LAPORAN KASUS
Oleh
Enggar Kharisma Afroditta
NIM 20710163
Pembimbing
dr. Daniel Alexander Suseno,Sp. OG
PENDAHULUAN
Indikator keberhasilan upaya kesehatan ibu dan derajat kesehatan masyarakat dapat
ditentukan dari Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah rasio kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan dan nifas atau
pengelolaannya (tidak dikarenakan sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh) di setiap
100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia, AKI di Jawa
Timur pada tahun 2019, tercatat 89,81/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut
mengalami peningkatan pada tahun 2020 mencapai 98,39/100.000 kelahiran hidup. AKI di
Kabupaten Jember menjadi yang tertinggi se-Jawa Timur selama tahun 2020 yaitu sebesar
173,53/100.000 kelahiran hidup (61 kasus) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2021).
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya angka kematian ibu di
Indonesia. Tiga penyebab tertinggi kematian ibu pada tahun 2015-2020 adalah hipertensi
dalam kehamilan sebesar 26,90% atau sebanyak 152 kasus , perdarahan yaitu 21,59%
atau sebanyak 122 kasus, dan penyebab lain-lain yaitu 37,17% atau 210 kasus (Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2021). Proporsi penyebab terbanyak angka kematian Ibu
di Jawa Timur adalah Preeklampsia-eklampsia (29,9%). Preeklampsia juga menjadi
penyebab tingginya morbiditas serta mortalitas ibu dan bayi (PNPK POGI, 2016).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi pada kehamilan merupakan salah satu penyulit
kehamilan yang paling umum terjadi. Hipertensi pada kehamilan dibedakan menjadi empat
macam, yaitu : (1) hipertensi kronis; (2) hipertensi kronis superiomposed preeclampsia;
(3) hipertensi gestasional; dan (4) preeklampsia dan eklampsia. Sebagian besar negara
masih mengaitkan kematian maternal akibat komplikasi obstetrik sebanyak 18.5% dengan
hipertensi pada kehamilan. Hipertensi pada kehamilan dapat berdampak pada ibu saat
hamil dan melahirkan, serta dapat menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi
endotel diberbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.
Selain memberikan dampak buruk bagi ibu, dampak jangka panjang juga dapat terjadi
pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah
akibat persalinan prematur, mengalami pertumbuhan janin terhambat, dan asfiksia.
Efek dari preeklampsia terhadap janin sangat besar karena pada preeklampsia
terjadi implantasi plasenta yang tidak sempurna, sehingga akan menyebabkan aliran darah
dari ibu ke janin yang tidak adekuat (Rana et al., 2019). Dari latar belakang tersebut,
penulis tertarik untuk membahas lebih dalam terkait kasus preeklampsia yang menjadi
salah satu penyumbang terbanyak AKI di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi kronis merupakan peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg sebelum usia kehamilan 20 minggu dan menetap
sampai 12 minggu setelah persalinan. Hipertensi kronis superimposed preeklampsia
merupakan suatu kondisi dimana hipertensi kronis yang memberat dengan tanda-tanda
preeklampsia setelah usia kehamilan ≥20 minggu. Hipertensi gestasional merupakan
hipertensi yang baru terjadi saat usia kehamilan ≥ 20 minggu tanpa disertai dengan
gangguan organ dan menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Preeklampsia
merupakan hipertensi yang baru terjadi saat usia kehamilan ≥20 minggu disertai adanya
gangguan pada organ (PNPK POGI, 2016).
Hipertensi dalam kehamilan terjadi pada 10% ibu hamil di seluruh dunia, dan
sekitar 3-5% merupakan kasus preeklampsia. WHO memperkirakan kasus preeklampsia
tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi
preeklampsia di negara maju adalah 1,3%-6%, sedangkan di negara berkembang mencapai
1,8%-18%. (Ananth et al., 2013). Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah
128.273/tahun atau sekitar 5,3% dari kasus pada kehamilan dan cenderung tidak ada
penurunan bermakna dalam dua dekade terakhir (PNPK POGI, 2016).
