POSTPARTUM CARDIOMYOPATHY
Disusun oleh:
POTPARTUM CARDIOMYOPATHY
Disusun oleh:
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Frits R.W. Suling Sp.JP (K), FIHA, FAsCC
selaku pembimbing
Jakarta,
Mengetahui
PENDAHULUAN
tuntutan kehamilan dan menyusui. Pada beberapa wanita (hingga 0,04% di Amerika Serikat)
gagal jantung, yang ditandai dengan disfungsi ventrikel kiri berat, terjadi antara bulan
terakhir kehamilan dan masa nifas awal dalam penyakit yang dikenal sebagai kardiomiopati
postpartum (PPCM).
etiologi yang masih kurang dipahami. Sekitar 80% dari pasien simptomatik sembuh,
meskipun kurang dari 30% mencapai pemulihan lengkap dengan normalisasi fungsi dan
Elemen sentral dalam diagnosis PPCM adalah onset cepat dari disfungsi sistolik (fraksi
ejeksi ventrikel kiri kurang dari 45%) dengan pembesaran ventrikel kiri. Fenotip
kardiomiopati dilatasi berkembang dekat dengan waktu kelahiran anak (bulan terakhir dari
kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan). Gejala pertama yang sering yaitu dispnea,
batuk, edema tungkai dan kelelahan umum, kadang-kadang disertai dengan tromboemboli
arteri perifer. Fungsi pompa ventrikel kiri yang terbatas mungkin berhubungan dengan
regurgitasi mitral berat akibat dilatasi ventrikel kiri. Adaptasi fisiologis terhadap kehamilan
dan kelahiran juga terkait dengan kecenderungan protombotik. Ada beberapa perubahan
fisiologis yang terjadi pada kehamilan yang secara sinergis menciptakan keadaan
hiperkoagulasi dan dengan demikian kecenderungan untuk menggumpal, yang berarti bahwa
risiko pembentukan trombus ventrikel kiri dan emboli arteri perifer meningkat pada pasien
PPCM dengan fraksi ejeksi kurang dari 35%. Risiko aritmia jantung dan kematian jantung
mendadak juga meningkat pada wanita dengan PPCM. EKG dan foto thoraks tidak begitu
penting karena spesivisitas mereka yang buruk dan penggunaan diagnostik yang terbatas.
Postpartum Cardiomyopathy
I.3. Tujuan
I.4. Metode
Sari pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Kardiomiopati postpartum (PPCM) adalah terjadinya gagal jantung pada bulan
terakhir kehamilan atau dalam 6 bulan setelah melahirkan tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi pada wanita yang sebelumnya sehat. Ini adalah kondisi yang langka, yang
menyebabkan angka kematian ibu yang tinggi. Ia didefinisikan sebagai penyakit dengan
disfungsi sistolik ventrikel kiri yang tidak dapat dijelaskan dan didiagnosis dengan
ekokardiografi.
II.2. Epidemiologi
Insiden PPCM dikutip 1: 3500 sampai 1: 1400 untuk Amerika Serikat dan Eropa, 1:
1000 untuk Afrika Selatan dan 1 dari 299 untuk Haiti. Karena perjalanan penyakit sama
dalam semua kasus, diasumsikan bahwa penyakit yang sama dijelaskan di berbagai daerah.
Sebuah insiden yang lebih tinggi tercatat pada wanita Afrika kulit hitam. Hal ini,
bersama dengan insiden yang tinggi di antara populasi kulit hitam Haiti dan Afrika,
mengarahkan pada kemungkinan faktor genetik yang meningkatkan risiko PPCM, setidaknya
pada daerah ini. Ibu usia lanjut dan multiparitas telah dicatat sebagai faktor risiko tinggi.
Faktor risiko penyebab PPCM yang umum dilaporkan adalah usia tua,
multiparitas,kehamilan mutipel, ras kulit hitam, obesitas, malnutrisi hipertensi dalam
kehamilan,preeklamsia, pemeriksaan antenatal yang kurang, penyalahgunaan alkohol, kokain
dan tembakau, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah. PPCM telah dilaporkan sebagian
besar pada wanita lebih dari 30 tahun, tetapi dapat terjadi pada berbagai kelompok umur.
