Oleh :
FITINLIA IXSWAN VERYANI (113119063)
IHDA PUTRA NUGRAHA (113119075)
TRIO NOVAINDI (113119071)
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang banyak melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya. Hanya dengan pertolongan-Nya, Kami dapat memberikan “Asuhan Keperawatan
pada Ny. W dengan Pre Eklamsi Berat di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap”
selama 3 (tiga) hari yaitu dari tanggal 14-16 Nopember 2019.
Selama proses pemberian asuhan keperawatan ini, kami mendapat bantuan moral maupun
material serta bimbingan dari berbagai pihak yang terkait, perkenankanlah penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Ahmad Subandi, M.Kep., Ns. Sp. Kep. An. selaku ketua STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah
Cilacap,
2. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap
3. Ibu Evy Apriani, M.Kep., Ns. Sp. Kep. Mat.
4. Perseptor Ibu Bety, Amd Keb dan semua staff karyawan Ruang Mawar, Teratai dan poliklinik
kebidanan
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis yang tidak dapat kami sebutkan
satu persatu.
Akhir kata, kami berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Semoga asuhan keperawatan ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Wassallamualaikum Wr.Wb.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG
b. RUMUSAN MASALAH
c. TUJUAN
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3 TINJAUAN KASUS
BAB 4 JURNAL DAN ANALISIS JURNAL
BAB 5 PENUTUP
a. KESIMPULAN
b. SARAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu dan bayi yang tinggi
terutama di negara berkembang. Kematian akibat eklampsia meningkat lebih tajam
dibandingkan pada tingkat preeklampsia berat. Kejadian preeklampsia dan eklampsia
bervarisi disetiap negara bahkan disetiap daerah. Dijumpai berbagai faktor yang
mempengaruhi diantaranya ialah rendahnya tingkat pengetahuan ibu hamil, kurangnya
Antenatal Care (ANC), diabetes mellitus, hidramnion, hamil kembar dan usia ibu lebih dari
35 tahun.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012
angka kematian ibu di Indonesia tercatat mengalami kenaikan yang signifikan sekitar
359/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan
SKDI 2007, dimana angka kematian ibu (AKI) sekitar 228/100.000 kelahiran hidup.Banyak
faktor penyebab kematian ibu diantaranya adalah perdarahan nifas sekitar 26,9%, eklampsia
saat bersalin 23%, infeksi 11%, komplikasi puerpurium 8%, trauma obstetrik 5%, emboli
obstetrik 8%, aborsi8%. Angka kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 juga
mengalami kenaikan sebesar 116,01/100.00 kelahiran hidup.
Berdasarkan audit pemerintah Jawa Tengah, penyebab kematian ibu disebabkan oleh
preeklampsiaeklampsia sekitar 35,26%, perdarahan 16,44%, infeksi 4,74%, abortus 0,30%
dan partus lama 0,30%. Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang
berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi
kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakan diagnosis
dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatiakn pembengkakan pada
muka dan ekstremitas, kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah dan pemeriksaan urine
untuk menentukan proteinuria. Penyebab dari preeklampsia dan eklampsia masih belum
diketahui secara jelas, keadaan sindrom gangguan preeklampsia pada ibu hamil dilatar
belakangi dengan kondisi tingkat pendidikan ibu hamil di daerah tertentu rendah dan
menyebabkan tingkat pengetahuan juga ikut memburuk.
Di Indonesia sendiri bisa dikatakan sudah mempunyai beberapa program untuk ibu
hamil yang nantinya akan mengurangi angka kematian pada ibu hamil dan bayi salah satunya
ialah ANC. ANC adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan
penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan
yang aman dan memuaskan Kematian ibu hamil masih menjadi suatu masalah utama didunia
dan di indonesia. Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur status
kesehatan ibu pada suatu wilayah, salah satunya yaitu angka kematian ibu (Kemenkes RI,
2015). Angka kematian merupakan jumlah kematian selama kehamilan dalam periode 42 hari
setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua terkait dengan kematian atau penanganannya,
bukan karena disebabkan oleh kecelakaan atau cedera (Word Health Organization, 2014).
Angka Kematian Ibu (AKI) dapat digunakan dalam pemantauan kematian yang tekait dengan
kehamilan. Ini dipengaruhi oleh status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan
selama kehamilan dan melahirkan. Dapat mengakibatkan sensitivitas AKI terhadap perbaikan
pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2012).
WHO melaporkan ibu hamil yang mengalami hipertensi sekitar 35-55% seiring
bertambahnya usia kehamilan. WHO menyatakan bahwa 20% kematian ibu di negara
berkembang berkaitan dengan hipertensi pada kehamilan dan diantaranya disebabkan oleh
pola makan dan waktu istirahat yang kurang (WHO, 2014). Penyakit penyerta dalam
kehamilan meliputi tuberculois, ginjal, malaria, hipertensi, asma, hepatitis, anemia, penyakit
jantung dan diabetes selama kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah
salah satu kondisi dimana dapat menyebabkan tingginya kematian ibu (Koblinsky, 2012).
Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi pada
Dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis dilakukannya
operasi sectio caesaria ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor janin dan faktor ibu.
Faktor dari janin meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman
gawat janin, janin abnormal, faktor plasenta, kelainan tali pusat dan bayi kembar. Sedangkan
faktor ibu terdiri atas usia, jumlah anak yang dilahirkan, keadaan panggul, penghambat jalan
lahir, kelainan kontraksi lahir, ketuban pecah dini (KPD), dan pre eklampsia (Hutabalian ,
2011).
Berdasarkan data yang ada penyebab langsung kematian pada ibu terdiri dari
perdarahan (35%), eklampsi (20%), infeksi (7%) sedangkan untuk penyebab yang tidak
diketahui (33%) (PWS KIA Tahun 2007). Makin dikenalnya bedah caesar dan bergesernya
pandangan masyarakat akan metode tersebut, juga diikuti meningkatnya angka
persalinandengan sectio caesaria. Di Indonesia sendiri, secara garis besar jumlah dari
persalinan caesar di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20–25% dari total persalinan,
sedangkan untuk rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30–80% dari total
persalinan (Rosyid, 2009).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan klien dengan post operasi sectio caesaria
dengan PEB di ruang mawar RSUD Cilacap?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan klien dengan post operasi sectio caesaria dengan
PEB di ruang mawar RSUD Cilacap
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan pengkajian klien dengan post SC PEB.
b. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan klien dengan post SC PEB
c. Mendiskripsikan intervensi keperawatan klien dengan post SC PEB
d. Mendiskripsikan implementasi keperawatan klien dengan post SC PEB
e. Mendiskripsikan evaluasi klien dengan post SC PEB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012). Pre-eklampsia adalah kelainan
multiorgan spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hipertensi, edema dan
proteinuria tetapi tidak menunjukan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan 20 minggu (Nurarif Amin Huda,
2015). Sedangkan menurut pendapat at Fadlun dan Feryanto, 2014, mengatakan bahwa pre-
eklampsia yaitu suatu peningkatan tekanan darah yang baru muncul setelah usia kehamilan
mencapai 20 minggu disertai dengan peningkatan berat badan ibu yang cepat akibat tubuh
membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan protein dalam urine yang
disebut dengan proteinuria. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008). Pre eklamsi adalah timbulanya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera
setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2006).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Post partum atau masa nifas adalah masa
setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer, 2001). Sectio
Caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2002). Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina
(Mochtar, 1998).
