Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL

NY E G4P2A1 UK 39-40 MINGGU T/H INPARTU KALA I FASE LATEN


DENGAN PRE EKLAMSIA BERAT (PEB) + BSC 1X
DI RSU BAKTI MULIA - MMC

Di Susun Oleh:
Lina Tri Astuti Handayani
202208057

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN PROFESI


BIDAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
JL. LETKOL ISTIQLAH NO 109 BANYUWANGI TELP (0333) 225 275
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL
NY E G4P2A1 UK 39-40 MINGGU T/H INPARTU KALA I FASE LATEN
DENGAN PRE EKLAMSIA BERAT (PEB) + BSC 1X
DI RSU BAKTI MULIA - MMC

Telah di sahkan pada tanggal, 2023

Mahasiswa

Lina Tri Astuti Handayani


Nim 202208057

Mengetahui
Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( Suska Candra Ayuningsari, Amd.Keb) ( )


NIK.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan dan
lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di Negara
berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di Negara
maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di
Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan.

Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di


Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan
nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di negara Asia Tenggara.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, di Indonesia,
angka kematian ibu dari data tahun 2015 dari susenas masih cukup tinggi dengan
305 per 100.000 penduduk dan angka kematian bayi pada tahun 2017 sebesar 24 per
1.000 kelahiran hidup.

Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali
lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di
Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%.
Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan
yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin
menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.

Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat


kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia
berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca
persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit
kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Hasil metaanalisis menunjukkan peningkatan
bermakna risiko hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena
pada ibu dengan riwayat preeklampsia dengan risiko relative.

Dampak jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau
mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya angka
morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan
penyebab tersering kedua morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dengan berat badan
lahir rendah atau mengalami pertumbuhan janin terhambat juga memiliki risiko
penyakit metabolik pada saat dewasa.

Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di antara


praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada teori yang
mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas, namun juga akibat kurangnya
kesiapan sarana dan prasarana di daerah. Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga
menimbulkan masalah ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup
tinggi. Dari analisis yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan
mencapai 3 milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal, sedangkan
untuk morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per tahun. Biaya ini akan
bertambah apabila turut menghitung beban akibat dampak jangka panjang preeklampsia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pre Eklampsia


Pre eklampsia adalah suatu sindromaspesifik pada kehamilan berupa
kurangnya perfusi plasenta akibat vasospasme dan aktivasi endotel yang dapat
mempengaruhi seluruh sistem organ dan ditandai dengan adanya hipertensi dan
proteinuria pada pertengahan akhir kehamilan atau diatas usia kehamilan 20 minggu
(Keman, 2014). Definisi lain pre eklampsia adalah kelainan multi sistemik yang
terjadi pada kehamilan yang ditandai dengan adanya hipertensi, edema dan
proteinuria yang terjadi pada usia kehamilan diatas 20 minggu atau dalam triwulan
ketiga dari kehamilan. Pre eklampsia sering terjadi pada kehamilan usia 37 minggu
ataupun dapat terjadi segera sesudah persalinan (Latenoh, 2018).

Pre eklampsia adalah gangguan yang terjadi pada trimester kedua kehamilan
dan mengalami regresi setelah kelahiran, ditandai dengan kemunculan sedikitnya
dua dari tiga tanda utama yaitu hipertensi, edema dan proteinuria (Billington &
Stevenson, 2014). Pre eklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil
dengan usia kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah menjadi 140/90 mmHg (Situmorang, Damayanti,
Januarista, & Sukri, 2016). Pre eklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang
ditandai dengan tekanan darah 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu
disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Nugroho, 2014)

2.2 Klasifikasi Pre Eklampsia


Klasifikasi pre eklampsia terbagi menjadi 2, yaitu pre eklampsia ringan dan pre
eklampsia berat (Rukiyah, Yulianti, & Lia, 2015).

a. Pre Eklampsia Ringan : adalah hipertensi disertai proteinuria dan atau edema
setelah usia kehamilan 20 minggu dengan gejala pre eklampsia ringan meliputi
tekanan sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolic 90-110
mmHg serta tidak adanya gangguan fungsi organ. Pre eklampsia ringan
dianggap sebagai maladaptation syndrome akibat vasospasme general dengan
segala akibatnya

b. Pre Eklampsia Berat : adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi yang bekisar 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan atau edema pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih dengan gejala pre
eklampsia berat meliputi tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah
diastolic > 110 mmHg serta adanya gangguan fungsi organ.

