PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel
darah merah (eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu
mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen ke
seluruh jaringan tubuh (Proverawati, 2013). Anemia secara praktis
didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit
dibawah batas “normal”. Dalam praktik rutin, konsentrasi Hb < 11 g/dl
pada akhir trimester pertama, dan 10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga
diusulkan menjadi batas bawah untuk mencari penyebab anemia dalam
kehamilan. Nilai-nilai ini kurang lebih sama dengan nilai Hb terendah pada
ibu-ibu hamil yang mendapat suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl pada
trimester pertama dan 10,5 g/dl pada trimester kedua dan ketiga
(Prawirohardjo, 2010).
Penyebab anemia yaitu karena kurangnya zat gizi untuk
pembentukan darah, seperti zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi
yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi
(Rukiyah,2010). Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh
defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia
megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat dan
defisiensi vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui
antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia,
dan keganasan (Prawirohardjo, 2010). Anemia pada kehamilan yang
disebabkan karena kekurangan zat besi penting untuk melakukan
pemeriksaan pada kunjungan pertama kehamilan karena jika pada saat
kunjungan pertama hasil pemeriksaan tidak mengalami anemia masih
mungkin terjadi anemia pada kehamilan lanjutannya (Proverawati,2011).
Pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan khususnya anemia akan
berpengaruh terhadap perilaku ibu hamil pada pelaksanaan program
pencegahan anemia. ibu hamil cenderung tidak memperdulikan penting
tablet Fe yang diberikan oleh bidan atau tenaga kesehatan karena mereka
menganggap tablet Fe hanya membuat merasa mual jika diminum dan
anggapan tersebut telah menjadi budaya di masyarakat. Faktor-faktor lain
yang berhubungan dengan tingginya kejadian anemia pada ibu hamil
adalah umur, jarak kelahiran, paritas, pendidikan , pengetahuan dan
pendapatan keluarga (BKKBN, 2009).
Secara global prevalensi anemia pada ibu hamil diseluruh dunia
adalah sebesar 41,8%. Prevalensi anemia pada ibu hamil diperkirakan di
Asia sebesar 48,2%, Afrika 57,1% , Amerika 24,1% dan Eropa 25,1%
(WHO, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1%. ibu
hamil anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl,
dengan proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%)
dan perdesaan (37,8%). Prevalensi kasus anemia pada ibu hamil di Provinsi
Jawa barat pada tahun 2011 sebesar 18,64 % dan pada tahun 2012 terjadi
peningkatan menjadi 24,63%.
Sementara itu prevalensi anemia defisiensi besi pada ibu hamil di
Indonesia masih sangat tinggi. Sekitar 35-75% ibu hamil menderita anemia
defisiensi besi serta semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia
kehamialan (Rukiyah,2010).Anemia dalam kehamilan dapat berakibat fatal
mulai dari kelahiran prematur sampai kematian ibu dan bayi. Menurut
WHO 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia
pada kehamilan dan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut
(Rukiyah,2010).
Menurut laporan WHO tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di
dunia yaitu 289.000 jiwa. Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa, Afrika Utara
179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di
negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran
hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000
kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per
100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup
(WHO, 2014). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012 menyebutkan, angka kematian ibu (AKI) melonjak drastis
359 per 100.000 kelahiran hidup. Sebelumnya, AKI dapat ditekan dari 390
per 100.000 kelahiran hidup (1991) menjadi 228 per 100.000 kelahiran
hidup (SDKI 2007). Selain AKI, angka kematian bayi (AKB) juga masih
tinggi, 32 per
1.000 kelahiran hidup. Angka itu hanya turun sedikit dari AKB SDKI 2007
yang 34 per 1.000 kelahiran hidup.
Masalah kesehatan ibu dan anak masih menempatkan posisi penting
karena menyangkut kualitas sumber daya manusia yang paling hulu yaitu
periode kehamilan, persalinan, nifas dan tumbuh kembang anak
(DepkesRI, 2010). Target pencapaian Millennium Development Goals
(MDGs) dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) menjadi prioritas utama dalam pembangunan
kesehatan di Indonesia yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi
23 per 1.000 KH pada tahun 2015 (DepkesRI, 2010). Penyebab langsung
kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi pada
kehamilan, partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi.Persalinan di rumah
dan ditolong oleh dukun, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
masih tingginya AKI di Indonesia (DepkesRI, 2010).
