Anda di halaman 1dari 27

SEMINAR KASUS MATA KULIAH ILMU KEBIDANAN

DOSEN PENGAMPU:
Evi Wahyuntari, S.ST., M.Keb

DISUSUN OLEH:

1. ZAEROTIM (2110101213)

2. UMMI ROSYIDATUR ROHMANA (2110101216)

3. NUR FITRIANI TITI LESTARI (2110101222)

4. DARWANTI (2110101223)

5. SUMARSIH (2110101226)

6. SITI KARIMAH (2110101228)

7. MUTIA SRI UTAMI (2110101230)

8. SUPARMI (2110101232)

9. INAYAH (2110101234)

10. ENNO YUNI ALFIANA RAHMAH (2110101237)

11. MONICA YULIANTI LESTARI (2110101241)

12. ZAHRA ANISA (2110101251)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Apabila

kita sehat, kita bisa melakukan aktivitas dengan baik. Kesehatan tentu saja

diperhatikan sejak dalam kandungan hingga tua sebagaimana daur kehidupan

terjadi. Akan tetapi, yang menjadi pusat perhatian saat ini adalah kesehatan ibu dan

anak. Ibu dan anak yang dimaksud adalah ibu hamil dan janin yang akan dilahirkan.

Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu target yang ditentukan

dalam tujuan SDGs 2030 (Sustainable Development Goals) yang ke-3 yaitu

menargetkan AKI (Angka Kematian Ibu) 70 per 100.000 kelahiran hidup, AKB

(Angka Kematian Bayi) maksimum 12 per 1000 kelahiran hidup dan angka

kematian balita maksimum 25 per 1000 kelahiran hidup. Akan tetapi angka

kematian ibu, bayi dan balita di Indonesia masih tergolong tinggi dan merupakan

salah satu masalah utama kesehatan.

Kematian ibu atau maternal death menurut batasan dari Tenth Revision of

The International Classification of Disease (ICD-10) adalah kematian wanita yang

terjadi pada saat kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan.

Kematian ibu disebabkan oleh kejadian yang berhubungan dengan kehamilan, atau

yang diperberat oleh kehamilan tersebut atau penanganannya. Kematian ibu bukan

kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan. Indonesia terancam

gagal memenuhi target MDGs tahun 2015.


Data menunjukkan bahwa AKI di Indonesia berdasarkan SDKI tahun 2012

(359 per 100.000 kelahiran hidup) mengalami peningkatan dibandingkan SDKI

tahun 2007 (228 per 100.000 kelahiran hidup). Sebelumnya, AKI sempat menurun

secara bertahap, dari 390 (1991) menjadi 334 (1997), 307 (2003), dan 228 (2007).

Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (28%),

preeklamsi/eklamsi (24%), dan infeksi (11%). Menurut Pedoman Nasional

Pelayanan Kedokteran (PNPK) insiden preeklamsi di Indonesia adalah

128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Kecenderungan yang ada dalam dua dekade

terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklamsi,

berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan

perkembangan temuan antibiotik.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tahun 2017

mengadakan program Zero Mother Mortality Preeklampsia (ZOOM) yang

bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu karena preeklamsi yang sudah

dirancang sejak tahun 2016. Preeklamsi merupakan penyebab kematian ibu sekitar

30-40% dan kecenderungan meningkat bila disertai komplikasi organ lain. POGI

menargetkan tidak ada lagi kematian ibu akibat preeklamsi. Preeklamsi merupakan

sasaran pertama untuk menurunkan angka kematian ibu karena dapat dilakukan

deteksi dini dan pencegahan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Preeklampsia

a. Definisi

Kata “eklampsia” berasal dari Yunani yang berarti “halilintar”

karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan

suasana gawat dalam kebidanan (Manuaba, 1998).

Preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai

proteinuri, edema atau keduanya, yang terjadi kehamilan setelah minggu

ke 20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan

hidatidofermis yang luas pada vili khorialis (Cunningham, et al. 2014).

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap

adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.

(Wibowo, et al. 2015).

Secara teoritik urutan gejala-gejala yang timbul pada

preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria, bila gejala

tersebut timbul tidak sesuai urutan diatas, berarti dianggap bukan

preeklampsia. Hipertensi dan proteinuri merupakan gejala paling penting

dalam preeklampsia. Namun sayangnya, penderita seringkali tidak

merasakan gejala hipertensi dan proteinuri tersebut. Adanya terdapat

gangguan nyeri

7
8

kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrikum pertanda

preeklampsia sudah cukup lanjut (Prawirohardjo, 2010).

b. Epidemiologi

Berdasarkan Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2015 oleh

WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank Group, dan UNPD angka

kematian materna secara global pada tahun 2015 adalah 216 kematian

ibu per 100.000 kelahiran hidup. Asia tenggara termasuk Indonesia

menempati posisi ke tiga setelah Afrika dan Timur Tengah. Sedangkan

prediksi Biro Sensus Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia akan

mencapai 255 juta pada tahun 2015 dengan jumlah kehamilan berisiko

sebesar 15 - 20 % dari seluruh kehamilan (Wibowo, et al. 2015).

Menurut WHO (2005) kematian maternal dapat disebabkan oleh

perdarahan (25%), penyebab tidak langsung (20%), infeksi (15%), aborsi

yang tidak aman (13%), preeklampsia atau eklampsia (12%), persalinan

yang kurang baik (8%), dan penyebab langsung lainnya (8%).

Preeklampsia atau eklampsia menduduki peringkat kedua sebagai

penyebab langsung kematian setelah perdarahan, meskipun terdapat

variasi data di berbagai negara. (Andriani, et al. 2013).