Jadi post partum sectio caesaria atas indikasi pre eklamsia adalah masa setelah
partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu dimana kelahiran janinnya
dilakukan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan atau insisi
atas indikasi pre eklamsia yaitu penyakit yang ditandai dengan hipertensi, edema dan
proteinuria yang menyertai kehamilan.
Klasifikasi
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Preeklamsi Ringan :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi berbaring
terlentang, atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30
mmHg/lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, dan sebaiknya 6 jam.
2) Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB meningkat)
3) Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif 1+ & 2+
pada urine kateter atau midstream.
b. Preeklamsi Berat
1) TD 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5gr atau lebih perliter
3) Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
4) Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada efigastrium
5) Terdapat edema paru dan sianosis
B. Etiologi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti,tapi pada penderita
yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai alat.Tapi
kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air dan coogulasi
intravaskulaer.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan
tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai preeklamsi.
Sebab pre eklamasi belum diketahui,
a. Vasospasmus menyebabkan :
Hypertensi
Pada otak (sakit kepala, kejang)
Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
Pada hati (icterus)Pada retina (amourose)
b. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa
Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.
c. Factor Perdisposisi Preeklamsi
Molahidatidosa
Diabetes melitus
Kehamilan ganda
Hidrocepalus
Obesitas
Umur yang lebih dari 35 tahun
C. Manifestasi Klinis
a. penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali.
b. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.
c. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
1) TD > 140/90 mmHg atau
2) Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
3) Diastolik>15 mmHg
4) tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85 mmHg patut di curigai sebagai preeklamsi
d. Proteinuria
1) Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kuwalitatif +1 /
+2.
2) Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter atau urine porsi
tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.
D. Patofisiologi
Anatomi Fisiologi
Perubahan Fisiologi Wanita Hamil
Segala perubahan fisik dialami wanita selama hamil berhubungan dengan beberapa sistem
yang disebabkan oleh efek khusus dari hormon. Perubahan ini terjadi dalam rangka persiapan
erkembangan janin, menyiapkan tubuh ibu untuk bersalin, perkembangan payudara untuk
pembentukan/produksi air susu selama masa nifas. (Salmah dkk, 2006, hal.47)
a. Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan
progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh
hipertrofi otot polos uterus.Pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk uterus seperti buah
advokat, agak gepeng.Pada kehamilan 4 bulan uterus berbentuk bulat dan pada akhir
kehamilan kembali seperti semula, lonjong seperti telur. (Wiknjosastro, H, 2006, hal. 89)
Perkiraan umur kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri :
1) Pada kehamilan 4 minggu fundus uteri blum teraba
2) Pada kehamilan 8 minggu, uterus membesar seperti telur bebek fundus uteri berada di
belakang simfisis.
3) Pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa, fundus uteri 1-2 jari di atas
simfisis pubis.
5) Pada kehamilan 16 minggu fundus uteri kira-kira pertengahan simfisis dengan pusat.
6) Kehamilan 20 minggu, fundus uteri 2-3 jari di bawah pusat.
7) Kehamilan 24 minggu, fundus uteri kira-kira setinggi pusat.
8) Kehamilan 28 minggu, fundus uteri 2-3 jari di atas pusat.
9) Kehamilan 32 minggu, fundus uteri pertengahan umbilicus dan prosessus xypoideus.
10) Kehamilan 36-38 minggu, fundus uteri kira-kira 1 jari di bawah prosessus xypoideus.
11) Kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun kembali kira-kira 3 jari di bawah prosessus
xypoideus. (Wiknjosastro, H, 2006. Hal. 90-91 dan Mandriwati, G. A. 2008. Hal. 90).
b. Vagina
Vagina dan vulva juga mengalami perubahan akibat hormon estrogen sehingga
tampak lebih merah, agak kebiru-biruan (livide).Tanda ini disebut tanda Chadwick.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 95)
c. Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai
terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu.Namun akan mengecil setelah
plasenta terbentuk, korpus luteum ini mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron.
Lambat laun fungsi ini akan diambil alih oleh plasenta. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal .95)
d. Payudara
Payudara akan mengalami perubahan, yaitu mebesar dan tegang akibat hormon
somatomammotropin, estrogen, dan progesteron, akan tetapi belum mengeluarkan air susu.
Areola mammapun tampak lebih hitam karena hiperpigmentasi. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal.
95)
e. Sistem Sirkulasi
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta, uterus
yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula.Volume darah ibu
dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut
hidremia. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32
minggu, diikuti dengan cardiac output yang meninggi kira-kira 30%. (Wiknjosastro, H. 2006.
Hal. 96).
