Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Preeklampsi merupakan penyulit dalam proses kehamilan yang
kejadiannya senantiasa tetap tinggi. Dimana faktor ketidaktahuan tentang
gejala awal oleh masyarakat merupakan penyebab keterlambatan mengambil
tindakan yang dapat berakibat buruk bagi ibu maupun janin.

Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan


kasus preeklampsi atau eklampsi (Manuba,1998). Dari kasus tersebut 6 %
terjadi pada semua kehamilan, 12 % terjadi pada primigravida (Muthar,1997).
Masih tingginya angka kejadian dapat dijadikan sebagai gambaran umum
tingkat kesehatan ibu hamil dan tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya.
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi
terhadap tingginya tingkat kematian bumil dan janin , sudah selayaknya
dilakukan suatu upaya untuk mencegah dan menangani kasus preeklampsi .
Keperawatan bumil dengan preeklampsi merupakan salah satu usaha nyata
yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi sebagai akibat
lanjut dari preeklampsi tersebut.

B. Tujuan
1. Umum
Memberi gambaran dalam penerapan asuhan keperawatan yang
komprehensip meliputi : Bio, Psiko, Sosial, dan Spiritual pada bumil
dengan preeklampsi.

2. Khusus
- Mampu melakukan pengkaji, menganalisa, merencanakan ,
melaksanakan , dan mengevaluasi pasen dengan preeklamsi.

1
BAB II
KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi / pengertian
Manuaba (1998) mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemia gravidarum)
adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air
kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu
sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.
Selain itu, Mansjoer (2000) mendefinisikan bahwa preeclampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan
20 minggu atau segera setelah persalinan.
Menurut kamus saku kedokteran Dorland, preeklampsia adalah toksemia pada
kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria.

2. Penyebab / Faktor predisposisi


Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang
dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, sehingga kelainan ini sering
dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan.
Pengeluaran hormon ini memunculkan efek perlawanan pada tubuh.
Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah
kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan
kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi
penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyumbat pembuluh darah
pada jaringan-jaringan vital.
2) Peran faktor imunologis.
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen

2
plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya.
3) Aktivasi system komplemen pada pre-eklampsi/eklampsia.
4) Peran faktor genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian pre-
eklampsi/eklampsia antara lain:
a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-
eklampsi/eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita pre-
eklampsi/eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5) Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)
(Ong Tjandra, 2008)

Faktor Risiko
Melalui pendekatan safe motherhood terdapat peran determinan yang dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi kehamilan seperti
preeklampsia/eklampsia yang menjadi faktor utama yang menyebabkan angka
kematian ibu tinggi disamping perdarahan dan infeksi persalinan. Determinan
tersebut dapat dilihat melalui determinan proksi/dekat (proximate
determinants), determinan antara (intermediate determinants), dan determinan
kontekstual (contextual determinants).
1) Determinan proksi/dekat
Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi
preeklampsia berat, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki
risiko tersebut.
2) Determinan intermediat
Yang berperan dalam determinan intermediat antara lain:
a) Status reproduksi.
- Faktor usia
Usia 20 30 tahun adalah periode paling aman untuk
hamil/melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% -

3
20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari
anak-anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua
tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih
mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 7 % dan tinggi
badan 1%. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di
Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7
kali lebih besar dari wanita berusia 20 24 tahun.
Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya
preeklampsia/eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan
pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari
20 tahun) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
preeklampsia/eklampsia.
Hubungan peningkatan usia terhadap preeklampsia dan eklampsia
adalah sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia di
atas 35 tahun.
- Paritas
Telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan
yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicine
tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia
3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%.
- Kehamilan ganda
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada
kehamilan ganda. Dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6%
preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil
pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah
dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan
Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat
mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok
kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.
- Faktor genetika
Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang
diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita
dari ibu penderita pre-eklampsia.
b) Status kesehatan