Prevalensi preeklampsia di negara maju adalah 1,3% - 6%,

sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden

preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar

5,3% (Wibowo, et al. 2015).


9

c. Faktor risiko

Banyak faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan,

Wibowo, et al. (2015) mengelompokkan faktor risiko preeklampsia

sebagai berikut:

1) Faktor risiko tinggi untuk preeklampsia:

a) Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

b) Kehamilan multipel

c) Penyakit yang menyertai kehamilan

• Hipertensi kronik

• Diabetes mellitus

• Penyakit ginjal kronis

• Sindroma antifosfolipid

2) Faktor risiko tambahan:

a) Obesitas / Indeks massa tubuh ≥ 35

b) Penyakit vaskular dan pembuluh darah

c) Usia ibu ≥ 40

d) Nulipara/kehamilan pertama pada pasangan baru/ kehamilan

sebelumnya telah bejarak ≥ 10 tahun

e) Riwayat preeklampsia pada ibu dan saudara perempuan

f) Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio

g) Tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg

h) Proteinuria (dipstick ≥+1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6

jam atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam).


10

d. Etiologi dan Patogenesis

Sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum

diketahui dan masih merupakan disease of theoris (Cunningham, et al.

2014). Saat ini paling tidak terdapat 4 teori etiologi yang mencoba

menjelaskan patogenesis penyakit ini yaitu: invasi trofoblastik

abnormal, faktor imunologis, aktivasi sel endotel, dan faktor genetik.

Meskipun etiologi dari sindroma hipertensif kehamilan itu tak

diketahui, tetapi telah dengan baik diterima bahwa 9 kelainan

patofisiologi yang mendasari adalah suatu pengerutan arteriolar merata

atau vasospasme. Kenaikan tekanan darah dapat ditimbulkan baik oleh

peningkatan curah jantung ataupun resistensi pembuluh darah sistemik.

Curah jantung pada pasien hamil dengan preeklamsia dan eklamsia

tidak jauh berbeda dari curah jantung pada pasien hamil yang normal

dalam trimester terakhir kehamilan. Dilain pihak, resistensi pembuluh

darah sistemik telah terbukti dapat meningkat nyata (Cunningham, et

al. 2014).

Aliran darah ginjal dan tingkat filtrasi glomerulus (GFR) pada

pasien dengan preeklamsia dan eklamsia jauh lebih rendah daripada

pasien dengan kehamilan normal pada periode gestasi yang sebanding.

Pengurangan aliran darah ginjal telah terbukti berkaitan dengan

pengerutan pada sistem arteriolar aferen. Vasokontriksi aferen ini

akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan pada membran glomerulus,

sehingga meningkatkan permiabilitasnya terhadap protein.


11

Vasokontriksi ginjal dan pengurangan GFR juga dapat menyebabkan

oliguria (Cunningham, et al. 2014).

e. Diagnosis

Dalam buku Diagnosis dan Tata laksana Pre-eklamsia oleh

Wibowo, et al. (2015) kriteria diagnosis preeklampsia adalah sebagai

berikut:

1) Kriteria minimal preeklampsia:

a) TD ≥140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu

b) Ekskresi protein dalam urin ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1

dipstik, rasio protein:kreatinin ≥ 30 mg/mmol

2) Kriteria preeklampsia berat: (preeklampsia dengan minimal satu

gejala dibawah ini)

a) TD ≥ 160/110 mmHg

b) Proteinuria ≥ 5 g/24 jam atau ≥ +2 dipstik

c) Ada keterlibatan organ lain:

d) Hematologi: trombositopenia (<100.000/ul), hemolisis

mikroangiopati

e) Hepar: peningkatan SGOT dan SGPT, nyeri epigastrik atau

kuadran kanan atas

f) Neurologis: sakit kepala persisten, skotoma penglihatan

g) Janin: pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

h) Paru: edema paru dan/atau gagal jantung kongestif

i) Ginjal: oliguria (≤ 500 ml/24 jam), kreatinin ≥ 1,2 mg/dL


12

f. Pencegahan

Dalam buku Diagnosis dan Tata laksana Pre-eklamsia oleh

Wibowo, et al. (2015), pencegahan yang paling penting pada

preeklampsia yaitu dengan pencegahan primer dan pencegahan

sekunder. Pencegahan primer yaitu dengan mengetahui tanda dan gejala

dari penyebab preeklampsia. Tapi sampai saat ini penyebab

preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui secara pasti sehingga

pencegahan primer yang dilakukan yaitu dengan mengontrol faktor

risiko dari preeklampsia. Sedangkan pencagahan sekunder yang

dianjurkan yaitu:

1) Istirahat di rumah direkomendasikan untuk pencegahan primer

preeklampsia.

2) Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran

pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa

proteinuria). (Level evidence III, Rekomendasi C)

3) Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan

komplikasinya selama kehamilan tidak direkomendasikan. (Level

evidence I a, Rekomendasi A)

4) Aspirin dosis 75 mg atau kurang cukup aman diberikan pada

kelompok risiko tinggi untuk menurunkan risiko preeklampsia baik

sebagai pencegahan primer atau sekunder. (Level evidence Ia,

Rekomendasi A)
13

5) Pemberian kalsium dapat diberikan pada wanita yang memiliki

risiko tinggi preeklampsia dan rendah asupan kalsium untuk

mencegah terjadinya preeklampsia. (Level of evidence I a,

Rekomendasi A)

6) Pemberian vitamin C dan E tidak direkomendasikan untuk

diberikan dalam pencegahan preeklampsia. (Level of evidence I a,

Rekomendasi A)

g. Prognosis

Penderita preeklampsia yang terlambat penanganannya akan

berdampak pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada Ibu dapat

terjadi perdarahan otak, dekompensasi kordis pada edema dan paru,

payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam pernafasan saat

kejang. Pada janin dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterin

dan kelahiran prematur (Wiknjosastro, et al. 2010). Dampak jangka

pendek dan jangka panjang preeklampsia dapat dilihat pada gambar

dibawah ini :

Gambar 2.1 Bagan alur prognosis ibu dan janin pada preeklampsia
(Wiknjosastro, et al. 2010)
14

h. Penanganan

Penanganan preeklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan

menjadi eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin

dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal.

Pengobatan hanya dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-

eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kahamilan yang

menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama penanganan ialah (1)

mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia; (2)

melahirkan janin hidup; (3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-

kecilnya. Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas

pengobatan medik dan penanganan obtetrik (Wiknjosastro, et al. 2010)

Pada Preeklampsia ringan penanganan simtomatis dan berobat jalan masih

mungkin ditangani di puskesmas dan dibawah pengawasan dokter, dengan

tindakan yaitu:

1) Menganjurkan ibu untuk istirahat ( bila bekerja diharuskan cuti),

dan menjelaskan kemungkinan adanya bahaya.)

2) Sedativa ringan

• Phenobarbital 3 x 30 mg

• Valium 3 x 10 mg

3) Obat penunjang

• Vitamin B kompleks

• Vitamin C atau vitamin E

• Zat besi
15

4) Nasehat

• Garam dalam makan dukurangi

• Lebih banyak istirahat baring kearah punggung janin

• Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit

kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik,

pernafasan semakin sesak, nyeri epigastrium, kesadaran

makin berkurang, gerak janin melemah-berkurang,

pengeluaran urin berkurang.

5) Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat. Petunjuk

untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau

merujuk penderita perlu memperhatikan hal berikut:

• Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih

• Protein dalam urin 1 plus atau lebih

• Kenaikan berat badan 11/2 kg atau lebih dalam seminggu

• Edema bertambah dengan mendadak

• Terdapat gejala dan keluhan subyektif

Penanganan obstetri ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat

yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi

sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus. Setelah persalinan

berakhir, jarang terjadi eklampsia, dan janin yang sudah cukup matur

lebih baik hidup diluar kandungan dari pada dalam uterus.


16

BAB III

TINJAUAN KASUS

Seorang perempuan umur 36 tahun G2P1A0 UK 33 minggu dating ke puskesmas untuk

memeriksakan kehamilannya. Ibu mengeluh pusing, jarak kehamilan ini dengan

kehamilan pertama 11 tahun. Bidan melakukan pemeriksaan di dapatkan TD 170/110

mmHg Nadi 84x/menit, Respirasi 28x/menit. Hasil palpasi di dapatkan TFU 29,5 cm,

presentasi kepala, DJJ +. Bidan melakukan rujukan pemeriksaan laboratorium di

dapatkan proteinuria +, trombosit <100.000/ microliter. Berdasarkan hasil tersebut bidan

melakukan rujukan ke fasilitas layanan lebih tinggi.

1. Diagnosa : G2P1A0 UK 33 minggu dengan severe features preeklampsia

(Preeklampsia Berat)

Dalam buku Diagnosis dan Tata laksana Pre-eklamsia oleh Wibowo, et al. (2015)

kriteria diagnosis preeklampsia adalah sebagai berikut:


17

a. Kriteria minimal preeklampsia:

1) TD ≥140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu

2) Ekskresi protein dalam urin ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstik, rasio

protein:kreatinin ≥ 30 mg/mmol

b. Kriteria preeklampsia berat: (preeklampsia dengan minimal satu gejala

dibawah ini)

1) TD ≥ 160/110 mmHg

2) Proteinuria ≥ 5 g/24 jam atau ≥ +2 dipstik

3) Hematologi: trombositopenia (<100.000/ul), hemolisis mikroangiopati

4) Hepar: peningkatan SGOT dan SGPT, nyeri epigastrik atau kuadran kanan

atas

5) Neurologis: sakit kepala persisten, skotoma penglihatan

6) Janin: pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

7) Paru: edema paru dan/atau gagal jantung kongestif

8) Ginjal: oliguria (≤ 500 ml/24 jam), kreatinin ≥ 1,2 mg/dL

2. Penatalaksanaan preeklampsia berat

a. Stabilisasi pasien dan rujuk ke pusat pelayanan lebih tinggi

b. Prinsip manajemen preeklampsia berat:

1) Monitor tekanan darah, albumin urin, kondisi janin, dan pemeriksaan

laboratorium

2) Mulai pemberian antihipertensi


18

3) Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin (oral short

acting), hidralazine dan labetalol parenteral. Alternatif pemberian

antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol

4) Mulai pemberian MgSO4 (jika gejala seperti nyeri kepala, nyeri uluhati,

pandangan kabur). Loading dose beri 4 gram MgSO4 melalui vena

dalam 15-20 menit. Dosis rumatan beri MgSO4 1 gram/jam melalui vena

dengan infus berlanjut.

5) Rencana terminasi pada usia kehamilan 34-37 minggu. Atau usia

kehamilan <34 minggu bila terjadi kejang, kondisi bayi memburuk,

edema paru, gagal ginjal akut.

