Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU OBSTETRI& GINEKOLOGI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2020


UNIVERSITAS TADULAKO

PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA BERAT DAN


EKLAMPSIA

Disusun Oleh :
Nur Aulia Pratiwi Sallatu
N 111 18 072
Pembimbing Klinik :
dr. Djemi, Sp. OG, MARS (K)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020

1
2
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu komplikasi medis


kehamilan yang paling umum. Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab
utama mortalitas dan morbiditas ibu dan perinatal di seluruh dunia.1
Insidensi terkait hipertensi dalam kehamilan bervariasi di setiap wilayah dan
negara, yaitu sebesar 5%-10%. Hipertensi dalam kehamilan umumnya digunakan
untuk menggambarkan spektrum luas wanita hamil yang mengalami peningkatan
tekanan darah ringan atau berat selama masa kehamilan yang dapat disebabkan oleh
berbagai etiologi.1
Menurut World Health Organization, hipertensi dalam kehamilan merupakan
salah satu dari tiga penyebab terbanyak dari mortalitas wanita selama masa
kehamilan, yaitu perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi
(12%).2,3 WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah
1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8%-18%. Insidensi
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.2,4
Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi 4, yaitu: hipertensi gestasional,
hipertensi kronik, preeklampsia, dan preeklampsia superimposed.1,2,3
Preeklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan yang muncul setelah 20
minggu kehamilan yang disertai dengan proteinuria. Eklampsia merupakan
preeklampsia yang disertai dengan kejang umum dan/atau koma tanpa adanya
etiologi lain yang mendasari. Eklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan yang
paling jarang terjadi, namun memiliki angka mortalitas ibu dan janin yang paling
tinggi Eklampsia menandakan adanya kerusakan dari otak yang disebabkan oleh
preeklampsia, dapat terjadi pada masa gestasional atau pasca partum.1,5

3
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu penyebab terbanyak dari
morviditas maternal dan perinatal, mempengaruhi sebanyak 3% dan 5% dari seluruh
kehamilan dan berkontribusi terhadap 60.000-70.000 kematian maternal dan 500.000
kematian janin setiap tahun di seluruh dunia. 4,5
Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk mengetahui penanganan
terbaru dari preeklampsia dan eklampsia dalam praktik sehari-hari, untuk mencegah
komplikasi yang merugikan bagi ibu dan janin.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi dalam Kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan umumnya digunakan untuk menggambarkan
spektrum luas wanita hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
sekurang-kurangnya 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sekurang-kurangnya 90
mmHg pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya
normotensi.1,3,5
Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi 4, yaitu: hipertensi gestasional,
hipertensi kronik, preeklampsia dan eklampsia, dan preeklampsia superimposed.1,3,5
1. Hipertensi gestasional merupakan hipertensi dalam kehamilan yang muncul
pada kehamilan pada wanita yang tidak memiliki riwayat hipertensi
sebelumnya. Hipertensi gestasional biasanya muncul pada usia kehamilan >20
minggu dan tanpa disertai proteinuria.
2. Hipertensi kronik merupakan hipertensi dalam kehamilan yang muncul
sebelum usia kehamilan 20 minggu atau wanita yang memiliki riwayat
hipertensi sebelum terjadi kehamilan. Hipertensi kronik biasanya akan
menetap sampai 12 minggu pasca persalinan. Pada hipertensi kronik, tidak
ditemukan proteinuria.
3. Preeklampsia dan eklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan yang
muncul setelah 20 minggu kehamilan, sebagai hipertensi gestasional namun
disertai dengan proteinuria. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai
dengan kejang umum dan/atau koma tanpa adanya etiologi lain yang
mendasari.
4. Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronik merupakan hipertensi
dalam kehamilan yang muncul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau
wanita yang memiliki riwayat hipertensi sebelum terjadi kehamilan, berupa
hipertensi kronik namun disertai dengan proteinuria.