2.2 Etiologi Pre Eklampsia


Penyebab pre eklampsia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor yang berisiko menyebabkan pre eklampsia. Faktor risiko yang dapat
mengakibatkan pre eklampsia antara lain obesitas dan dislipidemia, terpapar oleh
vili korionik untuk pertama kalinya yaitu pada primigravida dan primpaternitas,
terpapar vili korionik yang berlebihan atau hiperplasentosis misalnya pada
molahidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis dan
makrosomia, umur yang ektrim (terlalu muda atau terlalu tua), riwayat keluarga
pernah pre eklampsia atau eklampsia maupun hipertensi, penyakit ginjal dan
kardiovaskuler termasuk hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Dewi &
Sunarsih, 2014).

Penyebab pre eklampsia memang belum diketahui secara pasti. Para ahli
mengumpulkan temuan-temuan fenomena yang beragam. Pengetahuan tentang
temuan yang beragam inilah kunci utama suksesnya penanganan pre eklampsia
sehingga pre eklampsia/eklampsia disebut sebagai the disease of many theories in
obstetrics, adapun teori-teori tersebut antara lain:

a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan : Pengeluaran hormone ini memunculkan efek


“perlawanan” pada tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menciut, terutama
pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan
kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat
pembeku darah yang ikut menyambut pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital
(Lia & Sunarsih, 2015).

b. Peran Faktor Immunologis : Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama


dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat di bahwa pada
kehamilan pertama pembentuk blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya namun jika tidak
maka akan menimbulkan pre eklampsia berulang (Lia & Sunarsih, 2015).

c. Peran Faktor Genetik : Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik
pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain preeklampsia hanya terjadi
pada manusia, terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeclampsia/eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeclampsia,
kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia- eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat pre eklampsia- eklampsia dan bukan pada ipar
mereka dan peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) (Rukiyah &
Yulianti, 2014).

2.3 Tanda dan Gejala Pre Eklampsia

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai


hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu :

Kriteria Minimal Preeklampsia


Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau
90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama
Protein urin :Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik
> positif 1

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:
Trombositopeni :Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal :Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver :Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika


didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini :
Hipertensi : Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
Trombositopeni : Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal : Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver : Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas protein


urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif ( lebih dari 5 g)
telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria
terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap
preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.

2.4 Patofisiologi Pre Eklampsia

Pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi. Dan pada wanita hamil juga mengalami peningkatan sensitifitas
vaskuler terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan
kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan
diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi-fungsi organ seperti plasenta, ginjal,
hati dan otak menurun sekitar 40-60 % (Hutabarat, Suparman, & Wagey, 2016).

Gangguan plasenta menimbulkan degenerasi pada plasenta dan kemungkinan


terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitivitas terhadap oksitoksin
meningkat. Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan
glomerulus, protein keluar melalui urine, asam urat menurun, garam dan air ditahan,
tekanan osmotic plasma menurun, cairan keluar dari intravaskuler menyebabkan
hemokonsentrasi. Peningkatan viskositas darah dan edema jaringan berat dan
peningkatan hemtoktrit. Pada pre eklmapsia berat terjadi penurunan volume darah,
edema berat dan berat badan naik dengan cepat (Hutabarat, Suparman, & Wagey,
2016).
2.5 Pemeriksaan Penunjang Pre Eklampsia

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menentukan pre eklampsia


antara lain pemeriksaan darah rutin serta kimia darah: ureum-kreatinin, SGOT, LD,
bilirubin, pemeriksaan urine meliputi protein, reduksi, bilirubin, sedimen,
kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat, konfirmasi USG bila ada dan nilai
kesejahteraan janin (kardiotokografi) (Johnson, 2016).

2.6 Penatalaksanaan Pre Eklampsia

Penatalaksanaan pre eklampsia terdapat 2 point yaitu pencegahan dan


penanganan. Pencegahan pre eklampsia yang dapat dilakukan antara lain melakukan
pemeriksaan kehamilan yang teratur dan bermutu serta teliti, mewaspadai
kemungkinan pre eklampsia jika terdapat faktor predisposisi dan memberikan
penyuluhan tentang manfaat istirahat tidur, ketenangan, diet rendah garam, lemak dan
karbohidrat, diet tinggi protein, menjaga kenaikan berat badan. Point penatalaksanaan
pre eklampsia yang kedua adalah penanganan. Penanganan bertujuan untuk mencegah
terjadinya komplikasi pre eklampsia, mempertahankan janin tetap lahir hidup dan
menciptakan seminimal mungkin trauma pada janin.

