Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu saat hamil
atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada
tempat atau usia kehamilan, oleh sebab apapun yang terkait dengan atau
diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh
kecelakaan atau cedera . Angka kematian ibu merupakan indikator kesejahteraan
perempuan, indikator kesejahteraan suatu bangsa sekaligus menggambarkan hasil
capaian pembangunan suatu negara.1

Angka kematian ibu sangat tinggi. Sekitar 295.000 wanita meninggal selama dan
setelah kehamilan dan persalinan pada tahun 2017.1 Sebagian besar dari kematian
ini (94%) terjadi karena sumber daya rendah, dan sebagian besar dapat dicegah.
Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang. Seorang
wanita di negara berkembang mempunyai kemungkinan 97 kali lebih besar untuk
meninggal akibat kehamilannya dibandingkan wanita di negara maju. Secara
global setiap menit; 380 perempuan menjadi hamil, 190 orang di antaranya
dengan kehamilan yang tidak diinginkan, 110 ibu mengalami komplikasi
kehamilan, 40 orang mengalami aborsi yang tidak aman dan 1 orang ibu
meninggal karena komplikasi kehamilannya.2

Rata-rata tingkat penurunan pertahun annual rate of reduction (ARR) AKI secara
keseluruhan selama periode 2000-2017 adalah 2,9%. Hal ini berarti, Rata-rata
AKI global menurun sebesar 2,9% setiap tahun antara tahun 2000 dan 2017.1 Pada
tahun 2018-2019 AKI di Indonesia masih sangat tinggi yaitu mencapai 359 per
100.000 kelahiran hidup, angka tersebut menduduki peringkat ke empat tertinggi
di Asia Tenggara.3 Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh antara lain kualitas
pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat
dan faktor determinan lainnya.4

Sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari masyarakat, keluarga memiliki


peran signifikan dalam status kesehatan. Keluarga berperan terhadap optimalisasi

1
pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas seluruh anggotanya melalui
pemenuhan kebutuhan gizi dan menjamin kesehatan anggota keluarga. Di dalam
komponen keluarga, ibu merupakan kelompok rentan. Hal ini terkait dengan fase
kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu. Hal ini yang menjadi alasan pentingnya
upaya kesehatan ibu menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan di
Indonesia.5

Berdasarkan kesepakatan global Millenium Development Goals (MDGs) tahun


2000, pada tahun 2015 target MDGs diharapkan AKI menurun menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup, namun Indonesia tak bisa. Sebagai wujud pelaksanaan
MDGs butir 5 tersebut, maka sejak bulan Maret 2011 pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Kesehatan memberlakukan sebuah kebijakan baru yang
disebut Jaminan Persalinan atau dikenal dengan sebutan Jampersal.4,6

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan upaya pembangunan


berkelanjutan yang menjadi acuan dalam kerangka pembanggunan dan
perundingan negara-negara di dunia sebagai pengganti pembangunan global
Millenium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir di tahun 2015. SDGs
memiliki beberapa tujuan, diantaranya menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia, dengan salah satu
outputnya mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) hingga 70 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2030. 1 Target RPJMN 2015-2019, AKI sebesar 306
per 100.000 kelahiran hidup.7

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. BATASAN KEMATIAN IBU


Menurut WHO definisi Kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat hamil
atau dalam 42 hari pengakhiran kehamilan, terlepas dari durasi dan tempat
kehamilan, dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh
kehamilan atau penanganannya tetapi bukan dari penyebab kecelakaan atau
cedera.8

Berdasarkan definisi WHO tersebut menggambarkan adanya hubungan akibat dan


sebab antara kehamilan dan kematian maternal. Ibu yang hamil mungkin
mengalami keguguran atau kehamilan ektopik terganggu, atau ibu yang hamil
mungkin meninggal dunia sebelum melahirkan atau ibu yang hamil telah
melahirkan seorang bayi dalam keadaan hidup atau mati yang diikuti dengan
komplikasi kehamilan persalinan dan nifas yang menyebabkan kematian
maternal.8

B. PENYEBAB KEMATIAN IBU DI INDONESIA

Setiap hari di tahun 2017, sekitar 808 wanita meninggal karena komplikasi
kehamilan dan melahirkan. Hampir semua kematian ini terjadi sebab sumber daya
rendah, dan sebagian besar dapat dicegah. Penyebab utama kematian adalah
perdarahan, hipertensi, infeksi, dan penyebab tidak langsung, sebagian besar
karena interaksi antara kondisi medis yang sudah ada sebelumnya dan kehamilan.
Dari 808 kematian ibu setiap hari, sekitar 540 terjadi di Afrika sub-Sahara dan
225 di Asia, dibandingkan dengan 4 di negara-negara berpenghasilan tinggi.
Risiko seorang wanita di negara berpenghasilan rendah meninggal karena sebab

3
kehamilan adalah sekitar 120 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
wanita yang tinggal di negara berpenghasilan tinggi. Kematian ibu adalah
indikator kesehatan yang menunjukkan kesenjangan yang sangat luas antara kaya
dan miskin, dan antar negara.1