f. Sistem Respirasi
Wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh rasa sesak
nafas.Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas karena usus tertekan oleh uterus
yang membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa bergerak.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 96)
g. Traktus Digestivus
Pada bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea) karena hormon
estrogen yang meningkat.Tonus otot traktus digestivus juga menurun.Pada bulan-bulan
pertama kehamilan tidak jarang dijumpai gejala muntah pada pagi hari yang dikenal sebagai
moorning sickness dan bila terlampau sering dan banyak dikeluarkan disebut hiperemesis
gravidarum. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
h. Traktus Urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang
membesar sehingga ibu lebih sering kencing dan ini akan hilang dengan makin tuanya
kehamilan, namun akan timbul lagi pada akhir kehamilan karena bagian terendah janin mulai
turun memasuki Pintu Atas Panggul. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
i. Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena pengaruh
hormon Melanophore Stimulating Hormone (MSH) yang dikeluarkan oleh lobus anterior
hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi, pipi, dan hidung, dikenal
sebagai kloasma gravidarum. Namun Pada kulit perut dijumpai perubahan kulit menjadi
kebiru-biruan yang disebut striae livide. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
j. Metabolisme dalam Kehamilan
Pada wanita hamil Basal Metabolik Rate (BMR) meningkat hingga 15-20 %.Kelenjar
gondok juga tampak lebih jelas, hal ini ditemukan pada kehamilan trimester akhir.Protein
yang diperlukan sebanyak 1 gr/kg BB perhari untuk perkembangan badan, alat kandungan,
mammae, dan untuk janin, serta disimpan pula untuk laktasi nanti.Janin membutuhkan 30-40
gr kalsium untuk pembentukan tulang terutama pada trimester ketiga.Dengan demikian
makanan ibu hamil harus mengandung kalsium, paling tidak 1,5-2,5 gr perharinya sehingga
dapat diperkirakan 0,2-0,7 gr kalsium yang tertahan untuk keperluan janin sehingga janin
tidak akan mengganggu kalsium ibu. Wanita hamil juga memerlukan tambahan zat besi
sebanyak 800 mg untuk pembentukan haemoglobin dalam darah sebagai persiapan agar tidak
terjadi perdarahan pada waktu persalinan. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 98)
k. Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adaptasi ibu terhadap
pertumbuhan janin. Perkiraan peningkatan berat badan adalah 4 kg dalam kehamilan 20
minggu, dan 8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4 kg/minggu dalam trimester akhir) jadi
totalnya 12,5 kg. (Salmah, Hajjah.2006. Hal.60-61)
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk
ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre
eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi
arterial.Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating
pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
E. PATHSWAYS KEPERAWATAN
Pathways Keperawatan Hamil
Pre eklamsia
(hipertensi, edema, proteinuria)
Post PARTUM
Taking in Taking hold Letting go Efek anestesi/SC Luka epis/SC Sistem endokrin Sistem reproduksi
Dependent butuh Belajar baru Mampu Penurunan kerja Jaringan Progesteron dan Uterus Ovarium
pelayanan, dari mengalami menyesuaikan medulla oblongata terputus estrogen menurun
butuh perlindungan perubahan dengan keluarga Kontraksi Peningkatan
Penurunan kerja Jaringan Prolaktin dan FSH dan LH
Kurang Saraf pernafasan terbuka oksitosin meningkat
Adanya kelemahan Perubahan
informasi Lemah kuat
fisik (lemas, peran Menstruasi
Penurunan reflek Proteksi tubuh Produksi
nyeri
Kurang
pusing) pengetahua batuk menurun ASI Perdarahan Pelepasan
Imobilisasi Persiapan
n desidua
Isapan bayi KB
Tidak efektifnya Pintu
Defisit Peristaltik Ejeksi ASI Kurangnya
bersihan jalan nafas masuknya Lochea
perawatan diri usus volume
kuman
cairan
Perawatan Lochea
Resti stasis
infeksi kontipasi Perawatan
Resti
infeksi
payudara tidak adekua
Intoleransi payudara adekuat Inefektif
aktivitas Efektif laktasi laktasi
Nutrisi bayi
terpenuhi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap :
b. Urinalisis
2. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas
janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
3. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
G. Komplikasi
Tergantung derajat pre-eklampsianya, yang termasuk komplikasi antara lain atonia uteri
(uterus couvelaire), sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver Enzymes, Low Platelet
Cown), ablasi retina, KID (Koagulasi Intra Vaskular Diseminata), gagal ginjal, perdarahan otal,
oedem paru, gagal jantung, syok dan kematian.
16
Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut kronisnya insufisiensi uteroplasental,
misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.
H. Penatalaksanaan
a. Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat,
hipoksia sampai kematian janin)
4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.
b. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
1) Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
2) Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat
kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
3) Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8
jam pada malam hari)
4) Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
5) Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
6) Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :
metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau
nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
7) Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
8) Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
9) Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat
jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien
menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.
10) Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika
perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11) Pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan
pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi
terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur. 17
12) Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan
ekstraksi untuk mempercepat kala ii.
c. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti : kehamilan diakhiri /
diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan
dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap pemantauan janin
dengan klinis, USG, kardiotokografi.
1) Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah
kamar bersalin.Tidak harus ruangan gelap.Penderita ditangani aktif bila ada satu atau
lebih kriteria ini.
Ada tanda-tanda impending eklampsia
Ada hellp syndrome
Ada kegagalan penanganan konservatif
Ada tanda-tanda gawat janin atau iugr
Usia kehamilan 35 minggu atau lebih
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose
5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena
diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per
jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit). Syarat pemberian MgSO4 : – frekuensi
napas lebih dari 16 kali permenit – tidak ada tanda-tanda gawat napas – diuresis lebih
dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya – refleks patella positif. MgSO4 dihentikan bila : –
ada tanda-tanda intoksikasi – atau setelah 24 jam pasca persalinan – atau bila baru 6 jam
pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata. Siapkan antidotum MgSO4 yaitu
Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3
menit).Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg
atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg.Obat yang dipakai umumnya nifedipin
dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan
10 mg lagi. Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi
persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2.
Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus
pervaginam.Pada persalinan pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau
cunam. 18
2) Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.Medisinal :
sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-
tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak
ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus
segera dilakukan terminasi. jangan lupa : oksigen dengan nasal kanul, 4-6 l / menit,
obstetrik : pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. bila ada indikasi, langsung terminasi.
Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu
dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.Diet tinggi protein, dan
rendah lemak, karbohidat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat anthipertensi, memang merupakan kemajuan yang
penting dari pemeriksaan antenatal yang baik. (Wiknjosastro H,2006).
H. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
1) Data Biografi
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau > 35 tahun, Jenis
kelamin,
2) Riwayat Kesehatan
keluhan Utama : biasanya klirn dengan preeklamsia mengeluh demam, sakit
kepala,
Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM
Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya 19
3) Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
4) Riwayat KB
Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu pernah
ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek samping. Alasan
pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi) serta lamanya menggunakan
kontrasepsi.
5) Pola aktivitas sehari-hari
a. Aktivitas
Gejala :
Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat badan atau
penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-.
Tanda :
Pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka
b. Sirkulasi
Gejala :
Biasanya terjadi penurunan oksegen.
c. Abdomen
Gejala :
Inspeksi :Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm, apakah
adanya sikatrik bekas operasi atau tidak ( - )
Palpasi :
Leopold I :
Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba
massa besar, lunak, noduler
Leopold II :
Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di
sebelah kanan.