4
- Riwayat preeklampsia
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan
menyebutkan bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus preeklampsia
mempunyai riwayat preeklapmsia, sedangkan pada kelompok
kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayat preeklampsia berat.
- Riwayat hipertensi
Salah satu faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia atau
eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit
vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial.
Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung
normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para
wanita, menderita tekanan darah tinggi setelah kehamilan 30
minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan
kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala
preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala,
nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus (supperimposed
preeklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan
otak.
- Riwayat penderita diabetus militus
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan
menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu
lebih dari 140 mg % terdapat 23 (14,1%) kasus preeklampsia,
sedangkan pada kelompok kontrol (bukan preeklampsia) terdapat 9
(5,3%).
- Status gizi
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah
juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah
darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka
makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang
terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi
pemompaan jantung.
- Stres/cemas
Meskipun dalam beberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya
dengan kejadian preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi

5
dalam waktu panjang dapat mengakibatkan gangguan seperti
tekanan darah.
Manifestasi fisiologi dari stres diantaranya meningkatnya tekanan
darah berhubungan dengan:
Kontriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal,
dan organ lain.
Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin.
Retensi air dan garam meningkat akibat produksi
mineralokortikoid sebagai akibat meningkatnya volume
darah.
Curah jantung meningkat.

c) Perilaku sehat
- Pemeriksaan antenatal
Preeklapmsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan
berkelanjutan, oleh karena itu melalui antenatal care yang
bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklampsia, atau
setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini sehingga dapat
mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan
preeklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat dirasakan
oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan
antepartum care. Jika calon ibu melakukan kunjungan setiap
minggu ke klinik prenatal selama 4-6 minggu terakhir
kehamilannya, ada kesempatan untuk melekukan tes proteinuri,
mengukur tekanan darah, dan memeriksa tanda-tanda udema.
Setelah diketahui diagnosa dini perlu segera dilakukan penanganan
untuk mencegah masuk ke dalam eklampsia.
- Penggunaan alat kontrasepsi
Pelayanan KB mampu mencegah kehamilan yang tidak diinginkan,
sehingga menpunyai kontribusi cukup besar terhadap kematian ibu
terkomplikasi, namun perkiraan kontribusi pelayanan KB terhadap
kematian yang disebabkan oleh komplikasi obstetri lainnya, antra
lain eklampsia yaitu 20%.

6
3) Determinan kontekstual
a) Tingkat pendidikan
Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan
atau usaha untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proses
perubahan perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan
kehidupan manusia.
Semakin banyak pendidikan yang didapat seseorang, maka
kedewasaannya semakin matang, mereka dengan mudah untuk
menerima dan memahami suatu informasi yang positif.
Kaitannya dengan masalah kesehatan, dari buku safe motherhood
menyebutkan bahwa wanita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
cenderung lebih menperhatikan kesehatan dirinya. Hasil penelitian
Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 80
(49,7%) kasus preeklampsia berat mempunyai pendidikan kurang dari
12 tahun.
b) Faktor sosial ekonomi
Hal ini sering disampaikan bahwa kehidupan sosial ekonomi
berhubungan dengan angka kenaikan preeclampsia. Beberapa ahli
menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial ekonomi yang
lebih baik akan lebih jarang menderita preeklampsia, bahkan setelah
faktor ras turut dipertimbangkan. Tanpa mempedulikan hal tersebut,
preeklampsia yang diderita oleh wanita dari kelarga mampu tetap saja
bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa seperti halnya eklampsia
yang diderita wanita remaja di daerah kumuh.
c) Pekerjaan
Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan
peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil,
dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan seiring
dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan dari
pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan
berdampak pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah
dalam rangka memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh
karenanya pekerjaan tetap dilakukan, asalkan tidak terlalu berat dan
melelahkan seperti pegawai kantor, administrasi perusahaan atau

7
mengajar. Semuanya untuk kelancaran peredaran darah dalam tubuh
sehingga mempunyai harapan akan terhindar dari preeklamsia
(Rozikhan, 2007).

