faktor
risiko sekitar 20 kali lebih tinggi daripada wanita berusia 20-40 tahun. Wanita
berusia lebih dari 45 tahun juga beberapa ratus kali lebih berisiko daripada yang
berusia 20- 40 tahun. Hal ini disebabkan bagi wanita yang lebih tua sulit untuk
membuat konsepsi dan kehamilan yang sehar dikarenakan pada perimenopause
ovulasi menjadi tidak teratur sehingga membuat konsepsi sulit. Pada wanita yang
teah berumur, ovum juga semakin berumur sehingga meningkatkan kesempatan
terjadinya kelainan kromosom.
2. Pasien yang telah memiliki riwayat kehamilan mola sebelumnya. Pasien dengan
riwayat kehamilan mola komplit maka risiko untuk menderita kehamilan mola
selanjutnya sebesar 1,5%, sedangkan pasien dengan riwayat kehamilan mola
parsial maka risiko untuk menderita kehamilan mola selanjutnya sebesar 2,7%.
Setelah dua kali kehamilan mola, maka risiko mengalami kehamilan mola pada
kehamilan yang ketiga sebesar 23%.
3. Nutrisi yang buruk. Ketidakcukupan dalam mengkonsumsi protein dan lemak hewani
dapat menjelaskan prevalensi di negara oriental lebih banyak dijumpai. Konsumsi
karoten yang rendah merupakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan
kejadian kehamilan mola.
maka semakin tinggi kejadian mola. Mola komplit menunjukkan rasio kromosom
paternal:maternal sebesar 2:0. Pada mola parsial, rasio kromosom paternal:maternal
sebesar 2:1.
6. Riwayat merokok
a. Mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu mola hidatidosa parsial
(Partial Mola Hydatidosa/PMH) dan mola hidatidosa komplit (Complete Mola
Hyatidosa/CMH). Mola hidatidosa parsial (Partial Mola
Hydatidosa/PMH)
Kehamilan mola dapat terjadi akibat dari kesalahan baik dalam
produksi oosit atau pada saat pembuahan. Biasanya, pembuahan menggabungkan
23,X set kromosom haploid dari ovum dengan 23,X atau 23,Y set kromosom haploid
dari sperma, yang hasilnya menjadi diploid zigot 46,XX atau 46,XY yang merupakan
keseimbangan gen maternal dan paternal. Pada kehamilan mola parsial, biasanya
memiliki triploid kariotipe 69,XXX, 69,XXY atau lebih jarang 69,XYY. Masing-
masing terdiri dari dua set haploid paternal dan satu set haploid maternal. Biasanya
disebabkan oleh masuknya dua sperma yang terpisah ke dalam sel ovum. Zigot
triploid ini dapat menghasilkan beberapa perkembangan embrio, namun pada
akhirnya akan menimbulkan kondisi janin yang mematikan. Janin yang mencapai usia
lanjut memiliki banyak keterlambatan pertumbuhan, beberapa anomali kongenital
atau keduanya. Mola hidatidosa parsial ini jarang berubah menjadi suatu keganasan.
Kromosom haploid maternal 23,X hilang/tidak ada saat pembuahan
dan kromosom
haploid paternal 23,X menduplikasi dirinya sendiri
sehingga membentuk
46,XX.Ovum yang kosong dibuahi oleh dua buah spermatozoa yang
berbeda/dispermi, yang juga berasal dari kromosom paternal. Dalam kehamilan
mola komplit, tidak terbentuk janin dan penampilan dari kehamilan mola lengkap
umumnya terjadi pada trimester kedua. Mola hidatidosa komplit ini mempunyai
kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi suatu keganasan, yaitu sekitar 15-20%.
Genetika pada Kehamilan Normal, Kehamilan Mola Hidatidosa Komplit dan Kehamilan Mola Hidatidosa ParsiaL
Patologi dari mola hidatidosa merupakan penyakit korion. Kematian sel ovum atau
gagalnya perkembangan embrio merupakan hal penting untuk terbentuknya mola
hidatidosa komplit/klasik. Sekresi dari sel yang hiperplastik dan zat-zat yang
ditransfer dari darah maternal/ibu terakumulasi di stroma vili yang tanpa pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan distensi vili untuk membentuk vesikel kecil. Distensi ini
dapat terjadi akibat edema dan pencairan stroma. Cairan vesikel merupakan cairan
interstitial dan hampir mirip dengan cairan asites atau edema, tapi kaya akan hCG.
Naked eye appearance seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.1, merupakan massa
yang mengisi Rahim yang terbuat dari beberapa rantai dan kelompok kista dari
berbagai ukuran. Tidak dijumpai adanya embrio atau kantung amnion. Jika terjadi
perdarahan, biasanya di ruang desidua.
Tampilan mikroskopik yang biasa ditemukan adalah proliferasi dari epitel sinsitial
dan sitotrofoblas, penipisan jaringan stroma akibat degenerasi hidropik, tidak adanya
pembuluh darah di vili dan pola vili yang jelas dipertahankan.
