Disusun oleh:
Aga Aslam
PPDS Tahap 2A
Pembimbing
dr. Tgk Puspa Dewi, Sp.OG (K)-Obginsos
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Shalawat beserta salam kita
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke
zaman islamiyah, juga kepada sahabat dan keluarga beliau.
Ucapan terima kasih tidak lupa saya ucapkan kepada pembimbing saya yaitu dr. Tgk
Puspa Dewi, Sp.OG(K)-Obginsos dan para dokter di bagian/ SMF Ilmu Obstetri dan
Ginekologi yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya referat
ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini. Keterbatasan dalam
penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan masukan terhadap karya tulis ilmiah ini demi perbaikan di
masa yang akan datang.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Peripartum cardiomyopathy didefinisikan oleh American College of Obstetrician and
Gynecologist (ACOG) dan National Institude of Health (NIH) sebagai disfungsi pada
ventrikel kiri yang berkaitan dengan kegagalan fungsi jantung yang terjadi pada bulan
terakhir kehamilan dan berlangsung hingga lima bulan setelah persalinan tanpa disebabkan
faktor yang dapat diidentifikasi sebelumnya.1–3
2.2 Epidemiologi
Peripartum cardiomyopathy merupakan salah satu penyebab meningkatnya morbiditas
dan mortalitas yang berkaitan dengan kehamilan. Insiden dan prevalensinya sangat bervariasi
tergantung pada ras dan wilayah geografis. Angka insidensi di Amerika Serikat 1 per 2230
kelahiran dan berkisar 1 per 1000 kelahiran di seluruh dunia.1,3 Namun pada publikasi lain di
Amerika Serikat melaporkan insidensi 1 per 4000 kelahiran hidup dan tertinggi di Nigeria
yang mencapai 1 kasus per 100 kelahiran hidup.2,4 Sedangkan di Haiti ditemukan insidensi 1
kasus per 299 kelahiran hidup, Jepang memiliki insidensi 1 per 6000 kelahiran hidup, Afrika
Selatan dengan 1 per 1000 kelahiran hidup.5
4
yang disebabkan oleh gagal jantung akibat kardiomiopati peripartum. Demikian pula,
membedakan antara gagal jantung hipertensif dari hipertrofi konsentris ventrikel yang
mendasari dan superimposed preeklamsia sangat penting. Demikian pula, diketahui bahwa
wanita dengan kehamilan multifetal lebih rentan terhadap perkembangan kardiomiopati
peripartum.1–3,6
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Fisiologi jantung selama kehamilan
Pada kehamilan normal terjadi retensi cairan yang menyebabkan peningkatan volume
plasma. Hal tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan aliran darah ke uterus dan perfusi
pada fetus. Perubahan ini terlihat nyata sejak usia kehamilan 8 minggu. Cardiac output
meningkat yang mencerminkan penurunan resistensi vaskular perifer dan peningkatan denyut
jantung. Denyut jantung saat istirahat meningkat sekitar 10 denyut per detik dibandingkan
sebelum hamil. Kinerja ventrikel selama kehamilan dipengaruhi oleh penurunan resistensi
vaskular perifer dan perubahan denyut aliran darah, selain itu faktor lain juga dapat
mempengaruhi.1,7
Pada jantung secara struktural, peningkatan volume plasma yang terlihat selama
kehamilan normal dicerminkan oleh peningkatan volume end-systolic dan end-diastolic.
