Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan

salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium

yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan

dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah

kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan

penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan

target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan

usaha keras yang terus menerus. (www.menegpp.go.id)

Gambar

Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI)

Tahun 1994 – 2015

Sumber data: SDKI, 1994, 2002/2003, 2007, MDGs dan Bappenas


Angka kematian ibu 1994 – 2007 dalam 100.000 kelahiran hidup

yaitu pada tahun 1994 yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 1997,

334 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2002, 307 per 100.000 kelahiran

hidup, tahun 2007, 228 per 100.000 kelahiran hidup, dengan target MDGs,

pada tahun 2009, 226 per 100.000 kelahiran hidup,dan tahun 2015, 102

per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun demikian angka tersebut masih

tertinggi di ASIA. (SDKI,2007)

Berdasarkan profil kesehatan Jawa Barat Angka Kematian Ibu

(AKI) tahun 2007 yaitu sebanyak 788 per 100.000 kelahiran hidup

(95,81%), dengan spesifikasi kematian ibu hamil 178 per 100.000

kelahiran hidup, kematian ibu bersalin 369 per 100.000 kelahiran

hidup,dan kematian ibu nifas 241 per 100.000 kelahiran hidup. (Profil

Kesehatn Kabupaten /Kota 2007).

Sedangkan menurut data profil kesehatan Kabupaten Majalengka

Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2007 yaitu 40 per 100.000 kelahiran

hidup, dengan spesifikasi kematian ibu hamil 8 per 100.000 kelahiran

hidup, kematian ibu bersalin 17 per 100.000 kelahiran hidup , kematian

ibu nifas 15 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKI maternal pada

tahun 2008 di Kabupaten Majalengka sebesar 131 per 1000 kelahiran

hidup.(Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2009).

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil

menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang

harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. persoalan yang terjadi


lantaran indikasi yang lazim muncul yakni, perdarahan, pre – eklampsia dan

eklampsia, aborsi dan infeksi. Namun ternyata masih ada faktor lain yang

cukup penting. Misalnya pemberdayaan perempuan yang tidak begitu baik,

latar belakang pendidikan, social ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat

dan politik. (www.menegpp.go.id)

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab

preeklampsia adalah iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak

dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya

tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan

terjadinya preeklampsia dan eklampsia ( multiple causation). Faktor yang

sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain nulipara, kehamilan ganda,

usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, punya riwayat keturunan,

dan obesitas. Namun diantara faktor faktor yang ditemukan sering kali sukar

ditentukan mana yang menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat.Pre-

eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi,

istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama

karena eklamsia merupakan peningkatan dari pre-eklamsia yang lebih berat

dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu.

Penyebab Angka Kematian Ibu diantaranya yaitu preeklamsia dan

eklamsia sebesar 24%. (Kemenkes, 2007).


Berdasarkan data rekam medis RSUD Majalengka jumlah ibu

bersalin tahun 2010 sebanyak….ibu bersalin, dimana terdapat banyak

komplikasi pada ibu bersalin, diantaranya banyak ibu yang mengalami

pre-eklampsia yaitu… kasus.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, penulis merasa tertarik

untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Faktor – Faktor Yang

Mempengaruhi Kejadian Pre-eklampsia Di RSUD Majalengka periode 1

Januari 2010 sampai dengan 30 Desember 2010.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data yang bersumber dari rekam medik RSUD

Majalengka seperti diuraikan dalam latar belakang diatas, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah Faktor –Faktor Yang