5
1.2 Epidemiologi
Insidensi terkait kondisi hipertensi dalam kehamilan bervariasi di setiap
wilayah dan negara, yaitu sebesar 5%-10%. Menurut World Health Organization,
hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab terbanyak dari mortalitas
wanita selama masa kehamilan, yaitu sebanyak 16% dari jumlah kasus kematian
dalam kehamilan.1,3
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu penyebab terbanyak dari
morviditas maternal dan perinatal, mempengaruhi sebanyak 3% dan 5% dari seluruh
kehamilan dan berkontribusi terhadap 60.000 kematian maternal dan 500.000
kematian janin setiap tahun di seluruh dunia.5

1.3 Etiopatogenesis dan Patofisiologi


Meskipun penyakit dipelajari dengan baik, patofisiologi pre-eklampsia masih
belum jelas. Beberapa hal diperkirakan memiliki peran dalam pengembangan pre-
eklampsia, yang terutama dianggap paling berperan adalah gangguan pembuluh
darah. Penyebab yang paling mungkin adalah kegagalan invasi trofoblas yang
mengarah ke gagal nya transformasi arteri spiral uteri, dan kegagalan plasentasi.
Trofoblas adalah sel pertama dari diferensiasi sel telur yang dibuahi, kemudian
membentuk membran luar plasenta yang bertanggung jawab untuk nutrisi dan
pertukaran oksigen antara ibu dan janin. Juga, sel natural killer desidua (NK) dapat
mengatur invasi trofoblas dan pertumbuhan pembuluh darah, kedua proses ini penting
dalam perkembangan plasenta. Sebuah ekspresi abnormal antigen permukaan sel NK
dan kegagalan regulasi sel NK sitotoksik dan sitokin atau faktor angiogenik mungkin
menyebabkan pre-eklampsia sehingga menyebabkan aliran dan tekanan yang tinggi.
Akibatnya, terdapat risiko tinggi untuk iskemia-reperfusi dari plasenta karena
vasokonstriksi arteri ibu, yang akan menyebabkan pembentukan radikal oksigen
reaktif dan selanjutnya disfungsi endotel. Dengan demikian, pre-eklampsia dapat

6
berhubungan dengan pengeluaran berlebihan mediator oleh sel-sel endotel yang
cedera.5
Peningkatan pengeluaran fms-like tyrosine kinase (sFlt) -1 atau endoglin dan
penurunan free placental growth factor (PlGF) merupakan hipotesis lain untuk
patogenesis preeklamsia, yang disebut sebagai ketidakseimbangan angiogenik. Ketika
sFlt-1 yang merupakan varian untuk PlGF dan VEGF meningkat, ada inaktivasi atau
penurunan konsentrasi PlGF dan VEGF, sehingga terjadi disfungsi endotel. Dalam
kasus Endoglin, yang merupakan coreceptor permukaan untuk transforming growth
factor β (TGF β), endoglin soluble (sEng) berikatan dengan reseptor endotel dan
menghambat beberapa TGF β isoform, sehingga menyebabkan penurunan nitrit
oksida (NO) yang mengatur vasodilatasi. Sel endotel vaskular yang dari wanita yang
menderita pre-eklampsia atau terpapar serum dari kehamilan pre-eklampsia
menghasilkan lebih sedikit NO dari sel endotel dari pada kehamilan normal. Akar et
al. menunjukkan bahwa produksi agonis-stimulaed NO berkurang dalam arteri
umbilikalis terisolasi. Penelitian lain juga melaporkan penurunan produksi agonis-
stimulated NO oleh umbilical dan sel endotel vena tangan berasal dari kehamilan pre-
eklampsia, kesimpulannya bahwa produksi NO dikompromikan juga dalam arteri
sistemik ibu dan pembuluh darah vena, tidak hanya di pembuluh uterine dan
pembuluh umbilikalis. 5
Prostasiklin (PGI 2) merupakan vasodilator poten lain yang menurun pada
wanita pre-eklampsia. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan signaling endotel Ca
2+ dan penurunan produksi PGI 2 karena reactive oxygen species (ROS). Hal ini
masih belum jelas peran endothelium derived hyperpolarizing factor (EDHF) dalam
patogenesis vaskular dari pre-eklampsia, bagaimanapun, EDHF yang memediasi
vasorelaxation berkurang pada pembuluh darah wanita hamil dengan pre-eklampsia. 5
Sebuah subset dari wanita dengan pre-eklampsia memiliki autoantibodi
terhadap type-1 angiotensin II receptor (AT 1) diserum. Yang dapat mengaktifkan
AT 1 di sel endotel, sel otot polos pembuluh darah, dan sel-sel mesangial dari
glomerulus ginjal. DI 1 autoantobodies telah terbukti menyebabkan hipertensi,