Meskipun PPCM telah dilaporkan pada primigravida, ditemukan terjadi lebih sering dengan
multiparitas. Kehamilan kembar tampaknya mempunyai risiko lebih tinggi terkena PPCM.
Preeklamsia dan hipertensi telah dikaitkan dengan sejumlah besar kasus PPCM.
Banyak penulis bahkan melaporkan sebagai bentuk gagal jantung hipertensi. Namun,
preeklamsia sendiri jarang menyebabkan gagal jantung pada wanita sehat.Tidak adanya
perubahan vaskular dan hilangnya hipertensi dan preeklamsia sebelum timbulnya gagal
jantung menunjukkan hanya hipertensi yang mungkin terkait dan memperburuk PPCM, dan
bukan merupakan penyebab.
Malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, dan pemeriksaan antenatal yang kurang juga
disebutkan sebagai faktor risiko dalam laporan sebelumnya, tetapi korelasi faktor-faktor ini
belum ditemukan dalam studi lebih lanjut. Ada juga laporan tentang faktor resiko yang
langka seperti penyalahgunaan kokain, alkohol dan tembakau.
II.4. Etiologi
Penyebab pasti PPCM tidak diketahui. Beberapa hipotesis penyebab PPCM seperti
miokarditis, virus, faktor autoimun, sitokin inflamasi, respon hemodinamik abnormal
terhadap perubahan fisiologis pada kehamilan,penggunaan tokolitik berkepanjangan dan
defisiensi selenium.
a. Miokarditis
b. Sitokin inflamasi
Silwa dkk, dalam sebuah studi yang besar, menemukan konsentrasi tinggi sitokin
inflamasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF α), protein C-reaktif (CRP), Interleukin-6 (IL-6)
dan Fas/Apo-1 (sebuah penanda apoptosis) pada pasien PPCM. Kadar CRP berkorelasi
terbalik dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) dalam studi mereka. Konsentrasi TNF α
yang tinggi dapat menyebabkan remodeling ventrikel lebih lanjut melalui reseptor jantung
spesifik, yang menyebabkan disfungsi ventrikel. Temuan dari studi lain menunjukkan bahwa
apoptosis miokard mungkin merupakan penyebab terjadinya PPCM. Penelitian yang lebih
besar menargetkan sitokin ini perlu dikembangkan untuk mengetahui peran mereka terhadap
terjadinya PPCM.
c. Infeksi Virus
Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan kekebalan selama
kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus. Bultmann dkk, menemukan materi genomik
virus dalam spesimen biopsi pasien PPCM. Polymerase chain reaction (PCR) dan ekstraksi
bahan genom dari EMB dipandu kontras MRI sangat membantu dalam mendeteksi genom
virus. Pada saat yang sama, ada beberapa laporan tidak menunjukkan adanya prevalensi
infeksi virus pada pasien PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak perlu
dimasukkan dalam kriteria penyebab PPCM. Pentingnya dilakukan penelitian lanjut yang
lebih spesifik untuk membangun hubungan miokarditis virus dan PPCM.
d. Faktor autoimun
Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk ke dalam
sirkulasi ibu berkaitan dengan penurunan kekebalan akibat kehamilan, dan mungkin tetap
beredar untuk waktu yang lama tanpa penolakan. Sel-sel tersebut dianggap sebagai antigen
asing setelah normalisasi kekebalan ibu pascapersalinan dan dapat memicu respon imun.
Autoantibodi dapat dibentuk terhadap plasenta, rahim atau janin pada ibu hamil.
Autoantibodi ini mungkin silang bereaksi dengan miokardium dan dapat menyebabkan
kardiomiopati.