Pada masa kehamilan seorang wanita memerlukan tambahan zat besi
untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah
merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami
kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan
menjadi makin anemis (Manuaba,2010). Pemberian tablet Fe di Indonesia
pada tahun 2012 sebesar 85%. Presentase ini mengalami peningkatan
dibandingkan pada tahun 2011 yang sebesar 83,3%. Meskipun pemerintah
sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu
dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode
kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi
kejadian anemia masih tinggi (Kementerian Kesehatan RI,2013). Salah satu
peranan bidan dalam program perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi (P4K) dalam masa kehamilan yaitu melakukan pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan seperti pemeriksaan Hemoglobulin pada
saat kunjungan pertama ibu di tenaga kesehatan dan pemberian tablet Fe
pada ibu hamil. Selain itu program KIA adalah Antenatal care (ANC).
Terdapat 14 T dalam pemeriksaan ANC di Puskesmas, yang salah satunya
adalah pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan, yang
merupakan upaya penting dalam pencegahan dan penanggulangan anemia.
Akan tetapi dalam kenyataannya, tidak semua ibu hamil yang mendapatkan
tablet Fe meminumnya secara rutin, hal ini bisa disebabkan oleh faktor
ketidaktahuan tentang pentingnya tablet Fe selama kehamilan. (Depkes
RI,2007).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Kehamilan
1. Definisi
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam buku
Prawirohardjo (2012), kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau
penyatuan spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,
kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10
bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional.
2. Proses terjadinya kehamilan menurut Manuaba (2010) :
a. Pelepasan ovulasi ovum
b. Pembentukan spermatozoa
c. Konsepsi
d. Proses nidasi dan implantasi
e. Pembentukan plasenta
f. Tumbuh kembang janin sampai aterm
3. Ditinjau dari bulannya kehamilan dibagi menjadi 3 (triwulan) menurut
Prawirohardjo (2005)
g. Kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu)
h. Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 8 minggu)
i. Kehamilan triwulan ketiga (antara 28 sampai 40 minggu)
B. Kehamilan Risiko Tinggi
1. Definisi
Kematian seorang wanita yang terjadi saat hamil atau dalam 42
hari tanpa melihat usia dan letak kehamilannya, yang diakibatkan oleh
sebab apapun yang terkait dengan atau diperburuk oleh kehamilannya
atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh insiden dan
kecelakaan. Sehingga dapat diartikan jika kematian ibu bisa disebabkan
oleh faktor langsung dan tidak langung baik dalam masa kehamilan,
proses persalinan atau pun masa nifas. Setiap kehamilan adalah resiko,
namun pada kondisi tertentu risiko ibu hamil akan lebih tinggi. 20-30%
kehamilan merupakan kehamilan risiko tinggi dan menyumbang 70-80
% dari total kasus mortalitas dan morbiditas perinatal.
Yang termasuk kehamilan risiko tinggi adalah:
a. Umur ibu
Kehamilan ideal adalah pada kelompok usia 20-30 tahunYang
berisiko tinggi kehamilan terjadi pada usia terlalu muda (<20 tahun)
atau terlalu tua (>35 tahun).
1) Terlalu muda (<20 tahun)
Kehamilan pada usia muda memiliki risiko lebih tinggi untuk
terkena anemia dan hipertensi dalam kehamilan
sertapersalinan preterm dibandingkan kehamilan pada
kelompok wanita usia 20-35 tahun. Kehamilan yang terjadi
pada kelompok usia ini seringkali tidak direncanakan,
sehingga kemungkinan kecil untuk melakukan konseling
prekonsepsi maupun pemeriksaan antenatal berkala. Selain
itu, perlu di curigai adanya penyakit menular seksual yang
dapat mempengaruhi kehamilannya.
2) Terlalu tua (>35 tahun)
Setelah usia 35 tahun banyak terjadi komplikasi obstetrik,
morbiditas, dan mortalitas peinatal. Seiring bertambahnya
usia, meningkatkan risiko terjadinya kehamilan multifetal,
keguguran, preeklamsia, diabetes gestasional, dan kelainan
kromosom pada bayi. Kontraktilitas uterus pada kelompok
wanita ini lebih lemah dibandingkan kelompok wanita usia
lebih muda, sehingga persalinan dengan bantuan dan operasi
sesar lebih banyak dibandingkan wanita muda. Bayi dari ibu
yang tua cenderung lahir dengan berat badan lahir rendah dan
jumlah kasus bayi lahir mati pun lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok wanita muda. Selain itu, semakin tua,
tingkat kesuburan wanita menurun sehingga seorang wanita
yang menunda kehamilannya sampai usia ini yang ingin
memiliki anak menggunakan Assisted Reproductive
echnology (ART), maupun induksi ovulasi. Hal ini
menambah risiko terjadinya kehamilan multifetal, plasenta
previa, abruptio placenta, maupun kelainan kongenital mayor.