Penatalaksanaan pre eklampsia dapat dibedakan berdasarkan klasifikasi pre


eklampsia, yaitu pada pre eklampsia ringan dan pre eklampsia berat. Penatalaksanaan
pre eklampsia ringan antara lain :

a. Kontrol Rutin ke Tenaga Kesehatan

Pemeriksaan kehamilan secara rutin dan terkontrol dilakukan untuk mengetahui


perkembangan kehamilan secara bermutu dan teliti. Ibu hamil yang melakukan
kontrol rutin akan mengetahui deteksi dini komplikasi- komplikasi yang yang
mungkin muncul dan terjadi selama kehamilan. Sehingga komplikasi-komplikasi
yang terjadi dapat dicegah ataupun ditangani dengan penanganan tepat yang
diberikan oleh tenaga kesehatan. Pemeriksaan kehamilan rutin juga untuk
mengkontrol tekanan darah ibu hamil, yang nantinya jika tekanan darah tidak ada
perubahan maka perlu diberikannya obat antihipertensi dengan kriteria yang sudah
ditentukan (Dewi & Sunarsih, 2014).

b. Diet Rendah Garam dan Tinggi Protein

Nutrisi selama kehamilan perlu diperhatikan, terutama protein. Protein yang


adekuat dapat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perbaikan sel maupun
transformasi lipid. Pencegahan pre ekalmpsia dengan nutrisi pertama kali yang
dilakukan yakni dengan pembatasan mengonsumsi garam asupan garam yang
tinggi dapat mempengaruhi keseimbangan natrium alami di dalam tubuh. Kadar
natrium di dalam tubuh bisa meningkat sehingga menyebabkan retensi natrium
yang berakibat meningkatkan tekanan yang diberikan oleh aliran darah terhadap
dinding pembuluh darah. Sehingga tekanan darah menjadi naik (Maryunani, dkk,
2016).

c. Pola Istirahat
Istirahat di rumah sangat bermakna untuk menurunkan tekanan darah. Pola istirahat
yang dianjurkan pada ibu hamil dengan pre eklampsia yakni minimal 4 jam pada
siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari. Pengertian istirahat pada ibu hamil
tidak bermaksut untuk menghentikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
sebelumnya dan ibu hamil tidak boleh melakukan kegiatan apapun, melainkan
istirahat dalam arti mengurangi kegiatan-kegiatan yang dirasa berat dan
berpengaruh dapat menaikkan tekanan darah serta melanjutkan kegiatan-kegiatan
ringan yang juga menyenangkan (Johnson, 2016).

d. Merendam Kaki Dengan Air Hangat


Merendam kaki dengan air hangat merupakan salah satu terapi alamiah untuk
merilekskan diri dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehari- hari. Tujuan dari
merendam kaki diantaranya yakni untuk meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi
edema, meningkatkan relaksasi otot, menyehatkan jantung, mengendorkan otot-
otot, menghilangkan stres, sehingga sangat bermanfaat untuk terapi penurunan
tekanan darah pada ibu hamil yang mengalami preeklamsia yang khususnya cara
kerjanya dalam memperlancar peredaran darah (Sabattani, 2015).
e. Mengonsumsi Kalsium
Kepatuhan ibu hamil mengonsumsi kalsium berkaitan erat dengan risiko terjadinya
pre eklampsia. Ketika tekanan darah naik kalsium dalam tubuh menjadi tidak
seimbang. Fungsi kalsium dibutuhkan untuk mempertahankan kenaikan tekanan
darah sehingga menjadi stabil. Jika ibu hamil kekurangan kalsium maka
mempengaruhi peningkatan kontraksi otot jantung yang menyebabkan peningkatan
volume sekuncup jantung yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah,
sehingga tekanan darah menjadi tidak stabil dan pre eklampsia pada ibu hamil dapat
terjadi (Nofita & Anjansari, 2018).

f. Mengonsumsi obat penenang (valium, fenobarbital) dan menghindari pemberian


diuretic maupun antihipertensi (Lia & Sunarsih, 2014).