Penatalaksanaan Preeklampsia Berat menurut EBM

Menurut Jurnal Penelitian oleh Imelda dan Putriana tentang Penanganan Awal Kejadian

Preeklamsia Berat dan Eklampsia Salah Satu Rumah Sakit di Provinsi Lampung

Perawatan konservatif

1. Indikasi Pada kehamilan systole ≥ 180 mmHg atau diastole ≥ 110 mmHg

2. Pengobatan

a. Di kamar bersalin (selama 24 jam)

1) Tirah baring

2) Infus RL (Ringer Laktat) yang mengandung 5% dekstrosa, 60- 125 cc/jam,

3) 10 gr MgS04 50% i.m. sebagai dosis awal diulangi dengan dosis 5 gr MgSO4

50% i.m. setiap 6 jam, s/d 24 jam pascapersalinan (kalau tidak ada kontra

indikasi pemberian MgS04 )

4) Diberikan anti hipertensi: yang digunakan:


19

a) Klonidin suntikan i.v. (1 ampul mengandung 0,15 mg/cc), tersedia di kamar

bersalin, dilanjutkan tablet

b) Nifedipin 3 x 10 mg (pilihan pertama) atau tablet Metildopa 3 x 250 mg)

c) Bila sistole ≥ 180 mmHg atau diastole ≥ 110 mm Hg digunakan injeksi 1

ampul Klonidin yang mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan

dalam 10 cc lar.aquadest (untuk suntikan). Disuntikan : mula-mula 5 cc i.v.

perlahan-lahan selama 5 menit. 5 menit kemudian tekanan darah diukur, bila

belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v. dalam 5 menit

sampai tekanan darah diastole normal.

5) Dilakukan pemeriksaan lab. tertentu (fungsi hepar dan ginjal) dan produksi urine

24 jam.

6) Konsultasi dengan spesialis Mata, Jantung atau yang lain sesuai indikasi.

b. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di Ruang Bersalin setelah 24 jam

masuk ruangan bersalin)

1) Tirah baring

2) Obat-obatan:

a) Roboransia: multivitamin

b) Aspirin dosis rendah 1 x 87,5 mg per hari

c) Antihipertensi (Klonidin 0,15 mg i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg atau

Metildopa 3 x 250 mg)

3) Pemeriksaan lab :

a) Hb, PCV dan hapusan darah tepi

b) Asam urat darah

c) Trombosit
20

d) Fungsi ginjal/hepar

e) Urine lengkap

f) Produksi urine per 24 jam

4) Diet tinggi protein, rendah karbohidrat

5) Dilakukan penilaian kesejahteraan janin.

6) Perawatan konservatif dianggap gagal bila: -

a) Adanya tanda-tanda impending eklampsia

b) Kenaikan progresif dari tekanan darah

c) Adanya Sindrom Hellp

d) Adanya kelainan fungsi ginjal

e) Penilaian kesejahteraan janin jelek.

Perawatan aktif

1. Indikasi

a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek

b. Adanya gejala-gejala impending eklamsia

c. Adanya Sindrom Hellp

d. Kehamilan aterm (> 38 mg) Apabila perawatan konservatif gagal (lihat 3)

2. Pengobatan medisinal

a. Segera rawat inap

b. Tirah baring miring kesatu sisi

c. Infus RL yang mengandung 5% Dekstrosa dengan 60-125 cc/jam

d. Pemberian anti kejang:

MgS04 Dosis awal:


21

1) MgSO4 20% 2 gr.i.v.

2) MgSO4 50% 10 gr i.m. pada bokong kanan/kiri (masingmasing 5 gr)

Dosis ulangan:

MgSO4 50% 5 gr.i.m.diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal s/d 6 jam pasca

persalinan. Syarat pemberian:

1) Refleks patela (+)

2) Respirasi > 16/menit

3) Urine sekurang-kurangnya 150 cc/6 jam

4) Harus selalu tersedia kalsium glukonas 1 gr 10% (diberikan i.v. pelan-pelan pada

intoksikasi MgS04)

e. Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila: (Klonidin i.v. dilanjutkan

Nifedipin 3 x 10 atau Metildopa 3 x 250 mg) Systole > 180 mmHg dan Diastole >

120 mmHg
22

Preeklampsia dengan gejala berat


• Evaluasi di kamar bersalin dalam 24 – 48 jam
• Kortikosteroid untuk pematangan paru,
Magnesium sulfat profilaksis, antiipertensi
• USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan
pemeriksaan laboratorium

Kontraindikasi perawatan
ekspektatif :
• Eklampsia• IUFD Iya
• Solusio plasenta• DIC
• Gawat janin• Edema paru Lakukan persalinan
• HT berat, tidak terkontrol setelah stabil
• Janin tidak viable

Komplikasi perawatan ekspektatif: Iya • Pemberian


• Gejala persisten • Sindrom HELLP Kortikosteroid
• Severe olygohydramnion• Gangguan renal berat pematangan
• Reversed end diastolic flow• KPP atau inpartu paru
• Pertumbuhan janin terhambat • Persalinan
setelah 48 jam

Perawatan ekspektatif:
• Tersedia fasilitas perawatan maternal dan
neonatalintensif
• Usia kehamilan: janin viabel – 34 minggu
• Rawat inap
• Stop magnesium sulfat dalam 24 jam
• Evaluasi Ibu dan janin setiap hari

• Usia kehamilan ≥ 34 minggu Iya


• KPP atau inpartu
• Perburukan maternal - fetal Lakukan persalinan
• Adanya salah satu gejala kontraindikasi
perawatan ekspektatif