3) Primitua
Merupakan kehamilan pertama pada umur yang tua, yaitu
lebih dari 35 tahun. Pada kelompok ibu hamil ini dapat hamil
dalam keadaan normal. Namun, kelompok ini cenderung
lebih berisiko untuk terjadinya: persalinan dengan bedah
sesar, partus lama (>20 jam), partus macet, komplikasi
persalinan (termasuk perdarahan berlebih saat persalinan),
kelainan genetik pada janin yang dikandung (misalkan
sindrom down).
b. Jarak antar kehamilan
Kelompok yang berisiko tinggi dalam kehamilannya adalah jika
jarak antar kehamilan terlalu dekat (< 2 tahun) dan terlalu jauh
(5 tahun).
1) Terlalu dekat (< 2 tahun)
Menurut BKKBN, jarak kehamilan yang paling tepat adalah
2 tahun atau lebih. Jarak kehamilan yang pendek akan
mengakibatkan belum pulihnya kondisi tubuh ibu setelah
melahirkan. Sehingga meningkatkan risiko kelemahan dan
kematian ibu.
2) Terlalu jauh (> 5 tahun)
Menurut penelitian demography and healt survey, bahwa
anak yang dilahirkan 3-5 tahun setelah kelahiran anak
sebelumnya memiliki kemungkinan untuk hidup sehat. Ibu
dalam kehamilan dan persalinan lebih dari 5 tahun seolah-
olah menghadapi persalinan yang pertama lagi. Kehamilan
ini bisa terjadi pada: anak pertama mati, janin didambakan
dengan nilai sosial tinggi. Bahaya yang dapat terjadi berupa:
persalinan dapat berjalan tidak lancar, perdarahan pasca
persalinan, penyakit ibu : hipertensi (tekanan darah tinggi),
diabetes, dan lain-lain. Sehingga dalam persalinan untuk
keselamatan ibu maupun janin, dengan seksio sesar.17
c. Riwayat obstetri
1) Riwayat obstetri dahulu Seorang ibu yang memiliki riwayat
tersebut di bawah ini memiliki risiko lebih tinggi untuk
terjadinya komplikasi kehamilan, yaitu:
a) Riwayat keguguran dua kali atau lebih, atau riwayat
abortus provokatus
b) Bayi lahir mati atau bayi dengan kelainan congenital
c) Riwayat persalinan preterm atau riwayat melahirkan
bayi IUGR atau bayi makrosomi
d) Grande multipara atau grande multigravida, yakni
kelahiran atau kehamilan empat kali atau lebih Riwayat
operasi sesar atau histerotomi
e) Komplikasi post-partum, sebagai contoh perdarahan
post- partum cenderung berulang
f) Inkompabilitas Rh maupun ABO dengan bayi
sebelumnya
g) Riwayat preeklampsia atau eklampsia
h) Jarak antar kehamilan terlalu dekat, yakni anak terkecil
< 2 tahun
2) Riwayat obstetri sekarang
Beberapa keadaan dapat muncul selama kehamilan dan
menjadikan sebuah kehamilan menjadi kehamilan risiko tinggi,
yaitu: kehamilan ganda atau lebih, pre-eklamsia dan eklamsia,
gestational diabetes mellitus (GDM), anemia, perdarahan
antepartum (termasuk riwayat abortus imminens), kehamilan
serotinus, konsumsi obat atau radiasi, presentasi abnormal,
inkompatibilitas Rh, ukuran uterus tidak sesuai dengan umur
kehamilan (lebih besar,tidak adanya penambahan ukuran)
d. Berat badan
IMT menurut WHO untuk perempuan adalah 18,5-25,0. IMT ini
diukur sebelum kehamilan. Jika terjadi underweight (IMT <18,5)
dapat mengalami kesulitan pembuahan karena siklus anovulatori
Selain itu berisiko janin yang dikandung mengalami IUGR
(intrauterine growth restriction). Disisi lain, wanita yang mengalami
overweight beresiko mengalami subfertilitas, keguguran, hipertensi
dalam kehamilan dan pre- eclampsia, diabetes gestasional,
tromboemboli, infeksi, penyakit jantung, persalinan dibantu,
perdarahan postpartum, dan yang paling parah adalah kematian
maternal. Dampak untk janin adalah terjadi defek tuba neuralis,
makrosomia, persalinan preterm, distosia bahu, hipoglikemia
neonates, dan peningkatan risiko obesitas pada masa kanak-kanak
maupun saat dewasa.
