KEHAMILAN SEROTINUS
II.ETIOLOGI
1. Hormon
Yaitu kadar progesteron yang tidak cepat turun walaupun kehamilan yang
telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.
2. Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai
salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3. Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan
adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin.
Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada
janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada
pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah
masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan
postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan
postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada
kehamilan berikutnya.
6. Kurangnya air ketuban
7. Insufisiensi plasenta
III.PATOFISIOLOGI
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak
menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan
kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian
dalam rahim (Manuaba, 1998).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas,
tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku
panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai
puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami
penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta
sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak mengalami
insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan
menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.
IV. MANIFESTASI KLINIS
Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu
secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG
kurang dari 10 kali/20 menit.
Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta
diketahui dengan pemeriksaan USG.
Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
Stadium I : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga
kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium II : Seperti Stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di
kulit.
Stadium III : Seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit
dan tali pusat.
Menurut Muchtar (1998), pengaruh dari serotinus adalah :
1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak
terkoordinir, maka akan sering dijumpai patus lama, inersia uteri, dan
perdarahan postpartum.
2. Terhadap Bayi :
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari
kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin.
Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat
bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu.
Ada pula yang terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak,
distosia bahu, janin besar, moulage.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998), yaitu :
Biasanya lebih berat dari bayi matur (> 4000 gram)
Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
Verniks kaseosa di badan kurang
Kuku-kuku panjang
Rambut kepala agak tebal
Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
V. KOMPLIKASI
A. Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu:
1. Plasenta
Kalsifikasi
Selaput vaskulosinsisial menebal dan jumlahnya berkurang
Degenerasi jaringan plasenta
Perubahan biokimia
2. Komplikasi pada Ibu
Partus lama
Inersia uteri
Atonia uteri
Perdarahan postpartum.
3. Komplikasi pada Janin
Berat badan janin bertambah besar, tetap atau berkurang
Dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.
B. Menurut Prawirohardjo (2006)
Gawat janin
Gerakan janin berkurang
Kematian janin
Asfiksia neonaturum
Kelainan letak.
C. Menurut Achdiat (2004)
Kelainan congenital
Sindroma aspirasi mekonium
Gawat janin dalam persalinan
Bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan janin terlambat
Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion.
Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan
diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39
minggu atau lebih.
VII. PENATALAKSANAAN
A. Medis dan Farmakologi
Kehamilan lewat waktu memerlukan pertolongan, induksi persalinan
atau persalinan anjuran. Persalinan induksi tidak banyak menimbulkan
penyulit bayi, asalkan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang cukup.
Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode :
1. Persalinan Anjuran Dengan Induksi Oksitosin
Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus
memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran
his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi sefalopelvik, janin
presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai
mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus
dilakukan sebelumnya.
Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan Oksitosin 5 IU
(unit). Sebelum dilakukan induksi, pasien dinilai terlebih dahulu
kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor pelvisnya. Jika
keadaan janin baik dan skor pelvis > 5, maka induksi persalinan dapat
dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan Oksitosin 5 IU dalam infus
Dextrose 5%. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan
tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul his yang adekuat.
Selama pemberian infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena
dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan
infus dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan
his adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip Oksitosin 5 IU
ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat
dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.
Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
1. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin
3. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
Tabel Skor Bishop
0 1 2 3
Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6
Penurunan kepala dari
-3 -2 -1, 0 +1, +2
Hodge III
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Posterior Searah sumbu jalan lahir Anterior
Bila nilai pelvis (PS) > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan
berhasil.
Bila PS > 5, dapat dilakukan drip oksitosin.
Bila PS < 5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian lakukan
pengukuran PS lagi.
VIII. PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang
teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12
minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2
kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan
kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada
kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan
menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah
terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan dengan satuan minggu
seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih
tepat. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir
seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir
hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid
terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari
sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh
angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.