Leopold III :
Biasanya teraba masa keras, terfiksir
Leopold IV :
Biasanya pada bagian terbawah janin telah masuk pintu atas panggul
Auskultasi : 20
Biasanya terdengar BJA 142 x/1’ regular
d. Eliminasi
Gejala :Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria
e. Makanan / cairan
Gejala :Biasanya terjadi peningkatan berat badan dan penurunan , muntah-muntah
Tanda :Biasanya nyeri epigastrium,
f. Integritas ego
Gejala : Perasaan takut.
Tanda : Cemas.
g. Neurosensori
Gejala :Biasanya terjadi hipertensi
Tanda :Biasanya terjadi kejang atau koma
h. Nyeri / kenyamanan
Gejala :Biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus, gangguan
penglihatan.
Tanda :Biasanya klien gelisah,
i. Pernafasan
Gejala :Biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki, Whezing, sonor
Tanda :Biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising atau tidak.
j. Keamanan
Gejala :Apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.
k. Seksualitas
Gejala : Status Obstetrikus
6) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : baik, cukup, lemah
b. Kesadaran : Composmentis (e = 4, v = 5, m = 6)
c. Pemeriksaan Fisik (Persistem)
Sistem pernafasan
Pemeriksaan pernapasan, biasanya pernapasan mungkin kurang, kurang dari 14x/menit,
klien biasanya mengalami sesak sehabis melakukan aktifitas, krekes mungkin ada,
adanya edema paru hiper refleksia klonus pada kaki.
Sistem cardiovaskuler
Inspeksi : Apakah Adanya sianosis, kulit pucat, konjungtiva anemis.
Palpasi : 21
o Tekanan darah : Biasanya pada preeklamsia terjadi peningkatan TD, melebihi tingkat
dasar setetah 20 minggu kehamilan,
o Nadi : Biasanya nadi meningkat atau menurun
o Leher : Apakah ada bendungan atau tidak pada Pemeriksaan Vena Jugularis, jika
ada bendungan menandakan bahwa jantung ibu mengalami gangguan. Edema
periorbital yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam Suhu dingin
Auskultasi :Untuk mendengarkan detak jantung janin untuk mengetahui adanya fotal distress,
bunyi jantung janin yang tidak teratur gerakan janin melemah.
System reproduksi
a. Dada
Payudara : Dikaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan pada payudara.
b. Genetalia
Inspeksi : adakah pengeluaran pervaginam berupa lendir bercampur darah, adakah
pembesaran kelenjar bartholini / tidak.
c. Abdomen
Palpasi : untuk mengetahui tinggi fundus uteri, letak janin, lokasi edema, periksa bagian
uterus biasanya terdapat kontraksi uterus
Sistem integument perkemihan
a. Periksa vitting udem biasanya terdapat edema pada ekstermitas akibat gangguan filtrasi
glomelurus yang meretensi garam dan natrium, (Fungsi ginjal menurun).
b. Oliguria
c. Proteinuria
Sistem persarafan
Biasanya hiperrefleksi, klonus pada kaki
Sistem Pencernaan
Palpasi : Abdomen adanya nyeri tekan daerah epigastrium (kuadran II kiri atas), anoreksia,
mual dan muntah.
Pengelompokan Data
a. Data Subyektif
Biasanya ibu mengeluh Panas
Biasanya ibu mengeluh sakit kepala
Biasanya ibu mengeluh nyeri kepala
Biasanya ibu mengeluh nyeri perut akibat fotal distress pada janin22
Biasanya ibu mengeluh tegang pada perutnya
Biasanya mengeluh nyeri
Skala nyeri (2-4)
Klien biasanya mengatakan kurang nafsu makan
Klien biasanya sering mual muntah
Klien biasanya sering bertanya
Klien biasanya sering mengungkapkan kecemasan
b. Data Obyektif
Biasanya teraba panas
Biasanya tampak wajah ibu meringis kesakitan
Biasanya ibu tampak kejang
Biasanya ibu tampak lemah
Biasanya penglihatan ibu kabur
Biasanya klien tampak cemas
Biasanya klien tampak gelisah
Biasanya klien tampak kurus,
biasanya klien tampak lemah, konjungtiva anemis.
Tonus otot perut tampa tegang
Biasanya ibu tampak meringis kesakitan
Biasanya tamapa cemas
Biasanya DJJ bayi cepat >160
Bisanya ibu tampak meringis kesakitan
biasanya ibu tampak cemas
Bianyasa skala nyeri 4 = nyeri berat (skala nyeri 1-5)
aktivitas janin menurun
DJJ meningkat >160
I. Diagnosa keperawatan dan prioritas masalah
1. Pola nafas tidak efektif b/d Deformitas dinding dada (adanya edema pada paru)
2. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera biologi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan dalam memasukkan/mencerna makanan karena faktor biologi
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan retensi garam dan air
5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sindroma nefrotik (penurunan23
filtrasi)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasife
INTERVENSI
WAKTU NO.
NOC NIC RASIONAL
Tgl Jam Dx
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x Pain management (1400)
24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria 1. Kaji secara
hasil: komprehensif tentang 1. Mengindikasikan terjadinya
Keterangan:
I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukam pada hari Kamis tanggal 14 Nov 2019 jam 09.00 WIB di ruang
Mawar RSUD Cilacap
a. Data Umum
1. Identitas Klien :
Inisial klien : Ny. wd
Umur : 30 th
Alamat : jl. perkutut
Pekerjaan : IRT
Agama : islam
Suku bangsa : jawa
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMP
b. Riwayat kesehatan
1. Alasan masuk RS
Pasien datang ke RS dengan keluhan perut terasa kenceng-kenceng.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan dirujuk ke RSUD cilacap dari puskesmas kesugihan I dengan
keluhan perut terasa kenceng-kenceng, pandangan kabur, dan sakit kepala. Di
puskesmas sudah dilakukan tindakan pengobatan dan perawatan tetapi tidak ada
perubahan sehingga pasien di rujuk ke RS ini.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun sebelumnya.
4. Riwayat penyakit keluarga & genogram
Keterangan :
: pasien
: laki laki
: perempuan
: tinggal serumah
c. Data kesehatan
1. Data obstetri
Nifas hari ke 1 P 2 A 1
Menarche 13 th
Menstruasi :
Siklus 30 hari
Lama perdarahan 10 hr
Keluhan tidak ada keluhan
Status anak
No Tipe persalinan Jenis kelamin Bb lahir Komplikasi Umur anak
sekarang
1 spontan perempuan 2700 Tdk ada 5,6 th
e. Data Psikososial
1. Adaptasi psikologis (reva rubin)
Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka operasi SC.