Mempengaruhi Kejadian Preeklamsia di RSUD Majalengka Tahun 2010?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian

preeklamsia di RSUD Majalengka Periode 1 Januari sampai dengan 30

Desember 2010.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui besar pengaruh faktor umur ibu hamil terhadap

terjadinya preeklampsia di RSUD Majalengka Tahun 2010


b. Mengetahui besar pengaruh faktor paritas terhadap terjadinya

preeklampsia di RSUD Majalengka Tahun 2010

c. Mengetahui besar pengaruh kehamilan ganda terhadap terjadinya

preeklamsia di RSUD Majalengka Tahun 2010.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memperoleh hasil penelitian baru tentang hubungan faktor –

faktor risiko dengan kejadian preeklamsia sehingga dapat di jadikan

sebagi perbandingan dan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Untuk dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya menurunkan

angka kejadian preeklamsia dengan deteksi dini dan menanganan yang

tepat sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor yang

mempengaruhi kejadian preeklamsia. Hal ini dilakukan karena

berdasarkan data kejadian pada rekam medik, angka kejadian preeklamsia

cukup tinggi serta dari beberapa faktor resiko kejadian preeklamsia

diantaranya, umur, paritas, dan kehamilan ganda memiliki determinan

yang lebih bermakna. Subjek penelitian adalah ibu hamil yang datang
untuk bersalin ke ruang kebidanan RSUD Majalengka. Penelitian ini

dilakukan pada tanggal 7 Maret sampai dengan 28 Mei 2011 di RSUD

Majalengka. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan

pendekatan cross sectional. (dengan memperhatikan 5W & 1H)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preeklampsia

1. Pengertian Pre – Eklampsia

Pre - eklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah

suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Penyakit

ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh

peningkatan kadar protein di dalam urine terjadi setelah usia gestasi

20 – 40 minggu kecuali jika terdapat penyakit tropoblastik.

( www.wikipedia.com )

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda – tanda

hipertensi (tekanan darah tinggi ) oedem dan proteinuria yang

timbul karena kehamilan. Ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3

kehamilan (Winkjosastro, 2005).

Preekampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala

yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari

trias: hipertensi, proteinuri, dan oedem; yang kadang – kadang

disertai konvulsi sampai koma (Muchtar, 1998).

Preeklampsia adalah hipertensi dalam kehamilan dengan

proteinuri dan oedem yang terjadi dalam kehamilan setelah umur


20 minggu, bersalin, nifas, menyusui, menyertai preeklampsia dan

banyak karena kelainan neurologik ( Kemenkes RI, 2005 ).

2. Klasifikasi

a. Preeklampsia ringan

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada

posisi tidur terlentang atau terjadi perubahan tekanan darah

dimana kenaikan diastolic mencapai 15 mmHg atau lebih dan

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran

sekurang – kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak

pemeriksaan enam jam

2) Oedem umum pada kaki jari, tangan dan muka atau adanya

kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu

3) Proteinuria mencapai 1+ atau 2+ pada pemeriksaan

laboratorium urin protein ( Muchtar, 2006 ).

b. Preeklampsia berat

1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih

2) Proteinuria pada pemeriksaan laboratorium urin protein

mencapai 3+ atau lebih

3) Peningkatan kadar enzim hati atau ikterus


4) Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500cc per jam

5) Adanya ganggua serebral, ganggua usus dan rasa nyeri di

epigastrum

6) Trombosit lebih dari 100.000/ mm

7) Terdapat oedem paru dan sianosis ( Winkjasastro, 2005).

c. Eklampsia: ditandai dengan preeklampsia berat dan kejang

1) Kejang timbul karena beratnya hipertensi

2) Kejang yang terjadi pada eklampsia menyerupai epilepsi

3) Kejang dapat mengakibatkan koma dalam waktu berjam –

jam ( Prawirohardjo, 2006 )

3. Patofisiologi

Preeklampsia terjadi karena spasme pembuluh darah disertai

dengan retensi air dan garam, pada biopsi ginjal ditemukan spasme

hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus lumen arteriola

demikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel

darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami

spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk

mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat

dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dengan oedem yang

disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan

interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air

garam. Protein uria dapat disebakan oleh spasme arteriola sehingga

terjadi perubahan pada glomerolus ( Muchtar, 2006 )

Telah diketahui bahwa preeklampsia dijumpai kadar

aldosteron yang tinggi dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dalam

kehamilan. Aldosteron penting dalam mempertahankan volume

plasma yang mengatur retensi air dan natrium pada preeklampsia

permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat

( Winkjosastro, 2005 ).