e. Tinggi badan
Tinggi badan ibu mencerminkan ukuran pelvis, dimana berhubungan
dengan distosia. Hal ini menunjukan adanya penyulit dalam
persalinan. Ibu dengan tinggi badan ≤ 145 cm meningkatkan risiko
untuk mengalami penyulit dalam persalinan.
f. Penyakit yang diderita
a) Diabetes
Jika gula darah dapat terkontrol dengan kadar HbA1c di
bawah 10% dari awal kehamilan, maka kemungkinannya
terjadi komplikasi, seperti bayi lahir berukuran besar
(makrosomia) dapat dicegah. Hal ini sesuai dari rata-rata
kadar glukosa darah puasa yaitu tidak lebih dari 140 mg/dL
maupun gula darah 2 jam yang tidak lebih dari 200 mg/dL.
b) Jantung
Jantung yang mengalami kelainan tidak dapat beradaptasi
terhadap perubahan hemodinamik saat kehamilan dan
akhirnya mengalami gagal jantung. Tanda- tanda gagal
jantung dapat muncul sebelum pertengahan masa kehamilan
pada wanita dengan disfungsi jantung berat dan akan
mencapai puncaknya pada minggu ke 32-34 minggu.
Komplikasi dari kehamilan dengan penyakit jantung terutama
persalinan preterm, IUGR, sering pada penyakit jantung
sianotik, dan yang paling berat adalah kematian. Kematian
sering disebabkan oleh gagal jantug dengan penyebab
kematian lain adalah edem pulmonary, emboli, karditis
reumatik aktif, endokarditis bakteri subakut, dan rupture
aneurisma cerebri. Mortalitas paling tinggi adalah penyakit
jantung sianotik.
c) Hipertensi
Hipertensi kronik, yaitu hipertensi yang terjadi sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Hiperteni jenis ini dapat meningkatkan
risiko pada ibu untuk terjadi superimposed preeclampsia,
sindroma HELLP, abruption placenta, stroke, edem
pulmoner, gagal ginjal, dissectio aorta, peripartum
cardiomyopathy, infark myokard, gagal jantung, dan bahkan
kematian. Efek yang mungkin timbul pada janin antara lain
IUGR, insufisiensi plasenta, lahir prematur, keguguran, dan
kematian janin.
d) Penyakit ginjal
Prognosis kehamilan pada wanita dengan penyakit ginjal
tergantung pada derajat insufisiensi ginjal dan hipertensi
yang menyertainya. Wanita dengan penyakit ginjal
cenderung susah untuk hamil, dan lebih berisiko untuk
mengalami hipertensi gestasional dan pre-eklamsia anemia,
keguguran,kematian janin dalam kandungan (IUFD),
persalinan preterm, dan IUGR. Kehamilan memperparah
kondisi ginjal dan berujung pada gagal ginjal tahap akhir.
e) Penyakit autoimun
Penyakit autoimun disebabkan reaksi imun tubuh terhadap
antigennya sendiri sehingga menimbulkan kerusakan baik
terbatas hanya pada jaringan lokal suatu organ maupun
sampai tingkat multisistem. Contohnya adalah lupus
eritematosus sistemik, arthritis rematoid, dan tiroiditis
hashimoto. Secara umum, efeknya adalah keguguran
berulang biasanya pada trimester dua.