2. Bounding Attachment
Pasca operasi SC ibu dan bayi masih terpisah dan ibu mengatakan ingin segera
bertemu dengan bayi nya untuk segera memberikan asi.
f. Pemeriksaan fisik
1. Data klinis
a. Keadaan umum : lemas
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tanda-tanda vital :
TD 168/107 mmhg
Suhu 36 °C
Nadi 104 x/m
RR 24 x/m
h. Data bayi
Lahir tanggal 14/11/2019 jam 15.30 berat badan 2400 gr, panjang badan 42 cm, Lingkar
Kepala 29 cm, lingkar dada 30 cm, kelainan : tidak ada kelainan
II. Analisa Data
Data fokus (DS/ DO) Etiologi/ Penyebab Masalah (Problem)
DS : Ibu mengatakan kadang- kadang batuk tidak berdahak semenjak
hamil sampai sekarang, dan sekarang agak sesek.
DO : dypnea, irama nafas ireguler, Terpasang oksigen 2 liter/ menit, tidak hiperventilasi Pola Nafas Tidak Efektif
ada bunyi suara nafas tambahan, posisi semi fowler dengan bantal
TD : 168/107 mmHg, Nadi : 104 kali/ menit,
RR: 24 kali/menit, Suhu : 36 °C
DS : Ibu mengatakan
P: nyeri saat aktivitas dan batuk
Q: nyeri seperti di sayat
R: daerah luka operasi Trauma pembedahan Nyeri akut
S: skala nyeri 5
T: kadang-kadang
DO : expresi wajah tegang, terdapat luka po SC
DS : Ibu mengatakan Adanya prosedur invasif Risiko infeksi
P: nyeri saat aktivitas dan batuk
Q: nyeri seperti di sayat
R: daerah luka operasi
S: skala nyeri 5
T: kadang-kadang
DO : expresi wajah tegang, terdapat luka po SC
III. Prioritas Diagnosis Keperawatan
V. Asuhan keperawatan
No. Diagnosis Paraf/
Implementasi Evaluasi Formatif
keperawatan Nama
Kamis, 1. Pola Nafas Tidak mengAuskultasi suara nafas, mencatat DS : Ibu mengatakan kadang- kadang batuk
14 Nopember Efektif adanya tambahan suara tidak berdahak semenjak hamil sampai
2019 jam berhubungan sekarang, dan sekarang agak sesek.
09.00 dengan DO : dypnea, irama nafas ireguler, Terpasang
hiperventilasi oksigen 2 liter/ menit, tidak ada bunyi suara
nafas tambahan, , posisi semi fowler dengan
bantal
TD : 168/107 mmHg, Nadi : 104
kali/ menit, RR: 24 kali/menit, Suhu
: 36 °C
memposisikan pasien untuk DS:pasien mengatakan nyaman posisi tiduran
memaksimalkan ventilasi (posisi fowler/ dengan bantal dan bed ditinggikan sedikit
semi fowler) DO: posisi semi fowler dengan bantal
Mengatur intake untuk cairan DS: ps mengatakan sudah minum habis ½ gelas
mengoptimalkan keseimbangan. DO: infus RL+ ketorolac 20 tts/ menit makro
Kamis, 14 .2. Nyeri Akut b.d melakukan pengkajian nyeri secara DS : Ibu mengatakan
trauma pembedahan
Nopember komprehensif termasuk lokasi, P: nyeri saat aktivitas dan batuk
2019 jam 13. karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas Q: nyeri seperti di sayat
.00 dan faktor presipitasi R: daerah luka operasi
S: skala nyeri 5
T: kadang-kadang
DO : expresi wajah tegang, terdapat luka po SC
Berikan analgetik untuk mengurangi DO: infus RL+ ketorolac 20 tts/ menit makro
nyeri
mengajarkan tentang teknik non DS: pasien mengatakan kalo nyeri dengan cara
farmakologi dengan berdzikir dan tarik nafas dalam
Distraksi relaksasi nafas dalam, dzikir DO: k/ mempraktekan cara dzikir dan nafas
dalam
Memonitor VS DO: TD : 158/94 mmHg, Nadi :
98 kali/ menit, RR: 24 kali/menit, Suhu
: 36 °C
mengevaluasi pengalaman nyeri masa DS: K/ mengatakan lebih sakit saat kenceng2
lampau mau melahirkan
mengajarkan kepada keluarga ttg DS: pasien dan keluarga mengatakan iya
DO: keluarga praktek cuci tangan
tanda infeksi dan cuci tangan dan
melaporkan bila ada tanda infeksi
memonitor VS
DO: TD : 1488/98 mmHg, Nadi :
101 kali/ menit, RR: 24 kali/menit,
Suhu : 36 °C
Jumat, 1. Pola Nafas Tidak mengauskultasi suara nafas, mencatat DS: ps mengatakan masih agak sesek
15/11/19 Efektif berhubungan adanya tambahan suara dan mengukur VS DO: suara nafas tambahan tidak ada, O2 2l/m,
09.00 dengan hiperventilasi dypsneu berkurang, posisi semi fowler
TD : 164/119 mmHg, Nadi: 92 kali/
menit, RR: 20 kali/menit, SPO2: 100 %
Suhu : 36 °C
memposisikan pasien untuk DS: ps mengatakan nyaman
memaksimalkan ventilasi (posisi fowler/ DO: posisi semi fowler
semi fowler)
mengevaluasi tentang teknik pereda nyeri DS: pasien mengatakan kalo nyeri selalu dengan
non farmakologi dengan relaksasi nafas cara berdzikir dan tarik nafas dalam
dalam, dzikir DO: k/ mempraktekan cara dzikir dan nafas
dalam
15.00 3.Risiko Infeksi b.d melakukan cuci tangan sebelum dan DO: tangan bersih
prosedur infasif (luka
sesuadah tindakan dengan sabun
po SC)
antimikroba dan handrubs
meinspeksi kondisi luka operasi DO: tanda infeksi tidak ada (REEDA -)
DS: ps mengatakan badan tidak panas, dan nyeri
sedikit saja.
13.00 2. Nyeri Akut b.d melakukan pengkajian nyeri secara DS : Ibu mengatakan
trauma pembedahan
komprehensif termasuk lokasi, P: nyeri saat aktivitas saja
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas Q: nyeri seperti di sayat
dan faktor presipitasi R: daerah luka operasi
S: skala nyeri 1
T: kadang-kadang
DO : expresi wajah rileks, terdapat luka po SC
mengevaluasi tentang teknik pereda nyeri DS: pasien mengatakan kalo nyeri selalu dengan
non farmakologi dengan relaksasi nafas cara berdzikir dan tarik nafas dalam
dalam, dzikir
meinspeksi kondisi luka operasi DO: tanda infeksi tidak ada (REEDA -)
DS: ps mengatakan badan tidak panas, dan nyeri
sedikit saja.