Gambar 5. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat


23

Prognosis

Penderita preeklampsia yang terlambat penanganannya akan berdampak pada ibu

dan janin yang dikandungnya. Pada Ibu dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi

kordis pada edema dan paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam pernafasan

saat kejang. Pada janin dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterin dan kelahiran

prematur (Wiknjosastro, et al. 2010). Dampak jangka pendek dan jangka panjang

preeklampsia dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Bagan alur prognosis ibu dan janin pada preeklampsia
(Wiknjosastro, et al. 2010)
24

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Lampung

https://repository.unair.ac.id/105749/1/Penatalaksanaan.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2187/3/BAB%20II.pdf

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/20107/6.%20BAB%20II.pdf?se
quence=6&isAllowed=y

Imelda dan Putriana. 2017. Penanganan Awal Kejadian Preeklamsia Berat dan Eklampsia
Salah Satu Rumah Sakit di Provinsi Lampung

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatalaksana Preeklamsi. 2016.

Perkumpulan Obstertri dan Ginekologi Indonesia. Zero Mother Mortality Preeklampsia.


2017.

Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal & Patologi. Nuha
Medika: Yogyakarta.

Sarwono, Prawirohardjo. 2005, Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka : Jakarta.

Sarwono, Prawirohardjo. 2011, Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka : Jakarta.

Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia. Jakarta; 2012.

World Health Organization.; 2010.

Yuniarti F. Analisis Perilaku Kesehatan dan Faktor Risiko Kejadian Pre eklamsi Pada Ibu
Hamil di Poliklinik Obstetri Gynekologi RSUD Kabupaten Kediri. J Issues
Midwifery. 2018;1:1-17.
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

PENELITIAN
PENANGANAN AWAL KEJADIAN PREEKLAMSIA BERAT
DAN EKLAMPSIA SALAH SATU RUMAH SAKIT DI
PROVINSI LAMPUNG
Ajeng Dwi Imelda*, Yeyen Putriana**
*
Alumnus Jurusan Kebidanan Potekkes Tanjungkarang
**
Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjugkarang

Preeklampsia berat dan eklampsia merupakan komplikasi dalam kehamilan dan persalinan yang
meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Peningkatan gejala dan tanda tersebut jika
tidak cepat ditangani akan dapat membahayakan keadaan ibu dan bayi. Hasil pre survey di pada tahun
2016 di RSUD H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung sebanyak 46 kasus kematian ibu di sebabkan oleh
eklamsia. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan awal kejadian preeklampsia
berat dan eklampsia. Rancangan Penelitian ini deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pada
penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah Accidental Sampling yang populasi seluruh ibu
bersalin yang mengalami Preeklmpsia Berat dan Eklamsia pada Tahun 2017. Pengumpulan data
menggunakan chek list dengan analisa univariat. Populasi yang di dapatkan saat penelitian berjumlah 25
responden. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ruangan Kebidanan RSUD. Dr. Hi Abdul
Moeloek tahun 2017 diperoleh bahwa diantara yang mengalami preeklampsia berat 17 responden,
terdapat 14 (82.4%) responden yang mendapatkan penatalaksanaan sesuai protap, sedangkan 3 (17.6%)
responden tidak mendapatkan penatalaksanaan sesuai protap. Dan yang mengalami eklampsia 8
responden, terdapat 6 (75.0%) responden yang mendapatkan penatalaksanaan sesuai protap sedangkan 2
(25.0%) responden tidak mendapatkan penatalaksanaan sesuai protap. Saran yang diberikan peneliti agar
petugas kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan memberikan
penatalaksanaan preeklampsia berat dan eklampsia sesuai protap, sehingga dapat menurunkan angka
kematian disebabkan eklamsia baik di tingkat provinsi maupun secara nasional.

Kata Kunci: Eklamsia, Penatalaksanaan, Preeklampsia berat, Eklampsia

LATAR BELAKANG terjadinya masalah eklamsia maka harus di


lakukan penangan preeklamsia awal
Preeklamsia ialah penyakit dengan dengan baik
tanda-tanda hipertensi, odema dan Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di
proteinuria yang timbul karena kehamilan antaranya dapat dilihat dari indikator
pada usia kehamilan diatas 20 minggu . Angka Kematian Ibu (AKI). Indikator ini
Penyebabnya belum diketahui. Pada tidak hanya mampu menilai program
kondisi preeklamsia berat dapat menjadi kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai
eklamsia dengan dengan penambahan derajat kesehatan masyarakat, karena
kejang-kejang (Prawirohardjo, 2009). sensitifitasnya terhadap perbaikan
Peningkatan gejala dan tanda tersebut jika pelayanan kesehatan, baik dari sisi
tidak cepat di tangani akan dapat aksesibilitas maupun kualitas. Berdasarkan
membahayakann keadaan ibu dan bayi. hasil Survei Penduduk Antar Sensus
Preeklamsia dan eklamsia (SUPAS) 2015, AKI menunjukkan 305
merupakan penyebab utama mortalitas dan kematian per 100.000 kelahiran hidup.
morbiditas ibu dan bayinya. Indikasi (Kemenkes RI, 2015).
preeklamsia adalah 7-10% dari kehamilan Angka ini masih cukup tinggi jika
dan merupakan penyebab kematian ibu dibandingkan dengan negara-negara
nomor dua di Indonesia. Preeklamsia juga tetangga di Kawasan ASEAN. Pada tahun
dapat menyebabkan gangguan perubahan 2007, ketika AKI di Indonesia mencapai
janin dan kematian janin dalam kandungan 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKI di
(Bekti Subakir, 2008). Untuk mencegah Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran

[203]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul


hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran Moeloek Provinsi Lampung.
hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama- Teknik analisa data yang akan
sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran digunakan dalam penelitian ini adalah
hidup (Kemenkes RI, 2014) analisa data secara univariat, yaitu data
Menurut Depkes RI (2010), yang mendeskripsikan atau
penyebab langsung kematian maternal di menggambarkan data tersebut dalam
Indonesia terkait kehamilan dan persalinan prosentase yang disajikan dalam bentuk
terutama yaitu perdarahan 28%, eklamsia tabel distribusi frekuensi.
24%, infeksi 11%, partus lama 5%, dan
abortus 5%. Sedangkan di Provinsi
Lampung tahun 2013, kematian ibu HASIL
disebabkan oleh perdarahan sebanyak 47
kasus, eklamsia sebanyak 46 kasus, partus Analisis Univariat
lama sebanyak 1 kasus, aborsi sebanyak 1
kasus, dan lain-lain sebanyak 54 kasus. Tabel 1: Distribusi Frekuensi Responden
(Profil kesehatan provinsi Lampung, Berdasarkan Penatalaksanaan
2014). Awal kepada Ibu Bersalin yang
Mengalami Preeklamsia Berat dan
Eklampsia
METODE
Katagori f %
Jenis penelitian ini adalah deskriptif Preeklamsia Berat 17 68
yaitu suatu metode penelitian yang Eklampsia 8 32
dilakukan dengan tujuan memberikan Jumlah 25 100
gambaran atau mendeskripsikan tentang
suatu keadaan secara objektif. dengan Berdasarkan tabel di atas terlihat
pendekatan cross-sectional yang akan kejadian preeklampsia berat sebanyak 17
meneliti Gambaran Penanganan Awal responden (68 %) lebih banyak
Kejadian Preeklamsia Berat dan Eklampsia dibandingkan eklamsia
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.
Populasi adalah keseluruhan objek Tabel 2: Distribusi Fekuensi Responden
yang akan diteliti. Populasi yang diambil Berdasarkan Penatalaksanaan
pada penelitian ini yaitu seluruh ibu yang Awal Kepada Ibu Bersalin yang
mengalami preeklamsia Berat dan Mengalami Preeklamsia Berat
Eklampsia di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung. Sampel dari Katagori f %
penelitian ini yaitu sebagaian ibu yang Sesuai protap 14 82,4
mengalami preeklamsia dan eklampsia di Tidak sesuai protap 3 17,6
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek provinsi Jumlah 17 100
Lampung. Untuk mendapatkan sampel
yang mewakili karakteristik populasi, Berdasarkan tabel di atas terlihat
maka sampel yang digunakan adalah non yang mendapatkan penatalaksanaan sesuai
random sampling dengan teknik metode protap sekitar 14 (82.4%) pada ibu yang
Accidental Sampling, pengambilan sampel mengalami preeklampsia berat.
secara aksidental (accidental) ini dilakukan
dengan pengambilan kasus atau responden
yang kebetulan ada atau tersedia disuatu
tempat sesuai dengan konteks penelitian.
Waktu penelitian pada bulan April - Mei
2017. Sedangkan lokasi penelitian ini

[204]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

Tabel 3: Distribusi Fekuensi Responden setelah persalinan. preeklamsia berat dapat


Berdasarkan Penatalaksanaan menjadi eklamsia dengan dengan
Awal Kepada Ibu Bersalin yang penambahan kejang-kejang. eklamsia yang
Mengalami Eklamsia diseratai kejang dan koma yang timbul
bukan akibat kelainan neurologi.
Katagori f % Pereklamsia berat dengan tekanan
Sesuai protap 6 75,0 darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
Tidak sesuai protap 2 25,0 darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai lebih
Jumlah 8 100 5 g/24 jam (Sarwono, 2008)
Preeklampsia terjadinya karena
Berdasarkan tabel di atas terlihat adanya mekanisme imunolog yang
yang mendapatkan penatalaksanaan sesuai kompleks dan aliran darah ke plasenta
protap sekitar (75.0%) pada ibu yang berkurang. Akibatnya jumlah zat makanan
mengalami eklamsia. yang dibutuhkan janin berkurang.
Makanya, preeklampsia semakin parah
atau berlangsung lama bisa menghambat
PEMBAHASAN pertumbuhan janin. Preeklampsia
menyebabkan tubuh ibu ‘teracuni’ dan
Preeklampsia Berat dan Eklampsia membahayakan janin. Gejalanya adalah
Berdasarkan hasil penelitian yang pembengkakan pada beberapa bagian
dilakukan di Ruangan kebidanan RSUD. tubuh, terutama muka dan tangan. Lebih
Dr. Hi Abdul Moeloek Tahun 2017 gawat lagi apabila disertai peningkatan
diperoleh bahwa di antara 17 responden tekanan darah secara tiba-tiba, serta kadar
(82.4%) yang merupakan kasus protein yang tinggi pada urin (Indiarti,
Preeklampsia berat dan 8 responden 2009).
(75.0%) merupakan kasus Eklamsia. Menurut penelitian Dhora Dwi
Hal ini sesuai teori menyatakan Palupi dan Rachmah Indawati pada tahun
Preeklampsia dan eklamsia merupakan 2013. Penyebab utama kematian ibu adalah
penyebab utama mortalitas dan morbiditas preeklampsia/eklampsia dan perdarahan.
ibu dan bayinya. Indikasi preeklamsia Tujuan dari penelitian ini untuk melihat
adalah 7-10% dari kehamilan dan besar risiko preeklampsia/eklampsia dan
merupakan penyebab kematian ibu nomor perdarahan yang berakibat pada kematian
dua di Indonesia. Preeklamsia juga dapat ibu di Jawa Timur.
menyebabkan gangguan perubahan janin Menurut peneliti, jika ibu bersalin
dan kematian janin dalam kandungan. mengalami hipertensi akan meningkatkan
Umumnya terjadi pada trimester ketiga. risiko mengalami Preeklampsia Berat dan
Persentasenya adalah 5-10% kehamilan Eklampsia. Maka dari itu, disarankan
kecenderungannya meningkat pada faktor segera melakukan rujukan pada fasilitas
genetis. Berbeda dengan tekanan darah kesehatan yang lebih lengkap apabila
tinggi menahun, preeklampsia ialah ditemui ibu hamil dengan risiko
kondisi peningkatan tekanan darah yang Preeklampsia Berat dan Eklampsia.
terjadi ketika hamil. Preeklampsia lebih
sering terjadi pada ibu yang mengalami Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
kehamilan yang pertama kali (7%). Wanita dan Eklampsia
yang hamil berusia 35 tahun, hamil Berdasarkan hasil penelitian yang
kembar, menderita diabetes, tekanan darah dilakukan di Ruangan Kebidanan RSUD.
tinggi dan gangguan ginjal juga Dr. Hi Abdul Moeloek tahun 2017
mempunyai risiko menderita preeklampsia. diperoleh bahwa diantara yang mengalami
(Indiarti, 2009). preeklampsia berat 17 responden, terdapat
Preeklamsia adalah timbulnya 14 (82.4%) responden yang mendapatkan
hipertensi disertai proteinuria dan odema penatalaksanaan sesuai protap, sedangkan
akibat kehamilan 20 minggu atau segera 3 (17.6%) responden tidak mendapatkan