f) Anemia
Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia apabila kadar
Hb berada dibawah persentil 5, yakni 11 g/dL pada trimester
satu dan tiga, dan 10,5 g/dL pada trimester dua. Batas bawah
kadar Hb pada kehamilan lebih rendah dikarenakan adanya
kenaikan volume plasma yang lebih tinggi dibandingkan
volume sel darah. Defisiensi besi masih menjadi penyebab
tersering anemia pada ibu hamil,tetapi masih perlu dicari
kemungkinan sebab lain. Bahaya yang dapat ditimbulkan
akibat anemia defisiensi besi pada kehamilan antara lain:
terjadinya abortus, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
pengeluaran ASI berkurang, berat badan lahir rendah,
terjadinya cacat bawaan, kematian perinatal, dan intelegensi
bayi rendah. Oleh karena itu penanggulangan anemia
defisiensi besi menjadi salah satu program penting untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
g) Infeksi
Infeksi yang terjadi pada ibu hamil oleh agen-agen tertentu
dapat menimbulkan dampak buruk bagi ibu hamil sendiri
maupun janin yang dikandung. Dampak pada janin terutama
terjadinya kecacatan (pada infeksi tertentu), dan transmisi
dari ibu ke anak. Untuk ibu sendiri berdampak pada
persalinan yang harus dilakukan dengan teknik operasi sesar
untuk menghindari transmisi dari ibu ke janin melalui jalan
lahir. Beberapa penyakit infeksi yang berdampak buruk pada
kehamilan antara lain tuberculosis, penyakit menular seksual
(PMS, termasuk didalamnya HIV/AIDS, gonorrhea, sifilis,
dsb), TORCH, hepatitis B dan C, malaria, cacar air.
D. Anemia ringan
1. Definisi
Menurut Manuaba (2010), anemia ringan adalah dimana kadar
hemoglobin antara 9 - 10 gr%. Sedangkan menurut DepKes (2009),
anemia ringan dimana kadar Hb antara 9 -10,9 gr%.
2. Gejala Anemia Ringan
Menurut Manuaba (2010), pada anemia akan didapatkan
keluhan sebagai berikut:
1. Cepat lelah
2. Sering pusing
3. Mata berkunang-kunang
4. Badan lemas.
3. Komplikasi Anemia Ringan
Komplikasi anemia ringan pada ibu hamil dapat terjadi, hal ini
dikarenakan ibu sudah menderita anemia sejak masa sebelum hamil.
Pada kasus anemia ringan pada ibu hamil bila tidak segera diatasi, dapat
menyebabkan rahim tidak mampu berkontraksi (atonia) atau kontraksi
sangat lemah (hipotonia) (Dimas, 2012).
4. Patofisiologi Anemia Ringan
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah
karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta
dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45 – 65% pada
awal kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan menurun sedikit
menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus (Rukiyah,
2010).
5. Penatalaksanaan Anemia Ringan
Menurut Manuaba (2010), penatalaksanaan anemia ringan antara lain :
1. Meningkatkan gizi penderita
Faktor utama penyebab anemia adalah faktor resiko gizi,
terutama protein dan zat besi, sehingga pemberian asupan zat
besi sangat diperlukan oleh ibu hamil yang mengalami anemia
ringan.
No Bahan makanan Zat besi (mg/100 gr%)
1 Hati 6,6
2 Daging 2,8
3 Telur 3,0
4 Kedelai 1,0
5 Tempe 12,4
6 Tahu 3,4
7 Bayam 2,7
8 Kangkung 4,4
9 Pepaya 1,7
10 Jeruk 0,4
Sumber : Proverawati,2011
2. Memberi suplemen zat besi
a. Peroral
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi
sebanyak 600-1000 mg seperti sulfas ferrosus atau
glukonas ferrosus. Hemoglobin dapat dinaikkan sampai
0,1 gr/100 ml atau lebih.
b. Parental
Diberikan apabila penderita tidak tahan akan obat
besi peroral, ada gangguan absorbsi, penyakit saluran
pencernaan. Besi parental diberikan dalam bentuk ferri
secara intramuscular/intravena. Diberikan ferum dekstran
100 dosis total 1000 - 2000 mg intravena
E. Program Antenatal Care
Asuhan antenatal adalah suatu upaya preventif program pelayanan
kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal
melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan.
(Prawirohardjo, 2012).
1. Tujuan Antenatal Care
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu
dan tumbuh kembang bayi.
b. Meningkatkan dan mempertahnkan kesehatan fisik,mental, dan
social ibu dan bayi
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi
yang mungkinterjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit
secara umum, kebidanan dan pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan
selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal
mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan
pemberian ASI eksklusif.
f. Mempersiapkan peran ibudan keluarga dalam menerima
kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal
(Prawirohardjo, 2009).
2. Menurut Prawirohardjo (2009) kunjungan antenatal sebaiknya
paling sedikit 4 kali setelah kehamilan :
a. Satu kali pada triwulan pertama
b. Satu kali pada triwulan kedua
c. Dua kali pada triwulan ketiga
3. Standar Antenatal Care
Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan
harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri
dari:
a. Timbang berat badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan
antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan
pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9
kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap
bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
b. Ukur lingkar lengan atas (LiLA).