Angka kematian ibu sangat tinggi. Sekitar 295.000 wanita meninggal selama dan
setelah kehamilan dan persalinan pada tahun 2017. Sebagian besar dari kematian
ini (94%) terjadi karena sumber daya rendah, dan sebagian besar dapat dicegah.1
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991.
yaitu sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Namun Rata-rata kematian ini jauh
melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke 5 adalah
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015. mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai
target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan
kerja keras dan sungguh-sungguh untuk mencapainya.9

Gambar 1. Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 1999-2015.10

Selama periode tahun 1991-2007 angka kematian ibu mengalami penurunan dari
390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun pada SDKI 2012 angka

4
kematian ibu kembali naik menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun
AKI hasil SDKI tahun 1990 dam 2012 tiak jauh berbeda, namun untuk mencapai
target 102 pada tahun 2015 diperkirakan sulit tercapai. Angka tersebut juga
semakin jauh dari target MDGs 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.10

Penyebab Kematian Ibu di Dunia

Penyakit yang mendasari


Emboli
komplikasi aborsi
Partus lama
infeksi
Hipertensi dalam kehamilan
Perdarahan

Gambar 2. Penyebab Kematian Ibu di Dunia.11

Berdasarkan Gambar tampak penyebab kematian secara global sekitar 28%


disebabkan oleh pendarahan hebat, 27 % oleh penyakit yang sudah ada sebelum
kehamilan, 11% oleh infeksi, 14% oleh hipertensi dalam kehamilan, 9% oleh
persalinan macet, serta aborsi yang tidak aman 8% .Penyebab kematian ibu baik

di dunia maupun di Indonesia masih berputar pada 3 masalah utama(perdarahan,

preeklampsia-eklampsia dan infeksi, sehingga pencegahan dan penanggulangan


masalah ini seharusnya difokuskan melalui intervensi pada ketiga masalah
tersebut, melalui peran petugas kesehatan.11

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara
lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes,
hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35
tahun, terlalu dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun).

5
Sebanyak 54,2 per 1000 perempuan dibawah usia 20 tahun telah melahirkan,
sementara perempuan yang melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207
per 1000 kelahiran hidup. Hal ini diperkuat oleh data yang menunjukkan masih
adanya umur perkawinan pertama pada usia yang amat muda (<20 tahun)
sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah kawin.4

Gambar 3. Penyebab Kematian Ibu di Indonesia.10

Penyebab terbesar kematian ibu selama tahun 2010-2013 masih tetap sama yaitu
perdarahan. sedangkan partus lama merupakan penyumbang kematian ibu
terendah. Sementara itu penyebab lain-lain juga berperan cukup besar dalam
menyebabkan kematian ibu. Penyebab lain-lain adalah penyebab kematian ibu
secara tidak langsung, seperti kondisi penyakit kanker, ginjal, jantung,
tuberkulosis atau penyakit lain yang diderita ibu.10

WHO memperkirakan sekitar 10% kelahiran hidup mengalami komplikasi


perdarahan pascapersalinan. Komplikasi paling sering dari perdarahan
pascapersalinan adalah anemia. Jika kehamilan terjadi pasa seorang ibu yang telah
menderita anemia, maka perdarahan pascapersalinan dapat memperberat anemia
dan dapat berakibat fatal.12

Eklampsi secara global terjadi pada 0,5% kelahiran hidup dan 4,5% hipertensi
dalam kehamilan. preeklampsi memppengaruhi banyak organ vital. pascakonvulsi

6
pada eklampsi dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, edema paru, perdarahan
serebral dan ablasio retina.12

Persalinan macet merupakan 8% penyebab kematian ibu secara global.


komplikasi yang dapat terjadi berhubungan dengan sepsis, terutama jika terjadi
ketuban pecah dini. komplikasi lain adalah rupture uteri yang dapat
mengakibatkan perdarahan dan syok, bahkan kematian.12

Gambar 4. Proporsi Tempat Persalinan pada Perempuan Umur 10-54 tahun


2018.13

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,

penyebab langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan
dan segera setelah persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin
tinggi akibat adanya faktor keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung
kematian ibu. Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat mengambil

keputusan untuk dirujuk(termasuk terlambat mengenali tanda bahaya, terlambat

sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh
pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan.13

C. UPAYA-UPAYA PEMERINTAH

7
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian
Kesehatan menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan
jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya;
meningkatkan peran serta masyarakat kerjasama dan kemitraan; kegiatan
akselerasi dan inovasi tahun 2011; penelitian dan pengembangan inovasi yang
terkoordinir.6

Pada tahun 2011, Kementrian Kesehatan meluncurkan Jaminan Persalinan


(Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, nifas,
KB pasca persalinan dan neonatus. Melalui program ini, persalinan oleh tenaga
kesehatan diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini,
perawatan bayi baru lahir, pelayanan nifas dan KB paska persalinan. Sasaran
Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum terjangkau oleh
jaminan persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi kesehatan lainnya.
Ruang lingkupnya adalah: pelayanan persalianan tingkat pertama, tingkat
lanjutan, dan persiapan rujukan di fasilitas kesehatan Pemerintah dan Swasta.
Kelompok inilah yang akan ditanggung Jampersal.6

Pelayanan yang dijamin melalui Jampersal yaitu:6

1. pemeriksaan kehamilan 4 kali


2. pertolongan persalinan normal dan dengan komplikasi
3. pemeriksaan nifas 3 kali termasuk pelayanan neonatus dan KB paska
persalinan
4. pelayanan rujukan ibu/bayi baru lahir ke fasilitas kesehatan lebih mampu

Sasaran kebijakan:6
1. Menurunkan AKI sebesar 280 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2014.
2. Menurunkan AKB sebesar 30 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2014.
3. Menurunkan AKABA sebesar 38 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2014.

