Oleh :
Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Roza Sri Yanti, SpOG, Subsp. KFM (K)
1
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI
DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
(Dr. dr. Hj. Roza Sri Yanti, SpOG, Subsp. KFM (K) (dr.Alfa Febrianda)
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi dua kali atau lebih secara
berturut - turut sebelum usia kehamilan 20 minggu. 6 Hal ini terjadi akibat adanya
pembukaan dari daerah mulut rahim atau servik. Terdapat beberapa penyebab
abortus antara lain; kelainan kromosom, infeksi, plasenta sirkumvalata, dan
adanya ketidakseimbangan metabolik ibu. 6
Ibu yang mengalami kejadian itu umumnya tidak mendapat kesulitan
untuk hamil, tetapi kehamilannya tidak dapat berlanjut dan akan berhenti sebelum
waktunya. Terkadang muncul pada trimester pertama atau pada kehamilan lebih
lanjut. 6,8
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia dilaporkan terdapat sekitar 5 juta kehamilan pertahun dengan
kejadian abortus yang terjadi 37 kasus untuk setiap 1.000 wanita di usia produkif
(15-25 tahun). Pada tahun 2006 ditemukan sebanyak 42.354 orang dan riwayat
abortus dengan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 205 orang. Dari seluruh
kehamilan terdapat 0,4% kejadian abortus habitualis dan menurut studi
epidemiologi kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang
mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. 7
Lain halnya dengan
kejadian abortus berulang yang disebabkanoleh penyimpangan kromosom pada
janin, semakin sering riwayat abortus sebelumnya, semakin rendah presentasi
abortus untuk kehamilan selanjutnya. 7
Faktor penyebab abortus habitualis sangat banyak, diantaranya adalah
faktor janin, maternal, infeksi, kelainan endometrium, namun sebesar 40% lebih
tidak diketahui faktor penyebabnya.8 Faktor usia ibu berpengaruh terhadap
kejadian abortus. Semakin tua usia ibu saat hamil, maka risiko mengalami abortus
akan semakin meningkat.9 Kejadian abortus meningkat pada usia kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun. Semakin muda usia ibu saat hamil semakin berisiko
4
mengalami abortus, begitu pula semakin tua usia ibu saat hamil semakin berisiko
mengalami abortus.6
2.3 Etiologi
a. Abnormalitas Uterus
b. Infeksi
c. Genetik
5
memiliki resiko lebih tinggi mengalami abortus berulang dengan janin
menunjukkan kariotipi abnormal. Tipe terbanyak kelainan kromosom ini adalah
balanced translocation/ Robertsonian translocation yaitu jumlah kromososm
hanya 45 tetapi seluruh informasi genetik tetap utuh, abortus biasanya terjadi pada
trimester pertama. Prevalensi kelainan kromososm pada orangtua yg mengalami
abortus sekitar 3-5%10.
d. Thrombhophilia
e. Endokrin
6
dengan PCOS meningkatkan LH untuk memperoduksi androgen dari sel theca
ovarium. Dalam beberapa penelitian penggunaan metformin (insulin sensinitizer)
dapat menurunkan konsentrasi LH dan androgen sehingga menurunkan resiko
abortus13.