Volume darah dan cardiac output (CO) meningkat, sedangkan resistensi pembuluh
darah sistemik (SVR) menurun selama kehamilan. Dilatasi ventrikel kiri dapat terjadi sebagai
respons terhadap peningkatan beban. Pengurangan fungsi ventrikel kiri pada kehamilan lanjut
dan awal masa nifas secara khas terlihat. Di duga bahwa PPCM mungkin merupakan
eksaserbasi fenomena yang normal tersebut.
f. Defisiensi Selenium
Cenac dkk, menemukan konsentrasi selenium yang rendah pada pasien PPCM, yang
mungkin hanya suatu kebetulan daripada menjadi penyebab. Levander menyatakan bahwa
defisiensi selenium menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus, yang pada
gilirannya menyebabkan kardiomiopati.
e. Faktor lain
Beberapa faktor yang kurang penting yang dapat berkontribusi bagi pengembangan
PPCM adalah :
2.5. Patofisiologi
Ditemukan disfungsi ventrikel kiri (yakni, fraksi ejeksi ventrikel kiri <45%).
Gejala gagal jantung bermanifestasi dalam bulan-bulan terakhir kehamilan atau dalam
waktu 5 bulan sebelum melahirkan.
Tidak ditemukan penyebab lain untuk gagal jantung.
Pasien dengan peripartum kardiomiopati adalah mirip dengan pasien lain dengan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Gejala-gejala umum terdiri dari distensi vena dileher,
takikardi, takipneu, hepatomegali, hepatojugular refluks, asites, edema perifer, terjadinya
perubahan status mental dan tromboemboli jantung.
Gejala kardiak terdiri dari adanya irama gallop, murmur regurgitasi mitral, loud P2
dan rales. Dokter haruslah berhati-hati mendiagnosis kardiomiopati peripartum dan menolak
diagnosis-diagnosis yang lain. Selama kehamilan terdapat banyak perubahan fisiologis yang
dapat menyerupai gagal jantung. Pada trimester pertama terjadi peningkatan volume darah,
yang dapat menyebabkan distensi vena jugularis. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan
normal sering ditemukan edema pedis. Dyspneu dan fatigue juga gejala sering pada
kehamilan normal. Perubahan fisiologis normal ini dapat membuka kedok penyakit jantung
subklinis atau kompensasi untuk pertama kalinya. Misalnya jika status cairan pasien
meningkat, penyakit jantung valvular asimptomatis dapat menjadi simptomatis untuk pertama
kalinya.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Evaluasi status kardiovaskular pada wanita hamil lebih baik hanya dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Adakalanya diperlukan pemeriksaan lain yang harus dilakukan dengan
mempertimbangkan resikonya terhadap wanita hamil dan janin yang dikandungnya.
a. Pemeriksaan radiografi
b. Pemeriksaan ekokardiografi
Ekokardiografi adalah standar non invasif untuk mengukur fungsi jantung, mengukur
fungsi ventrikel kiri dan memberikan informasi dalam menyokong diagnosis untuk
menentukan disfungsi ventrikel kiri, oleh karena itu, ekokarkardiografi merupakan instrumen
yang penting dalam mendiagnosis kardiomiopati peripartum dan memprediksi prognosisnya.
Ekokardiografi sangat penting untuk meniadakan penyebab lain dari gagal jantung seperti
penyakit katup mitral, miksoma atrium kiri, dan penyakit perikardium. Ekokardiogram
biasanya menunjukkan dilatasi ventrikel kiri, dengan gangguan penanda dari penampilan
seluruh sistolik.
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab pertanyaan yang
spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari variasi gelombang ST-T lebih sulit
dari yang biasa, Depresi segmen ST inferior sering didapati pada wanita hamil normal.
Pergeseran aksis QRS kekiri sering didapati, tetapi deviasi aksis kekiriyang nyata (-30°)
menyatakan adanya kelainan jantung.
EKG biasanya menunjukkan takikardia sinus, meskipun mungkin ada fitur flutter
/fibrilasi atrium, hipertrofi atrium dan ventrikel kiri (LVH), deviasi aksis kiri, kelainan ST-T
non-spesifik, low voltage complex, aritmia, gelombang Q pada lead anteroseptal dan
abnormalitas konduksi sepert perpanjangan interval PR, QRS dan bundle branch blocks.