8
4. Mendorong perbaikan sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak di daerah
–daerah serta memperkuat kebijakan fiskal untuk program kesehatan ibu
dan anak di level daerah.
5. Menyediakan pelayanan KIA di pusat –pusat pelayanan terutama di desa –
desa sesuai dengan standar pelayanan minimum.
6. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan KIA.
7. Revitalisasi program KKB dengan memperkuat sistem kelembagaan
BKKBN dan BKKBD.
8. Menurunkan TFR menjadi 2,4 pada tahun 2014 yang diarahkan pada
penurunan TFR kelompok usia muda (15 –19 tahun).

Arah dan strategi kebijakan:6


1. Pemerintah perlu meningkatkan anggaran program pembinaan pelayanan
kesehatan ibu dan reproduksi dan program pembinaan pelayanan
kesehatan anak sebesar 6% dari total anggaran sektor kesehatan dalam
APBN 2014.
2. .Memperkuat basis pelayanan KIA dalam skema Jaminan Kesehatan
Nasional.
3. Revitalisasi program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) di
Indonesia.
4. Pemerintah pusat perlu mendorong setiap pemerintah daerah untuk
membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan AKI, AKB dan
AKABA.

Dalam rangka upaya percepatan penurunan AKI maka pada tahun 2012
Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal
Survival (EMAS) yang diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan
neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten
dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar
pemilihan provinsi tersebut disebabkan 52,6% dari jumlah total kejadian kematian
ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut. Sehingga dengan

9
menurunkan angka kematian ibu di enam provinsi tersebut diharapkan akan dapat
menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara signifikan. Program EMAS
berupaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal melalui :
1) meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir
minimal di 150 Rumah Sakit PONEK dan 300 Puskesmas/Balkesmas PONED)
dan 2) memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan
rumah sakit. Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin
agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan
bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi,
kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan keluarga
berencana.14
Pada 1 Januari 2014, Indonesia mulai melaksanakan skema jaminan kesehatan
universal bernama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan tujuan menjamin
layanan kesehatan yang berkualitas dan tidak membebani penduduk. JKN
menjamin seluruh layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan ibu, bayi baru
lahir, dan anak (KIBBLA) yang masih menjadi prioritas pembangunan sektor
kesehatan. JKN merupakan momentum untuk meningkatkan status KIBBLA
agar Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dalam pencapaian Sustainable
Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebuah
komitmen global lanjutan dari MDGs yang juga tetap menyoroti akses kesehatan
universal dan KIBBLA. Sebagaimana layanan dalam Jampersal, komponen
KIBBLA dalam JKN juga menjamin layanan antenatal (kehamilan), persalinan,
nifas, keluarga berencana (KB), nutrisi, dan imunisasi dasar.15

Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan


dengan melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang
telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan
dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu
satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit empat kali

10
sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester dibandingkan jumlah sasaran ibu
hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut
memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat
kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.14

Gambar 5. Cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 di Indonesia tahun 2006-


2016.5

Selama tahun 2006 sampai tahun 2017 cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4
cenderung meningkat. Jika dibandingkan dengan target Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2017 yang sebesar 76%, capaian tahun
2017 telah mencapai target tahun tersebut walaupun masih terdapat 11 provinsi
yang belum mencapai target.5

Gambar 6. Proporsi kepemilikan Buku KIA, pada Ibu Hamil 2018.11

11
D. Safe motherhood

Safe motherhood merupakan upaya untuk meyelamatkan wanita agar kehamilan


dan persalinan sehat dan aman serta melahirkan bayi yang sehat. Safe Motherhood
sudah dicanangkan sejak tahun 1987 oleh badan-badan internasional dan
pemerintah guna meningkatkan kesadaran dunia tentang pengaruh kematian dan
kesakitan ibu serta untuk mendapatkan pemecahan masalahnya. Tujuan utamanya
adalah mengurangi kematian dan kesakitan ibu. Upaya ini terutama ditunjukan
kepada Negara yang sedang berkembang. Karena 99% kematian ibu di dunia
terjadi dinegara-negara tersebut.16

WHO mengembangkan konsep “Four Pillars of Safe Motherhood” untuk


menggambarkan ruang lingkup upaya penyelamatan ibu dan bayi . Adapun empat
pilar Safe Motherhood adalah :16

1. Keluarga Berencana

Keluarga berencana konseling dan pelayanan keluarga berencana harus


tersedia untuk semua pasangan dan individu. Dengan demikian pelayanan
keluarga berencana harus menyediakan informasi dan konseling yang
lengkap dan pilihan mentode kontrasepsi yang memadai termasuk
kontrasepsi darurat. Pelayanana ini harus merupakan bagian dari program
komprehensif pelayanan kesehatan reproduksi. Program keluarga berencana
mempunyai peranan dalam menurunkan resiko kematiamn ibu melalui
pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan, dan menjarangkan
kehamilan.