Penatalaksanaan pre eklmapsia berat dapat dilakukan dengan melihat usia


kehamilan. Usia kehamilan < 37 minggu ada 2 cara, jika paru-paru janin belum
matang maka pertahankan kehamilan tetapi jika paru-paru janin sudah matang maka
akhiri kehamilan. Usia kehamilan > 37 minggu yang dilakukan antara lain :

a. Memberikan suntikan magnesium sulfat (MgSO4), 8 gram IM, 4 gram pada


gluteal kanan dan 4 gram pada gluteal kiri. Suntikan dapat diulang dengan dosis
4 gram setiap 4 jam. Syarat pemberian magnesium sulfat (MgSO4) adalah
reflex patela positif, dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir respirasi 16 x/menit dan harus
tersedia antiotumnya yitu gluconan calcius (WHO, 2013).

b. Berikan obat antihipertensi

Obat antihipertensi berfingsi untuk menurunkan tekanan darah. Obat


antihipertensi atau obat lainnya tidak harus langsung diberikan kepada penderita.
Obat antihipertensi diberikan jika takanan darah terus-menerus meningkat
dengan batas aman sistolik 150-160 mmHg dan diastolik 90-100 mmHg.
Meskipun banyak obat antihipertensi, namun sebagian besar tidak aman untuk
dikonsumsi selama kehamilan, sehingga harus dikonsultasikan dengan dokter
untuk dosis dan jenis obat yang aman bagi ibu hamil. Jenis obat antihipertensi
yang diberikan pada ibu hamil yakni metildopa 3x125 mg/hari (dengan batas
maksimal 1500 mg/hari), nifedipin 3-8 x antara 5-10 mg/hari atau nifedipin retard
2-3 x 20 mg/hari dan pindolol 1-3 x 5 mg/hari (dengan batas maksimal 30
mg/hari) (Dewi & Sunarsih, 2011).

c. Hindari pemberian diuretic, kecuali pada edema umum, edema paru, gagal
jantung kongestif dan hindari pemberian metergin pascapartum, kecuali ada
perdarahan hebat (Dewi & Sunarsih, 2014).

d. Persingkat kala II dengan vakum atau forceps dan jika ada indikasi lakukan SC
(Dewi & Sunarsih, 2014).

2.6 Komplikasi Pre Eklampsia


Komplikasi ibu dengan pre eklampsia adalah cerebral vascular accident,
kardiopulmonari edema, retardasi pertumbuhan, kematian janin intra uterine yang
disebabkan oleh hipoksia dan premature (Maryunani & Yulianingsih, 2013) .
Komplikasi preeklampsia yang lain adalah Ablatio retinae, gagal ginjal, perdarahan
otak, gagal jantung dan edema paru (Lia & Sunarsih, 2016).

2.7 Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi

1. Macam-Macam Faktor

Macam-macam faktor yang melatarbelakangi dan yang mempengaruhi


terjadinya pre eklampsia terbagi menjadi 2, yaitu faktor predisposisi dan faktor
precipitasi.

a. Faktor Predisposisi : adalah faktor resiko yang telah ada pada diri individu
sendiri yang dapat menimbulkan suatu gangguan. Faktor predisposisi berasal
dari internal yang dapat diperoleh baik dari pasien maupun dari keluarga.
Berdasarkan kurun waktunya, faktor predisposisi terjadi dalam rentang waktu
lebih dari 6 bulan (Rozikhan, 2018).
b. Faktor Precipitasi : adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman atau tuntunan yang memerlukan energy ekstra untuk
koping. Faktor precipitasi berasal dari eksternal dan dapat dikatakan sebagai
faktor pendukung. Berdasarkan kurun waktunya, faktor precipitasi terjadi
dalam rentang waktu kurang dari 6 bulan (Rozikhan, 2018).

2. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Pre Eklampsia Berulang


Faktor yang melatarbelakangi pre eklampsia berulang ada 2 yaitu faktor
predisposisi dan faktor precipitasi. Faktor-faktor tersebut yang dapat dialami oleh
ibu hamil berdasarkan hasil penelitian antara lain :

a. Faktor Predisposisi
1) Riwayat Pre Eklampsia Sebelumnya : Faktor riwayat pre eklamsia biasanya
dapat diketahui melalui pengkajian awal riwayat penyakit ibu hamil dan
hasil pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti. Berbagai faktor risiko
tersebut memiliki perannya masing-masing, tetapi terdapat kecenderungan
bahwa seorang ibu hamil yang lebih banyak memiliki faktor risiko
umumnya akan menunjukkan keadaan yang lebih buruk. Hasil penelitian
ditemukan ada hubungan yang signifikan antara faktor risiko riwayat pre
eklamsia dengan kejadian pre eklamsia dan ditemukan kejadian pre
eklamsia akan meningkat 7 kali lipat pada ibu hamil yang pernah
mengalami pre eklamsia pada hamil sebelumnya.

