Anda di halaman 1dari 24

Referat Fetomaternal

Kehamilan dengan Penyakit Jantung

(Kehamilan dengan Kasus Protease)

Oleh :

dr. Susan Meuthia

PPDS Obstetri dan Ginekologi

Pembimbing :

Prof.Dr. dr. Hj.Yusrawati, SpOG, Subsp. KFM (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

2022
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI
DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

LEMBAR PENGESAHAN ILMIAH

Nama : dr. Susan Meuthia


Semester : V (Lima) / Sub-Bagian

Telah menyelesaikan Referat Fetomaternal dengan judul:

Kehamilan dengan Penyakit Jantung

(Kehamilan dengan Kasus Protease)

Padang, 14 Februari 2022

Mengetahui/Menyetujui Peserta PPDS

Pembimbing, Obstetri dan Ginekologi,

(Prof.Dr. dr.Hj. Yusrawati, SpOG, Subsp. KFM (K) (dr.Susan Meuthia)

Mengetahui

KPS PPDS OBGIN

FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

(Dr. dr. Bobby Indra Utama, SpOG, Subsp. UROGIN (K)


BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertrofi jantung, yang didefinisikan sebagai pembesaran ventrikel dan

kardiomiosit, dapat bersifat adaptif atau maladaptif, dan biasanya terjadi sebagai

respons terhadap stres hemodinamik akibat kelebihan volume atau tekanan.

Kelebihan tekanan yang berkelanjutan menyebabkan hipertrofi konsentrik, yang

ditandai dengan peningkatan ketebalan dinding tanpa disertai pembesaran ruang.

Namun, sebagai respons terhadap olahraga normal atau kehamilan, hipertrofi

fisiologis atau eksentrik berkembang,1 yang ditandai dengan peningkatan

kemampuan pemompaan jantung dan massa otot.

Hipertrofi yang diinduksi oleh kelebihan volume ditandai dengan

pembesaran proporsional dari ukuran ruang dan ketebalan dinding2 dan bersifat

reversibel tanpa efek yang menyimpang pada fungsi jantung. Dalam aspek ini,

hipertrofi yang diinduksi oleh kehamilan dan olahraga adalah serupa. Namun,

kehamilan juga disertai dengan perubahan akut pada lingkungan hormonal ibu,

dan tidak seperti olahraga, permintaan kekuatan yang ditempatkan pada jantung

terus menerus, bukan sporadis.2,3

Sistem ubiquitin-proteasome (UPS) adalah jalur utama untuk degradasi

protein di jantung untuk menghilangkan protein yang rusak dan misfolded.3

Regulasi fungsi proteasom dapat terjadi melalui asosiasi kompleks proteasomal

inti 20 S dengan kompleks regulasi yang berbeda seperti 19 S atau 11 S yang


mempengaruhi perakitan dan aktivitas proteasomal.3,4 Secara umum, ikatan

kovalen dari beberapa molekul ubiquitin ke protein target menentukan

degradasinya oleh proteasome 26 S. Setelah penempelan molekul ubiquitin ke

protein target, subunit pengatur 19 S mengenali tag poliubiquitin dan mentransfer

substrat protein ke pori bagian dalam inti katalitik 20 S di mana polipeptida

terdegradasi. Disfungsi proteasome di jantung menyebabkan akumulasi protein

abnormal, rusak dan misfolded.6


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena

kehamilan dapat memberatkan penyakit jantung yang dideritanya. Dan penyakit

jantung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

Penyakit jantung dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan

kematian yang tinggi pada kehamilan atau persalinan. Pasien dengan penyakit

jantung biasanya dibagi dalam 4 golongan. Klasifikasi fungsional yang diajukan

oleh New York Heart Association adalah:1,2,3,4

 Klas I : aktivitas tidak terganggu (tidak perlu membatasi kegiatan fisik).