7
proteinuria, endotheliosis kapiler glomerulus, peningkatan produksi sVEGFR-1
(soluble Vascular Endothelial Growth Factor Receptor) dan sEng, dan untuk
merangsang sintesis NADPH oksidase. Kondisi ini menyebabkan produksi stres
oksidatif, peningkatan produksi trombin, defek fibrinolysis dengan deposisi fibrin,
dan akhirnya ke tingkat anti-angiogenik. Pre-eklampsia juga telah dikaitkan dengan
trombositopenia. Bahkan, peran aktivasi trombosit pada pre-eklampsia telah
dibuktikan melalui beberapa artikel, termasuk peningkatan ukuran trombosit dan
penurunan usia trombosit, peningkatan kadar plasma ibu dari faktor trombosit 4 dan β
thromboglobulin meningkatan produksi tromboksan B2 oleh trombosit, dan
pembentukan trombus dimikrosirkulasi dari beberapa organ target. Seperti yang
disebutkan sebelumnya, PGl2 merupakan vasodilator dan menghambat agregasi
platelet menurun pada wanita dengan pre-eklampsia, sedangkan tromboksan A2
meningkat sehingga menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet. Ini akan
menyebabkan vasospasme dan penggunaan trombosit, yang merupakan karakteristik
dari pre-eklampsia. Fitur lain yang penting pada wanita pra-eklampsia adalah
pengaktivan trombin yang berlebihan. Hal ini mungkin disebabkan oleh hal berbeda
(disfungsi sel endotel, aktivasi trombosit, kemotaksis monosit, proliferasi limfosit,
aktivasi neutrofil, atau generasi yang berlebihan dari faktor jaringan dalam
menanggapi aktivitas prositokin inflamasi) dan berakhir dipengendapan fibrin
dibeberapa organ sistem. Faktor-faktor lain yang terkait dalam patogenesis pre-
eklampsia termasuk genetik, faktor lingkungan, dan gaya hidup. Faktor genetik dan
lingkungan mengatur beberapa komponen yang menentukan kerentanan perempuan
terhadap penyakit, seperti kecenderungan untuk gangguan hipertensi, penyakit
autoimun, atau diabetes (faktor-faktor ini mempengaruhi terjadinya pre-eklampsia).5
Di sisi lain, berat badan yang berlebihan (indeks massa tubuh >35 Kg/m2)
merupakan faktor risiko penting untuk penyakit ini, Dapat dikatakan bahwa ibu yang
obesitas dapat mengurangi migrasi sitotrofoblas dan remodeling arteri spiral uteri
sehingga menyebabkan iskemia plasenta. Selain itu, obesitas juga meningkatkan
sirkulasi faktor antiangiogenik dan jalur proinflamasi melalui iskemia plasenta

8
dengan cara penurunan NO pembuluh darah dan peningkatan resistensi perifer, yang
dapat menyebabkan perkembangan pre-eklampsia. 5

Gambar 1. Patogenesis dan Patofisiologi Preeklampsia dan Eklampsia5

1.4 Faktor Risiko


Faktor risiko dari preeklampsia termasuk: 1,5,6
 Hipertensi kronis
 Diabetes mellitus
 BMI >35 Kg/m2
 Riwayat trombofilia
 Riwayat keluarga dengan preeklampsia
 Riwayat merokok.
 Wanita berusia<20 tahun atau >40 tahun
 Nullipara
 Kehamilan dengan pasangan yang berbeda
 Riwayat hipertensi dan preeklampsia dalam kehamilan sebelumnya
 Kehamilan ganda