2) Riwayat Ante Natal Care : Pemeriksaan kehamilan atau asuhan Ante natal
Care (ANC) merupakan suatu proses pemeriksaan yang dilakukan sejak
mulai masa kehamilan sampai saat proses persalinan dan pemeriksaan masa
kehamilan ini dilakukan untuk mengawasi dan memonitor kesehatan ibu
dan bayi sehingga proses kehamilan hingga persalinanya dapat berjalan
sesuai yang diharapkan. Hasil penelitian ditemukan ada hubungan yang
signifikan antara faktor risiko pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan
kejadian pre-eklamsia. Riwayat ANC yang dilakukan ibu hamil <4x
menjadi salah satu faktor risiko yang dapat mengakibatkan pre eklampsia.
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain; masyarakat belum
mengetahui tentang manfaat pemeriksaan kehamilan, faktor demografi
sebagai alasan masyarakat khususnya ibu hamil tidak melakukan
pemeriksaan kehamilan, jarak tempuh ke sarana pelayanan kesehatan yang
sangat jauh, petugas kesehatan yang sering tidak berada di tempat
pelayanan, sehingga masih ada persalinan yang ditolong oleh dukun.
Demikian juga masih ditemukan ibu hamil yang tinggal di daerah perkotaan
belum melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dengan penyebab
utama yakni kesibukan di dunia kerja atau aktivitasnya. Tanpa menyadari
kepentingan dari pemeriksaan kehamilan (Situmorang, Damayanti,
Januarista, & Sukri, 2016)

3) Riwayat Penyakit Yang Diderita Ibu Hamil

Penyakit yang dialami oleh ibu hamil sebelumnya baik yang sudah diketahui
ataupun belum diketahui oleh ibu memiliki peranan penting terhadap pre
eklampsia berulang. Riwayat penyakit tersebut seperti hipertensi, diabetes
mellitus, kelainan jantung dan gagal ginjal. Riwayat hipertensi dalam kehamilan
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg. Hasil analisis ditemukan ada hubungan yang signifikan
antara faktor risiko riwayat hipertensi dengan kejadian pre eklamsia. Signifikasi
setiap pengukuran tekanan darah berhubungan dengan usia gestasi dalam
kehamilan dan umumnya semakin awal hipertensi terjadi dalam kehamilan,
semakin besar kemungkinan hipertensi tersebut menjadi kronis. Faktor riwayat
hipertensi dapat meningkat 3 kali lebih besar terjadi pre-eklamsia (Bere, Sinaga,
& Fernandez, 2017).

4) Paritas : Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang
dimiliki oleh seorang wanita. Faktor paritas memiliki pengaruh terhadap
persalinan dikarenakan ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami gangguan selama masa kehamilannya terlebih pada ibu yang
pertama kali mengalami masa kehamilan. Pre-eklamsia tidak hanya dialami
oleh primigravida/primipara, tetapi dapat terjadi juga pada ibu multipara
dan grandemultipara. Ada hubungan signifikan antara paritas dengan
kejadian pre-eklamsia. Teori imunologis mengemukakan bahwa pada
primigravida/ primipara terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen tidak sempurna sehingga dapat menghambat invasi arteri spiralis
ibu oleh trofoblas sampai batas tertentu sehingga dapat mengganggu fungsi
plasenta (Astuti, 2015).

b. Faktor Precipitasi

1) Usia : Umur merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Umur
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga
mempengaruhi status kesehatan. Usia reproduksi sehat pada seorang wanita
adalah 20-35 tahun. Kelompok umur ini mampu mengurangi risiko
kematian ibu karena pre-eklamsia maupun karena penyebab lain dari
kematian ibu. Ibu hamil <20 tahun mudah mengalami kenaikan tekanan
darah dan lebih cepat menimbulkan kejang. Sedangkan umur lebih 35 tahun
seiring bertambahnya usia rentan untuk terjadinya peningkatan tekanan
darah (Nursal, Tamela, & Fitrayeni, 2015).