Menurut ( Muchtar, 2006 ) perubahan fisiologik pada

penderita preeklampsia adalah:

a. Perubahan pada otak

Pada preeklampsia aliran darah dan pemakaian

oksigen tetap dalam batas – batas normal. Pada

eklampsia, resistensi pembuluh darah meninggi, ini

terjadi pula pada pembuluh darah otak. Oedem terjadi

pada otak dapat menimbulkan penyakit serebral dan

gangguan visus, bahkan dalam keadaan lanjut dapat

terjadi perdarahan.
b. Perubahan pada plasenta dan rahim

Aliran darah menurun ke plasenta dan

menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi

gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan

oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan

eklampsia sering terjadi peningkatan tonus otot rahim

dan kepekaannya terhadap rangsangan, sehinggan

terjadi partus prematurus.

c. Perubahan pada ginjal

Filtrasi glomerolus berkurang oleh karena aliran

ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium

melalui glomerolus menurun, sehingga akibatnya

terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerolus

dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada

keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.

d. Perubahan pada paru – paru


Biasanya dapat menyebabkan oedem paru yang

menimbulkan dekompensasi kordis. Kematian ibu dapat

juga terjadi karena aspirasi pneumonia atau abses paru.

e. Perubahan pada mata

Dapat di jumpai kelainan retina dan spasme

pembuluh darah, bila terdapat hal – hal tersebut, maka

harus dicurigai terjadinya preeclampsia berat. Pada

eklampsia terjadi ablasio retina yang disebabkan oedem

intra okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk

melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain dapat

menunjukan preeklampsia berat yang mengarah pada

eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan

ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan

peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks

serebri atau didalam retina.

f. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit

Pada preeklampsia ringan biasanya tidak

dijumpai perubahan yang nyata pada metabolism air,

elektrolit, kristaloit, dan protein serum. Jadi tidak terjadi

gangguan elektrolit. Gula darah, kadar natrium,


bikarbonat dan PH darah gula darah naik, sementara

asam laktat dan asam organi lainnya naik, sehingga

cadangan alkakli akan turun. Kadar ini biasanya

disebabkan oleh kejang – kejang setelah konvulsi

selesai zat – zat organic dioksidasi dan dilepaskan

natrium yang lalu bereaksi dagan bikarbonat bunik

sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan

demikian cadangan alkali dapt kembali pulih normal.

4. Etiologi

Yang menjadi penyebab preeklampsia tidak diketahui

penyebabnya. Banyak teori yang mencoba menerangkan penyebab

preeklampsia tetapi belum ada yang memberi jawaban yang

memuaskan teori yang dapat diterima harus menerangkan hal – hal

sebagai berikut:

a. Sebab bertambahnya frekuensi dengan semakin tuanya

kehamilan

b. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderitaan dengan

kematian janin dalam uterus

c. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan berikutnya

d. Sebab timbulnya hipertensi, oedem, proteinuria, kejang dan

koma.banyak teori yang mengemukakan penyebab


preeklampsia ialah iskemia plasenta, tetapi teori ini tidak dapat

menerangkan semua hal yang berkaitan dengan preeklampsia,

banyak faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan

mana yang sebab dan mana akibat ( Winkjosastro, 2005 )

5. Faktor Risiko

Penelitian berbagai faktor risiko terhadap preeklampsia pada

kehamilan

a. Umur

Pada wanita hamil berusia kurang dari 20 tahun kejadiannya

3 kali lipat lebih banyak. Pada wanita hamil yang berusia lebih

dari 35 tahun bisa terjadi hipertensi yang laten hingga setelah

postpartum.