Dilaporkan juga terjadinya supraventricular / ventrikel takikardia, denyut prematur dan
gambaran infark miokard. Dalam banyak kasus,EKG bahkan mungkin normal.
d. Pemeriksaan laboratorium
Evaluasi laboratorium biasanya menunjukkan sedikit atau tidak ada peningkatan pada
kreatinin kinase,atau troponin jantung.
e. Pemeriksaan radionuklide
Beberapa pemeriksaan radionuklide akan mengikat albumin dan tidak akan mencapai
fetus, pemisahan akan terjadi dan eksposure terhadap janin mungkin terjadi. Sebaiknya
pemeriksaan ini dihindarkan. Adakalanya pemeriksaan ventilasi pulmonal/perfusi scan atau
scan perfusi miokard thallium diperlukan saat kehamilan. Diperkirakan eksposur terhadap
fetua rendah.
Meskipun tidak tersedia informasi mengenai keamanan prosedur MRI pada evaluasi
wanita hamil dengan kehamilan, dilaporkan tidak didapati efek fetal yang merugikan bila
digunakan pada tujuan yang lain. Pemeriksaan ini mesti dihindarkan pada wanita dengan
implantasi pacu jantung atau defibrillator.
Peran EMB pada pasien PPCM masih kontroversial. Sensitivitas diagnostik EMB
dilaporkan sekitar 50%, sedangkan spesifisitas sangat tinggi (99%). EMB memiliki hasil
negatif palsu yang tinggi dan dapat bervariasi dengan waktu dilakukan biopsi.
EMB yang dilakukan pada awal dari proses penyakit memberikan hasil positif yang
lebih baik. EMB dipandu kontras MRI dapat memberikan hasil yang lebih positif. EMB
mempunyai beberapa risiko prosedural,dan oleh karena itu hanya dipertimbangkan jika
pasien tidak membaik setelah dua minggu manajemen konvensional atau ada kecurigaan
klinis kuat adanya miokarditis.
h. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung digunakan untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri, melakukan EMB
dan angiografi koroner. Kateterisai akan menunjukkan peningkatan tekanan pengisian
jantung dan penurunan CO dan PAH, tetapi indikasinya terbatas pada gagal jantung berat,
perburukan gejala penyakit jantung dan penyakit jantung iskemik (IHD). Angiografi koroner
harus selalu dipertimbangkan pada pasien dengan gambaran klinis dan EKG dari IHD,
sindrom koroner akut, hiperlipidemia, riwayat merokok dan diabetes mellitus.
2.8. Penatalaksanaan
Penanganan medis PPCM mirip penanganan pada penyakit gagal jantung. Pengobatan
utama adalah pembatasan cairan dan garam, digoksin, diuretik,vasodilator dan antikoagulan.
Kehamilan dan menyusui harus selalu menjadi pertimbangan sebelum memilih obat.
Tindakan Non-Farmakologis
Bed rest total selama 6 - 12 bulan, seperti yang telah dianjurkan sebelumnya, terkait
dengan kejadian rendah kardiomegali, tetapi hasil yang sama dapat dicapai tanpa istirahat di
tempat tidur berkepanjangan. Bed rest total mungkin merupakan predisposisi terjadinya
trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan selanjutnya meningkatkan risiko emboli
paru. Setelah gejala klinis membaik dengan manajemen medis, olahraga sederhana
sebenarnya dapat meningkatkan perbaikan otot serta tonus arteri. Asupan cairan dan garam
dan cairan harus dibatasi masing-masing 2 - 4 gram / hari dan 2 L / hari, dan juga penting
dalam perbaikan gejala.
Manajemen Farmakologi
Digoksin
Diuretik
Loop diuretik
Biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat digunakan pada kasus-kasus
ringan. Dapat terjadi alkalosis metabolik akibat dehidrasi yang dipicu oleh diuretik.
Penambahan acetazolamide akan mengurangi alkalosis dengan menghilangkan bikarbonat.