Namun, secara bersamaan, ketebalan septum atau fraksi ejeksi tidak berubah. Hal ini
dikarenakan perubahan dimensi disertai dengan remodeling ventrikel substantif, yang
ditandai dengan ekspansi massa ventrikel kiri 30 hingga 35 persen dalam waktu dekat. Dalam
keadaan tidak hamil, jantung mampu melakukan remodeling sebagai respons terhadap
rangsangan seperti hipertensi dan olahraga.1,7
Tabel 2.1 Perubahan hemodinamik pada wanita hamil sehat pada aterm dibandingkan dengan
12 minggu postpartum1
5
2.4.2 Patogenesis
Salah satu teori tertua adalah bahwa kardiomiopati peripartum hanyalah kegagalan dari
"tes stres" hemodinamik akibat kehamilan. Menurut alasan ini, efek mendalam dari
kehamilan pada fisiologi kardiovaskular yang pada akhirnya menyebabkan kardiomiopati
peripartum. Teori ini khususnya tidak cocok akibat sebagian besar perubahan yang
membebani fungsi jantung pada kardiomiopati peripartum ini terjadi pada pertengahan
kehamilan. Jadi, jika kardiomiopati peripartum merupakan tes stres yang gagal, hal itu
diharapkan terjadi lebih awal dan lebih sering daripada yang terjadi.1,4
Sejumlah penelitian sebelumnya memberikan data bahwa miokarditis virus mungkin
menjadi penyebab kardiomiopati peripartum. Pengamatan ini berasal dari temuan bahwa
biopsi endomiokardial sisi kanan menunjukkan bukti peradangan. Meskipun studi
polymerase chain reaction dari spesimen biopsi dari 30% wanita dengan kardiomiopati
peripartum mengungkapkan adanya genom virus, angka ini tidak berbeda dengan wanita
hamil tanpa kardiomiopati peripartum.1
Salah satu hubungan paling meyakinkan yang mengarah ke kardiomiopati peripartum
bahwa penyakit tersebut cenderung dipengaruhi secara genetik. Hal ini dibuktikan secara
epidemiologis oleh variasi ras dan geografis serta pengelompokan familial. Untuk menopang
temuan ini, mutasi pada gen TTNC1 dan TTN yang mengkode mioprotein jantung troponin C
dan titin telah diidentifikasi pada wanita dengan kardiomiopati peripartum. Pengamatan
penting lainnya menunjukkan bahwa tikus yang tidak memiliki gen STAT3 kardioprotektif
mengembangkan kardiomiopati peripartum. Tikus-tikus ini telah meningkatkan produksi
enzim cathepsin D (CathD) peptidase yang menghambat prolaktin hormon kehamilan yang
banyak disekresikan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, aksi enzimatik ini
menghasilkan pembentukan vasoinhibin (peptida prolaktin 16-kDa) yang memiliki sifat
vaskulotoksik dan proinflamasi.1,2,6,8
6
Gambar 2.1 Patogenesis peripartum cardiomyopathy1
7
Ada hubungan yang terkenal antara peningkatan kadar sFlt-1 dengan preeklamsia dan
prevalensi preeklamsia berkali-kali meningkat pada wanita dengan kardiomiopati peripartum
dibandingkan dengan mereka yang tidak. Hubungan ini juga dapat menjelaskan perbedaan
prevalensi kehamilan multifetal pada wanita dengan kardiomiopati peripartum,
hiperplasentosis dan predisposisi preeklamsia. Menarik dan tidak dapat dijelaskan, kadar
serum sFlt-1 adalah 10-15 kali lebih tinggi pada 4-6 minggu postpartum pada wanita yang
memiliki kardiomiopati peripartum dibandingkan dengan mereka yang tidak.1,3,8
2.6 Diagnosis
Meskipun tidak ada biomarker yang diagnostic terhadap kardiomiopati peripartum,
pengukuran natriuretic peptide dapat membantu diagnosis. Kadar B-type natriuretic peptide
(BNP) dan kadar aminoterminal pro-BNP (NT pro-BNP) tidak jauh berbeda antara wanita
hamil dan tidak hamil. Biomarker tersebut akan meningkat pada kardiomiopati peripartum
namun tidak ada batasan yang spesifik dalam diagnosis. Ringkasan rekomendasi evaluasi
lengkap ditunjukkan pada Gambar 2.2 dibawah.1,4
8
Gambar 2.2 Evaluasi pada wanita yang dicurigai kardiomiopati peripartum1
Penilaian fungsi hati, ginjal, dan tiroid juga dianjurkan. Proteinuria juga harus diukur.
Elektrokardiogram 12 sadapan biasanya hanya menunjukkan sinus takikardia dengan
perubahan nonspesifik. Radiografi dada mengungkapkan kardiomegali, biasanya dengan
kongesti paru dan efusi pleura seperti gambar dibawah.1,2,4
9
Gambar 2.3 Rongent dada pada kardiomiopati peripartum dengan pembesaran jantung dan
edema paru1
Pemeriksaan ekokardiografi tetap menjadi standar emas untuk konfirmasi diagnosis dan
harus dilakukan sesegera mungkin. Pemeriksaan tersebut biasanya menunjukkan bukti
dilatasi atrium dan ventrikel dan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri. Dari hasil
pemeriksaan ekokardiografi, ejection fraction dibawah 45% paling dapat diandalkan dan
digunakan secara luas. Fractional shorthening kurang dari 30% dan/atau pengurangan
panjang diameter akhir diastolik ventrikel lebih dari 2,7 cm/m 2 yang terjadi pada akhir
sistolik. Namun perlu diketahui bahwa volume akhir diastolik ventrikel kiri mungkin normal
pada kardiomiopati peripartum.1,4,6,9
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Manajemen medis
Standar manajemen medis kardiomiopati peripartum sama dengan gagal jantung
sistolik. Jika gejala dapat dikelola dengan terapi medis pemantauan ketat adalah pilihan yang
dianjurkan, dengan kelanjutan kehamilan diprioritaskan untuk pematangan janin. Fokus
manajemen medis adalah mengendalikan gejala, menekan respon hormonal dan mencegah
squele jangka panjang. Penatalaksanaan gejala biasanya dapat dicapai dengan
mengoptimalkan status cairan dan meningkatkan fungsi paru. Diuresis agresif dilakukan
bersama dengan pemantauan elektrolit. Diuretik loop seperti furosemide bekerja dengan
mengurangi volume intravaskular dan dengan demikian preload juga akan berkurang. Terapi
10
oksigen dapat berguna untuk pasien hipoksemia, meskipun kegunaannya tidak pasti
bermanfaat pada pasien lain dengan penyakit jantung.3,9
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin II receptor blocker
(ARBs) dikontraindikasikan selama kehamilan karena efek teratogenik yang terkenal jika
diberikan selama kehamilan. Beta-blocker dapat digunakan dengan hati-hati selama
kehamilan (agen selektif beta-1 lebih direkomendasikan) dan dikontraindikasikan selama
menyusui karena ini diekskresikan dalam ASI. Carvedilol adalah kombinasi beta-blocker
dengan efek alpha-blockade tambahan yang memungkinkan penurunan afterload dan efektif
dalam pengobatan kardiomiopati peripartum.2,4
Hydralazine, suatu vasodilator yang aman selama kehamilan. Nitrogliserin dapat
digunakan untuk mengelola afterload dalam pengaturan akut. Nitroprusside
dikontraindikasikan selama kehamilan karena efek toksisitas. Pada pasien yang sangat sakit
dengan ketidakstabilan hemodinamik, penggunaan inotropik mungkin diperlukan.