VI. EVALUASI
TGL/ JAM NO DAN DP PERKEMBANGAN PARAF
14 Nopember 1. Pola Nafas Tidak Efektif S: ps mengatakan enak dengan oksigen dan posisi tinggi tapi lama2
2019 jam 17.00 berhubungan dengan hiperventilasi cape
O: O2 2 l/menit, pernafasan tambahan tidak ada, T 193/120 mmhg,
N 98 x/ m, S 36,1 oC, R 20 X/ m.
A: masalah belum teratasi
Indikator IR ER
Frekuensi
pernafasan 3 5
sesuai yang
diharapkan
Irama nafas 3 5
sesuai yang
diharapkan
Bernafas 3 5
mudah
P: lanjutkan intervensi
- Auskultasi suara nafas
- Beri posisi semi fowler/ fowler
- Kolab medis untuk pemberian O2
- Monitor VS
S: ps mengatakan
Kamis, 14 2. Nyeri Akut b.d trauma
P: nyeri saat aktivitas dan batuk
Nopember 2019 pembedahan
Q: nyeri seperti di sayat
jam 17.00
R: daerah luka operasi
S: skala nyeri 5
T: kadang-kadang
O : expresi wajah tegang, terdapat luka po SC
, T 193/120 mmhg, N 98 x/ m, S 36,1 oC, R 20 X/ m.
A: masalah belum teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan 3 5
adanya nyeri
Luas bagian 3 5
tubuh yang
terpengaruh
Frekuensi
nyeri
Panjangnya
episode nyeri
Pernyataan 3 5
nyeri
P: lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat nyeri ps
- Monitor VS
- Beri dan Evaluasi prosedur pereda nyeri (faramakologi dan
non farmakologi)
-
S: ps mengatakan
P: nyeri saat aktivitas dan batuk
Kamis, 14 3.Risiko Infeksi b.d prosedur infasif
(luka po SC) Q: nyeri seperti di sayat
Nopember 2019
R: daerah luka operasi
jam 17.00
S: skala nyeri 5
T: kadang-kadang
O : expresi wajah tegang, terdapat luka po SC, cuci tangan dapat
dilakukan, tanda infeksi - , T 193/120 mmhg, N 98 x/ m, S 36,1 oC, R
20 X/ m.
A: masalah belum teratasi
Indikator IR ER
Pengetahuan 4 5
tentang resiko
mengontrol
resiko
Melaksanakan 4 5
strategi
kontrol resiko
yang dipilih
P: lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Monitor VS
- Cuci tangan sebelum dan sesuadah tindakan
P: lanjutkan intervensi
- Auskultasi suara nafas
- Beri posisi semi fowler/ fowler
- Kolab medis untuk pemberian O2
- Monitor VS
P: lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Monitor VS
- Cuci tangan sebelum dan sesuadah tindakan
Jumat, 15 S: ps mengatakan enak dengan oksigen dan posisi tinggi tapi lama2
1. Pola Nafas Tidak Efektif
Nopember 2019 cape
berhubungan dengan
jam 17.00 O: O2 2 l/menit, pernafasan tambahan tidak ada, T 173/ 121 mmhg,
hiperventilasi
N 98 x/ m, S 36,1 oC, R 20 X/ m.dypnea berkurang, irama nafas
teratur
A: masalah belum teratasi
Indikator IR ER
Frekuensi
pernafasan 3 5
sesuai yang
diharapkan
Irama nafas 4 5
sesuai yang
diharapkan
Bernafas 3 5
mudah
P: lanjutkan intervensi
- Auskultasi suara nafas
- Beri posisi semi fowler/ fowler
- Kolab medis untuk pemberian O2
- Monitor VS
Jumat, 15 2. Nyeri Akut b.d trauma S: ps mengatakan
Nopember 2019 pembedahan P: nyeri saat aktivitas dan batuk
jam 17.00 Q: nyeri seperti di sayat
R: daerah luka operasi
S: skala nyeri 1
T: kadang-kadang
DO : expresi wajah rileks, terdapat luka po SC
, T 173/ 121 mmhg, N 98 x/ m, S 36,1 oC, R 20 X/ m.
A: masalah belum teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan 4 5
adanya nyeri
Luas bagian 4 5
tubuh yang
terpengaruh
Frekuensi
nyeri
Panjangnya
episode nyeri
Pernyataan 4 5
nyeri
P: lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat nyeri ps
- Monitor VS
- Beri dan Evaluasi prosedur pereda nyeri (faramakologi dan
non farmakologi)
S: ps mengatakan
Jumat, 15 3.Risiko Infeksi b.d prosedur infasif
(luka po SC) P: nyeri saat aktivitas dan batuk
Nopember 2019
Q: nyeri seperti di sayat
jam 17.00
R: daerah luka operasi
S: skala nyeri 1
T: kadang-kadang
O : expresi wajah rileks, terdapat luka po SC, cuci tangan dapat
dilakukan, tanda infeksi - , T 173/ 121 mmhg, N 98 x/ m, S 36,1 oC, R
20 X/ m
A: masalah belum teratasi
Indikator IR ER
Pengetahuan 4 5
tentang resiko
mengontrol
resiko
Melaksanakan 4 5
strategi
kontrol resiko
yang dipilih
P: lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Monitor VS
- Cuci tangan sebelum dan sesuadah tindakan
Sabtu, 16 1. Pola Nafas Tidak Efektif S: ps mengatakan sudah enak tanpa oksigen
Nopember 2019 berhubungan dengan hiperventilasi O: O2 aff, pernafasan tambahan tidak ada, T 163/97 mmhg, N 98 x/
jam 08.00 m, S 36,1 oC, R 20 X/ m.
A: masalah belum teratasi
Indikator IR ER
Frekuensi
pernafasan 4 5
sesuai yang
diharapkan
Irama nafas 4 5
sesuai yang
diharapkan
Bernafas 5 5
mudah
P: lanjutkan intervensi
- Auskultasi suara nafas
- Monitor VS
P: lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Monitor VS
- Cuci tangan sebelum dan sesuadah tindakan
Sabtu, 16 1. Pola Nafas Tidak Efektif S: ps mengatakan sudah enak tanpa oksigen
Nopember 2019 berhubungan dengan O: O2 aff, pernafasan tambahan tidak ada, T 167/93 mmhg, N 88 x/
jam 17.00 hiperventilasi m, S 36,1 oC, R 20 X/ m.