Usia produktif pada wanita terjadi pada masa dewasa, pada

masa ini kemampuan mental yang di perlukan untuk

mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi – situasi baru

seperti mengingat hal – hal yang dahulu pernah di pelajari ,

penalaran analogis dan berfikir kreatif mencapai puncaknya

serta kecepatan respon maksiaml dalam belajar dan menguasai

atau menyesuaikan diri dalam situasi – situasi tertentu terjadi


pada dewasa ini terutama pada usia 20 – 35 tahun (Hurlock

E.B, 2007).

b. Paritas

Angka kejadian tinggi pada primigravida baik muda

ataupun tua, dengan primigravida tua dengan resiko terjadi

preeklampsia berat lebih tinggi. (Winkjosastro, 2005)

Hubungan antara paritas dengan preeklampsia yaitu

frekuensi lebih tinggi terjadi pada primigravida, berdasarkan

teori immunologic (Sudhaberata K,2005)

c. Faktor keturunan

Jika terdapat riwayat preeklampsia atau eklampsia pada

orang tua ibu atau nenek penderita preeklampsia, maka faktor

risiko menjadi meningkat 25%.

d. Faktor gen
Ditemukan adanya faktor resesif yang ditentukan oleh

genotif ibu dan janin.

e. Diet/ gizi

Kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian

yang lebih tinggi. Angka kejadian lebih tinggi pada ibu hamil

yang obesitas atau kelebihan berat badan.

f. Iklim/ musim

Didaerah tropis insiden biasanya terjadi lebih tinggi.

g. Tingkah laku (gaya hidup)

Kebiasaan merokok: insiden pada ibu merokok lebih

rendah, namun rook selama hamil memiliki resiko kematian

janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi.

Aktifitas selama hamil: istirahat baring yang cukup selama

hamil mengurangi kemungkinan atau insiden hipertensi pada

kehamilan ( Marjono, 1999 )

h. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda atau multiple ialah suatu kehamilan

dengan dua janin atau lebih.kehamilan multiple dapat berupa

kehamilan ganda/gemelli (2 janin),triplet (3 janin), kuadruplet

(4 janin), qintiplet (5 janin) seterusnya dengan frekuensi

kejadian yang semakin jarang sesuai dengan Hukum Hellin.

Pada kehamilan kembar 43,6% dibandingkan dengan

kehamilan tunggal frekuensi terjadi hipertensi yang diperberat

kehamilan, preeklamsia dan eklamsia meningkat pada

kehamilan kembar.( www.scribd.com)

6. Tanda dan Gejala Preeklampsia

Diketahui dengan timbulnya hipertensi, proteinuria, dan

oedem pada seorang gravida. Penyakit ini timbul sesudah minggu

ke 20 dan paling sering terjadi pada primigravida yang muda. Jika

tidak diobati atau tidak terputus oleh persalinan dapat terjadi

eklampsia.

a. Gejala – gejala

1) Hipertensi

2) Oedem

3) Proteinuria
4) Gejala – gejala subjektif yang umum ditemukan pada

preeklampsia yaitu:

a) Sakit kepala yang hebat karena vasospasme atau oedem

otak.

b) Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh

perdarahan atau oedem atau sakit karena perubahan

pada lambung.

c) Ganggua penglihatan, seperti penglihatan menjadi

kabur pasien buta. Gangguan ini disebabkan

vasospasme, oedem atau ablation retina, perubahan –

perubahan ini dapat dilihat dengan oftalmoskop

( Sulaiman, 2004 ).

7. Prognosis Preeklampsia

Bergantung pada terjadinya eklampsia. Dinegara – Negara

yang sudah maju kematian karena preeklampsia 0,5%. Akan tetapi,

jika eklampsia terjadi, prognosis kurang baik, kematian pada

eklampsia dalah 5%. Prognosis untuk anak juga berkurang, tetapi

bergantung pada saatnya preeklampsia menjelma dan pada

beratnya preeklampsia. Kematian perinatal 20%. Kematian

perinatal ini sangat di pengaruhi oleh prematuritas.