9
 Penyakit sindrom antifosfolipid
 Penyakit ginjal kronik
 Penyakit autoimun kronik
 Penyakit tromboemboli vena (VTE)
 Jarak kehamilan >10 tahun

1.5 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi Diagnosis


Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan peningkatan tekanan darah >140/90
mmHg selama kehamilan, dan akan kembali normal pasca partum.1,2.3
Preeklampsia diklasifikasikan menjadi preeklampsia dan preeklampsia berat.1
 Preeklampsia:
Tekanan darah sistolik >140 mmHg atau diastolik >90 mmHg dalam dua
kali pemeriksaan berjarak 15 menit dengan menggunakan lengan yang sama
disertai dengan proteinuria >300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick +1.
Jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:1,2,3
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya

3. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal


dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen

4. Edema Paru

5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

10
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV)

 Preeklampsia berat:
Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau diastolik >110 mmHg dalam dua
kali pemeriksaan berjarak 15 menit dengan menggunakan lengan yang sama
disertai dengan proteinuria proteinuria >300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstick +2. Jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia,
yaitu:1,2,3
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya

3. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal


dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen

4. Edema Paru

5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi


uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV)

11
Preeklampsia biasanya memberikan gejala klinis pada saat usia kehamilan
memasuki trimester kedua (bentuk onset dini) atau trimester ketiga (bentuk onset
lambat), yaitu pada saat usia gestasi lebih dari 20 minggu. Preeklampsia dapat terjadi
pada kondisi hipertensi gestasional dan hipertensi kronik. 1,2.3
 Preeklampsia terdiagnosis ketika terdapat hipertensi gestasional, yaitu
wanita yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya dan memiliki
tekanan darah >140/90 mmHg disertai dengan proteinuria. 1,2.3
 Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronik merupakan hipertensi
dalam kehamilan yang muncul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau
wanita yang memiliki riwayat hipertensi sebelum terjadi kehamilan, berupa
hipertensi kronik namun disertai dengan proteinuria. 1,2.3

Kriteria untuk menentukan proteinuria, antara lain:1,2,3


 > 0,3 g dalam pengumpulan urin selama 24 jam atau rasio protein /
kreatinin (P/C) >0,3. Jika tidak mungkin untuk mengukur protein 24 jam
atau rasio P/C, proteinuria dapat didefinisikan sebagai pengukuran dipstik
minimal 1+ pada dua kali pengukuran.
 Ekskresi protein dalam urin akan meningkat pada kehamilan normal dari 5
mg/dL pada trimester pertama dan kedua menjadi 15 mg/dL pada trimester
ketiga. Kadar protein ini merupakan kadar yang rendah dan tidak terdeteksi
oleh pengukuran dipstik. Konsentrasi protein urin akan dipengaruhi oleh
kontaminasi dari sekresi vagina, darah, bakteri, atau cairan ketuban.

Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai dengan kejang.1,2,3

1.6 Tatalaksana
Diagnosis dan klasifikasi yang benar penting, karena terapi farmakologi untuk
preeklampsia dan pre-eklampsia berat berbeda.5
Manajemen preeklampsia dimaksudkan untuk mencegah perubahan ke arah
preeklampsia berat, untuk menetapkan waktu kelahiran, dan untuk mengevaluasi

12
perkembangan paru-paru janin. Dalam kasus preeklampsia berat, tujuan terapi untuk
mencegah eklampsia (kejang), kontrol tekanan darah secara ketat, dan perencanaan
persalinan.5
Preeklampsia Preeklampsia Berat Eklampsia
Mencegah terjadinya Mencegah eklampsia Mencegah mortalitas ibu
preeklampsia berat (kejang) dan janin
Menetapkan waktu Mengontrol tekanan darah Mencegah eklampsia
kelahiran secara ketat berulang
Mengevaluasi Perencanaan persalinan Mengontrol tekanan darah
perkembangan paru-paru secara ketat
janin Perencanaan persalinan
Tabel 1. Perbedaan Tujuan Tatalaksana Preeklampsia dan Eklampsia5

 Tatalaksana umum hipertensi dalam kehamilan7


o Pencegahan dan tatalaksana eklampsia
 Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan
sirkulasi (cairan intravena).
 MgSO4 dosis awal (loading dose) diberikan secara intravena kepada
ibu dengan eclampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia
berat (sebagai pencegahan kejang).
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke
ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator
tekanan positif.