A: masalah teratasi
Indikator IR ER
Frekuensi
pernafasan 5 5
sesuai yang
diharapkan
Irama nafas 5 5
sesuai yang
diharapkan
Bernafas 5 5
mudah
P: pertahankan intervensi
- Auskultasi suara nafas
- Monitor VS
P: pertahankan intervensi
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Monitor VS
- Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
BAB 4
JURNAL DAN ANALISIS JURNAL
JURNAL 1
1. Judul Penelitian
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO
CAESAREA DI RUMAH SAKIT BENGKULU
2. Tahun Penelitian
JANUARI 2018
3. Nama Peneliti
Dita Amita1, Fernalia2, Rika Yulendasari3
4. Lokasi Penelitian
RS BENGKULU
5. Alamat Jurnal
Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic Healthcare), Volume 12, No.1,
Januari 2018: 26-28
6. Pendahuluan
Banyak ibu yang mengeluh rasa nyeri dibekas jahitan SC. Keluhan ini sebenarnya wajar
karena tubuh mengalami luka dan proses penyembuhannya tidak sempurna. Dampak nyeri
yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang spesifik seperti pengaruhnya terhadap pola tidur,
pola makan, energi, aktifitas keseharian (Zakiyah, 2015). Nyeri setelah pembedahan
merupakan hal myang biasa terjadi, yang perlu diwaspadai jika nyeri disertai dengan
komplikasi setelah pembedahan seperti luka jahitan yang tidak menutup, infeksi pada luka
operasi, dan gejala lain yang berhubungan dengan jenis pembedahan (Potter & Perry, 2010).
Perawat berperan besar dalam penanggulangan nyeri non farmakologis yakni melatih teknik
relaksasi napas dalam yang merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan (Smeltzer & Bare,
2010). Tujuan relaksasi nafas dalam yaitu agar individu dapat mengontrol diri ketika terjadi
rasa ketegangan dan stress yang membuat individu merasa dalam kondisi yang tidak nyaman
menjadi nyaman.
7. Metodologi Penelitian
a.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien Post SC yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi
dengan jumlah sampel 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
accidental sampling.
b.Analisis Statistik
Penelitian ini dengan metode kuantitatif dengan desain pre eksperimen tanpa kelompok
kontrol.. Instrument yang digunakan adalah skala intensitas nyeri yang telah baku. Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain pre-experimental. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah One Group Pretest Postest. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah relaksasi napas dalam, pelaksanaannya dilakukan selama 5 kali sehari dalam 2 hari.
Variabel dependennya adalah intensitas nyeri yang diukur menggunakan skala nyeri numerik
dengan skor terndah 0 dan skor tertinggi 10. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan uji
statistic Wilcoxon.
8.Hasil
Dari hasil analisis tabel diatas didapatkan rata-rata skor intensitas nyeri sebelum intervensi
relaksasi napas dalam adalah 5 dengan standar deviasi 0,516. Rata-rata skor intensitas nyeri
setelah relaksasi napas dalam adalah 3 dengan standar deviasi 0,516. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,004, maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara skor
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi relaksasi napas dalam.
9.Pembahasan
Manuaba (2013) menyatakan bahwa persepsi nyeri individu yang berbeda-beda dalam skala
dan tingkatannya karena merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, dan
sifatnya sangat subjektif. Hasil penelitian diperoleh p value yaitu 0,004 < 0,05 artinya hipotesis
alternatif ebelumnya dapat diterima. Dengan demikian pada penelitian ini, ada pengaruh
teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea.
Saat dilakukan teknik relaksasi nafas dalam, pasien merelaksasikan otot-otot skelet yang
mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami
spasme dan iskemik. Kemudian juga mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod
endogen yaitu endorphin dan enkefalin, yang mana opoiod ini berfungsi sebagai (analgesik
alami) untuk memblokir resptor pada sel-sel saraf sehingga mengganggu transmisi sinyal rasa
sakit. Maka dapat menyebabkan frekuensi nyeri pada pasien operasi sectio caesarea dapat
berkurang. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk mengatasi keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis yang meningkatkan nyeri (Smeltzer & Bare,
2010).
Hasil penelitian menunjukkan dengan dilakukan relaksasi nafas dalam dapat mengurangi
intensitas nyeri pada pasien dengan dilakukan teknik relaksasi dapat menurunkan intensitas
nyeri (Rosemary, 2010). Selain dapat menurunkan intensitas nyeri teknik nafas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah, tujuan teknik relaksasi
nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara ertukaran gas,
mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stres baik stress fisik
maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan (Joko,
2009).
1. Judul Penelitian
EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN DZIKIR TERAPI
TERHADAP NYERI POST OP KATARAK
2. Tahun Penelitian
2017
3. Nama Peneliti
Yuniarti1, Darwin2, Nurul Huda3
4. Lokasi Penelitian
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
5. Alamat Jurnal
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. Email
yuniartiwibisono1981@gmail.co
6. Pendahuluan
Penatalaksanaan nyeri paska bedah dapat dilakukan secara farmakologis dan non
farmakologis. Secara farmakologis mencakup pemberian obat-obatan seperti analgetik
dan analgesik (Rilla, 2014). Kelebihan dari penanganan farmakologis ini adalah rasa
nyeri dapat diatasi dengan cepat namun pemberian obat-obatan kimia jangka waktu
lama dapat menimbulkan efek samping yang dapat membahayakan pemakainya,
seperti gangguan pada ginjal (Yosep, 2007). Cara non farmakologis untuk mengatasi
nyeri dapat dilakukan menggunakan tekhnik distraksi, diantaranya distraksi visual,
taktil, relaksasi pernafasan, audioterapi, dan intelektual (Rilla, 2014). Teknik relaksasi
didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada cemas yang merangsang
pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Relaksasi merupakan kebebasan fisik
dan mental dari ketegangan dan stress. Teknik ini memberikan individu kontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Asmadi,
2008) Strategi kompensasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban dari
masalah perasaan dihadapi adalah dengan mendekatkan memfokuskan konsentrasi
guna menenangkan pikiran, melalui ritual keagamaan. Aktifitas keagamaan yang dapat
dilakukan adalah dengan mengingat Allah melalui dzikir yang dijadikan sebagai terapi
relaksasi bagi pasien. Pasien diajak untuk menyerahkan semua kondisi yang
dialaminya kepada Allah sehingga pasien dapat merasakan keikhlasan dalam
menerima kondisi sehingga dapat mengurangi perasaan yang tidak nyaman terhadap
nyeri (Budiyanto, et.al, 2015). Penelitian dari Nurbaeti (2015) mengatakan dzikirullah
efektif menurunkan tingkat kecemasan dan nyeri persalinan pada ibu primigravida
selama proses persalinan pada kala I. Penelitian dari Sumaryani dan Nurasa (2010)
terdapat pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan pembacaan
dzikir terhadap tingkat nyeri kala I fase aktif pada ibu melahirkan di Yogyakarta.