2.3 Etiologi
Penyebab preeklampsia belum diketahui secara pasti sampai saat ini. Menurut
Cunningham et al. tahun 2014 penyebab dari preeklampsia dikarakteristikan oleh adanya
abnormalitas di pembuluh darah berupa jejas sel endotel vaskular diikuti vasospasme,
transudasi plasma, serta sekuel iskemik dan trombotik. Berikut adalah beberapa teori yang
menerangkan proses terjadinya preeklampsia menurut Saiffudin et al., tahun 2014:
2.4 Patofisiologi
a. Sistem Kardiovaskular
Pada sistem kardiovaskular terjadi gangguan pada fungsinya disebabkan
oleh peningkatan afterload cairan akibat hipertensi, penurunan preload akibat
vasokonstriksi secara menyeluruh dan peningkatan permeabilitias vaskuler
sehingga terjadi kondisi hipovolemia, serta aktivasi zat-zat endothelial yang
menyebabkan ekstravasasi cairan ke lumen ekstraseluler, terutama ke paru-paru
(Roberts, 2013).
b. Perubahan pada sistem hematologi
Pada preeklampsia yang berat akibat dari jejas pada endotel disertai dengan
adherensi dan deposit fibrin dan platelet dapat terjadi hemolisis (ditandai dengan
peningkatan LDH dan haptoglobin pada serum darah). Selain itu akibat dari
peningkatan dari agregasi platelet juga mengakibatkan tubuh masuk pada kondisi
trombositopenia. Menurut penelitian dari Leduc pada tahun 1992 semakin rendah
jumlah platelet maka tingkat kematian janin dan ibu akan meningkat (Cunningham
et al., 2014). Pada kebanyakan kasus umumnya persalinan tetap dilanjutkan.
Setelah proses persalinan trombositopenia akan terjadi selama hari pertama dan
kedua kemudian jumlah trombosit akan meningkat secara progresif menuju tingkat
normal dalam 3 sampai 5 hari. Namun, pada beberapa kasus PEB yang disertai
dengan komplikasi HELLP syndrome platelet akan terus menurun setelah
persalinan (Roberts, 2013).
c. Gangguan Ginjal
Pada kehamilanan normal aliran darah ginjal dan fungsi filtrasi glomerulus
umumnya akan meningkat. Namun pada kondisi preeklampsia akan terjadi
perubahan secara anatomis maupun dari fisiologis dimana perfusi ke ginjal dan
filtrasi glomerulus akan menurun disebabkan oleh penurunan volume plasma,
peningkatan resistensi arteriol aferen ginjal, dan endoteliosis glomerulus yang
menyebabkan hambatan pada saluran di ginjal. Hal ini dapat dibuktikan dengan
peningkatan serum kreatinin > 1,1 mg/ml. Pada kebanyakan wanita dengan
preeklampsia juga terjadi oliguria diikuti peningkatan konsentrasi natrium, asam
urat, dan kalsium di urin pada pemeriksaan laboratorium. Hal ini dapat terjadi
karena kegagalan pada fungsi filtrasi maupun reabsorbsi pada ginjal (Roberts,
2013).
d. Gangguan Hati
Pada hepar, akibat dari iskemia pada pembuluh darah, dapat terjadi infark
kemudian diikuti perdarahan di regio periportal hepar. Pada infark dan perdarahan
yang parah dapat terjadi hematoma pada hepar. Gangguan pada hepar dapat
dideteksi dengan adanya nyeri perut di regio epigastrik dan kuadran kanan atas
juga kenaikan serum transaminase pada pemeriksaan laboratorium (Roberts, 2013).
e. Gangguan pada sistem respirasi
Pada wanita dengan preeklampsia, akibat dari jejas pada endotel dan
peningkatan permeabilitas vaskuler, dapat terjadi ekstravasasi cairan ke lumen
ekstraseluler termasuk dalam paru-paru. Pemberian cairan berlebih pada wanita
preeklampsia dapat memperparah kondisi tersebut dan menyebabkan edema pada
paru-paru (Roberts, 2013).