13
Magnesium Sulfat
Loading dose Dosis Pemeliharaan Dosis “Booster”
(Jika diperlukan)
4-6 g IV, Bolus 2-3 g IV 2 g IV, bolus pelan
pelan-pelan (20
(10 min)
min)
2-3 dari 10 mL 8 dari 10 ml dalam 1000 ml 1 dari 10 ml jika
(20 mg/Ml) dalam
dari 1000 ml RL atau kejang berulang
100 ml RL
Dextrosa
untuk perfusi Untuk perfusi 50-75 ml/jam,
200-300 ml/h
pemeliharaan untuk 24 jam
setelah terminasi atau
kejang terakhir

Tabel 2. Pemberian Magnesium Sulfat5

o Obat Antihipertensi 5,7


 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi
antihipertensi.
 Kebanyakan pedoman menunjukkan bahwa terapi antihipertensi harus
dimulai hanya jika tekanan darah sistolik >150-160 mmHg atau jika
tekanan darah diastolik >100-110 mmHg

Obat Dosis
Metildopa (PO) 500mg – 3g terbagi dalam 2 dosis
Labetalol (PO) 100-200mg/hari terbagi dalam 2
sampai 3 dosis
Labetalol (IV) 10-20mg, di ulang 20-80mg IV setiap
30 menit atau 1-2 mg; max dari 300
mg/hari
Nifedipine (PO) 30-120 mg/hari

14
Hydralazine (PO) 50-300mg/hari dibagi 2 sampai 4 dosis
Hydralazine (IV) 5-10mg IV: dapat diulang setiap 20-30
menit sampai maximum 20mg
Nicardipine (IV) Awalnya 5mg/jam, meningkat 2,5mg
tiap 15 menit sampai maximum
15mg/jam
Keterangan :
PO: Oral, IV: Intravena
Tabel 3. Pilihan Lini Pertama Obat Anti Hipertensi dalam Kehamilan8

 Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan


untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan

o Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan5,7

 Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam
sejak terjadinya kejang.

 Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat


dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2
minggu.

 Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable


namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen
ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi. Lakukan
pengawasan ketat.

 Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34


dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak

15
terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan
gawat janin. Lakukan pengawasan ketat.

 Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,


persalinan dini dianjurkan.

 Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional


ringan yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.

Gambar 2.Algoritma Manajemen Ekspektatif7

16
Preeklampsia Preeklampsia Berat Eklampsia
 Pemberian aspirin dosis  Pemberian obat anti  Tatalaksana
rendah hipertensi preeklampsia
 Obat anti hipertensi  Bila terjadi kejang,
 Pemberian suplementasi
dilanjutkan sampai perhatikan jalan napas,
kalsium
persalinan pernapasan (oksigen),
 Induksi persalinan dan sirkulasi (cairan
 Pada ibu dengan
dianjurkan bagi ibu intravena).
preeklampsia ringan
dengan preeklampsia  MgSO4 dosis awal
atau hipertensi
berat dengan janin (loading dose)
gestasional ringan yang
yang belum viable atau diberikan secara
sudah aterm, induksi
tidak akan viable dalam intravena kepada ibu
persalinan dianjurkan.
1-2 minggu.  Lakukan intubasi jika
 Ketika janin sudah terjadi kejang berulang
viable namun usia dan segera kirim ibu ke
kehamilan belum ruang ICU (bila
mencapai 34 minggu, tersedia) yang sudah
manajemen ekspektan siap dengan fasilitas
dianjurkan ventilator tekanan
 Ketika usia kehamilan positif.
antara 34 dan 37  Bayi harus segera
minggu, manajemen dilahirkan dalam 12 jam
ekspektan boleh sejak terjadinya kejang.
dianjurkan, asalkan
tidak terdapat
hipertensi yang tidak
terkontrol, disfungsi
organ ibu, dan gawat
janin.