f. Metabolik
g. Imunologi
7
rejeksi semi-allogenic konseptus, respon imun maternal tersupresi selama
kehamilan. 3 mekanisme allo-imunitas terhadap abortus berulang14:
h. Lingkungan
- terlambat haid
- terjadi perdarahan
- nyeri perut
- -pengeluaran hasil konsepsi
- pemeriksaan kehamilan bisa (+/-)
8
2.5 Patofisiologi Abortus
2.6 Diagnosa
Anamnesis memiliki peranan penting dalam alur tata laksana keguguran
berulang. Hal yang ditanyakan dalam anamnesis pada kejadian keguguran
berulang terkait faktor resiko dan prognosis. Konsep dari penyebab kejadian
keguguran berulang dapat diakibatkan oleh faktor yang terkait dengan hasil
konsepsi dan faktor maternal. Pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi
tentunya tidak hanya berasal dari faktor eksternal saja, tetapi juga faktor internal
janin, seperti kromosom dan gen. Oleh karena itu, berbagai kasus dari kejadian
keguguran berulang telah banyak diteliti dan umumnya dapat diklasifikasikan
sebagai akibat dari kelainan kromoson (paternal maupun hasil konsepsi), kelainan
9
anatomi, kelainan endokrin (melibatkan hormon-hormon metabolik maupun
reproduksi), dan gangguan koagulasi. Diperkirakan hanya sekitar 30% dari kasus
keguguran berulang yang dapat diketahui penyebabnya sementara sisanya
termasuk dalam kategori idiopatik. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik
yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive
(TLX).16,20
Untuk mendiagnosa abortus habitualis pada anamnesa dapat dipastikan
dengan melihat tanda dan gejala seperti kehamilan triwulan kedua terjadi
pembukaan serviks tanpa disertai mulas, ketuban menonjol (bias sampai pecah),
timbul mulas yang selanjutnya disertai dengan melakukan pemeriksaan vaginal
tiap minggu, penderita sering mengeluh bahwa telah mengeluarkan banyak lendir
dari vagina. Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan
histerosalifingografi yaitu ostium internum uteri melabar lebih dari 8 mm. 2 Selain
itu juga perlu, riwayat menarche, riwayat haid, siklus dan lamanya, riwayat
menikah, riwayat keluarga yang mempunyai bayi lahir cacat dan riwayat penyakit
dahulu, yaitu trombofilia, PCOS, hipertensi, DM, asma, alergi, sakit ginjal, nyeri
sendi, batuk lama/darah, sakit jantung, dan riwayat perdarahan. Riwayat life style
juga sangat berpengaruh, misalnya merokok, konsumsi alkohol, olahraga yang
terlalu berat dan BMI yang tidak normal.17,14
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk penegakan diagnosa abortus
habitualis untuk melihat bagian genitalia eksterna sampai interna dari pasien,
untuk menentukan apakan ada kelainan dari anatomi. 14 Selain itu, penilaian
inkompetensia sevik juga dilakukan dengan cara menilai diameter kanalis
servikalis dan didapati penonjolan selaput ketuban saat memasuki trimester ke-2.17
Jika tidak didapatkan dari pemeriksaan fisik, maka dapat dilakukan pada
pemeriksaan penunjang yang dimungkin kan sesuai dengan penyebab yang telah
disampaikan, seperti pada tabel berikut: 17
Tabel 1. Penyebab dan Diagnosa Klinis Abortus Habitualis13
10
pasangan, hanya relevan pada pasangan keguguran berulang tertentu saja,
misalnya: 17,20
2.7 Tatalaksana
Penanganan pada kasus abortus habitualis disesuaikan dengan penyebab
yang mendasari terjadinya abortus. Berikut tabel penanganan abortus habitualis
menurut penyebabnya:17
Tabel 2. Terapi Abortus Berulang
11
Selain terapi medikamentosa tersebut, dapat juga dilakukan pengikatan
rahim pada wanita yang diduga mengalami inkompetensia servik dan atau telah
mengalami kehilangan kehamilan pada trimester pertama lebih dari 3 kali.
Tindakan ini dilakukan pada usia kehamilan 12-14 minggu. Berikut macam-
macam teknik untuk pengikatan rahim: 18
12
Gambar 1. Transvaginal cerclage (Mcdonald)
c. Transabdominal cerclage
13
Dilakukan pengikatan dengan lapaotomi atau laparoskopi, menempatkan
pengikatan pada cervicoisthmis junction
Adapun kontraindikasi dari pengikatan rahin adalah sebagai berikut :
2.8 Komplikasi
14
Hubungan antara abortus habitualis dengan kehamilan selanjutnya mungkin
dapat menimbulkan terjadinya komplikasi. Sesuai dengan etiologinya jika
dihubungkan dengan DM yang tidak terkontrol dan penyakit tiroid akan
meningkatkan peningkatan faktor resiko mikro dan atau makrovaskular
komplikasi misalnya, retinopati, nefropati dan penyakit kardiovaskuler.
Selanjutnya, pasien dengan gangguan kadar hormon tiroid dapat menjadi
hiperkolesterolemia.