2) Kondisi Stress (Psikologis)

Stress memicu kejadian preeklampsia melalui beberapa mekanisme yaitu,


Stres akan mengaktifkan hipotalamus, kemudian melepaskan rantai peristiwa
biokimia yang mengakibatkan desakan adrenalin dan non adrenalin ke dalam
sistem, dan setelah itu diikuti oleh hormon kortisol. Apabila stress dibiarkan
berkepanjangan, tubuh tetap dalam keadaan aktif secara psikologis dengan hormon
stress adrenalin dan kortisol yang berlebihan, Naiknya kortisol akan
melumpuhkan sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh ibu hamil menjadi rentan
terhadap berbagai penyakit dan gangguan seperti pre eklampsia (Khayati &
Veftisia, 2018).

3) Berat Badan (Obesitas)

Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di


dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori,
biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan
garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis
penyakitKegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam
darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah
darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin
gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam
tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga
dapat menyumbangkan terjadinya pre eklampsia.
ASKEB KEGAWATDARURATAN

ASUHAN KEBIDANAN MATERNAL

Pertemuan I
Tempat
pengkajian Ruang bersalin
Tanggal
pengkajian 05-05-2023
Waktu
pengkajian 15.00
Pengkaji Lina Tri Astuti Handayani

A. DATA SUBYEKTIF

1. Biodata
Nama Ibu Nama
Ny. E Suami Ny. R
Umur 37 th Umur 45 th
Agama Islam Agama Islam
Pendidikan SMP Pendidikan SD
Pekerjaan IRT Pekerjaan Dagang
Alamat Tegaldlimo Alamat Tegaldlimo
Gol. Darah B+ Gol. Darah
Pendonor -
2. Alasan kunjungan/ keluhan utama
Pasien mengatakan pusing sejak kemarin, pandangan kabur, dada terasa sesak, merasa
mual, dan kaki bengkak sejak 1 minggu yang lalu
3. Keluhan lain yang berhubungan dengan kesehatan saat ini
Pasien mengalami tekanan darah tinggi saat kehamilan ini

4. Riwayat menstruasi
HPHT 30-08-2022
TP 07-05-2023
Siklus 28 hari
Masalah yang
pernah Tidak ada
dialami
5. Riwayat Perkawinan
Perkawinan ke- 1
Usia saat kawin 20 tahun
Lama perkawinan 25 tahun
6. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Kondisi
Tahun Tempat Anak JK/
No. UK Jenis partus Penolong Nifas anak
partus partus BB
sekarang
1 2000 9 bln PMB Spontan Bidan Normal ♀ / 2.900 sehat
2 2016 9 bln RS SC Dokter Normal ♂/ 3.000 sehat
3 2020 Abortus / tidak kuret
4 Hamil ini
7. Riwayat kehamilan saat ini
TM I : 1
Kunjungan TM II : 3
TM III : 2
Masalah yang pernah
dialami Hipertensi selama kehamilan
8. Riwayat imunisasi TT
TT4
9. Riwayat penyakit/ operasi yang lalu
SC tahun 2016 a/i Hipertensi dalam kehamilan
10. Riwayat yang berhubungan dengan masalah kesehatan reproduksi
Ibu tidak memiliki Riwayat sakit ISK, PMS, dll
11. Riwayat penyakit keluarga
Ibu kandung meiliki penyakit hipertensi

12. Riwayat KB
Anak I : KB suntik 3 bulan selama +/- 10 tahun
Anak II : KB IUD selama 5 tahun

13. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari selama hamil ini


Makan : ibu makan siang jam 13.00 wib dengan nasi dan lauk pauk
(ayam goreng, sop, tempe, kerupuk) dan minum air putih 1 gelas

Personal Hegien : Ibu mandi jam 05.00 menggosok gigi , ganti


Umum baju

Eliminasi : BAK 5x
BAB : 1x konsistensi lunak
Hubungan pasien, keluarga dan tetangga baik serta mendapatkan
Data Psikososial
dukungan atas kehamilannya

B. DATA OBYEKTIF

1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum
T
D 170/110 mmHg
N 95 x/menit
TTV