f. Gangguan neurologis
Pada wanita dengan preeklampsia dapat terjadi gangguan neurologis. Ada 2
teori yang menjelaskan mekanisme terjadinya gangguan neurologis tersebut. Teori
yang pertama menyatakan bahwa disfungsi endotel akibat dari hipertensi akan
menyebabkan overregulasi pada pembuluh darah di otak yang menyebabkan
vasospasme. Hal ini akan berlanjut dengan penurunan aliran darah ke otak, edema
sitotoksik, dan infark pada jaringan otak.
Teori yang kedua menyatakan akibat peningkatan tekanan darah sistemik
secara tiba-tiba terutama di daerah kapiler otak akan menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik, hiperperfusi, serta ekstravasasi sel darah dan plasma yang
kemudian berlanjut dengan edema vasogenik. Regio yang paling sering terkena
dampak pada preeklampsia adalan regio korteks pariteooksipital otak. Perubahan
ini dapat dideteksi dengan munculnya manifestasi klinis berupa nyeri kepala dan
scotomata (akibat dari hiperperfusi pada lobus oksipital otak), kejang (akibat
pelepasan berlebih dari neurotransmiter otak dan eksitasi berlebih pada jaringan
saraf), kebutaan, dan edema serebri generalisata (Roberts, 2013).
g. Gangguan sirkulasi uteroplasenta
Defek pada invasi trofoblas pada wanita dengan preeklampsia akan
menyebabkan gangguan sirkulasi dari ibu ke janin. Hal ini dapat berakibat dengan
restriksi pada pertumbuhan janin (Roberts, 2013).
Manifestasi klinis yang timbul pada preeklampsia adalah (PNPK POGI, 2016).:
a. Hipertensi
b. Gangguan pada fungsi ginjal berupa oliguria, anuria, dan proteinuria
c. Gejala neurologis yaitu sakit kepala, gangguan penglihatan, gangguan kesadaran
d. Edema perifer
e. Nyeri di region epigastrik abdomen atau di kuadran kanan atas abdomen
f. Sesak
g. Gangguan pertumbuhan janin
2.7 Diagnosis
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama;
b. Proteinuria: kadar proteinurin ≥300 mg dalam 24 jam atau pada tes urindipstik
menunjukkan protein positif ≥1.
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:
a. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau muncul pada usia
kehamilan <20 minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosa setelah usia
kehamilan >20 minggu dan menetap hingga >12 minggu pasca persalinan.
2. 9 Tatalaksana
a. Pencegahan kejang
b. Pengobatan hipertensi
c. Pengelolaan cairan
d. Pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat
e. Waktu yang tepat untuk persalinan
d. Pemberian anti-hipertensi
Tekanan darah diturunkan secara bertahap yaitu penurunan awal 25% dari
tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <160/110. Berikut
adalah jenis antihipertensi yang digunakan:
1. Antihipertensi lini pertama Nifedipin: dosis 10-20 mg per oral, diulangi
setiap 15-30 menit; maksimum 120 mgdalam 24 jam. Dapat diberikan
bersama metildopa 250-500 mg setiap 8 jam.
2. Antihipertensi lini kedua Sodium nitroprusside: 0,25μg iv/kg/menit, infus;
ditingkatkan 0,25μg iv/kg/5 menit.