Kasus lain terkait abortus habitualis misalnya malformasi uterus, faktor
genetik, infeksi, dan sering melakukan kuret dapat menyebabkan nyeri yang
kronis, infeksi radang panggul dan dapat juga mejadi anemia. Yang sangat perlu
diperhatikan lagi adalah perempuan dengan aortus habitualis yang tidak
ditemukan penyebabnya, karena penyebab abortusnya tidak diketahui maka
semakin tinggi faktor resiko maternal morbidity untuk kehamilan selanjutnya.11
2.9 Prognosis
Meskipun diagnosis abortus habitualis merupakan kabar buruk bagi seorang
ibu, akan tetapi itu sangat membantu bagi dokter dan pasien untuk memberikan
terapi yang tepat pada kehamilan berikutnya. Prognosis individu tertentu akan
tergantung pada penyebab utama dari hilangnya kehamilan dan jumlah kerugian
sebelumnya. Koreksi gangguan endokrin, APA, dan anomali anatomi memberikan
tingkat keberhasilan tertinggi untuk mempertahankan kehamilan, sekitar 60%
hingga 90%. Pasien dengan dasar sitogenetik untuk kehilangan mengalami
berbagai keberhasilan (20% -80%) yang tergantung pada jenis kelainan yang ada.
Secara keseluruhan, prognosis untuk RPL cukup baik. Bahkan dengan diagnosa
RPL dan sebanyak 4 sampai 5 abortus sebelumnya, seorang pasien lebih mungkin
untuk melakukan kehamilan berikutnya untuk jangka waktu daripada memiliki
kerugian lain.17
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar
rahim yaitu usia kurang dari 20 minggu usia kehamilan dengan berat janin kurang
dari 500 gram. Terdapat beberapa jenis abortus jika ditinjau dari abortus spontan
antara lain: abortus immenens, abortus insipiens, abortus inkomplet, abortus
kompletus. Sedangkan abortus provokatus terdiri dari Therapeutic, Eugenic
abortion dan Elektive Abortion. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
abortus yaitu faktor ibu, faktor janin dan faktor ekternal dari lingkungan.
Beberapa etiologi abortus habitualis yaitu diantaranya abnormalitas uterus,
infeksi, genetik, trombofilia, endokrin, metabolik, imunologi, lingkungan, dan
faktor yang tidak diketahui.
Abortus habitualis akibat malformasi uterus, faktor genetik, infeksi, dan
sering melakukan kuret dapat menyebabkan nyeri yang kronis, infeksi radang
panggul dan dapat juga mejadi anemia. Yang sangat perlu diperhatikan lagi adalah
perempuan dengan aortus habitualis yang tidak ditemukan penyebabnya, karena
penyebab abortusnya tidak diketahui maka semakin tinggi faktor resiko maternal
morbidity untuk kehamilan selanjutnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
13. Qublan Hussein S. 2003. Habitual abortion: causes, diagnosis, and
treatment. Reviws in Gynaecological Practice 3:75-80.
14. ESHRE. 2017. Recurrent Pregnancy Loss. ESHRE Early Pregnancy
Guideline Development Group. Version 2
15. HIFERI dan POGI. 2018. Konsesus Keguguran Berulang. Himpunan
Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) dan
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
16. Hutapea, M. Faktor yang mempengaruhi kejadian abortus. Jurnal Ilmiah
Kohesi : April 2017. (1):1
17. Ford, H, B., Danny, J. Schust, M, D. Recurrent Pregnancy Loss: Etiology,
Diagnosis, and Therapy. MedReview: Review in Obstetrics & Gynecology:
2009;2(2):76-83
18. Green-top Guideline No. 60. Cervical Ceclage. Royal College of
Obstetricians and Gynaecologist. NHS Evidence. May 2011
19. Sheiner, E., The Long Term Impact of Medical Complication in Pregnancy:
A Window into Maternal and Fetal Future Health. CRC Press. 2017
20. Hendarto, H., Santoso, B., Harzif, A.,K. Konsensus Keguguran Berulang.
POGI dan HIFERI. Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. 2018
: ISBN: 978-979-16516-6-0
18