 Klas II : aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat (bila

melakukan aktifitas fisik maka terasa lelah, jantung berdebar-debar, sesak

nafas atau terjadi angina pektoris).

 Klas III : aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit saja

merasa lelah, sesak nafas, jantung berdebar).

 Klas IV : waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan (memperlihatkan

gejala-gejala dekompensasio walaupun dalam istirahat).

Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau

kematian intrauterin karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan

pekerjaan jantung menjadi sangat berat sehingga klas I dan II dalam kehamilan

dapat masuk ke dalam klas III atau IV.

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam

kehamilan berkisar antara 1 –2%. Penyakit jantung rematik merupakan jenis

penyakit jantung terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya dengan kelainan katup

mitral (stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan penyakit

otot jantung.1

2.3 Etiologi

Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer

akibat kelainan kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan

sekunder akibat penyakit lain seperti hipertensi, anemia berat, dan lain-lain.1,3

2.4 Kehamilan dan Fisiologi Kardiovaskuler

Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan

termasuk system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar

dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa

kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan.1,2

a. Perubahan Hemodinamik

Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena

peningkatan volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama

dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai

aterm. Sebagian besar peningkatan volume darah ini menyebabkan meningkatnya

kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan sistem vaskuler kulit dan tidak

memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume

plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%)

mengakibatkan erjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin.

Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah


pertukaran gas pernafasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua

mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat kelahiran.

Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cadiac output saat istirahat

akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cadiac output yang terjadi mencapai

puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu. Pada pertengahan sampai akhir

kehamilan cadiac output dipengaruhi oleh posisi tubuh. Sebagai akibat

pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari ekstremitas bawah. Posisi

tubuh wanita hamil turut mempengaruhi cadiac output dimana bila dibandingkan

dalam posisi lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka cadiac output akan

menurun 0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun sampai 1,2 l/menit.

Umumnya perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi gejala, dan pada

beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi supinasi. Tetapi pada posisi supinasi

yang dipertahankan akan memberi gejala hipotensi yang disebut supine

hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan

memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah satu sisi, Perubahan

hemodinamik juga berhubungan dengan perubahan atau variasi dari cadiac output.

Cadiac output adalah hasil denyut jantung dikali stroke volume. Pada tahap awal

terjadi kenaikan stroke volume sampai kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah

kehamilan 20 minggu stroke volume mulai menurun secara perlahan karena

obstruksi vena cava yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi venous bed.

Denyut jantung akan meningkat secara perlahan mulai dari awal kehamilan

sampai akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa

kehamilan pada saat melahirkan.


Curah jantung (cadiac output) juga berhubungan langsung dengan tekanan

darah merata dan berhubungan terbalik dengan resistensi vascular sistemik. Pada

awal kehamilan terjadi penurunan tekanan darah dan kembali naik secara perlahan

mendekati tekanan darah tanpa kehamilan pada saat kehamilan aterm. Resistensi

vascular sistemik akan menurun secara drastic mencapai 2/3 nilai tanpa kehamilan

saat kehamilan sekitar 20 minggu. Dan secara perlahan mendekati nilai normal

pada akhir kehamilan. Cadiac output sama dengan oxygen consumption dibagi

perbedaan oksigen arteri-venous sistemik Oxygen consumption ibu hamil

meningkat 20 persen dalam 20 minggu pertama kehamilan dan terus meningkat

sekitar 30 persen diatas nilai tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Peningkatan

ini terjadi karena kebutuhan metabolisme janin dan kebutuhan ibu hamil yang

meningkat.

Cadiac output juga akan meningkat pada saat awal proses melahirkan.

Pada posisi supinasi meningkat sampai lebih dari 7 liter/menit. Setiap kontraksi

uterus cadiac output akan meningkat 34 persen akibat peningkatan denyut jantung

dan stroke volume, dan cadiac output dapat meningkat sebesar 9 liter/menit. Pada

saat melahirkan pemakaian anestesi epidural mengurangi cadiac output menjadi 8

liter/menit dan penggunaan anestesi umum juga mengurangi cadiac output.