P 24 x/menit
S 37°C
BB sebelum
hamil 65 kg
BB sekarang 88 kg
TB 156 cm
Lila 38 cm
IMT 36,16
2. Pemeriksaan fisik
Muka Tidak pucat, tidak odema, tidak terdapat chloasma gravidarum
Simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda, terdapat kantong mata,
Mata
terdapat garis hitam pada bawah kantong mata
Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar
Leher
tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Simetris, putting menonjol, bersih, tidak ada pembesaran atau massa
Payudara
abnormal
Terdapat bekas luka operasi SC, ada strie gravidarum
Leopold I : TFU 32 cm, fundus teraba bokong
Abdomen Leopold II : PUKI
Leopold III : Bagian terendah janin belum masuk PAP, teraba kepala
DJJ : 140x/mnt
Odema tangan : -/-
Ekstremitas Odema kaki : +/+
Tidak ada varises
Reflex patella +/+
Anogenetalia Tidak dikaji
Panggul Luar Tidak dikaji
Lingkar Panggul Tidak dikaji
D.Cristarium Tidak dikaji
D.Bourdeloqeu Tidak dikaji
D.Spinarum Tidak dikaji
3. Pemeriksaan penunjang

Tgl pengkajian 05/05/2023

Hb : 10,3 g/dl
Golda : B+
Eritrosit : 3.3 jt/µL
Hematokrit (PCV) : 27%
SGOT : 22 U/I
SGPT : 20 U/I
Bun : 19.0 mg/dl
Creatinin : 0.81 mg/dl
Albumin : 3.2 g/dl
Protein : (+3)
Leokosit : Banyak
Epitel : (+3)

Pemeriksaan dalam:
v/v : bloodslym (+)
eff 25 %, Ø 1 cm, ketuban (+) menonjol, letak kepala, teraba UUK jam 12, Hodge 1+

C. ASSESSMENT
G4P2A1 UK 39 minggu 5 hari T/H Inpartu kala I fase laten dengan BSC 1x + PEB

D. PLAN

1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu


2. Jelaskan tanda bahaya kemungkinan terjadinya Eklamsia
3. Pasang O2 nasal
4. Pasang infus
5. Pasang selang kateter
6. Konsulkan kepada dokter Sp.OG
7. Lakukan Informed consent
8. Berikan terapi sesuai dengan advice dokter Sp.OG
9. Berikan dosis MgSO4 sesuai dengan protap
10. Persiapan SC + MOW

Banyuwangi, 05/05/2023
Perencana Asuhan

Lina Tri Astuti Handayani


Lembar Implementasi

Waktu TTD &


No. (Tanggal/ Tindakan Nama
Jam) Mahasiswa
1. Kegiatan yang sudah dilakukan adalah :
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan, ibu dan keluarga
mengerti tentang kondisi ibu saat ini mengalami
preekamsi berat (PEB)
2. Menjelaskan tanda bahaya kemungkinan
terjadinya Eklamsia, ibu dan keluarga mengerti
resiko kemungkinan buruk yang terjadi dan
bersedia diberikan terapi sesuai dengan advice
dokter.
3. Memasang O2 nasal 4 lpm/jam
4. Memasang infus RL 20 tpm
5. Memasang selang kateter agar terpantau jumlah
cairan output dan input
6. Mengkonsultasikan kepada dokter Sp.OG hasil
pemeriksaan yang di temukan: pemeriksaan fisik,
TTV, VT, NST dan hasil laboratorium
7. Melakukan Informed consent, suami
menandatangi surat persetujuan tindakan
8. Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter
Sp.OG yaitu nifedipine 10 mg, dopamet 500mg,
injeksi Ceftriaxone 1gram
9. Memberikan dosis MgSO4 sesuai dengan protap
Loading dose :
MgSO4 40% 4 gram + dilarutkan dalam NS 10cc
IV pelan 10-15 menit
Maintenance dose :
MgSO4 40% 6 gram drip dalam RL 500 ml 28
tpm. Habis dalam 6 jam (diberikan sampai 24 jam
postpartum)
10. Menyiapkan SC + MOW
Persiapan ibu : informed consent, konsultasi
dengan dokter anastesi, Puasa, skiren, ganti baju
OK
Persiapan bayi : perlengkapan bayi, perisapan
resusitasi bayi

2. Evaluasi 1. Ibu dan keluarga menerima kondisinya saat ini dan


proses
pasrah dengan Tindakan yang akan dilakukan demi

keselamatan ibu dan bayinya.

2. Semua Terapi masuk jam 15.30 WIB

3. Tindakan operasi SC + MOW tanggal 05/05/2023

jam 18.00 WIB

Mahasiswa Perceptore Pembimbing Institusi

( Lina tri Astuti Handayani ) (Suska Candra Ayuningsari, Amd.Keb) ( )

Anda mungkin juga menyukai