Gejala
Secara klinis, gejala-gejala preeklampsia adalah:
1) Preeklampsia Ringan
- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam.
- Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg
atau lebih per minggu. Terjadi pembengkakan di daerah kaki dan
tungkai.
- Retensi cairan.
- Angka kadar protein urin yang tinggi (proteinuria kwantatif 0,3 gr atau
lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau
midstream).

2) Preeklampsia Berat
- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
- Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
- Pembengkakan di seluruh tubuh. Pembengkakan ini terjadi akibat
pembuluh kapiler bocor, sehingga air yang merupakan bagian sel
merembes dan masuk ke dalam jaringan tubuh dan tertimbun di bagian
tertentu.
- Kenaikan berat badan lebih dari 1,36 kg setiap minggu selama
trimester kedua, dan lebih dari 0,45 kg setiap minggu pada trimester
ketiga.
- Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
- Sakit kepala.
- Pandangan kabur.
- Tidak dapat melihat cahaya yang terang.

8
- Kelelahan.
- Mual/muntah.
- Sedikit buang air kecil (BAK).
- Sakit di perut bagian kanan atas.
- Napas pendek dan cenderung mudah cedera.
- Terdapat edema paru dan sianosis.
(Ari Widiastuti, 2010)

3. Klasifikasi

Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :

Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik
30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih
per minggu.
Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada
urin kateter atau midstream.

Preeklampsia Berat

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.


Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis.
4. Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus merangsang pelepasan bahan tropoblastik
yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan

9
tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan
tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan
tomboksan dan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan
aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor
pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal
hemostasis. Renin uterus yang dikeluarkan akan mengalir bersama darah
sampai organ hati dan bersama-sama angiotensinogen menjadi angiotensi I
dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan
akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen
arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen
hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan
meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan
terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme
bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi
darah dan gangguan multi organ (Manuaba, 1998).
Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh diantaranya otak, darah,
paru-paru, hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya
gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan
diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi endotheliosis
menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya
pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan sel
darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada
paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena
pulmonal, terjadi perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya
oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan
pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan
gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan
memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal,

10
akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan
menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema
sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan.
Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR
dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri.
Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan
eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan
menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan
menyebabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan
risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan
hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta
memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis
akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus
gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan
timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan nausea. Pada
ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi
dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas.
(Ari Widiastuti, 2010)

11
Gambar 1. Aliran darah pada kehamilan normal dan kehamilan dengan preeklampsia

5. Manifestasi Klinik

Biasanya tanda-tanda preeklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat


badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.
Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala subyektif. Pada pre
eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala
gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji diagnostik dasar


Pengukuran tekanan darah
Analisis protein dalam urin
Urinalisis: ditemukan protein dalam urine.
Pemeriksaan edema

12
Pengukuran tinggi fundus uteri
Pemeriksaan funduskopi
b. Uji laboratorium dasar
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah, umumnya terjadi:
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 43 vol%)
- Trombosit menurun (nilai rujukan 150 450 ribu/mm3)
Pemeriksaan fungsi hati, biasanya ditemukan:
- Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
- LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
- Aspartat aminotransferase (AST) > 60 ul.
- Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-
45 u/ml)
- Serum Glutamat Oxaloacetic Transaminase (SGOT) meningkat
(N= <31 u/l)
- Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
c. Uji untuk meramalkan hipertensi
Roll-over test
Pemeriksaan infus angiotensin
d. Radiologi
Ultrasonografi
Dapat ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
Kardiotografi
Bisa ditemukan denyut jantung janin bayi lemah.(Manuaba, 1998)

7. Diagnosis
13
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema,


hipertensi, dan timbul proteinuria
Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan
visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium

8. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda


dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya.
Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-
faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya
preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat
dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan
pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat
istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti
berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan
dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah
lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat
penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang
merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

9. Penatalaksanaan

Tujuan utama penanganan adalah :

- Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia

- Hendaknya janin lahir hidup

- Trauma pada janin seminimal mungkin.

a) Pre-eklamsi ringan

14
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita
dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2
kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah
dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti
valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan
dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena
obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-
eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat
inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan
ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan
induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.

b) Pre-eklamsia berat

Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu

Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji


kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :
1. Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap
(selama tidak ada kontraindikasi)
2. Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus
dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-
eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi)
3. Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta
berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil
mengawasi timbulnya lagi gejala
4. Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan

Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,


maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu

Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu

Penderita dirawat inap


1. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi

15
2. Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
3. Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong
kanan dan 4 gr di bokong kiri
4. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
5. Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc
dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia
antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc
6. Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya
dapat diberikan tablet katapres 3 kali tablet atau 2 kali tablet sehari
Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan
kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena
Lasix.
Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus
dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau
sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes
Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu
dilarang mengedan
Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang
disebabkan atonia uteri
Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum
Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea.

Diet

Tujuan Diet

Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal


Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal
Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air
Mencapai keseimbangan nitrogen
Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal

16
Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit baru
pada saat kehamilan atau setelah melahirkan

Macam Diet Preeklampsia

Diet Preeklampsia I

Diberikan kepada pasien dengan preeklampsia berat


Makanan diberikan dalam bentuk cair, yg terdiri dari susu dan sari buah
Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari per oral dan
kekurangannya diberikan secara parental
Makanan ini kurang energi dan zat gizi karena itu hanya diberikan 1 2 hari

Diet Preeklampsia II

Sebagai makanan perpindahan dari diet preeklampsia I atau kepada pasien


preeklampsia yg penyakitnya tdk begitu besar
Makanan berbentuk saring atau lunak.
Diberikan sebagai diet rendah garam I
Makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya

Diet Preeklampsia III

Sebagai makanan perpidahan dari diet preeklampsia II atau kepada pasien


dengan preeklampsia ringan.
Makanan ini mengandung protein tinggi dan rendah garam .
Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa .
Jumlah energi harus disesuaikan dengan kenaikan berat badan yg boleh lebih
dari 1 kg per bulan .

10. Komplikasi

Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi
antara lain:

Pada Ibu

17
Eklapmsia
Solusio plasenta
Pendarahan subkapsula hepar
Kelainan pembekuan darah ( DIC )
Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )
Ablasio retina
Gagal jantung hingga syok dan kematian.

Pada Janin

Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus


Prematur
Asfiksia neonatorum
Kematian dalam uterus
Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

B. Konsep Dasar Asuhan Kepewaratan


1. Pengkajian

a. Data subyektif :

Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.

b. Data Obyektif :

18
a. Inspeksi: edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam, pucat,
anemis, tampak meringis, tampak distensi vena jugularis, klien tampak
lemah.
b. Palpasi: untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema, terjadi
peningkatan denyut nadi teraba cepat dan lemah, CRT > 2 detik, akral
teraba dingin, teraba distensi vena jugularis.
c. Auskultasi: mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress,
penurunan peristaltik usus, tekanan darah meningkat (160/110 mmHg)
d. Perkusi: untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
magnesium sulfat (jika refleks +)

2. Diagnosa Keperawatan
Pada umumnya diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan preeclampsia diantaranya:
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan factor metabolic
ditandai dengan Ph 7,25, penurunan PaO2 45 mmHg, Peningkatan
PaCo2 50 mmHg, penurunan saturasi O2 70%, RR 30X/menit, nafas
cepat dan dalam.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan
garam ditandai dengan klein mengeluhkan adanya odem terutama pada
ekstremitas dan wajah.
3. PK Hipertensi
4. PK perdarahan
5. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
suplai darah ke otak ditandai dengan pasien mengeluh pusing.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri kimia: asam lambung
ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada epigastrium
7. Gangguan eliminasi urin (oliguria) berhubungan dengan kerusakan
pada glomerulus akibat spasme arteriol pada ginjal ditandai dengan
klien mengalami oliguria
8. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus
gastrointestinalis ditandai dengan pasien menyatakan sulit BAB selama
beberapa hari, terasa ada penumpukkan feses di perut bagian bawah,