Setelah melahirkan cadiac output akan meningkat secara drastis mencapai 10

liter/menit (7-8 liter / menit dengan seksio sesaria) dan mendekati nilai normal

saat sebelum hamil, setelah beberapa hari atau minggu setelah melahirkan.

Kenaikan cadiac output pada wanita hamil kembar dua atau tiga sedikit lebih

besar dibanding dengan wanita hamil tunggal. Adakalanya terjadi sedikit

peningkatan cadiac output sepanjang proses laktasi.


Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah merah

akan meningkat 20-30% dan jumlah leukosit bervariasi selama kehamilan dan

selalu berada dalam batas atas nilai normal. Kadar fibronogen, factor VII, X dan

XII meningkat, juga jumlah trombosit meningkat tetapi tidak melebihi nilai batas

atas nilai normal. Kehamilan juga menyebabkan perubahan ukuran jantung dan

perobahan posisi EKG. Ukuran jantung berubah karena dilatasi ruang jantung dan

hipertrofi. Pembesaran pada katup trikuspid akan menimbulkan regurgitasi ringan

dan menimbulkan bising bising sistolik normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim

keatas rongga abdomen akan mendorong posisi diafragma naik keatas dan

mengakibatkan posisi jantung berobah kekiri dan keanterior dan apeks jantung

bergeser keluar dan keatas. Perubahan ini menyebabkan perubahan EKG sehingga

didapati deviasi aksis kekiri, sagging ST segment dan sering didapati gelombang

T yang inversi atau mendatar pada lead III.

b. Distribusi Aliran Darah

Aliran darah pada wanita hamil tidak sepenuhnya diketahui. Distribusi

aliran darah dipengaruhi oleh resistensi vaskuler lokal. Renal blood flow

meningkat sekitar 30 persen pada trimester pertama dan menetap atau sedikit

menurun sampai melahirkan. Aliran darah ke kulit meningkat 40 - 50 persen yang

berfungsi untuk menghilangkan panas. Mammary blood flow pada wanita tanpa

kehamilan kurang dari 1 persen dari cadiac output. Dan dapat mencapai 2 persen

pada saat kehamilan aterm. Pada wanita yang tidak hamil aliran darah ke rahim

sekitar 100 ml/menit (2 persen dari cadiac output) dan akan meningkat dua kali

lipat pada kehamilan 28 minggu dan meningkat mencapai 1200 ml/menit pada
saat kehamilan aterm, mendekati jumlah nilai darah yang mengalir ke ginjalnya

sendiri. Nilai semasa kehamilan pembuluh darah rahim berdilatasi maksimal,

aliran darah meningkat akibat meningkatnya tekanan darah maternal dan aliran

darah. Pada dasarnya wanita hamil selalu menjaga aliran darah ke rahimnya,

apabila redistribusi aliran darah total diperlukan oleh ibu atau jika terjadi

penurunan tekanan darah maternal dan cadiac output, maka aliran darah ke uterus

menurun dan tetap dipertahankan.1,2

Vasokonstriksi yang disebabkan katekolamin endogen, obat vasokonstriksi,

ventilasi mekanik, dan beberapa obat anestetik yang berhubungan dengan pre

eklampsi dan eklampsi akan menurunkan aliran darah ke rahim. Pada wanita

normal aliran darah rahim mempunyai potensi dapat dibatasi. Dan pada wanita

berpenyakit jantung, pengalihan aliran darah dari rahim menjadi masalah karena

aliran darah sudah tidak teratur. Mekanisme perubahan hemodinamik juga tidak

sepenuhnya dimengerti, yang diakibatkan oleh perobahan volume cairan tubuh.