[205]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

penatalaksanaan sesuai protap. Dan yang 5) Dilakukan pemeriksaan lab.


mengalami eklampsia 8 responden, tertentu (fungsi hepar dan ginjal)
terdapat 6 (75.0%) responden yang dan produksi urine 24 jam.
mendapatkan penatalaksanaan sesuai 6) Konsultasi dengan spesialis Mata,
protap sedangkan 2 (25.0%) responden Jantung atau yang lain sesuai
tidak mendapatkan penatalaksanaan sesuai indikasi.
protap. b. Pengobatan dan evaluasi selama
rawat tinggal di Ruang Bersalin
Prosedur Penatalaksanaan Pre- setelah 24 jam masuk ruangan
eklampsia Berat bersalin)
1) Tirah baring
Perawatan konservatif 2) Obat-obatan:
1. Indikasi Pada kehamilan <> = 180 - Roboransia: multivitamin
mmHg atau diastole > = 110 mmHg - Aspirin dosis rendah 1 x 87,5
2. Pengobatan mg per hari
a. Di kamar bersalin (selama 24 jam) - Antihipertensi (Klonidin 0,15
1) Tirah baring mg i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 x
2) Infus RL (Ringer Laktat) yang 10 mg atau Metildopa 3 x 250
mengandung 5% dekstrosa, 60- mg)
125 cc/jam, 3) Pemeriksaan lab.:
3) 10 gr MgS04 50% i.m. sebagai - Hb, PCV dan hapusan darah
dosis awal diulangi dengan dosis tepi
5 gr MgSO4 50% i.m. setiap 6 - Asam urat darah
jam, s/d 24 jam pascapersalinan - Trombosit
(kalau tidak ada kontra indikasi - Fungsi ginjal/hepar
pemberian MgS04 ) - Urine lengkap
4) Diberikan anti hipertensi: - Produksi urine per 24 jam,
yang digunakan: penimbangan BB setiap hari
- Klonidin suntikan i.v. (1 ampul - Diusahakan pemeriksaan AT III
mengandung 0,15 mg/cc), - Pemeriksaan Lab dapat diulangi
tersedia di kamar bersalin, sesuai dengan keperluan.
dilanjutkan tablet 4) Diet tinggi protein, rendah
- Nifedipin 3 x 10 mg (pilihan karbohidrat
pertama) atau tablet Metildopa 5) Dilakukan penilaian kesejahteraan
3 x 250 mg) janin.
- Bila sistole > = 180 mmHg atau 6) Perawatan konservatif dianggap
diastole > = 110 mm Hg gagal bila:
digunakan injeksi 1 ampul - Adanya tanda-tanda impending
Klonidin yang mengandung eklampsia
0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul - Kenaikan progresif dari tekanan
dilarutkan dalam 10 cc darah
lar.aquadest (untuk suntikan). - Adanya Sindrom Hellp
Disuntikan : mula-mula 5 cc i.v. - Adanya kelainan fungsi ginjal
perlahan-lahan selama 5 menit. - Penilaian kesejahteraan janin
5 menit kemudian tekanan jelek.
darah diukur, bila belum ada
penurunan maka diberikan lagi Perawatan aktif
sisanya 5 cc i.v. dalam 5 menit 1. Indikasi
sampai tekanan darah diastole a. Hasil penilaian kesejahteraan janin
normal. jelek
b. Adanya gejala-gejala impending
eklamsia