Penelitian dari Rilla (2014) didapat bahwa penurunan nyeri pada kelompok terapi
murottal lebih besar dibandingkan dengan penurunan nyeri kelompok terapi musik.
7. Metodologi Penelitian
a.Populasi
Sampel penelitian ini adalah 34 pasien post op katarak yang telah memenuhi kriteria
inklusi.
b.Analisis Statistik
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, rancangan yang digunakan adalah
quasy experiment, dengan pendekatan non equivalent kontrol group. Rancangan ini
bertujuan untuk membandingkan hasil yang didapat sebelum dan setelah diberi
perlakuan dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen.
Dalam rancangan ini kelompok eksperimen diberi intervensi sedangkan kelompok
kontrol tidak. Namun pada kelompok kontrol meskipun tidak mendapatkan intervensi,
responden dapat melakukan tindakan sesuai dengan kebiasaan dalam mengatasi nyeri
Pada kedua kelompok diawali dengan pengukuran (Pre-test) kemudian pemberian
intervensi pada kelompok eksperimen, dan setelah pemberian intervensi pada kelompok
eksperimen diadakan pengukuran kembali (Post-test) pada kedua kelompok
(Notoatmodjo, 2012). Sampel penelitian ini adalah 34 pasien post op katarak yang telah
memenuhi kriteria inklusi.
8.Hasil
Pemberian intervensi yaitu tindakan relaksasi nafas dalan dan terapi dzikir dapat
mempengaruhi skala nyeri. Berdasarkan hasil uji Wilcoxxon diperoleh kelompok
eksperiment p value 0,000 < α (0,05) dan kelompok kontrol p value 0,034 < α (0,05),
menunjukkan bahwa penurunan skala nyeri kelompok eksperimen yang diberikan
intervensi (relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir) lebih besar daripada kelompok kontrol
yang tidak diberikan intervensi (relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir). Kelompok
eksperimen memiliki penurunan skala nyeri yang lebih signifikan dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapat nilai p value 0,000 < α
(0,05%). Dapat disimpulkan bahwa terapi relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir efektif
terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post operasi katarak. Perbandingan yang
didapat antara perubahan skala nyeri pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
adalah 1:1,7.
9.Pembahasan
Kombinasi kedua teknik relaksasi diatas menyebabkan terjadinya impuls listrik
sehingga merangsang sistim limbic yang merangsang sistim saraf pusat dan kelenjar
hipofise yang menyebabkan terjadinya peningkatan hormone endoprine dan penurunan
hormone adrenaline sehingga meningkatkan konsentrasi dan mempermudah mengatur
nafas, oksigen didalam darah meningkat dan menimbulkan perasaan nyaman, tenang dan
bahagia. Perasaan nyaman, tenang dan bahagia menyebabkan vasodilator pembuluh
darah sehingga oksida nitrit meningkat dan elastisitas pembuluh darah meningkat yang
menyebabkan volume darah menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang
menyebabkan punurunan rasa nyeri (Budiyanto, dkk (2015)., Asmadi (2008))
A. KESIMPULAN
Pada bab ini kami akan menyimpulkan proses keperawatan dimulai dari
pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi
tentang asuhan keperawatan Ny. W dengan PEB diruang Mawar RSUD
Cilacap dengan mengaplikasikan hasil jurnal pemberian fisioterapi dada pada
klien Pneumonia.
1. Pengkajian
Setelah kami melakukan pengkajian pada klien Ny. W diperoleh data
subjektif yaitu : DS : Ibu mengatakan kadang- kadang batuk tidak berdahak
semenjak hamil sampai sekarang, dan sekarang agak sesek. DO : dypnea,
irama nafas ireguler, Terpasang oksigen 2 liter/ menit, tidak ada bunyi suara
nafas tambahan, posisi semi fowler dengan bantal, TD: 168/107 mmHg, Nadi
: 104 kali/ menit, RR: 24 kali/menit, Suhu: 36 °C.DS: Ibu mengatakan
P: nyeri saat aktivitas dan batuk, Q: nyeri seperti di sayat, R: daerah luka
operasi, S: skala nyeri 5, T: kadang-kadang, DO : expresi wajah tegang,
terdapat luka po SC.
2. Diagnosa Keperawatan
Hasil perumusan masalah yang kami angkat sesuai dengan pengjkajian
keperawatan yang telah dilakukan yaitu
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan Trauma pembedahan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan Adanya prosedur invasif
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan pada klien Ny.W adalah sesuai NANDA
NIC NOC yaitu airway, pain managemen dan infection control.
4. Implementasi Keperawatan
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada klien Ny.W yaitu melakukan
auskultasi suara nafas, memberikan terapi oksigen sesuai anjuran dokter,
memaksimalkan ventilasi, mengatur intake cairan, mengukur respirasi dan
status oksigen, mengkaji tingkat nyeri, memebrikan perada nyeri non
farmakologi dengan relaksasi nafas dalam dan dzikir, memnitor VS, mencuci
tangan sebelum dan sesuadah tindakan, memonitor tanda-tanda infeksi.
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi dari hasil asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan selama 3 hari berhasil mengatasi diagnosa keperawatan
yang muncul.
B. SARAN
Setelah kami melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan PEB
Kelompok akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya
dibidang kesehatan antara lain :
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Cilacap dapat memberikan
pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerja sama baik antar tim
kesehatan maupun dengan klien sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan dapat mendukung
kesembuhan klien secara optimal dan dapat mengaplikasikan tindakan
pereda nyeri non farmakologi dengan relaksasi nafas dalam dan dzikir
terutama untuk pasien dengan post operasi SC.
2. Bagi institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional,
terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. (2006). Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam
Kehamilan di Indonesia, edisi (2). Kelompok Kerja Penyusun
Manuaba, Ida Bagus Gede. (2010). Ilmu Penyakit Kandungan dan KB.Jakarta :EGC
Manjoer, Arif, dkk. (2009). Kapita Selekta Edisi Ketiga Jilid Ketiga.Jakarta : Media
Aesculapius
Robert J. M.(2007). Carl A Hubel Oxydative Stress in Preeclampsia. AJOG, 190: 117 – 8