19
adanya tekanan pada rectum, penurunan bising usus (<5x/menit), rectal
terasa penuh, adanya distensi abdomen
3. Perencanaan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan factor metabolic ditandai
dengan Ph 7,25, penurunan PaO2 45 mmHg, Peningkatan PaCo2 50
mmHg, penurunan saturasi O2 70%, RR 30X/menit, nafas cepat dan
dalam.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pertukaran gas klien adekuat dengan criteria hasil:
Respiratory status: Gas Exchange
PaO2 normal 80-100 mmHg
PaCO2 normal 35-45 mmHg
Ph 7,35-7,45
SatO2 95-100%
Intervensi
1) Lakukan pemeriksaan AGD
Rasional: pemeriksaan AGD diperlukan untuk memantau adanya
asidosis respiratorik
2) Lakukan pemeriksaan pulse oksimetri
Rasional: mengetahui satO2 klien
3) Pantau nilai Ph, PaO2, dan PCO2 melalui hasil laboratorium
Rasional: mengetahui adanya kelainan pada hasil analisa gas darah
4) Pantau adanya gejala gagal nafas
Rasional: Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan
untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi
karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat.
5) Kolaborasi
Infus Bicarbonat
Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L
Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicarbonat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
Rasional: memperbaiki kedaan klien atau kelainan hasil analisa gas
darah.

20
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan garam
ditandai dengan klein mengeluhkan adanya odem terutama pada
ekstremitas dan wajah.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x jam diharapkan
tercapai keseimbangan antara asupan dan haluaran cairan, dengan kriteria
hasil:
a. Fluid balance
Tekanan darah normal (120/80 mmHg) (skala 5=not compromised)
Denyut nadi normal (60-100x/menit) (skala 5= not compromised)
Tercapai keseimbangan intake dan output cairan (skala 5= not
compromised)
Turgor kulit elastis (skala 5= not compromised)
Membran mukosa lembab (skala 5= not compromised)
Hematokrit normal (skala 5= not compromised)
Tidak ada asites (skala 5= none)
Tidak ada hipotensi orthostatik (skala 5= none)
Tidak ada distensi vena jugularis (skala 5= none)
Tidak ada edema perifer (skala 5= none)
b. Cardiopulmonary status
Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5= no
deviation from normal range)
Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5= no deviation
from normal range)
Respiratory rate normal (16-20x/mnt) (skala 5= no deviation from
normal range)
Kedalaman dari inspirasi normal (skala 5= no deviation from
normal range)
Haluaran urine seimbang dengan input (skala 5= no deviation from
normal range)
Tidak terjadi intoleransi aktivitas (skala 5= none)
Tidak ada sianosis (skala 5= none)
Tidak ada edema perifer (skala 5= none)
Intervensi:
21
1) Fluid management
a. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: peningkatan berat badan dapat mengindikasikan
terjadinya edema.
b. Pertahankan keakuratan intake dan output.
Rasional : untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
c. Monitor hasil lab yang berhubungan dengan retensi cairan
(peningkatan BUN, peningkatan hematokrit, peningkatan
osmolaritas urine)
Rasional : menunjukkan adanya retensi cairan dan dapat
menunjukkan derajat edema sehingga dapat menentukan intervensi
selanjutnya.
d. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : kelebihan volume cairan dapat menyebabkan perubahan
tanda-tanda vital seperti peningkatan TD, nadi, dan respirasi rate.
e. Monitor indikasi dari kelebihan volume cairan/retensi seperti
peningkatan CVP, edema, distensi vena jugularis.
Rasional : tanda-tanda seperti peningkatan CVP, edema, distensi
vena jugularis dapat mengindikasikan terjadinya kelebihan volume
cairan.
f. Kaji lokasi dan faktor pemicu edema.
Rasional: untuk mengetahui kondisi edema dan factor pemicunya
sehingga dapat memberikan intervensi selanjutnya.
2) Fluid monitoring
a. Monitor intake dan output tiap hari.
Rasional : untuk memantau cairan masuk dan keluar klien agar
seimbang.
b. Monitor serum albumin dan total protein level.
Rasional : penurunan serum albumin dan level protein dapat
menyebabkan retensi cairan sehingga menimbulkan edema.
c. Monitor serum dan osmolalitas urine.
Rasional : retensi cairan dapat menyebabkan peningkatan
osmolalitas serum dan osmolaritas urine.
3) Hypervolemia management