Total body water semasa kehamilan meningkat 6 sampai 8 lifer yang sebagian

besar berada pada ekstraseluler. Segera setelah 6 minggu kehamilan volume

plasma meningkat dan pada trimester kedua mencapai nilai maksimal 1/2 dari

normal. Masa sel darah merah juga meningkat tetapi tidak untuk tingkatan yang

sama; hematokrit menurun semasa kehamilan meskipun jarang mencapai nilai

kurang dari 30 persen,

Perubahan vaskuler berhubungan penting dengan perobahan hemodinamik

pada saat kehamilan. Arterial compliance meningkat dan terjadi peningkatan

kapasitas venous vascular. Perubahan ini sangat penting dalam memelihara

hemodinamik dari kehamilan normal. Perubahan arterial yang berhubungan


dengan peningkatan fragilitas bila kecelakaan vaskuler terjadi yang sering terjadi

pada kehamilan dapat merugikan hemodinamik. Peningkatan level hormon steroid

saat kehamilan inilah yang menjadi alasan utama terjadinya perubahan pada

vaskuler dan miokard.1,2

c. Perubahan hemodinamik dengan exercise

Kehamilan akan merubah respons hemodinamik terhadap exercise. Pada

wanita hamil derajat exercise yang diberikan pada posisi duduk menyebabkan

peningkatan cadiac output yang lebih besar dibanding dengan wanita tanpa

kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Dan maksimum cadiac output

dicapai pada tingkatan exercise yang lebih rendah. Peningkatan cadiac output

relatif lebih besar dari peningkatan konsumsi oksigen, sehingga terdapat

perbedaan oksigen arterio-venous yang lebih lebar dari yang dihasilkan pada

wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Keadaan ini

menunjukkan pelepasan oksigen ke perifer sedikit kurang efisien selama

kehamilan.2

Pada wanita tanpa kehamilan, latihan akan meningkatkan stroke volume

yang lebih besar dan sedikit peningkatan denyut jantung dari pada yang didapati

pada individu yang tidak terlatih. Pada saat kehamilan efek latihan ini tidak

terlihat dan kemungkinan karena peningkatan stroke volume dibatasi akibat

kompresi vena kava inferior atau meningkatnya distensibility vena.1

2.5 Aktivitas Proteasome dan Hipertrofi Jantung

Jantung adalah satu-satunya organ dalam tubuh yang terus-menerus

menanggung beban kerja yang berat dan tingkat metabolisme yang tinggi. Dengan

demikian, sangat penting bahwa sel-sel jantung mempertahankan sistem yang


sangat efisien dan dikontrol dengan ketat untuk menghilangkan protein yang salah

lipatan atau rusak.1,4 Selama hipertrofi jantung, peningkatan sintesis protein dalam

kardiomiosit berpotensi menghasilkan peningkatan protein yang misfolded atau

menyimpang.5

Peningkatan degradasi proteasomal 26S dapat mengakibatkan

pembersihan protein yang terlipat secara menyimpang ini. Atau, peningkatan

degradasi protein oleh proteasome dapat menyebabkan atrofi jaringan. Meskipun

penurunan aktivitas proteasome telah ditunjukkan selama perkembangan disfungsi

jantung, banyak penelitian melaporkan peningkatan aktivitas proteasome pada

hipertrofi jantung terkompensasi yang disebabkan oleh penyempitan transaortik

(TAC) baik pada model tikus dan anjing, sedangkan proteasome inhibitor

epoxomicin mencegah perkembangan hipertrofi yang sudah ada sebelumnya dan

pengurangan lebih lanjut dalam fraksi ejeksi.6,7

Baik aktivitas seperti tripsin (b2) dan aktivitas seperti kimotripsin (b5)

meningkat secara signifikan di subendokarium, yang mengalami tingkat stres

dinding tertinggi pada model anjing hipertrofi ventrikel kiri. Faktanya,

peningkatan aktivitas proteasome telah disarankan diperlukan untuk

pengembangan hipertrofi jantung terkompensasi. Meskipun selama kehamilan

jantung juga mengalami hipertrofi terkompensasi, aktivitas proteasom dalam

model hipertrofi yang unik ini tidak meningkat. Faktanya, aktivitas subunit b1 dan