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama yaitu melahirkan bayi
hidup dari ibu yang menderita preeklampsia. Komplikasi yang biasa terjadi :
2.11 Prognosis
Prognosis dari ibu dan janin pada pasien preeklampsia tergantung dari kecepatan
dan ketepatan dalam proses skrining dan penanganannya. Penanganan dan skrining yang
cepat dan tepat dapat meningkatkan kemungkinan selamatnya ibu maupun janin
BAB III
TINJAUAN KASUS
Nama : Ny. DA
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pusing
Berat badan : 70 kg
Nadi : 92 kali/menit
Suhu : 36,6 oC
RR : 20 kali / menit
1. Status Generalis
a. Kepala : Oedem kelopak mata -/- Konjunctiva anemis -/- Sclera icterus -/-
sianosis (-) dyspnea (-)
b. Leher : Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
c. Thorax : Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
d. Pulmo : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
e. Cor : S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)
f. Abdomen : Cembung, BU (+) dalam batas normal
g. Ekstrimitas : akral hangat Oedema
+ + - -
+ + - -
2. Status Obstetri
a. Mammae : kolostrum (-), hiperpigmentasi areola mammae (+), penonjolan
glandula mammae (-)
b. Abdomen
1. Inspeksi : Cembung, BSC (-), BSO (-)
2. Auskultasi : Bising usus (+), DJJ : 141 kali/menit
3. Perkusi : Redup (+)
4. Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 3 jari di bawah
processus xyphoideus (30 cm), His (-)
5. Leopold :
a) Leopold I : teraba bokong
b) Leopold II : teraba punggung kiri
c) Leopold III : teraba kepala
d) Leopold IV : belum masuk pintu atas penggul (PAP)
e) TBJ : 2790 gram
c. Genitalia
1. Pembukaan : taa
2. Efficement : 0%
3. Ketuban : (+)
4. Presentasi : Kepala
5. Hodge I
Hasil laboratorium darah dan urin di IGD ponek RSDS tanggal 03-01 -2021 :
Analisis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 12,8 gr/dL 12,0-16,0
Leukosit 13,1 109/L 4,5-11,0
Hitung Jenis -/-/-/88/9/3 Eos/Bas/Stab/Seg/Lim/Mono
0-4/0-1/3-5/54-62/25-33/2-6
Hematokrit 46 % 36-46
Trombosit 340 109/L 150-450
Urin Lengkap
Warna Kuning keruh Kuning jernih
pH 7,0 4,8-7,5
BJ 1,015 1,015-1,025
Protein Positip 2 ~ 150mg/dl Negatip
Glukosa Normal Normal
Urobilin Normal Normal
Bilirubin Negatip Negatip
Nitrit Negatip Negatip
Keton Positip 2 Negatip
Leukosit Makros Negatip Negatip
Blood Makros Normal Negatip
Eritrosit 1 0-2 sel/LPB
Leukosit 0-2 0-5 sel/LPB
Epitel Squamous 2-5 2-5 sel/LPB
Epitel Renal Negatip Negatip
Kristal Negatip Negatip
Silinder Negatip Negatip
Bakteri Positip Negatip
Yeast Negatip Negatip
Tricomonast Negatip Negatip
Lain-lain Negatip Negatip
Faal Hati
SGOT 31 U/L 10-31 U/L
SGPT 9 U/L 9-36 U/L
Albumin 3,6 gr/dL 3.4 – 4.8 gr/dL
Gula Darah
Gula darah sewaktu 156 mg/dL <200 mg/dL
Faal Ginjal
Kreatinin serum 0,8 mg/dL 0.5-1.1 mg/dL
BUN 9 mg/dL 6-20 mg/dL
Urea 19 mg/dL 12-43 mg/dL
3.6 Resume
Pasien datang via IGD Ponek rujukan dari PKM Ajung dengan G2P1A0 UK
39 mgg + PEB. Pasien merasa hamil 9 bulan, saat pasien melakukan pemeriksaan
ANC di posyandu (03/01 jam 08.00) diketahui tekanan darah pasien 150/100 mmHg
disarankan ke PKM di PKM TD 160/110 mmHg dan protein urine +2. Saat di
PKM pasien telah diberikan MgSO4 20% 11 cc lalu pasien pusing Rujuk RSDS
karena PEB. Saat di PONEK RSDS, didapatkan tekanan darah pasien 158/105 mmHg
dan pemeriksaan protein urin +2. Pasien di MRS-kan untuk diberikan pengobatan
PEB serta terminasi kehamilan.