2. Pelayanan antenatal

Petugas kesehatan harus memberi pendidikan pada ibu hamil tentang cara
menjaga diri agar tetap sehat pada mas tersebut. Membantu wanita hamil serta
keluarganya untuk mempersiapakan kelahiran bayi. Meningkatkan kesadaran
mereka tentang kemungkinan adanya resiko tinggi atau terjadinya komplikasi

12
dalam kehamilan persalinan dan cara mengenali komplikasi tersebut secara
dini.

3. Persalinan yang bersih dan aman

Wanita harus ditolong oleh tenaga kesehatan professional yang memahami


cara menolong persalinan secara bersih dan aman. Tenaga kesehatan juga
harus mampu mengenali secara dini gejala dan tanda komplikasi persalinan
serta mampu melakukan penatalaksanakan dasar terhadap gejala dan tanda
tersebut. Tenaga kesehatan harus siap untuk melakukan rujukan komplikasi
persallianan yang tidak dapat diatasi ke tingkat pelayanan yang lebih mampu.

4. Pelayanan obstetri esensial


Pelayanan obstetri-esensial bagi ibu yang mengalami kehamilan resiko
tinggi atau komplikasi persalianan yang tidak dapat diatasi ketingkat
pelayanan yang lebih mampu.

Pentingnya peningkatan kesehatan ibu hamil dan bayi baru lahir, maka
pada tahun 2000, telah dicanangkan Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman
atau ’Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai bagian program safe
motherhood dalam Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang pemerintah.
Dalam Renstra ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem
kesehatan yang mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya
yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan sebutan “Making
Pregnancy Safer (MPS)” melalui tiga pesan kunci. Tiga pesan tersebut adalah
:

1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih,

2) Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang


adekuatakses terhadap pencegahan kehamilan yang

3) Setiap wanita usia subur mempunyai tidak diinginkan dan


penanganan komplikasi keguguran.17

13
E. UPAYA-UPAYA KESEHATAN IBU5
Gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari:5
a. Pelayanan kesehatan ibu hamil
b. Pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia subur dan ibu hamil,
c. Pelayanan kesehatan ibu bersalin,
d. pelayanan kesehatan ibu nifas,
e. Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
f. pelayanan kontrasepsi.

a. Pelayanan kesehatan ibu hamil


Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi jenis
pelayanan sebagai berikut.
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus
sesuai status imunisasi.
6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan
konseling, termasuk KB pasca persalinan).
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah
(Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila
belum pernah dilakukan sebelumnya).
10. Tatalaksana kasus sesuai indikasi.

14
Pelayanan kesehatan ibu hamil harus memenuhi frekuensi minimal di tiap
trimester, yaitu minimal satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0 -
12 minggu), minimal satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24
minggu), dan minimal dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24
minggu sampai menjelang persalinan). Standar waktu pelayanan tersebut
dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan janin berupa
deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi
kehamilan.5

b. Pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia subur dan ibu hamil,
Infeksi tetanus merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan kematian
bayi. Kematian karena infeksi tetanus ini merupakan akibat dari proses
persalinan yang tidak aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu
hamil sebelum melahirkan. Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus
yang merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan kematian bayi,
maka dilaksanakan program imunisasi Tetanus Toksoid Difteri (Td) bagi
Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita usia subur dan
ibu hamil merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi sasaran
imunisasi lanjutan. Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar
untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang usia
perlindungan.

Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi Td berada pada


kelompok usia 15-39 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan
tidak hamil. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan
pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi Td pada WUS
diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu, berdasarkan hasil
screening mulai saat imunisasi dasar bayi, lanjutan baduta, lanjutan BIAS
serta calon pengantin atau pemberian vaksin mengandung “T” pada

15
kegiatan imunisasi lainnya. Pemberian dapat dimulai sebelum dan atau
saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup.

c. Pelayanan kesehatan ibu bersalin,


Selain pada masa kehamilan, upaya lain yang dilakukan untuk
menurunkan kematian ibu dan kematian bayi yaitu dengan mendorong
agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter
spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan,
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Keberhasilan program ini
diukur melalui indikator persentase persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Dalam rangka menjamin ibu bersalin mendapatkan pelayanan kesehatan


sesuai standar, sejak tahun 2015 setiap ibu bersalin diharapkan melakukan
persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten di
fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 menetapkan persalinan ditolong
tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai salah satu
indikator upaya kesehatan keluarga, menggantikan indikator pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan.

d. pelayanan kesehatan ibu nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas harus dilakukan minimal tiga kali sesuai
jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari
pasca persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari ke-28 pasca
persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca
persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari:
1. pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
2. pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
3. pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
4. pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;

16
5. pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu
nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana pasca
persalinan;
6. pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
e. Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Kelas ibu hamil merupakan sarana bagi ibu hamil dan keluarga untuk
belajar bersama tentang kesehatan ibu hamil yang dilaksanakan dalam
bentuk tatap muka dalam kelompok. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dan keluarga mengenai
kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan
komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik atau senam ibu
hamil.
f. pelayanan kontrasepsi.
Eratnya hubungan antara KB dan kematian ibu dapat dilihat pada Gambar
5.14 berikut yang merupakan hasil analisis terhadap proporsi kematian ibu
usia 15-49 tahun dan angka prevalensi KB di 172 negara di dunia.
Semakin tinggi angka prevalensi KB di suatu negara maka semakin rendah
proporsi kematian ibu di negara tersebut.