b2 dari proteasome 26S menurun di jantung LP. Penurunan aktivitas proteasome

26S tidak dicerminkan oleh perubahan apa pun pada subunit b5i yang dapat

diinduksi atau pada subunit PA28a dari regulator 11S/PA28.7


Sebaliknya, pada hipertrofi jantung yang diinduksi isoproterenol, Drews et

al. menunjukkan peningkatan aktivitas proteasom 26S, dengan penurunan

signifikan secara bersamaan dalam aktivitas 20S seperti caspase dan seperti tripsin

yang mungkin disebabkan oleh pergantian subpopulasi proteasom, perubahan

ekspresi dan penggabungan subunit b yang dapat diinduksi.8

2.6 Ekspresi Subunit Proteasome dan Hipertrofi Jantung

Beberapa kontroversi mengenai ekspresi subunit proteasome pada mRNA

dan tingkat protein ada. Sebagian besar laporan menunjukkan peningkatan

ekspresi proteasome 26S dalam model kardiomiopati dan hipertrofi yang berbeda.

Otsuka dkk. melaporkan peningkatan ekspresi proteasome 26S pada pasien yang

menderita kardiomiopati dilatasi, mungkin karena mekanisme kompensasi sebagai

respons terhadap gangguan aktivitas proteasome.8

Peningkatan ekspresi subunit perwakilan 19S (RPN2 dan RPT11) dan 20S

(a6) juga telah dilaporkan dalam subendokarium model anjing hipertrofi ventrikel

kiri. Namun, tingkat transkrip subunit 20S yang representatif telah terbukti

menurun pada gagal jantung, menunjukkan kemungkinan modifikasi

pascatranslasi. Di sini tidak ada perbedaan yang signifikan dalam transkrip atau

kadar protein a7 (subunit 20S), RPN2 dan RPT4 (subunit 19S) subunit pengatur

PA28a dan subunit b5i yang dapat diinduksi (hanya kadar protein) dengan

kehamilan, lebih lanjut menunjukkan bahwa hipertrofi yang diinduksi kehamilan

memiliki tanda molekuler tidak seperti semua model hipertrofi lainnya yang telah

dipelajari sebelumnya.8
2.7 Kehamilan Berhubungan dengan Penurunan Tingkat Protein

Ubiquitinated

Protein yang ditargetkan untuk degradasi oleh proteasom pertama-tama

harus secara kovalen ditandai dengan molekul ubiquitin oleh kompleks ligase E2-

E3. Molekul ubiquitin ini kemudian dikenali oleh partikel pengatur 19S dari

kompleks proteasome 26S dalam ikatan yang bergantung pada ATP. Oleh karena

itu, ubiquitinasi protein adalah salah satu mekanisme kunci untuk menargetkan

peptida yang akan didegradasi oleh jalur proteolitik proteasome, dan level

ubiquitination juga penting untuk aktivitas proteasome.8

Di sini, penulis menemukan bahwa kehamilan dikaitkan dengan

penurunan kadar protein di mana-mana. Dua metode independen (Western Blot

dan ELISA) digunakan untuk menunjukkan bahwa tingkat ubiquitinasi di jantung

menurun pada akhir kehamilan dibandingkan dengan tikus yang tidak hamil.