Perubahan ovarium seperti kista lutein bilateral dijumpai pada sekitar 50% kasus. Hal
ini dikarenakan produksi korionik gonadotropin yang berlebihan dan dapat juga
dijumpai pada kehamilan ganda. Biasanya akan mengecil secara spontan dalam waktu
2 bulan setelah ekspulsi dari mola. Cairan kista ini kaya akan korionik gonadotropin,
esterogen dan progesterone.Perbedaan patologi mola hidatidosa parsial dan komplit
yaitu :
Gejala Klinis
Perdarahan pervaginam merupakan gejala yang sering dijumpai yaitu
pada 90%
kasus. Biasanya terjadi pada trimester pertama. Sekitar 3⁄4 pasien mengeluhkan gejala
ini sebelum 3 bulan kehamilan dan hanya sepertiganya yang mengalami perdarahan
dengan jelas. Darah bercampur dengan cairan gelatin yang berasal dari rupture kista
memberikan tampilan cairan “white currant in red currant juice”.
c) Gejala konstitusional, seperti: pasien tampak sakit tanpa alasan yang jelas, muntah
berlebihan dikarenakan kadar korionik gonadotropin yang tinggi dialami pada sekitar 14-
32% dan sekitar 10% mengalami muntah berat sehingga memerlukan perawatan di rumah
sakit. Sesak nafas akibat embolisasi dari sel trofoblas (2%). Tampilan tirotoksik seperti
tremor, takikardia dijumpai pada sekitar 2% kasus dikarenakan meningkatnya kadar
korionik tirotropin.
d) Ekspulsi vesikel seperti anggur secara pervaginam merupakan diagnostik mola. Sekitar
50% kasus mola tidak diduga sampai ekspulsi sebagian atau seluruhnya.
Mola Hidatidosa dalam Proses Ekspulsi Menunjukkan Vesikel dengan Berbagai Ukuran
2. Tanda Klinis
c) Pucat dijumpai dan biasanya tidak sesuai dengan proporsi jumlah
darah
yang hilang, mungkin disebabkan adanya perdarahan yang
tersembunyi.
➢ PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan abdomen
a) Ukuran uterus lebih besar dari yang diperkirakan, hal ini dikarenakan
pertumbuhan vesikel yang berlebihan dan perdarahan yang tersembunyi.
c) Bagian janin tidak teraba dan tidak ada pergerakan janin. Balotement eksternal
tidak dijumpai.
Tanda abdominal yang negatif ini dinilai ketika tanda ini seharusnya ada berdasarkan
ukuran uterus dalam kasus tertentu.
2. Pemeriksaan pervaginam
b) Pembesaran unilateral atau bilateral (kista teka lutein) dari ovarium
dapat
teraba pada 25-50% kasus. Pembesaran ovarium dapat tidak teraba akibat
pembesaran dari uterus. Pasien dengan kista teka lutein memiliki risiko lebih
besar menderita keganasan.
d) Jika ostium serviks terbuka, bekuan darah atau vesikel dapat dirasakan.
➢ PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. Foto polos
Foto polos abdomen dapat dilakukan jika usia kehamilan lebih dari 16
minggu. Pada kehamilan mola dapat dijumpai bayangan janin yang negatif. Pemeriksaan
foto polos dada juga dilakukan untuk mengetahui adanya embolisasi paru.
3. USG
Diagnosis pasti mola hidatidosa didapati melalui pemeriksaan histopatologi dari hasil
konsepsi.
➢ PENATALAKSANAAN
b) Histerektomi
1. Komplikasi segera
2. Komplikasi lanjut
Perkembangan mola hidatidosa menjadi koriokarsinoma berkisar antara 2-10%.
Faktor risikonya antara lain pasien berusia ≥ 40 tahun dan < 20 tahun, paritas ≥ 3,
serum hCG > 100.000 mIU/mL, ukuran uterus > 20 minggu, riwayat kehamilan
mola sebelumnya dan kista teka lutein yang besar (diameter > 6 cm).
➢ PROGNOSIS
Risiko langsung dari perdarahan dan sepsis berkurang dengan nyata dikarenakan
diagnosis dini, transfusi darah dan pengobatan. Sekitar 15-20% kehamilan mola
komplit menjadi penyakit kehamilan trofoblas persisten, dimana adanya plateu
atau peningkatan kembali dari kadar hCG. Pada sekitar 5% kasus, berkembang
menjadi metastasis. Risiko rekurensi mola hidatidosa di kehamilan selanjutnya
sekitar 1-4%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah
jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita yang menderita
degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma yaitu sekitar 5,56%. Kejadian
malformasi janin tidak meningkat setelah kemoterapi. Perbaikan dan prognosis
jangka panjang dapat dikaitkan dengan faktor faktor berikut :
PENUTUP
➢ KESIMPULAN
➢ SARAN
Silver RM, Branch DW, Goldenberg R, et al. 2011 :Nomenclature for pregnancy
outcomes. Obstet Gynecol 118(6):1402
Virk, Jasveer. 2007. Medical Abortion and the Risk of Subsequent Adverse Pregnancy
Outcomes N Engl J Med 2007;357:648-53.
Ramsey PS, Owen J. 2000. Midtrimester cervical ripening and labor induction. Clin
Obstet Gynecol 43(3):495
Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta..hal 198-210.
Barash JH, Buchanan EM, Hillson C, 2014. Diagnosis and Mnagement of Ectopic
Pregnancy. American Academy of Family Physician. 90(1): 34-40