[206]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

c. Adanya Sindrom Hellp Antibiotik, Diuretik, Kardiotonik) Periksa


d. Kehamilan aterm (> 38 mg) lab darah, urin, liver enzym Setelah terjadi
Apabila perawatan konservatif gagal stabilisasi 4-8 jam setelah : - kejang
(lihat 3) terakhir - pemberian anti kejang/anti
2. Pengobatan medisinal hipertensi terakhir - mulai sadar terminasi
a. Segera rawat inap kehamilan tanpa memandang usia
b. Tirah baring miring kesatu sisi kehamilan dengan trauma seminimal
c. Infus RL yang mengandung 5% mungkin pada ibu belum inpartu
Dekstrosa dengan 60-125 cc/jam Pervaginam Induksi dengan pitosin +
d. Pemberian anti kejang: MgS04 Amniotomi Sebaiknya bila Bishop skor > 8
Dosis awal: Perabdominam Bila ada K.I induksi - 12
1) MgSO4 20% 2 gr.i.v. jam drip tidak masuk fase aktif inpartu
2) MgSO4 50% 10 gr i.m. kala I 6 jam fs laten tidak fase aktif
pada bokong kanan/kiri (masing- sebaiknya - fase aktif : pitosin +
masing 5 gr) amniotomi kala II ef / ev .
Dosis ulangan: RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
1) MgSO4 50% 5 gr.i.m.diulangi Povinsi Lampung tidak melakukan
tiap 6 jam setelah dosis awal s/d 6 pemberian MgSO4 secara IM karena
jam pasca persalinan. petugas menerapkan asuhan sayang ibu,
Syarat pemberian: pemberian MgSO4 40 % 4 g (10 cc) di
- Refleks patela (+) berikan secara bolus dan MgSO4 40% 6 g
- Respirasi > 16/menit drip dengan RL selama 6 jam 30
- Urine sekurang-kurangnya 150 tetes/menit. Pemberian MgSO4 dapat di
cc/6 jam berikan jika Refleks patela (+)
- Harus selalu tersedia kalsium respirasi > 16/menit, urine sekurang-
glukonas 1 gr 10%(diberikan kurangnya 150 cc/6 jam.
i.v. pelan-pelan pada intoksikasi Menurut penelitian Indah Budiarti
MgS04) sebagian besar responden telah melakukan
e. Antihipertensi dapat dipertimbang- penatalaksanaan preeklampsia berat namun
kan diberikan bila: belum sesuai dengan standar. Dan dari
(Klonidin i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 penelitian Indah Budiarti ditemukan
x 10 atau Metildopa 3 x 250 mg) adanya hubungan penatalaksanaan
- Systole > 180 mmHg preeklampsia berat pada tingkat pelayanan
- Diastole > 120 mmHg dasar terhadap kejadian eklampsia di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Protap Penatalaksanaan Eklampsia Lampung tahun 2012. Menurut Peneliti,
pertolongan pertama saat di IGD hindari Penatalaksanaan awal kejadian
ransangan, Pasang spatula lidah Bebaskan preeklampsia berat dan eklampsia di
jalan napas Beri : MgSO4 20 % 4 g (20 cc) RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Povinsi
I.V pelan-pelan MgSO4 40 % 8 g (10 cc) Lampung harus lebih di tingkatkan
I.M ( 10 cc BoKa + 10 cc BoKi ) Pasang kembali dan untuk para petugas kesehatan
infus D5% atau RL Fiksasi badan di diharapkan memperbarui pengetahuan dan
tempat tidur 15 – 30 menit. kirim ke upf ilmu serta mengikuti pelatihan-pelatihan
obgyn eklampsia di upf obgyn Pertolongan yang terbaru dalam penatalaksanaan
lanjut di kamar bersalin atau ruang isolasi: preeklampsia berat dan eklampsia .
Periksa dalam Pasang kateter menetap
Lanjutan MgSO4 40 % 10 cc I.M tiap 6
jam Bila kejang lagi ⇨ MgSO4 20 % 10 cc KESIMPULAN
I.V Bila kejang lagi setelah 20’ Pentothal
5 mg/kgBB/I.V pelan-pelan atau Berdasarkan hasil penelitian dan
Amibarbital 3-5 mg/kgBB/I.V pelan-pelan pembahasan tentang penanganan awal
Obat-obat penunjang (Antihipertensi, preeklampsia berat dan eklampsia di

[207]
Jurnal Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017 ISSN 1907 - 0357

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi pelatihan-pelatihan yang terbaru dalam


Lampung di RSUD tahun 2017 dapat penatalaksanaan preeklampsia berat dan
disimpulkan sebagian besar ibu yang eklampsia.
mengalami preeklampsia berat sebanyak
17 responden dan Eklampsia sebanyak 8
responden., Sebagian besar yang DAFTAR PUSTAKA
mengalami preeklampsia berat, terdapat 14
(82.4%) responden yang mendapatkan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2010.
penatalaksanaan sesuai protap.Sebagian Profil Kesehatan Provinsi Lampung
besar yang mengalami eklampsia, terdapat Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Asuhan
6 (75.0%) responden yang mendapatkan Kebidanan pada Hamil Normal &
penatalaksanaan sesuai protap. Patologi. Nuha Medika: Yogyakarta
Saran bagi tempat penelitian agar Sarwono, Prawirohardjo. 2005, Ilmu
dapat meningkatkan mutu dan kualitas Kebidanan. PT. Bina Pustaka :
pelayanan kesehatan dengan memberikan Jakarta
penatalaksanaan preeklampsia berat dan Sarwono, Prawirohardjo. 2011, Ilmu
eklasmpsia sesuai protap. Bagi Bidan dan Kebidanan. PT. Bina Pustaka :
Tenaga Kesehatan Lainnya untuk petugas Jakarta
kesehatan diharapkan memperbarui
pengetahuan dan ilmu serta memberikan

[208]

Anda mungkin juga menyukai