Namun, tidak seperti kehamilan, percobaan imunositokimia sebelumnya

mengungkapkan peningkatan nyata tingkat ekspresi ubiquitin pada pasien dengan

kardiomiopati dekompensasi.8,9

Peningkatan level ubiqutination juga telah dilaporkan dalam model

eksperimental hipertrofi ventrikel kiri yang diinduksi oleh tekanan berlebih pada

jantung murine dan anjing. Aktivitas proteasome yang lebih rendah dapat

menghemat energi karena lebih sedikit ATP yang dibutuhkan untuk protein yang

dibuka oleh kompleks 19S dan ini mungkin bermanfaat bagi jantung. Perubahan

ubiquitinasi protein dapat terjadi dari perubahan aktivitas proteasome, perubahan


aktivitas de-ubiquitination atau perubahan sistem aktivitas ubiquitin-conjugating

(enzim E1, E2 dan E3).8

Aktivitas proteasom yang lebih rendah tidak mungkin menyebabkan

tingkat poliubiquitinasi yang lebih rendah karena proteasom dengan mudah

mendegradasi protein poliubiquitinasi. Investigasi aktivitas deubiquitination

menunjukkan bahwa total aktivitas de-ubiquitination tidak dipengaruhi secara

signifikan oleh kehamilan. Hasil ini menunjukkan bahwa sistem aktivitas

konjugasi ubiquitin dapat diturunkan oleh kehamilan. Ada kemungkinan bahwa

proteasom memiliki substrat yang berpotensi lebih sedikit (protein

poliubiquitinated lebih sedikit) untuk mendegradasi modifikasi pasca-translasi

(yang diketahui mempengaruhi aktivitas proteasom, yang mungkin bertanggung

jawab atas pengurangan aktivitas proteasom karena gen proteasomal dan ekspresi

protein tampaknya tidak berubah.9

2.8 Produksi Spesies Oksigen Reaktif dan Proteasome 26S

Sistem proteasomal sebelumnya telah terbukti menjadi sistem proteolitik

utama yang terlibat dalam penghilangan protein teroksidasi, dengan proteasom

26S menjadi yang paling sensitif terhadap stres oksidatif. Meskipun proteasom

26S umumnya berfungsi sebagai bagian dari jalur ubiquitin-proteasome, ia juga

memiliki kapasitas untuk mendegradasi protein tertentu yang tidak dilipat atau

rusak, termasuk protein "tua", protein terdenaturasi, atau protein yang telah rusak

secara oksidatif, tanpa penandaan ubiquitin awal. Kami mengamati bahwa spesies

oksigen reaktif (ROS) yang dihasilkan pada kehamilan menurun dan tetap rendah

satu minggu setelah melahirkan. ROS sebelumnya telah terbukti meningkatkan

aktivitas konjugasi di mana-mana dan ekspresi gen untuk enzim E3 (MuRF1 dan
MaFbx) di otot rangka myotubes. Tingkat ROS yang lebih rendah dapat

menjelaskan penurunan tingkat poliubiquitinasi di hati LP.9

2.9 Hormon dan Aktivitas Proteasome

Hal ini juga memungkinkan bahwa estrogen dapat mempengaruhi

proteasome, karena stres oksidatif yang diinduksi interferon telah terbukti

berhubungan dengan penurunan jumlah proteasome dan peningkatan

polyubiquitination. Hormon, baik secara langsung atau melalui kontrol status

metabolik, dapat mempengaruhi kontrol degradasi protein yang dimediasi di

mana-mana, karena glukokortikoid sebelumnya telah terbukti menyebabkan

pemecahan protein katabolik.3,9

Pada otot rangka, degradasi protein sel merupakan hal yang sangat penting

secara fisiologis, dan ukuran sel otot diatur secara ketat oleh kecepatan

keseluruhan proteolisis, suatu proses yang secara tepat diatur oleh hormon dan

sitokin. Terakhir, Genistein, isoflavon kedelai dengan afinitas untuk reseptor beta