Ada ahli yang berpendapat bahaw preeklampsia dapat

menyebabkan hipertensi yang menetap, terutama jika preeklampsia

berlangsung lama atau dengan perkataan lain jika gejala – gejal

hipertensi timbul lebih dini. Sebaliknya, ahli lain menganggap

bahwa penderita dengan hipertensi menetap sesudah persalinan

sudah menderita hipertensi sebelum hamil ( hipertensi kronik)

( Sulaiman, 2004 ).

8. Komplikasi Pada Preeklampsia dan Eklampsia

a. Komplikasi yang hebat kematian ibu dan janin. Komplikasi ini

biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

b. Pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, dismaturitas, dan

kematian janin intra uterin

c. Solusio plasenta. Komplikasi ini biaasanya terjadi pada ibu

yang menderita penyakit hipertensi.

d. Hipertensi akut dan sering terjadi pada preeklampsia . di RS.

Cipto Mangunkusumo 15, 5% solusio plasenta disertai

preeklampsia

e. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat ( Zuspa, 1978 )

menemukan 23% hipofibrinogenemia, oleh karena itu

dianjurkan untuk pemeriksaan hipofibrinogenemia


f. Perdarahan serebral. Komplikasi ini merupakan penyebab

utama kematian maternal penderita eklampsia

g. Ablation retina, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang

berlangsung sampai seminggudapat terjadi perdarahan kadang

– kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat

akan terjadi apopleksia serebri

h. Kelainan ginjal, kelainan ini merupakan

endoteliosisglomerolus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endothelial tubulus ginjal pada kelainan struktur lainnya.

Kelainanlain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal

ginjal

i. Nekrosis hati, nekrosis periportal hati pada preeklampsia dan

eklampsia merupakan akibat vasospasme ateriol umum.

Kelainan ini khas untuk eklampsia.

j. Oedem paru ( Zuspan, 1978 ) menemukan hanya satu penderita

dari 60 kasus eklampsia, hal ini disebabkan payah jantung.

k. HEELP syndrome ( Hemolysis Elevated Liver Enzyme Low

Platelet Count ) ( Winkjosastro, 2005 )

9. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti,

mengenali tanda – tanda sedini mungkin lalu diberikan pengobatan


yang cukup agar penyakit yang timbul tidak menjadi lebih berat.

Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya

preeklampsia ringan menjadi preeklampsia berat hingga menjadi

eklampsia. Jika terdapat faktor – faktor predisposisi pasien

diberikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur,

keterangan serta pentingnya mengatur pola makan seperti konsumsi

lemak, karbohidrat, dan tinggi protein serta menjaga kenaikan berat

badan yang berlebihan ( Muchtar, 2006 ).

Pada tingkat permulaan, preeclampsia tidak memberikan

gejala – gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri. Oleh

karena itu , diagnosis dini hanya dapat dibuat selama prenatal care

yang baik. Pasien hamil hendaknya diperiksa sekali dua minggu

setelah bulan ke 6 dan sekali seminggu pada bulan – bulan terakhir.

Pada pemeriksaan kehamilan rutin, harus ditentukan tekanan darah,

penambahn berat badan dan ada atau tidaknya oedema dan

proteinuria.

a. Perhatian khusus ditunjukan terutama pada penderita yang

mempunyai faktor predisposisi terhadap preeklampsia, antara

lain:

1) Nuliparitas

2) Riwayat keluarga dengan eklampsia


3) Kehamilan ganda

4) Diabetes militus

5) Hipertensi kronis

6) Mola hiodatidosa

7) Hidrops fetalis

Pasien juga harus mengetahui tanda – tanda bahaya, yaitu

sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, dan bengkaknya tangan

atau muka. Jika salah satu dari gejala ini timbul, ibuhamil harus

segera memeriksakan diri, jangan menggu pemeriksaan rutin.

Dengan antenatal care yang baik, seharusnya preeklampsia dapt

dideteksi sedini mungkin sehingga dapat dicegah kemungkinan

terjadinya komplikasi yang lebih berat berupa preeklampsia berat,

eklampsia sampai kematian ibu dan anak.

Berbagai upaya pencegahan yang pernah dilakukan pada

umumnya dilakukan melalui intervensi nutrisi dan farmakologi.