17
 Pada ibu dengan
preeklampsia berat
yang kehamilannya
sudah aterm, persalinan
dini dianjurkan.
Tabel 4. Perbedaan Tatalaksana Preeklampsia, Preeklampsia Berat, dan
Eklampsia5.7

1.7 Prognosis
Wanita dengan preeklampsia memiliki penurunan sebanyak 52% untuk terjadi
eklampsia jika ditangani dengan cepat, terutama dengan pemberian magnesium sulfat
yang sesuai dengan protokol yang ada.9
Wanita dengan preeklampsia berat merupakan kelompok dengan resiko tinggi
untuk dilakukan persalinan secara sectio caesarean untuk mencegah komplikasi-
komplikasi yang mungkin muncul dan mencegah motalitas ibu dan janin terkait
dengan eklampsia yang mungkin terjadi.9,10

1.8 Komplikasi
Komplikasi maternal preeklampsia berat / eklampsia bisa menyebabkan kondisi
yang mengancam nyawa, menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu, janin, dan
neonatal. Komplikasi ini termasuk sindrom HELLP, koagulopati intravaskular
diseminata dan gagal ginjal akut. Risiko seorang wanita di negara berkembang yang
meninggal karena sebab terkait ibu adalah 33 kali lebih tinggi daripada wanita di
negara maju. Kematian ibu merupakan hasil dari pendarahan otak, edema paru, gagal
ginjal akut, ruptur hati, atau DIC.10
Efek jangka panjang mungkin termasuk gagal ginjal kronis, penyakit
kardiovaskular, atau kebutaan kortikal. Sebagian besar pasien (85,1%) tidak memiliki
komplikasi besar. Komplikasi maternal yang paling umum adalah sindrom HELLP
sebesar 9,1% dan tidak ada pasien yang meninggal karenanya. 10

18
Komplikasi janin / neonatal termasuk lahir mati, prematuritas beserta
komplikasinya, dan berat badan lahir rendah. Sekitar 22% bayi yang dilahirkan mati
menunjukkan bahaya serius bahwa gangguan hipertensi ini dapat berdampak pada
kesehatan janin. Lebih dari setengah bayi yang hidup dirawat di NICU. Kematian
neonatal dini disebabkan oleh prematuritas berat, berat lahir sangat rendah / rendah,
dan sindrom gangguan pernapasan. Kebanyakan pasien datang terlambat sehingga
tidak ada waktu untuk memberikan intervensi seperti kortikosteroid untuk
pematangan paru janin. 10

1.9 Pencegahan
Untuk pencegahan preeklampsia, satu-satunya terapi efektif yang saat ini dikenal
adalah aspirin dosis rendah. Beberapa pedoman nasional, termasuk World Health
Organization (WHO) telah melaporkan bahwa dari kehamilan 12 minggu hingga
melahirkan, dosis aspirin 75–100 mg harus diresepkan. Namun, beberapa penelitian
menunjukkan manfaat dari terapi ini hanya pada wanita yang beresiko tinggi terkena
penyakit ini. Aspirin mengurangi resiko prematur preeklampsia dan preeklampsia
berat. Baru-baru ini, Tong et al. menyimpulkan bahwa dosis aspirin harus lebih besar
dari 100 mg dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Meher dan kolabolator,
pemberian aspirin dimulai setelah usia kehamilan 16 minggu lebih bermanfaat
mencegah pre – eklampsia.5
Salah satu pedoman yang digunakan rumah sakit Portugis yaitu menyarankan
konsumsi aspirin (100 mg) oleh wanita hamil yang memiliki lebih dari satu faktor
resiko. Preventif lainnya, termasuk suplementasi magnesium, minyak ikan, dan
suplemen vit C, D, dan E telah diusulkan namun gagal menunjukkan manfaat nyata
dan menerima konsus dalam komunitas ilmiah. Suplementasi kalsium berhubungan
dengan penurunan resiko preeklampsia dan kelahiran prematur. Hal ini paling efektif
pada populasi yang memiliki intake kalsium yang rendah (<600mg/hari yang dapat
terjadi dibeberapa negara berpendapatan rendah dan menengah). Dalam hal ini, WHO
merekomendasikan suplemen kalsium sebanyak 2 gr perhari. Mengenai intervensi