Spironolactone, karena sifat antagonisme aldosteronnya, telah terbukti dapat mengurangi
gejala, frekuensi perawatan di rumah sakit dan kematian pada pasien gagal jantung berat bila
dikombinasi dengan manajemen standar. Namun, spironolactone mungkin tidak aman pada
kehamilan dan sebaiknya dihindari pada periode antepartum.
Vasodilator
Vasodilator sangat penting dalam penanganan gagal jantung karena efek menurunkan
preload dan afterload. Vasodilator meningkatkan CO dan keberhasilan pengobatan gagal
jantung. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE- I) atau Angiotensin Reseptor
Blocker II (ARB) sekarang dianggap sebagai manajemen utama dan telah terbukti
menurunkan angka kematian pasien gagal jantung secara signifikan. ACE-I dan ARB
dikontraindikasikan pada kehamilan karena teratogenisitas, tapi harus dipertimbangkan
setelah melahirkan, dan bahkan dapat diberikan pada kehamilan lanjut ketika obat lainnya
tidak efektif. ACE-I diekskresikan melalui ASI sehingga ASI harus dihentikan pada pasien
yang membutuhkan ACE-I. Infus nitrogliserin dan natrium nitroprusside (SNP) mungkin
diperlukan dalam kondisi yang parah. Karena toksisitas sianida yang tinggi, SNP mungkin
bukan pilihan yang baik pada periode antepartum.
Awalnya, penggunaan calcium channel blockers (CCB) pada gagal jantung tidak
dapat diterima karena efek kontraktil negatif dan potensi risiko hipoperfusi rahim.
Amlodipine sekarang telah terbukti meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada pasien
kardiomiopati non-iskemik. Pada pengujian Prospective Randomized Amlodipine Survival
Evaluation (PRAISE), amlodipine dapat menurunkan kadar IL-6 dan menunjukkan peran
potensial dalam pengelolaan PPCM. Levosimendan,sebuah sensitizer kalsium memiliki efek
vasodilatasi dan meningkatkan kontraktilitas jantung pada pasien gagal jantung. Akhir-akhir
ini, Levosimendan telah digunakan pada pasien PPCM dan berhasil menurunkan peningkatan
Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP) dan selanjutnya meningkatkan CO. Karena
kurangnya laporan tentang keamanannya, levosimendan sebaiknya dihindari pada pasien
menyusui.
Beta blocker
Agen antiaritmia
Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan diberikan pada pasien dengan LVEF <35% dan pasien terbaring
di tempat tidur dengan atrial fibrilasi, trombus, obesitas dan riwayat tromboemboli. Keadaan
hiperkoagulasi yang biasa terjadi pada kehamilan dan stasis darah karena disfungsi ventrikel
membuat pasien PPCM lebih rentan terhadap pembentukan trombus dan komplikasinya.
Situasi ini dapat bertahan selama enam minggu masa nifas, sehingga diperlukan penggunaan
heparin dalam antepartum dan heparin atau warfarin dalam periode postpartum. Warfarin
merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena efek teratogenik,tetapi baik heparin
maupun warfarin aman digunakan selama menyusui.
Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dengan azathioprine dan prednisolon telah diteliti pada pasien
PPCM dengan miocarditis-positif. Melvin dkk,pertama mencatat perbaikan dramatis dalam
tiga pasien dengan terapi imunosupresif. Dalam studi lain, 9 dari 10 pasien menunjukkan
perbaikan PCWP dan Left Ventricular Stroke Work Index (LVSWI) dengan terapi
prednisolon. Namun, Pengujian Pengobatan Miokarditis gagal untuk menunjukkan
keuntungan dari terapi imunosupresif pada pasien PPCM. Saat ini, tampaknya tidak ada
indikasi rutin terapi imunosupresif, tetapi dapat dipertimbangkan bila hasil biopsi terbukti
tidak berespon setelah 2 minggu pengobatan standar.
Terapi imunoglobulin
Interferon
Interferon telah digunakan bila hasil biopsi membuktikan miokarditis virus. Interferon
hanya memperbaiki parameter echocardiografi, namun tidak menghasilkan banyak manfaat
terhadap gejala simtomatik pasien PPCM.