Akhir – akhir ini penggunaan asam salisilat dosis rendah ( 60 – 90

mg/hari) banyak digunakan untuk tujuan ini, walaupun hasilnya

masih diperdebatkan.

Beberapa cara pencegahan preeklapmsia yang pernah

digunakan sebagai berikut:


1) Diet rendah garam, diet tinggi protein, suplemen kalsium,

suplemen magnesium, suplemen seng dan suplemen asam

linoleat.

2) Intervensi farmakologi

Obat anti hipertensi, teofilin, dipiritamol, asam asetil

salisilat ( aspirin , alfa tokoferol ( vitamin E ), diuretikum

( Sulaiman, 2004 ).

10. Pemeriksaan Laboratorium Pada Kehamilan

Pemeriksaan proteinuria terhadap kehamilan, dengan tujuan

untuk mengetahui apakah ibu hamil itu mengalami penyakit

preeklampsia dan eklampsia, dikatakan preeclampsia berat jika

nilai proteinurianya lebih dari 3+, dan preeclampsia ringan

proteinurianya +1 dan +2.

Cara memeriksanya yaitu pasien dianjurkan untuk BAK dan

kemudian urinnya ditampung kedalam botol urin, setelah itu

pemeriksa mencuci tangan kemudian memakai sarung tangan

setelah itu perhatikan apakah urin tersebut keruh atau jernih, jika

urin tersebut keruh maka harus disaring dengan kertas penyaring,

isi kedua tabung kimia reagen dengan urin masing – masing 2,5ml,

salah satu tabung sebagai perbandingan pemeriksaan, setelah itu

panaskan salah satu tabung yang berisi urin diatas nyala api lampu
spiritus sampai mendidih kemudian teteskan 2 – 3 tetes asam

asetat 6%, selanjutnya dipanaskan kembali , kemudian bandingkan

dengan urin yang sudah dipanaskan dengan urin yang ada dalam

tabung untuk perbandingan pemeriksaan. Kemudian baca hasilnya

dengan nilai negative bila tidak ada kekeruhan, positif(+) ada keruh

sedikit tanpa b utir – butir, positif (++) keruh mudah dilihat dan

tampak butir – butir dalam keruhan tersebut, positif (+++) jelas

keruh dan berkeping – keeping, dan positif (++++) sangat keruh

dan keruh berkeping – keeping besar atau bergumpal – gumpal

(Prawirohardjo, 2006 ).

11. Penanganan

Penanganan pre eklampsia berat dapat dilakukan secara aktif

maupun konsevatif.

1. Penanganan aktif

Pada penanganan aktif kehamilan segera diakhiri/ terminasi

bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal

a. Indikasi

I. Ibu

1. Kehamilan ≥ 37 minggu

2. Adanya tanda –tanda gejala impending eklampsia

3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif:


 Setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medicinal

terjadi kenaikan tekanan darah

 Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medicinal,

tidak ada perbaikan.

II. Janin

1. Adanya tanda – tanda gawat janin

2. Adanya tanda – tanda PJT

III. Laboratorik

Adanya HELLP syndrome

b. Pengobatan medicinal

1) Infuse dekstrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan

larutan ringer laktat 500 cc

2) Diet: cukup protein, rendah lemak dan karbohidrat

3) Pemberian obat: MgSO4

i. Dosis awal:

4 gram MgSO4 20% (20cc) i.v kecepatan 1 gram/ menit,

disusul 8 gram MgSO4 40% i.m (20cc) diberikan pada

bokong kanan dan bokong kiri masing – masing 4 gram.

ii. Dosis pemeliharaan:

diberika 4 gram i.m setelah 6 jam pemberian dosis awal

(loading dose). Selanjutnya diberikan 4 gram i.m tiap 6

jam
iii. Hal – hal yg perlu diperhatikan

12. Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% (1

gram dalam 10cc)

13. Refleks patella (+) kuat

14. Frekuensi pernfasan > 16 kali per menit

15. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya

d. Dihentikan bila:

1) Ada tanda – tanda intoksikasi

2) Setelah 24 jam pasca salin

3) Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan

(normotensif)

2. Penanganan konservatif

Pada penanganan konservatif kehamilan tetap dipertahankan

bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal.

a) Indikasi

Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda – tanda

impending eklampsia dengan keadaan janin baik.

b) Pengobatan medisinal

Sama dengan perawatan medicinal secara aktif. Hanya dosis awal

MgSO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja (MgSO4 40% 8gr i.m).
sulfas magnesium dihentikan bila sudah mencapai tanda - tanda

pre eklampsia ringan selambat – lambatnya dalam waktu 24 jam.

c) Pengelolaan obstetrik

1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi

sama seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa

kontraksi dan USG untuk memantau kesejahteraan janin.

2. Bila 24 jam tidak ada perbaikan tekanan darah maka keadaan

ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medicinal dan

harus diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan

aktif.

B. Kerangka Teori

Dari
Faktoruraian
risiko:diatas dapat disimpulkan menjadi sebuah kerangka teori,

yakni:
Umur

Paritas

Keturunan

Gen

Gizi

Iklim

Gaya hidup

Kehamilan ganda
Preeklampsia

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka

maka untuk mengetahui Hubungan faktor – faktor risiko dengan kejadian

preeklampsia, maka diperoleh variabel yang diduga berperan , dapat di


analisa yang berhubungan faktor – faktor risiko dengan kejadian

preeklampsia dalam pelayanan kebidanan.

Maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai

berikut.

Variabel Independent Variabel Dependent

Faktor – faktor risiko

Umur
preeklampsia
Kehamilan ganda

paritas

Bagan 3.1 kerangka Konsep

B. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Definisi Alat Skala


No Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur

1. Dependent Hipertensi Rekam Melihat data  Ya Skala

dalam rekam
Preeklampsia kehamilan medik medik  Tidak Nominal

yang

terdapat

trias: odem,

proteinuria,

dan

hipertensi

Yang

dialami oleh

ibu bersalin

di RSUD

Majalengka

2. Independent Rentang Rekam Melihat data  20- 35th Skala

Umur waktu hidup medik rekam  ≤20th atau ordinal

responden medik ≥35th

yang

dihitung

mulai dari

tanggal dan

tahun

kelahiran

pada ibu

yang
bersalin di

RSUD

Majalengka

1. 20-35th 2.

≤ 20th atau ≥

35th

gemelli Rekam Melihat data Skala

medik rekam Nominal

medik

Kehamilan

ganda atau

lebih dari 1. Ya

satu janin 2. Tidak

yang di

kandung

oleh ibu

hamil yang

berada di

RSUD

Majalengka

3.
4.

5. 6. 7. 8.

10. 11. 12. 13.

15. 16. 17. 18.

20.

C. Hipotesis

1. Ha : terdapat hubungan antara umur dengan kejadian

preeklampsia di RSUD Majalengka tahun 2010.

2. Ha : terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian

preeklampsia di RSUD Majalengka tahun 2010.

3. Ha : terdapat hubungan antara kehamilan gemelli dengan

kejadian preeklampsia di RSUD Majalengka tahun 2010.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik yaitu penelitian yang

mencoba menggali dinamika korelasi antara fenomena atau antara variabel

bebas (variabel independen) dengan variabel terikat (variabel dependen)

dimana pendekatan yang digunakan adalah cross sectional, artinya dinamika

korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat dikumpulkan sekaligus

pada suatu saat atau waktu yang bersamaan (Notoatmodjo S, 2002: 145).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Majalengka Kabupaten

Majalengka, yang waktunya dimulai dari tanggal 1 Januari 2010 sampai

dengan 30 Desember 2010.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi menurut Notoatmodjo S (2002) merupakan keseluruhan

objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini

adalah ibu-ibu bersalin di RSUD Majalengka periode 1 Januari 2010

sampai dengan 30 Desember 2010 yaitu sebanyak…orang.