Penggunaan inotrop seperti dobutamin, dopamin, dan milrinone dibatasi untuk situasi kritis
ini dengan pemantauan ketat dan dengan penghentian obat yang cepat jika memungkinkan.
Digoxin adalah obat lain yang dapat digunakan untuk pengobatan. Obat tersebut aman selama
kehamilan dan dapat digunakan ketika efek ionotropik dan kronotropik diperlukan, terutama
dalam pengaturan fibrilasi atrium yang tidak terkontrol.2,3
Terapi antikoagulasi pada pasien dengan kardiomiopati peripartum masih kontroversial.
Sebagai rekomendasi umum, pasien dengan kardiomiopati peripartum tanpa trombus atau
fibrilasi atrium tidak boleh diberikan antikoagulan. Pasien dengan kardiomiopati peripartum
dan fibrilasi atrium dan/atau trombus harus diberi antikoagulan sesuai dengan pedoman
antikoagulan dan trimester kehamilan.2,3
ACOG merekomendasikan pemberian prolactin inhibitor karena peran sentral oleh
prolaktin dalam patogenesis kardiomiopati peripartum. Untuk alasan ini, bromokriptin dapat
diberikan kepada wanita dengan kardiomiopati peripartum dalam upaya untuk mengurangi
kerusakan ventrikel.3,9
Skema BOARD mulai diperkenalkan untuk pengobatan kardiomiopati peripartum akut.
Konsep ini merangkum pengobatan yang direkomendasikan saat ini pada wanita setelah
melahirkan. Semua pasien harus diobati dengan Bromokriptin. Obat gagal jantung oral
direkomendasikan dalam dosis standar atau dosis yang dapat ditoleransi secara maksimal.
Pengobatan bromokriptin harus selalu disertai dengan setidaknya antikoagulan profilaksis
untuk mencegah kejadian trombotik/tromboemboli. Agen antihipertensif harus diberikan jika
11
tekanan darah sistolik diatas 110 mmHg untuk mengurangi afterload. Diuretik
direkomendasikan dalam kasus kelebihan cairan.8
12
Gambar 2.5 klasifikasi modified world health organization10
Selain itu Cardiac Disease in Pregnancy II (CARPREG II) menstratifikasi risiko luaran
pada wanita hamil dengan penyakit jantung. CARPREG II adalah analisis multisenter
prospektif dari hampir 2000 kehamilan pada wanita, perbaruan sistem klasifikasi ini
menambahkan empat prediktor spesifik (adanya katup jantung prostetik mekanis, aortopati
risiko tinggi, hipertensi pulmonal, atau penyakit arteri koroner) dan prediktor persalinan (usia
kehamilan pada saat penilaian awal kehamilan). Skor yang lebih tinggi dengan salah satu
pendekatan dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas dalam kehamilan. Kedua
sistem klasifikasi tersebut memberikan informasi yang berguna untuk konseling perempuan
tentang risiko melanjutkan kehamilan.10,12
Gambar 2.5 dibawah merupakan komponen CARPREG II dengan skor. Prediksi
kejadian penyakit jantung primer berdasarkan yaitu akumulasi 0-1 poin sebesar 5%,
13
akumulasi 2 poin risiko sebesar 10%, 3 poin sebesar 15% dan lebih dari 4 poin memiliki
risiko 41%.12
14
Gambar 2.7 Algoritma penatalaksanaan kardiomiopati paripartum13
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
3241.
18