3.8 Planning
a. Edukasi :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien, tindakan yang
akan dilakukan serta prognosisnya
b. Diagnostik :
1. Pemeriksaan fisik
2. Darah lengkap
3. Urin lengkap
4. Faal Hati
5. Faal Ginjal
e. Terapi :
1. MgSO4 40% 10 cc
2. Nifedipine tab 1x30 mg
3. Misoprostol 25 mcg/6 jam
f. Tindakan :
Manajemen aktif, terminasi kehamilan
g. Monitoring :
Observasi TTV dan CHPB
3.9 Observasi
04 Januari 2022
04.40 Ibu ingin meneran Tanda Vital G2P1A0 Monitoring:
TD : 135/95mmHg UK 39 Obs.TTV
Nadi : 90x/mnt minggu Obs.CHPB
RR : 20x/mnt J/T/H/I
Suhu : 36,6 C belum Tindakan :
SpO2 : 98% inpartu Pimpin persalinan
+ PEB
Status Obstetri Outcome bayi :
Inspeksi : Bandl’s Ring (-) Telah lahir bayi
Auskultasi : BU (+), DJJ berjenis kelamin
145x/menit perempuan pada
Perkusi : Redup (+) hari Senin, 04/1/22
Palpasi : TFU 3 jari di pukul 04.47 WIB,
bawahprocessus lahir secara
xiphoideus (30 cm), His spontan pervagina,
3x10’x30’’ ditolong oleh
L1 : teraba bokong bidan, lahir
L2 : teraba punggung kiri langsung
L3 : teraba kepala menangis, AS 7-8,
L4 : belum masuk PAP ketuban jernih, UK
menurun BS 39
VT ᴓ 10 cm, effacement mgg, BB 3200 gr
100%, ketuban (-), kepala PB 48 cm, LK 33
HII cm, LD 29 cm, LA
28 cm, anus (+)
genitalia (+) cacat
(-) caput
soksodenum (-)
Plasenta lahir
spontan, perineum
lecet.
07.00 Tidak ada keluhan Tanda Vital P2002 post Monitoring :
TD : 140/70mmHg partum Obs.TTV
Nadi : 89x/mnt spontan H1 Obs.Perdarahan
RR : 20x/mnt dengan Obs. Kontraksi
Suhu : 36,9 C PEB uterus
SpO2 : 98%
Terapi :
Konjungtiva anemis (-/-) p/o asam
Mammae : nyeri (-), mefenamat 3x500
bengkak (-/-), ASI (+/+) mg
Abd p/o nifedipine 3x10
Inspeksi : Bandl’s Ring (-) mg
Auskultasi : BU (+) p/o..metildopa
Perkusi : timpani 3x250 mg
Palpasi : TFU 2 jari di
bawah pusat, UC (+) baik
Gen
Fluxus (+) sedikit
Luka perineum (-)
Lochea (+) rubra
Ext
AH (+), OE (-)
05 Januari 2022
07.00 Tidak ada keluhan Tanda Vital P2002 post Monitoring :
TD : 120/70mmHg partum Obs.TTV
Nadi : 90x/mnt spontan H2 Obs.Perdarahan
RR : 20x/mnt dengan Obs. Kontraksi
Suhu : 36,5 C PEB uterus
SpO2 : 98%
Terapi :
Konjungtiva anemis (-/-) p/o asam
Mammae : nyeri (-), mefenamat 3x500
bengkak (-/-), ASI (+/+) mg
Abd p/o nifedipine 3x10
Inspeksi : Bandl’s Ring (-) mg
Auskultasi : BU (+) p/o..metildopa
Perkusi : timpani 3x250 mg
Palpasi : TFU 2 jari di
bawah pusat, UC (+) baik PRO KRS
Gen
Fluxus (+) sedikit
Luka perineum (-)
Lochea (+) rubra
Ext
AH (+), OE (-)
3.11 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB IV
PEMBAHASAN