2. Sampel

Menurut Hidayat AAA (2007) sampel merupakan bagian dari

populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Untuk memperoleh sampel dalam penelitian ini,

digunakan teknik sampling jenuh yaitu sensus atau seluruh populasi diteliti

(Machfoedz I, 2006).

Pengambilan sampel dilakukan dengan menjadikan seluruh populasi

sebagai objek penelitian, maka didapatkan sampel sebanyak...orang.

D. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder, menurut Hidayat AAA

(2007: 51) yaitu data yang dikumpulkan oleh pihak lain dan data sudah ada.

Pengumpulan data tentang umur ibu, graviditas, jarak kehamilan dan kadar

hemoglobin ibu hamil diperoleh dari pencatatan kohort ibu tahun 2007.

E. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan melalui

tahap-tahap sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Memeriksa data yang telah dikumpulkan dari pencatatan kohort ibu.

Pemeriksaan yang dilakukan adalah menjumlahkan data dan melakukan

koreksi data.

2. Penandaan Data (Coding)

Data yang telah ada setelah dilakukan koreksi ketepatan dan

kelengkapannya, kemudian ditandai agar memudahkan dalam proses

memasukkan data yang akan dilakukan.

3. Memasukkan Data (Entry)

Data yang telah ditandai kemudian dimasukkan ke dalam format

tabulasi pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak komputer.


4. Pembersihan Data (Cleaning)

Setelah data mulai selesai dimasukkan ke dalam format tabulasi

komputer, kemudian dilakukan pembersihan data dengan maksud untuk

pemeriksaan terhadap adanya kesalahan.

5. Tabulasi Data (Tabulating)

Untuk mengelompokkan data dengan menggunakan tabel distribusi

yang dihitung dengan prosentase.

F. Teknis Analisis Data

Variabel yang dianalisis dikelompokkan menjadi:

1. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk melihat permasalahan pada masing-

masing variabel yang diamati. Semua variabel berskala kategorik,

kecenderungan pemusatan data dianalisis dengan cara menentukan

proporsi (prosentase) dari masing-masing kategori pengamatan pada tiap

variabel (http://www.bbsdmk.depkes.go.id).

Selanjutnya dalam penelitian ini, menurut Budiarto E (2001) dalam

penelitian Nurliati N (2007), dibuat tabel frekuensi yang terdiri dari dua

kolom, yaitu jumlah frekuensi dan prosentase untuk setiap kategori dengan

rumus:
P = F x 100%

Keterangan:

P : prosentase

F : jumlah setiap kategori

N : jumlah responden

2. Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen yang diuji dengan Chi-square

(http://www.bbsdmk.depkes.go.id).

Dalam hal ini variabel independen mencakup umur, gravida, dan

jarak kehamilan. Sedangkan variabel dependen adalah kejadian anemia.

Analisis yang digunakan untuk mencari hubungan antar variabel ini

menggunakan uji Chi-Square dengan perangkat lunak yaitu program

SPSS tipe 12.

Adapun rumus Chi-square menurut Hidayat AAA (2007: 137)

adalah:
X2 = Σ (fo - fe)2

fe

Keterangan:

X2 : Chi-square

fo : frekuensi yang diobesrvasi atau diperoleh

fe : frekuensi yang diharapkan

Interpretasi dari hasil analisis yang dilakukan adalah:

a. Jika nilai P-value ≤ nilai α maka Ho ditolak, artinya variabel tersebut

memiliki hubungan yang bermakna (signifikan).

b. Jika nilai P-value > nilai α maka H o diterima, artinya variabel tersebut

memiliki hubungan yang tidak bermakna (tidak signifikan).


HUBUNGAN FAKTOR – FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN

PREEKLAMPSIA DI RSUD MAJALENGKA

PERIODE 1 JANUARI 2010 –

30 DESEMBER 2010

Disusun oleh:

DWI PUTRI HASANAH

P2.06.24.2.08.011

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN CIREBON
20119

Anda mungkin juga menyukai