22
a. Monitor perubahan pada edema perifer
Rasional : untuk mengetahui status edema sehingga dapat
menentukan intervensi selanjutnya.
b. Elevasi tungkai yang mengalami edema
Rasional : untuk melancarkan aliran darah balik dari tungkai
sehingga mengurangi edema.
c. Kolaborasi pemberian diet protein sedang-tinggi dan rendah garam.
Rasional: diet rendah garam untuk mengurangi retensi cairan dan
pemberian protein untuk meningkatkan albumin darah sehingga
mengurangi edema.
d. Anjurkan klien untuk meningkatkan istirahat.
Rasional : untuk mengurangi penekanan pada tungkai.
e. Lakukan kompresi pada bagian tubuh yang edema.
Rasional : untuk mengurangi risiko peningkatan volume edema

3. PK Hipertensi

Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan
perawat dapat meminimalkan komplikasi dari hipertensi dengan kriteria
hasil:
TTV dalam batas normal (TD= 120/80 mmHg, suhu 36-37,5oC, nadi =
60-100 kali/menit, RR= 12-20 x/menit)
Tidak ada tanda-tanda komplikasi dari hipertensi seperti stroke.

Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital klien meliputi: TD, nadi, RR dan suhu.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien khususnya tekanan
darah. Pemantauan tekanan darah penting untuk deteksi dini
komplikasi dari hipertensi.
2) Anjurkan klien diet rendah natrium.
Rasional : kadar natrium yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
retensi air sehingga meningkatkan osmolalitas darah yang pada
akhirnya akan semakin meningkatkan tekanan darah.

23
3) Anjurkan klien mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan
tekanan darah, seperti melon, mentimun, terong, kangkung.
Rasional: untuk menurunkan tekanan darah secara nonfarmakologik.
4) Kolaborasi obat-obat antihipertensi sesuai indikasi:
Keadaan pre-eklamsia ringan : dengan pemberian preparat sedative
seperti sodium amital 50 mg dan preparat sedative pada malam hari,
Keadaan yang lebih berat : penyuntikan sodium fenobarbital (200mg
setiap 8 jam), sodium fenitoin (100 mg setiap 8 jam), dan diazepam (10
mg setiap 6 hingga 8 jam) dapat dilakukan dengan pemberian tunggal
atau kombinasi.
Rasional : membantu vasodilatasi pembuluh darah sehingga
menurunkan tekanan darah.
4. PK Perdarahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x 24 jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi dengan kriteria hasil:
Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal
Klien tidak mengalami episode perdarahan
Tanda-tanda vital berada dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi:
60 100 x / menit, RR: 16 20 x / menit, Suhu: 36 - 370C 0,50C)
Intervensi:
1) Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi
Rasional: Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien
sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya
2) Pantau hasil lab b/d perdarahan
Rasional: Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat
membantu menentukan intervensi selanjutnya
3) Lindungi pasien terhadap cedera dan terjatuh
Rasional: Efek cedera terutama pada cedera tajam umumnya dapat
mengakibatkan perdarahan
4) Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk
terapi lain jika diperlukan

24
Rasional: Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung
terapi yang diberikan pada klien sehingga mampu memberikan hasil
yang maksimal
5) Kolaborasi pemberian transfusi faktor VIII, IX sesuai indikasi
Rasional: Meningkatkan faktor koagulasi sehingga menurunkan
perdarahan

5. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai


darah ke otak ditandai dengan pasien mengeluh pusing.

Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan
tercapai keefekifan perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:
Perfusi jaringan serebral:
Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial (skala 5 = no deviation
from normal range)
Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5 = no deviation
from normal range)
Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5 = no deviation
from normal range)
Tidak ada sakit kepala (skala 5 = none)
Tidak ada gelisah (skala 5 = none)
Tidak ada agitasi (skala 5 = none)
Tidak ada syncope (skala 5 = none)
Tidak ada muntah (skala 5 = none)
Tidak ada gangguan kognisi (skala 5 = none)

Intervensi :
1) Cerebral Perfusion Promotion
a. Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan serebral, seperti status
neurologi dan adanya penurunan kesadaran.
Rasional: kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi
status neurologi dan tingkat kesadaran klien.

25
b. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang
tepat (0, 15, atau 30 derajat) dan monitor respon klien terhadap
posisi tersebut.
Rasional : posisi yang tepat dapat membantu memperlancar aliran
darah ke otak sehingga nutrisi dan O2 ke otak adekuat.
c. Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO2,
PCO2, PH, dan level bikarbonat)
Rasional : status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan
perfusi oksigen ke otak.
d. Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi
Rasional : oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi
oksigen ke otak.
2) Oxygen Therapy
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
Rasional: mempertahankan kepatenan jalan napas bertujuan untuk
mencegah terputusnya aliran oksigen ke otak sehingga mencegah
terjadinya hipoksia jaringan otak.
b. Monitor aliran oksigen.
Rasional: untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai
dengan kebutuhan.
c. Monitor posisi kenyamanan klien (semifowler 15-350).
Rasional: posisi yang nyaman diperlukan untuk menjaga
kontinuitas masukan oksigen.
3) Vital Signs Monitoring
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui
keadaan umum dan status keefektifan perfusi jaringan.
b. Ukur tekanan darah ketika klien tidur, berbaring, sebelum dan
sesudah berubah posisi.
Rasional: pengukuran tekanan darah pada berbagai posisi
dibutuhkan untuk mengetahui perubahan tekanan darah ortostatik.
c. Ukur tekanan darah setelah klien mendapatkan medikasi/terapi.
Rasional: pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan
terapi/medikasi penting untuk mengetahui keefektifan terapi.

26
d. Ukur tekanan darah, nadi, dan respirasi sebelum, selama, dan
setelah beraktivitas.
Rasional: mengetahui reaksi tubuh klien terhadap aktivitas
sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Harnawati. 2008. Askep Preeklampsi.


http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/28/askep-preeklamsi/. [Akses: 17
April 2011]
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Manuaba, Ida Bagus. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Putri, Chriesa. 2009. Kenalilah Gejala Pre
Eklampsia. http://chriesaputri.blogspot.com/2009/04/kenalilah-gejala-pre-
eklampsia.html. [Akses: 17 April 2011]
Rozikhan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit
Dr. H. Soewondo Kendal. Program Magister Epidemiologi Universitas
Diponegoro Semarang. Pdf
Sudhaberata, Ketut. 2001. Penanganan Preeklampsia berat dan Eklampsia. Cermin
Dunia Kedokteran No. 133.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/1
0_PenangananPreeklampsiaBerat.html [Akses : 16 April 2011]
Tjandra, Ong. 2008. Pre-eklampsia dan Eklampsia.
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/27/pre-eklampsia-
eklampsia/. [Akses: 17 April 2011]
Widianto, Panca. 2009. Pre-eklampsia dan Eklampsia.
http://widiantopanca.blogdetik.com/obgin/pre-eklampsia-dan-
eklampsia/. [Akses: 17 April 2011]
Widiastuti, Ari. 2010. Askep
preeclampsia. http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-
preeklampsia/. [Akses: 17 April 2011]
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

28

Anda mungkin juga menyukai