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama
untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK).
Kurang energy kronis disini maksudnya ibu hamil yang
mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama
(beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu
hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
c. Ukur tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah e”
140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai
edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria)
d. Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak
dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan
umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan
janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah
kehamilan 24 minggu.
e. Hitung denyut jantung janin (DJJ)
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya
setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari
120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan
adanya gawat janin.
f. Tentukan presentasi janin
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II
dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester
III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum
masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau
ada masalah lain.
g. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus
mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil
diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT
pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini
h. Beri tablet tambah darah (tablet besi)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus
mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
diberikan sejak kontak pertama.
i. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal
meliputi:
1) Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak
hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan
juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang
sewaktu- waktu diperlukan apabila terjadi situasi
kegawatdaruratan.
2) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil
dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali
pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau
tidak.
3) Pemeriksaan protein dalam urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil
dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya
proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu
indikator terjadinya pre-eklampsia pada ibu hamil.
4) Pemeriksaan kadar gula darah.
Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus
harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama
kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali
pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga
(terutama pada akhir trimester ketiga).
5) Pemeriksaan darah Malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan
pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada
kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria
dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.
6) Pemeriksaan tes Sifilis
Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan
risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis.
Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin
pada kehamilan.
7) Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko
tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita
HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi
kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk
menjalani tes HIV.
8) Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang
dicurigai menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar
infeksi Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin.
Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas
rujukan.
j. KIE Efektif
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal
yang meliputi:
1) Kesehatan ibu
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan dan
menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama
kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja
berat.
2) Perilaku hidup bersih dan sehat
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan
badan selama kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum
makan, mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun,
menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta
melakukan olahraga ringan.
3) Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan
persalinan
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari
keluarga terutama suami dalam kehamilannya. Suami,
keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya
persalinan, kebutuhan bayi, transportasi rujukan dan calon
donor darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi
kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke
fasilitas kesehatan.
4) Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta
kesiapan menghadapi komplikasi
Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda-tanda
bahaya baik selama kehamilan, persalinan, dan nifas
misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua,
keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb.
Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu hamil
segera mencari pertolongan ke tenaga kesehtan kesehatan.
5) Asupan gizi seimbang
Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan
asupan makanan yang cukup dengan pola gizi yang
seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh
kembang janin dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu
hamil disarankan minum tablet tambah darah secara rutin
untuk mencegah anemia pada kehamilannya.
6) Gejala penyakit menular dan tidak menular.
Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala
penyakit menular (misalnya penyakit IMS,Tuberkulosis) dan
penyakit tidak menular (misalnya hipertensi) karena dapat
mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya.
7) Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di
daerah tertentu (risiko tinggi).
Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar
dari pelayanan kesehatan ibu dan anak. Ibu hamil diberikan
penjelasan tentang risiko penularan HIV dari ibu ke
janinnya, dan kesempatan untuk menetapkan sendiri
keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Apabila
ibu hamil tersebut HIV positif maka dicegah agar tidak
terjadi penularan HIV dari ibu ke janin, namun sebaliknya
apabila ibu hamil tersebut HIV negative maka diberikan
bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilannya,
menyusui dan seterusnya.
8) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI
kepada bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI
mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk
kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi
berusia 6 bulan.
9) KB paska persalinan
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya
ikut KB setelah persalinan untuk menjarangkan kehamilan
dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri,
anak, dan keluarga.
10) Imunisasi
Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) untuk mencegah bayi mengalami tetanus
neonatorum.
11) Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan
(Brain booster)
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang
akan dilahirkan, ibu hamil dianjurkan untuk memberikan
stimulus auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak
(brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan
(Depkes, 2010).
4. Asuhan kehamilan (Refocusing ANC)
Pada setiap kali kunjungan antenatal, perlu didapatkan
informasi yang sangat penting.Table dibawah ini merupakan garis-
garis besarnya.
Table 2.1
Data Subjektif
Ibu mengatakan datang untuk memeriksakan kehamilannya, ibu mengatakan sering pusing
dan mudah capek, pergerakan janin aktif 10 kali dalam 12 jam. tidak ada nyeri ulu hati,
tidak ada perdarahan pervaginam, tidak ada nyeri abdomen hebat.