F. SASARAN MDGs dan SDGs


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pembangunan
kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 dan SDGs. Menurut data SDKI, Angka
Kematian Ibu sudah mengalami penurunan pada periode tahun 1994- 2012 yaitu
pada tahun 1994 sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 1997 sebesar 334
per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2002 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup,
tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup namun pada tahun 2012
Angka Kematian Ibu meningkat kembali menjadi sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup dan pada tahun 2015, berdasarkan data SUPAS 2015 AKI
menunjukan penurunan yakni 305 per 100.000 kelahiran hidup, jauh dari target
MDGs 2015 sebesar 102 per 100.000.6

17
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan upaya pembangunan
berkelanjutan yang menjadi acuan dalam kerangka pembanggunan dan
perundingan negara-negara di dunia sebagai pengganti pembangunan global
Millenium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir di tahun 2015. SDGs
memiliki beberapa tujuan, diantaranya menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia, dengan salah satu
outputnya mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) hingga 70 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2030. Output ini tentunya semakin turun jika
dibandingkan target MDGs tahun 2015 yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 1990-2015.1

Target poin ke-3 dari SDGs adalah Menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua orang disegala usia yaitu pada 2030, salah
satunya mengurangi AKI hingga dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup.18

Millenium Development Goals (MDGs) mempunyai peran utama dalam berfokus


secara global dan sumber utama perkembangan isu global. Diantara 8 target
MDGs, tiga diantaranya berhubungan dengan kesehatan dan indikatornya yang
merupakan tantangan penting bagi kesehatan secara global. Indonesia tidak
berhasil mencapai MDGs pada 2015 disebabkan tingginya angka kematian ibu
yang masih tinggi hingga saat ini. Angka kematian ibu juga merupakan penyebab
paling besar tidak tercapainya target Millennium Development Goals (MDGs)
2015 di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.18

Hingga akhir tahun 2015, Indonesia berpeluang gagal mencapai sasaran–sasaran


MDGs. Bahkan beberapa provinsi di Jawa saja masih memiliki tugas yang berat
seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur . Target–target yang berpeluang
gagal untuk dicapai itu salah satunya penurunan angka kematian ibu.18

G. Peran PONED-PONEK
Angka kematian ibu di Indonesia masih menduduki peringkat yang cukup tinggi
di Asia Tenggara, bahkan penurunannya terhitung relatif lambat. Hal-hal yang

18
melatar belakangi kematian ibu yang menderita komplikasi obstetrik adalah
karena terlambatnya mengenali tanda bahaya, terlambat mencapai tempat
pelayanan, dan terlambat mendapatkan pertolongan medis yang memadai. 19

Diperlukan perhatian serius di dalam mengatasi masalah komplikasi pada saat


kehamilan yang dapat di prediksi. Diperkirakan 15 % kehamilan dan persalinan
akan mengalami komplikasi. Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa,
tetapi sebagian besar komplikasi dapat dicegah dan ditangani bila: 1) ibu segera
mencari pertolongan ke tenaga kesehatan; 2) tenaga kesehatan melakukan
prosedur penanganan yang sesuai, antara lain penggunaan partograf untuk
memantau perkembangan persalinan, dan pelaksanaan manajemen aktif kala III
(MAK III) untuk mencegah perdarahan pascasalin; 3) tenaga kesehatan mampu
melakukan identifikasi dini komplikasi; 4) apabila komplikasi terjadi, tenaga
kesehatan dapat memberikan pertolongan pertama dan melakukan tindakan
stabilisasi pasien sebelum melakukan rujukan; 5) proses rujukan efektif; 6)
pelayanan di RS yang cepat dan tepat guna.20

Dengan demikian, untuk komplikasi yang membutuhkan pelayanan di RS,


diperlukan penanganan yang berkesinambungan (continuum of care), yaitu dari
pelayanan di tingkat dasar sampai di Rumah Sakit. Langkah 1 sampai dengan 5
diatas tidak akan bermanfaat bila langkah ke 6 tidak adekuat. Sebaliknya, adanya
pelayanan di RS yang adekuat tidak akan bermanfaat bila pasien yang mengalami
komplikasi tidak dirujuk.20

Salah satu upaya untuk mempercepat penurunan AKI di rumah sakit dan
puskesmas adalah melalui pemantapan Pelaksanaan Pelayanan Terpadu 24 jam,
khususnya Kegawatdaruratan Obstetri dan Perinatal Risiko Tinggi. Pelayanan
terpadu yang disediakan dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di rumah sakit, dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di puskesmas.20
a. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)
Rumah Sakit Mampu PONEK 24 jam adalah Rumah Sakit yang mampu
menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal secara

19
komprehensif dan terintegrasi 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam
seminggu.