Immunomodulasi
Transplantasi jantung hanya diperuntukkan bagi mereka yang resisten terhadap semua
manajemen medis, tetapi tingkat penolakan lebih besar karena tingginya titer antibodi yang
beredar. Pasien dengan usia muda, kerusakan end- organ minimal dan PPCM onset dini
memiliki hasil yang lebih menguntungkan.
Manajemen Obstetrik
PPCM selama periode antepartum memerlukan pemantauan janin dan ibu yang
intensif. Suatu pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter kebidanan, ahli jantung,
anestesi dan perinatologist mungkin diperlukan untuk memberikan perawatan yang optimal
kepada pasien PPCM. Analgesia regional akan mengurangi stres jantung akibat nyeri
persalinan, sedangkan aplikasi forsep outlet atau alat vakum dapat meminimalkan stres
jantung pada kala 2 persalinan. Operasi caesar meningkatkan risiko kehilangan darah,
endometriosis dan emboli paru, dan paling baik dilakukan untuk indikasi obstetri serta dalam
kondisi dekompensasi berat.Setelah persalinan, pasien perlu pemantauan di Unit Perawatan
Intensif (ICU) untuk deteksi dini dan pengelolaan autotransfusi uterus yang menginduksi
edema paru.
Barier/ kondom
Kurang ideal karena angka kegagalan cukup tinggi ± 12 %
Pil oral ontrasepsi
Angka keberhasilan sangat tinggi tetapi karena ada resiko tromboemboli maka
pemakaiannya harus dihindari pada kelainan jantung seperti mitral stenosis, riwayat
tromboemboli, atrial fibrilasi, katup jantung prostetik, kardiomiopati, dan sindroma
Eisenmenger
Kontrasepsi bebas estrogen
Walaupun efektifitasnya lebih rendah tapi terbukti aman untuk wanita dengan
penyakit jantung
IUD
Pemakaian harus hati-hati karena adanya resiko infeksi dan reflex vagal yang dapat
menimbulkan bradikardia pada saat pemasangan. Selain itu pada pasien yang
memakai antikoagulan ada resiko perdarahan menstruasi yang banyak
Tubektomi atau vasektomi
Dianjurkan pada pasien yang sudah tidak mengingkan anak
2.9 Prognosis
Prognosis berhubungan dengan peningkatan fungsi ventrikel kiri, dan fungsi ventrikel
kembali normal dalam enam bulan pertama pada 30% pasien dan 50% pasien sembuh total.
Dalam kasus ini kematian bervariasi antara 3% dan 60% dalam fase akut dan subakut.
Insidensi PPCM adalah 1 dari 1,300-15,000 kelahiran hidup. Berbagai angka kejadian dan
kematian dapat dijelaskan oleh perbedaan geografis, perbedaan kriteria diagnostik dan
ekokardiografi yang digunakan secara luas. Gagal jantung kongestif, aritmia dan peristiwa
tromboemboli bertanggung jawab atas kematian.
Sebuah studi pada 100 pasien dari Afrika Selatan melaporkan angka kematian 15%
untuk PPCM. Pada 23% fungsi ventrikel kiri (LV) kembali ke normal setelah 6 bulan. Studi
dari Haiti juga mengutip angka kematian sebesar 15% dan melaporkan normalisasi pada
akhirnya pada 31% dari pasien PPCM. Laporan studi yang diterbitkan baru-baru ini pada 100
pasien, 67% di antaranya orang Amerika kulit putih dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri awal
29 ± 11%. Pada 54% fungsi LV membaik, dan kematian ibu adalah 9%. Data ini,
menunjukkan bahwa meskipun pengobatan gagal jantung optimal, tidak ada 20 perbaikan
klinis dalam fungsi pompa yang diamati pada 30% sampai 40% dari pasien PPCM, dan gagal
jantung terminal terjadi pada 9% sampai 23%.
DAFTAR PUSTAKA