Riwayat Haid
Ibu mengatakan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) tanggal 23 desember 2021,
lamanya haid 7 hari, Tafsiran Persalinan 30 september 2022
Riwayat Perkawinan
Ibu mengatakan ini merupakan perkawinan pertama dan sudah berjalan 2 tahun.
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Ibu mengatakan ini merupakan kehamilan yang pertama dan tidak pernah mengalami
keguguran.
Riwayat Psikososial
Ibu mengatakan ini merupakan kehamilan yang diinginkan dan direncanakan.
Riwayat kehamilan ini trimester I,II dan III
Ibu pertama kali memeriksa kehamilannya pada trimester I usia kehamilan 8 minggu.
Selama kehamilan ibu memeriksakan kehamilannya setiap bulan di bidan. ibu melakukan
testpack pada bulan januari 2022 dan hasilnya positif.
Ibu mengatakan rencana persalinan di bidan menggunakan bpjs.
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny. M di Rawat jalan kandungan RSIA
prima qonita, tinjauan kasus untuk melihat kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada
asuhan kebidanan ibu hamil dengan anemia ringan. Pada pembahasan ini penulis juga
membandingkan teori-teori yang ada dengan asuhan kebidanan yang telah diberikan
kepada Ny. M.
Pada kasus Ny. M pengkajian dilakukan dengan pengumpulan data subjektif dan
objektif. Data subjektif didapatkan dari keluhan-keluhan ibu. Dimana pada kasus Ny.M
saat melakukan kunjungan antenatal care ibu mengeluh mudah cepat lelah dan pusing.
Menurut Manuaba (2010), gejala yang terjadi pada anemia akan didapatkan keluhan
seperti cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan badan terasa lemas. Pada
kasus Ny.M terdapat dua gejala anemia yang sesuai dengan teori Manuaba (2010) yaitu
mudah cepat lelah.
Pada kasus ini Ny.M dilakukan pemeriksaan laboratorium pada usia kehamilan 33
minggu. Kadar hemoglobin Ny.M yaitu 10,7 gr/dl dimana bila kita lihat dari teori
Manuaba (2010), anemia ringan adalah dimana kadar hemoglobin antara 9 - 10 gr%.
Sedangkan menurut DepKes (2009), anemia ringan yaitu dimana kadar hemoglobin antara
9 -10,9 gr%. kadar hemoglobin Ny.M termasuk dalam anemia ringan. Oleh karena itu
dapat ditegakkan diagnosa pada Ny.M yaitu G1P0A0 hamil 31 minggu dengan anemia
ringan.
Ny. M melakukan kunjungan antenatal care lebih dari 4 kali tetapi pada usia
kehamilan trimester pertama dan trimester kedua Ny. M tidak melakukan kunjungan
antenatal care. Sedangkan kunjungan antenatal care pada trimester 1 dan trimester II
sangatlah penting untuk memantau keadaan ibu dan janin serta mendeteksi dini adanya
ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil seperti anemia
dalam kehamilan. Hal ini tidak sejalan dengan teori Saifuddin (2009), kunjungan antenatal
care dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada triwulan pertama,
satu kali pada triwulan kedua, dua kali pada triwulan ketiga. Tujuan dari kunjungan
antenatal care yaitu memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi dimulai pada saat kunjungan pertama yaitu pada trimester I (1-12
minggu ) yang dilakukan minimal satu kali. Tujuan antenatal care yang selanjutnya yaitu
mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
36
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
Setelah dilakukan pengkajian, kemungkinan anemia ringan pada Ny.M disebabkan
karena kekurangan gizi dan kekurangan zat besi dalam diet. Karena dilihat dari hasil
pengukuran lila saat kunjungan antenatal care yang pertama yaitu 23,6 cm kurang dari
batas normal. Kemudian dari kebiasaan sehari-hari Ny.M yang jarang mengkonsumsi
makanan yang kaya zat besi dan tinggi protein. Hal ini sesuai dengam teori Mochtar
(2012), penyebab dari anemia umumnya yaitu karena kekurangan gizi (malnutrisi), kurang
zat besi dalam diet, malabsorbsi , kehilangan darah yang banyak karena persalinan yang
lalu, haid, dan lain-lain serta penyakit-penyakit kronik seperti TBC, paru, cacing usus,
malaria, dan lain- lain.
Ny.M diberikan pendidikan kesehatan mengenai anemia ringan dalam kehamilan
serta dilakukannya pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar hemoglobin ibu.