Ruang lingkup pelayanan PONEK di RS dimulai dari garis depan/UGD


dilanjutkan ke kamar operasi/ruang tindakan sampai ke ruang perawatan. Secara
singkat dapat dideskripsikan sebagai berikut:20
1. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif.
2. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang
tindakan.
3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparatomi dan seksio
sesaria.
4. Perawatan intermediate dan intensif ibu dan bayi.
5. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi.

Penilaian Kinerja Klinis disesuaikan dengan kelas RS yang ada. Syarat


minimal pelayanan yang harus disediakan oleh RS PONEK adalah:20

1. Mampu memberikan Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis dan


Risiko Tinggi pada masa antenatal, intranatal dan post natal.
2. Mampu memberikan Pelayanan Neonatal Fisiologis dan Risiko
Tinggi pada level IIB (Asuhan Neonatal dengan Ketergantungan
Tinggi)

Rumah sakit PONEK diwajibkan memiliki sarana pemeriksaan penunjang sebagai


berikut:20

1. Pelayanan darah

Meliputi penyediaan darah, pemeriksaan darah, dan bekerjasama


dengan unit penyedia darah lainnya.

2. Perawatan intensif

Dalam unit ini dilakukan pemantauan cairan, pengawasan gawat


napas/ ventilator, dan perawatan sepsis

20
3. Pencitraan
Termasuk di dalamnya radiologi dan USG ibu dan bayi

4. Laboratorium
Minimal mampu melakukan pemeriksaan darah dan urin rutin, kultur
darah dan urin, dan pemeriksaan kimia lainnya.

Kriteria umum Rumah Sakit PONEK:20

 Memiliki dokter jaga terlatih di UGD untuk menangani kasus emergensi


umum maupun obstetri dan neonatal

 Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) telah mengikuti pelatihan tim


PONEK di rumah sakit (meliputi resusitasi neonatus, kegawatdaruratan
obstetri dan neonatus)

 Memiliki SOP penerimaan dan penanganan pasien kegawatdaruratan


obstetri dan neonatus

 Memiliki kebijakan yang tidak memberlakukan uang muka untuk pasien


gawatdarurat obstetrik dan neonatus

 Memiliki prosedur pendelegasian wewenang tertentu

 Memiliki standard response time di UGD 10 menit, kamar bersalin <30


menit, dan pelayanan darah <1 jam

 Tersedia kamar operasi 24 jam

 Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi <30 menit

 Memiliki tim yang siap sedia jika ada kasus darurat

 Dukungan dari semua pihak tim PONEK (dokter obsgyn, dokter anak,
dokter anestesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis lain, dokter umum,
perawat, dan bidan)

 Pelayanan darah tersedia selama 24 jam

 Pelayanan penunjang dan obat tersedia selama 24 jam

21
 Perlengkapan harus bersih, dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
Perlengkapan yang membutuhkan listrik juga harus selalu tersedia20

b. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)


Puskesmas mampu PONED adalah Puskesmas rawat inap yang
mampu menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi/komplikasi tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari
seminggu. Tidak hanya PONEK yang menerima rujukan terkait kasus
kegawatdaruratan obstetri dan neonatus, ternyata PONED pun biasa
dijadikan rujukan untuk kasus-kasus rujukan masyarakat, pelayanan
perorangan tingkat pertama, dan rujukan dari puskesmas sekitar. Rujukan
masyarakat biasanya berasal dari pasien yang datang mandiri ke
puskesmas PONED ataupun yang dirujuk oleh posyandu, polindes, dan
dukun bayi. Sedangkan rujukan dari pelayanan perorangan tingkat pertama
meliputi, praktik dokter atau bidan mandiri, puskesmas keliling atau
puskesmas pembantu. 21

Kasus-kasus di puskesmas PONED yang harus dirujuk ke rumah sakit


PONEK maupun non PONEK antara lain kasus ibu hamil yang
memerlukan rujukan segera ke rumah sakit, seperti ibu hamil dengan
panggul sempit, ibu hamil dengan riwayat bedah sesar, dan ibu hamil
dengan perdarahan antepartum. Selain itu jika ditemukan adanya
hipertensi dalam kehamilan (preeklamsi berat/ eklamsi), ketuban pecah
disertai dengan keluarnya meconium kental, ibu hamil dengan tinggi
fundus 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda),
primipara pada fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala
5/5 h, ibu hamil dengan anemia berat, ibu hamil dengan disproporsi
Kepala Panggul, dan ibu hamil dengan penyakit penyerta yang
mengancam jiwa (DM, kelainan jantung) perlu dilakukan perujukan. 21