estrogen, telah terbukti menghambat aktivitas proteasome 20S dalam sel kanker

prostat manusia.9

Tingkat estrogen meningkat drastis pada akhir kehamilan, tetapi tidak jelas

apakah pengobatan estrogen dapat mengatur aktivitas proteasome di jantung. Di

sini kami melaporkan untuk pertama kalinya bahwa estrogen tidak memiliki efek

pada tiga aktivitas proteolitik dari proteasome jantung 26S murine. Dengan

demikian, perubahan aktivitas proteasome yang terjadi pada kehamilan tidak

dapat dikaitkan dengan lonjakan estrogen. Secara keseluruhan, hasil kami

menunjukkan bahwa ubiquitination, jalur proteolitik proteasome dan produksi


spesies oksigen reaktif dipengaruhi oleh kehamilan. Akhir kehamilan dikaitkan

dengan penurunan tingkat poliubiquitinasi, yang dapat dijelaskan setidaknya

sebagian oleh penurunan produksi ROS.

2.10 Evaluasi Pasien dengan Penyakit Jantung

a. Anamnesa

Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosis sebelum

kehamilannya, harus dicari data-data mengenai: usia saat pertama kali diagnosis

ditegakkan, gejala-gejala sebelumnya dan komplikasi yang ada, prosedur

diagnostik sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise test (treadmill)

atau ekokardiografi, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat operasi, derajat

kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet, pembatasan-pembatasan

aktifitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan

rumah sakit, prosedur diagnostik dan pengobatan sebelumnya.

Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan

mengenai riwayat demam rematik atau penyakit-penyakit lainnya yang

berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam scarlet, sistemik lupus

eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat

perawatan di Rumah sakit dan riwayat operasi besar sebelumnya.

Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung

seperti sianosis pada waktu lahir atau waktu aktivitas, “squatting” pada masa

kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan irama jantung, dispnu

pada saat istirahat atau aktifitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada,

riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.2,5

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai berat badan dan tinggi

badan, kelainan pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan

kongenital dan perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat, angioma,

xantelasma, dan xanthoma. Tekanan darah harus diukur secara hati-hati dengan

cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut

nadi radial harus dinilai dengan cermat, pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai

denyut yang kolaps (Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cadiac output

yang rendah, pulsus alternans atau pulsus paradoksus.

Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda

kelainan kongenital, pengukuran JVP dan penilaian denyut karotid dan kelenjar

thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya kelainan bentuk

dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis,

thrill. Pada auskultasi perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung,

opening snap, gallop dsb. Selanjutnya juga perlu dilakukan pemeriksaan pada

paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistim-sistim organ tubuh lainnya. 5

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah.

2. EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.

3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.

4. Ekokardiografi.

5. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO,

kultur darah.6

d. Diagnosis
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-

gejala berikut :

1. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;

2. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;

3. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;

4. Aritmia yang berat.

Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau

sudah terjadi dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau

ascites.3,6

2.11 Penatalaksanaan

Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan

berat badan yang berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran

pernafasan atas dan preeklampsia sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat

memberatkan pekerjaan jantung.

Saat-saat berbahaya adalah pada kehamilan 28 – 32 minggu karena

merupakan puncak hemodilusi, partus kala II karena venous return yang

meningkat saat mengedan, dan masa postpartum sebagai akibat kembalinya cairan

tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban jantung bertambah berat.

Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim

yang kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetri ginekologi,

kardiologi, ilmu penyakit dalam, dan anestesi.3,6

a) Kelas I dan II

Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan

melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal jantung


pada kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor pencetus utama terjadinya gagal

jantung adalah endokarditis, oleh karena itu semua wanita hamil dengan penyakit

jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran

napas atas .

Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang

perlu diperhatikan, yaitu :

1. Cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, ½ jam setiap kali setelah makan )

dan hanya pekerjaan ringan yang diizinkan.

2. Harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat

menularkan infeksi saluran nafas atas, merokok, penggunaan obat-obat yang

memberatkan pekerjaan jantung.

3. Tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya batuk,

ronki basal, dispnoe dan hemoptoe.

4. Sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk

istirahat.

Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio

sesarea. Penggunaan teknik analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan

sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia epidural. Apabila akan

dilakukan seksio sesarea, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural

namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum

dengan tiopental, suksinil kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan hasil yang

memuaskan.3

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan pervaginam

adalah :
1. Ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada ditinggikan) dan

miring ke kiri.

2. Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu

tetap tenang dan merasa aman.

3. Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar

pengawasan khusus untuk mencatat nadi dan pernapasan secara berkala

(tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his, dalam kala I setiap 10-15

menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut

nadi lebih dari 115 x/mt atau peningkatan respirasi lebih dari 28 x/mt dan

disertai dispnu merupakan tanda-tanda dini kegagalan ventrikel, dan pasien

perlu diberikan morfin, digitalis, oksigen dan diuretik).

4. Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/ltr) dengan

tetesan rendah dan pengawasan keseimbangan cairan.

5. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100

mg supositoria, pethidin 50 mg IM, atau morphin 10-15 mg IM.

6. Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi

vakum dan sedapat mungkin ibu dilarang mengedan.

7. Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat

ergometrin merupakan kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang

dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi pengembalian darah ke dalam

sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter.

8. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk

mengetahui kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena

saat tersebut merupakan saat yang paling kritis selama hamil, pemasangan
gurita dengan kantong pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk mencegah

perubahan mendadak sirkulasi (kolaps postpartum).6

b) Kelas III dan IV

Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua

kemungkinan penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan

kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, dan ibu dalam posisi

setengah duduk. Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus

dirawat di Rumah Sakit selama kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah

pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau dapat dipertimbangkan

untuk dilakukan abortus terapeutikus. Persalinan hendaknya pervaginam dan

dianjurkan untuk sterilisasi. Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga,

pimpinan yang terbaik ialah mengusahakan persalinan pervaginam.


DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar TB. Wanita Kehamilan dan Penyakit Jantung. Bagian Kardiologi dan
Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2005.
2. Boestan IN. Penyakit Jantung & Kehamilan. Airlangga University Press;
2007.
3. Laksmi PW, Alwi I, Setiati S, Manajoer AM, Ranita R. Penyakit-Penyakit
Pada Kehamilan Peran Seorang Internis. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
4. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo Jakarta; 2008.Mone SM, Sanders SP, Colan SD (1996) Control
mechanisms for physiological hypertrophy of pregnancy. Circulation 94:
667–72.
5. Dorn GW, Robbins J, Sugden PH (2003) Phenotyping hypertrophy: eschew
obfuscation. Circ Res 92: 1171–5.
6. Daniels SR, Meyer RA, Liang YC, Bove KE (1988) Echocardiographically
determined left ventricular mass index in normal children, adolescents and
young adults. J Am Coll Cardiol 12: 703–8.
7. Pluim BM, Zwinderman AH, van der LA, van der Wall EE (2000) The
athlete’s heart. A meta-analysis of cardiac structure and function. Circulation
101: 336– 44.
8. Schannwell CM, Zimmermann T, Schneppenheim M, Plehn G, Marx R, et al.
(2002) Left ventricular hypertrophy and diastolic dysfunction in healthy
pregnant women. Cardiology 97: 73–8.
9. Predmore JM, Wang P, Davis F, Bartolone S, Westfall MV, et al. (2010)
Ubiquitin proteasome dysfunction in human hypertrophic and dilated
cardiomyopathies. Circulation 121: 997–1004.
10. Glickman MH, Ciechanover A (2002) The ubiquitin-proteasome proteolytic
pathway: destruction for the sake of construction. Physiol Rev 82: 373–428.
11. Glickman MH, Raveh D (2005) Proteasome plasticity. FEBS Lett 579: 3214–
23.
12. Gomes AV, Zong C, Ping P (2006) Protein degradation by the 26S
proteasome system in the normal and stressed myocardium. Antioxid Redox
Signal 8: 1677– 91.
13. Hochstrasser M (1996) Ubiquitin-dependent protein degradation. Annu Rev
Genet 30: 405–39

Anda mungkin juga menyukai