19
gaya hidup beberapa penelitian menemukan tidak adanya keuntungan dari
pembatasan natrium, intervensi makanan, dan aktivitas fisik.5

20
BAB III
PENUTUP

Hipertensi dalam kehamilan umumnya digunakan untuk menggambarkan


spektrum luas wanita hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
sekurang-kurangnya 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sekurang-kurangnya 90
mmHg.
Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi 4, yaitu: hipertensi gestasional,
hipertensi kronik, preeklampsia, dan preeklampsia superimposed.
Hipertensi dalam kehamilan umumnya digunakan untuk menggambarkan
spektrum luas wanita hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
sekurang-kurangnya 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sekurang-kurangnya 90
mmHg pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya
normotensi.
Preeklampsia dan eklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan yang
muncul setelah 20 minggu kehamilan, sebagai hipertensi gestasional namun disertai
dengan proteinuria atau berbagai gejala lain yang mendukung. Preeklampsia
diklasifikasikan menjadi preeklampsia dan preeklampsia berat. Eklampsia merupakan
preeklampsia yang disertai dengan kejang umum dan/atau koma tanpa adanya
etiologi lain yang mendasari.
Manajemen preeklampsia dimaksudkan untuk mencegah perubahan ke arah
preeklampsia berat, untuk menetapkan waktu kelahiran, dan untuk mengevaluasi
perkembangan paru-paru janin. Dalam kasus preeklampsia berat, tujuan terapi untuk
mencegah eklampsia (kejang), kontrol tekanan darah secara ketat, dan perencanaan
persalinan. Penanganan eclampsia adalah untuk mencegah mortalitas ibu dan janin,
mencegah eklampsia berulang, mengontrol tekanan darah secara ketat, dan untuk
merencanakan persalinan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1 Gabbe SJ, Niebyl JR, Simson JL, Landon MB, Galan HL, Jauniaux ER, et al.
Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 7th ed.2017. New York:
Elsevier.
2 Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto
Maternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan
tatalaksana Pre-Eklampsia. 2016
3 Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Williams
Obstetrics. 24th ed. 2014. New York : McGraw-Hill.
4 Muzalfah R, Santik YDP, Wahyuni AS. Kejadian preeklampsia pada ibu
bersalin. Higea.2018:2;3
5 Peres GM, Mariana M, Cairrao E. Pre-Eclampsia and Eclampsia: An Update
on Pharmacological Treatment Applied in Portugal. Journal of Cardiovascular
Development and Disease. 2018;5:3.
6 Situmorang TH, Damantalm Y, Januarista A, Sukri. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamul di poli KIA RSU
Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako.2016;2(1):1-75
7 Kementerian Kesehatan, R. I. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di
Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan: Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.1 st
Ed. 2013.
8 Phipps E, Prasanna D, Brima W, dan Jim B. Preeclampsia : Updates in
Pathogenesis, Definitions, and Guidelines. Clinical Journal Am Soc
Nephrology. 2016 ; 11 : 1102-1113.
9 J. France, P. S. Muganyizi. Characteristics of symptoms of imminent
eclampsia: A case referent study from a tertiary hospital in Tanzania. Open
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2012;2: 311-7

22
10 Ngwenya S. Severe preeclampsia and eclampsia: incidence, complications,
and perinatal outcomes at a low-resource setting. Int J Womens Health.
2017;9:353-357.

23

Anda mungkin juga menyukai