22
Selain pada kasus ibu hamil, kasus pada bayi baru lahir berikut juga harus
segera dirujuk ke rumah sakit, bayi dengan usia gestasi kurang dari 32
minggu, bayi dengan asfiksia ringan dan sedang yang tidak menunjukkan
perbaikan selama 6 jam, bayi dengan kejang meningitis, dan bayi dengan
kecurigaan sepsis. Selain itu, jika diduga terdapat infeksi pra/ intra/ post
partum, adanya kelainan bawaaan, bayi dengan distres nafas yang
menetap, bayi yang tidak menunjukan kemajuan selama perawatan, bayi
yang mengalami kelainan jantung, bayi hiperbilirubinemia dan bayi
dengan kadar bilirubin total lebih dari 10 mg/dl memerlukan rujukan
segera ke rumah sakit untuk mendapat penanganan dan pelayanan lebih
lanjut. 21

Pada puskesmas PONED harus memiliki ruangan perawatan kebidanan,


ruang tindakan obstetri, ruang tindakan neonatus, ruang perawatan pasca
persalinan, ruang jaga perawat dan dokter, serta ruang bedah minor. Tidak
hanya itu saja, untuk disebut dan difungsikan sebagai puskesmas PONED
harus memenuhi kriteria berikut: 21
 Dilengkapi dengan fasilitas persalinan dan tempat tidur rawat inap
untuk kasus emergensi/ komplikasi obstetri dan neonatus
 Letaknya strategis dan mudah diakses oleh puskesmas atau
fasyankes non-PONED lainnya
 Berfungsi dalam Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan tindakan
mengatasi kegawatdaruratan sesuai kompetensi dan kewenangannya
yang dilengkapi sarana yang dibutuhkan
 Dalam area/ wilayahnya, puskesmas telah dimanfaatkan sebagai
tempat pertama mencari pelayanan oleh masyarakat
 Mampu menyelenggarakan UKM sesuai standar
 Jarak temuh dari pemukiman atau puskesmas non-PONED ke
puskesmas PONED <1 jam dengan transportasi umum, dan jarak
dari puskesmas PONED ke rumah sakit minimal 2 jam

23
 Memiliki tim yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan yang sudah
terlatih PONED dengan jumlah minimal 1 orang untuk tiap bidang
dan siap selama 24 jam dalam 7 hari
 Memiliki peralatan medis, non-medis, obat-obatan, dan fasilitas
tindakan medis serta rawat inap untuk mendukung penyelenggaraan
PONED
 Kepala puskesmas mampu memanajemen PONED
 Puskesmas memiliki komitmen untuk menerima kasus rujukan
kegawatdaruratan medis obstetri dan neonatus dari fasyankes sekitar
 Memiliki sarana rujukan berupa ambulance yang siap setiap saat.

Kolaborasi PONEK PONED


Kolaborasi antara PONED dan PONEK sangat dibutuhkan dalam upaya
meningkatkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam kondisi sumber daya
yang terbatas. Dalam sistem kolaborasi ini pasien mulai ditangani tidak hanya
sejak dilakukannya rujukan ke PONED ataupun PONEK, melainkan sejak di
komunitas. Melalui kerjasama dengan LSM ataupun pembentukan kader
kesehatan akan mampu mendeteksi dini adanya faktor risiko terkait obstetri dan
neonatus di lingkungan masyarakat. Selain itu melalui jejaring yang sudah
dibentuk di tiap PONED dan PONEK dalam suatu wilayah juga bisa membantu
melakukan deteksi dini sekaligus menentukan pelayanan apa yang dibutuhkan
oleh masyarakat. 22

Berikut adalah tahapan dalam kolaborasi PONED-PONEK:22


1. Membentuk struktur dan tupoksi pelaku utama serta mitra PONED-
PONEK dan jejaring pelayanan emergensi utamanya terkait kasus obstetri
dan neonatus.
2. Menyusun rencana kegiatan kolaborasi PONED-PONEK di tingkat
Provinsi, kabupaten/kota termasuk mapping wilayah kerja Puskesmas
mampu PONED dan RS PONEK dalam suatu sistem rujukan dan pola
pembinaan.

24
3. Menyediakan hotline service atau sistem informasi komunikasi di masing-
masing rumah sakit, khusus kasus obstetri dan neonatus dan Dinas
Kesehatan kabupaten/kota.
4. Membentuk SOP tentang pelayanan di RS PONEK dan Puskesmas
PONED dalam penanganan kasus obstetri dan neonatus.
5. RS PONEK melakukan pembinaan ke Fasilitas pelayanan kesehatan dasar
Puskesmas PONED, yang dihadiri oleh Tim dokter, Bidan Koordinator
dan beberapa Bidan Desa Tertentu yang dikoordinasikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
6. Upaya kendali mutu pelayanan dan perbaikan kinerja secara internal,
termasuk komponen jejaring secara berkala dan terjadwal yang difasilitasi
oleh Dinkes, Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan Rumah Sakit.
7. Membentuk sistem pencatatan dan pelaporan secara berkala di tingkat
kabupaten/kota dan Provinsi.
8. Melaksanakan evaluasi triwulan kinerja dan kualitas pelayanan
institusional RS Rujukan dan Jejaring Pelayanan dan Komunikasi
Emergensi di wilayah cakupan PONEK oleh Organisasi Profesi dan
Kemenkes.
9. Melakukan kajian data outcome (terutama MMR, NMR, still-birth, near-
miss), dengan megkaji antara output pelayanan dengan kualitas pelayanan
(quality of care) kesehatan Ibu dan Bayi baru lahir.