Ny.M diberikan pendidikan kesehatan mengenai pengertian anemia ringan, tanda dan
gejala anemia serta bahaya anemia terhadap kehamilan. Kemudian pendidikan kesehatan
mengenai gizi yang baik untuk ibu hamil dengan anemia ringan, memberikan tablet
penambah darah, serta memantau kadar hemoglobin. Hasilnya ibu dapat mengerti
pengertian dari anemia ringan, ibu dapat mengerti mengenai tanda dan gejala anemia
khususnya anemia ringan, ibu dapat mengerti bahaya dari anemia terhadap kehamilan, ibu
dapat mengetahui makanan dengan gizi yang baik. Ibu mengkonsumsi tablet penambah
darah dan dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin. Hal ini sejalan dengan teori Manuaba
(2010), penatalaksanaan pada anemia ringan yaitu meningkatkan gizi penderita karena
faktor utama penyebab anemia adalah faktor resiko gizi, terutama protein dan zat besi,
sehingga pemberian asupan zat besi sangat diperlukan oleh ibu hamil yang mengalami
anemia ringan.
Faktor penghambat dalam menangani masalah anemia ringan pada Ny.M antara lain
karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai bahaya anemia terhadap kehamilan,
kurangnya mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi dan protein, kurangnya keteraturan
ibu dalam mengkonsumsi tablet penambah darah, kurangnya pengetahuan ibu mengenai
pentingnya meminum tablet penambah darah, serta kurangnya pengetahuan ibu dalam
mengkonsumsi tablet penambah darah dengan benar.
Namun dalam hal ini, masih ada beberapa hal yang tidak bisa diberikan secara
optimal kepada Ny.M seperti pemeriksaan laboratorium yang tidak sesuai dengan standar
yang ada, dikarenakan faktor sarana dan prasarana yang kurang memadai. Pada
penanganan masalah anemia ringan yang dilakukan pada Ny.M masih belum berhasil,
37
dilihat dari kadar hemoglobin ibu yang tidak mengalami peningkatan pada kunjungan
antenatal care yang keempat saat usia kehamilan 37 minggu, yang mungkin dikarenakan
kekurangan gizi dan kurangnya zat besi dalam diet.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian materi serta pembahasan kasus pada Ny.M dapat diambil
kesimpulan yaitu asuhan kebidanan yang diberikan oleh bidan sangatlah
penting untuk ibu dalam masa kehamilan hingga masa nifas. Terutama
dalam masa kehamilan seorang bidan harus dapat memberikan pelayanan
antenatal care yang dapat mencegah adanya komplikasi obstetri dan dapat
mendeteksi secara dini adanya komplikasi pada ibu hamil. Selama proses
pelaksanaan asuhan kebidanan maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pada kasus ini penulis mengambil pasien Ny.M usia 23 tahun
G2P1A0 usia kehamilan 28 minggu. Pada usia kehamilan 33 minggu
penulis menanyakan pengertian anemia ringan, tanda dan gejala
anemia serta bahaya anemia ringan terhadap kehamilan. Ny.M dapat
menjelaskan kembali pengertian anemia ringan, tanda dan gejala
anemia. Hal ini menunjukan bahwa Ny.M sudah dapat memahami
pengertian dari anemia ringan, tanda dan gejala anemia. Namun
Ny.M masih kurang paham mengenai bahaya anemia ringan terhadap
kehamilan.
2. Faktor penghambat dalam menangani masalah anemia ringan pada
Ny.M antra lain karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai bahaya
anemia terhadap kehamilan, kurangnya mengkonsumsi makanan
yang kaya zat besi dan protein, kurangnya keteraturan ibu dalam
mengkonsumsi tablet penambah darah, kurangnya pengetahuan ibu
mengenai pentingnya meminum tablet penambah darah, serta
kurangnya pengetahuan ibu dalam mengkonsumsi tablet penambah
darah dengan benar.
3. Penatalaksanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan standar yang
ada yaitu memberikan tablet penambah darah, pemeriksaan
laboratorium, dan konseling. Asuhan yang diberikan kepada Ny.M
masih belum maksimal karena ketidakteraturan ibu dalam
mengkonsumsi penambah
4. darah, nutrisi ibu saat hamil, dan cara meminum tablet penambah
darah yang belum benar.
5. Penulis juga melakukan evaluasi pada kasus Ny. M dengan masalah
anemia ringan yaitu telah dilakukan sesuai dengan asuhan kebidanan