Data RIFASKES 2011-2014 menunjukkan bahwa di Indonesia rumah sakit yang


dijadikan rujukan / ponek baru mencapai 25% dengan cakupan layanan 86%.
Sedangkan cakupan pelayanan untuk puskesmas mampu PONED baru mencapai
62%. Menurut data Kemenkes tahun 2018 di Sulawesi Utara sendiri tercatat hanya
1 Rumah SAkit yang mampu PONEK dan 28 puskesmas yang mampu
PONED.4,23

25
KESIMPULAN

Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu saat hamil
atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada
tempat atau usia kehamilan, oleh sebab apapun yang terkait dengan atau
diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh
kecelakaan atau cedera. Angka kematian ibu merupakan indikator kesejahteraan
perempuan, indikator kesejahteraan suatu bangsa sekaligus menggambarkan hasil
capaian pembangunan suatu negara.

Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke 5 adalah


menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015. Dalam upaya menurunkan AKI, pemerintah Indonesia
telah menerapkan program-program terpadu seperti Jampersal, EMAS, Rumah
Sakit mampu PONEK dan Puskesmas mampu PONED, dsb. Namun berdasarkan
data SUPAS 2015 AKI menunjukan hanya sampai 305 per 100.000 kelahiran
hidup. Dari data ini disimpulkan bahwa target MDGs tersebut belum
tercapai.Target RPJMN 2015-2019, AKI sebesar 306 per 100.000 kelahiran
hidup.

26
Untuk mencapai penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia, kedepan
pemerintah dan masyarakat harus bekerja lebih keras

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Trends in maternal mortality: 2000 to 2017: estimates by WHO, UNICEF,


UNFPA, World Bank Group and the United Nations Population Division.
Geneva: World Health Organization; 2019.
2. Maternal Mortality. Geneva: World Health Organization; 2017. Available
at:URL:https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/112318/WHO_R
HR_14.06_eng.pdf?ua=1. Accessed October 9, 2019
3. Handayani S, Mubarokah K. Kondisi demografi ibu dan suami pada kasus
kematian ibu. Semarang: 2019; hal 99-108
4. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Keputusan
Menteri Kesehatan RI HK 02.02/Menkes/52/2015
5. Profil Kesehatan di Indonesia 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
2018. Hal 105-118
6. Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka
Penurunan Angka Kematian Ibu kepada para peserta Rapat Kerja Nasional
(Rakernas) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana.
Jakarta, Kantor BKKBN. Jan 2011
7. Laporan akuntabilitas kinerja, direkotorat kesehatan keluarga tahun 2017.
hal 1-103
8. Kementrian Kesehatan RI. Infodatin- Mother’s Day. Jakarta.2014 hal.1
9. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Laporan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010. In.
Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional; 2010
10. Situasi Kesehatan Ibu. In: Pusat Data dan Informasi, editor. Infodatin.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015, 1-6
11. Say L, Chou D, Gemmill A, et al. Global causes of maternal death: A
WHO systematic analysis. Lancet Glob Heal. 2014;2(6):323-333.
12. AB Saifudin. Kematian Ibu dan Janin. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta:2014. hal 53-66
13. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS 2018.Kemenkes RI. Jakarta:
Balitbang
14. Kemenkes RI. Kesehatan dalam Kerangka Millenium Development Goals

28
(MDGs). Jakarta 2015.
15. Dari MDGs ke SDGs: Memetik pelajaran dan menyiapkan langkah
konkret. Buletin SMERU No 2/2017
16. Andriani. Edison. Lili G. Implementasi Pelayanan Ibu Hamil oleh Bidan
berdasarkan SPM di Puskesmas Silungkang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Fakultas Kedokteran Unand. Vol 8. No.1. 2014
17. Evi S. Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu Menggunakan
Pendekatan Rembug Melalui Strategi Segitiga Pengaman. Berita
Kedokteran Masyarakat, Vol.25 No. 4.Surabaya.2009
18. Chalid MT. Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu : Peran Petugas
Kesehatan. .Departemen Obstetri dan Ginekologi, FK Universitas
Hasanuddin PT. Gakken. 2015
19. KEMENKES. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Nomor.604/MENKES/SK/VII/2008 Tentang Pedoman Pelayanan
Maternal Perinatal Pada Rumah SAkit Umum Kelas B, Kelas C dan Kelas
D.
20. Departemen Kesehatan. Pedoman Penyelenggaraan PONEK 24 jam di
Rumah Sakit. Jakarta. 2012
21. KEMENKES. Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas Mampu PONED.
Jakarta.2013
22. Kolaborasi PONED dan PONEK dalam Upaya Penurunan AKI. Fakultas
Kedokteran Gajah Mada. 2017. Available at:
https://kanalpengetahuan.fk.ugm.ac.id/kolaborasi-ponek-dan-poned-
dalam-upaya-penurunan-aki/
23. Komunikasi Data. KEMENKES RI. 2018. Available at:
https://komdat.kemkes.go.id/baru/index.php

29

Anda mungkin juga menyukai