Perdarahan postpartum merupakan penyebab utama tingginya angka kematian ibu (AKI). Kira-kira 14 juta wanita menderita perdarahan postpartum setiap tahunnya. Perdarahan postpartum menyebabkan kematian sebanyak 25 30% di negara berkembang (Sosa, 2009). Pada tahun 2013, perdarahan yaitu terutama perdarahan postpartum menyebabkan kematian ibu sebanyak 30,3% di Indonesia. Selain perdarahan, penyebab kematian ibu tertinggi lainnya adalah hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus lama dan abortus (Kemenkes RI, 2015). Di Indonesia angka kematian ibu menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1991 dan 2007 adalah sebesar 390 dan 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini telah mengalami penurunan namun belum mencapai target MDGs (Millennium Development Goals/ Tujuan Pembangunan Milenium) yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2011). Angka ini meningkat pada SDKI 2012 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia ini masih sangat tinggi mengingat target SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2030 mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan berdasarkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2 Menengah) 2015 2019, target angka kematian ibu pada tahun 2019 yaitu 306 per 100.000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2014). Perdarahan postpartum merupakan penyebab tersering dari keseluruhan kematian akibat perdarahan obstetrik. Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir pada persalinan per vaginam dan melebihi 1000 ml pada seksio sesarea (Chunningham, 2012), atau perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit (Karkata, 2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perdarahan postpartum yaitu umur, jumlah paritas, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan sebelumnya, lama partus, lama lepasnya plasenta, anemia, pengetahuan dan faktor fasilitas pelayanan kesehatan (Pardosi, 2006). Faktor lain yang berhubungan dengan perdarahan postpartum yaitu pada keadaan preeklamsia berat dimana bisa ditemukan defek koagulasi dan volume darah ibu yang kecil yang akan memperberat penyebab perdarahan postpartum (Chunningham, 2012). Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, multiparitas merupakan salah satu yang berperan penting sebagai faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum (Sosa, 2009). Menurut data di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen (PP dan KPA, 2010). Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami pendarahan sampai meninggal. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah (Faisal, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang masif dan berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus (Prawirohardjo, 2012). Faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum yaitu: usia, paritas, janin besar, riwayat buruk persalinan sebelumnya, anemia berat, kehamilan ganda, hidramnion, partus lama, partus presipitatus, penanganan yang salah pada kala III, hipertensi dalam kehamilan, kelainan uterus, infeksi uterus, tindakan operatif dengan anastesi yang terlalu dalam (Lestrina, 2012). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Pada Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan perhitungan AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukan peningkatan (dari 228 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup). (AbouZahr, 2010; Abouzahr, 2011) Menurut profil kesehatan di Jawa Timur, capaian Angka Kematian Ibu (AKI) cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Capaian AKI dapat digambarkan sebagai berikut: pada tahun 2008 sebesar 83 per 100.000 kelahiran hidup; tahun 2009 sebesar 90.7 per 100.000 kelahiran hidup; tahun 2010 sebesar 101.4 per 100.000 kelahiran hidup; tahun 2011 sebesar 104,3 per 100.000 kelahiran hidup; dan di tahun 2012 mencapai 97,43 per 100.000 kelahiran hidup. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 setidaknya 303.000 wanita di seluruh dunia meninggal menjelang dan selama proses persalinan. Hampir 99% dari keseluruhan kasus mortalitas ibu yang dilaporkan oleh WHO berasal dari negara-negara berkembang yang memiliki pengaturan sumber daya rendah. Perdarahan tetap menjadi penyebab utama kematian ibu, terhitung lebih dari seperempat (27%) kematian dalam distribusi global. Proporsi kematian ibu lainnya disebabkan secara tidak langsung oleh kondisi medis yang sudah ada sejak kehamilan.1,2 Penelitian dari 417 dataset dari 115 negara sekitar 73% dari semua kematian ibu antara 2003 dan 2009 adalah karena penyebab obstetrik langsung dan kematian karena penyebab tidak langsung menyumbang 27,5% dari semua kematian. Perdarahan menyumbang 27,1%, gangguan hipertensi 14,0%, dan sepsis 10,7% kematian ibu. Prevalensi kematian ibu tertinggi yang disebabkan oleh perdarahan di negara berkembang 27,1% dan di negara maju 16,3%. 3 Perdarahan merupakan penyebab utama kematian ibu di Asia Tenggara dengan prevalensi 29,9% dari total kasus. Kejadian perdarahan postpartum sekitar 23,1%, perdarahan antepartum 4,7% dan perdarahan intrapartum 2,1%. Semua dikarenakan sebagian besar negara di Asia Tenggara adalah negara yang sedang berkembang. Indonesia menempati urutan ketiga untuk kematian ibu tertinggi di wilayah Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 190 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih sangat jauh dibandingkan dengan Singapura yang hanya mencapai 3 per 100.000 kelahiran hidup. 4 Berdasarkan evaluasi Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, AKI di Indonesia masih pada posisi 305 per 100.000 kelahiran. Target global Suitainable Development Goals (SDGs) adalah menurunkan AKI menjadi 70 per 100.000 kelahiran. Kasus kematian pada ibu utamanya disebabkan oleh perdarahan 37%, infeksi 22%, dan tekanan darah tinggi saat kehamilan 14%. Menurut data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2017 terdapat 27 kasus kematian ibu. Adapun penyebab terbesar kematian ibu adalah penyakit lain 35% dan perdarahan sekitar 31%.5,6 Menurut Driessen faktor risiko perdarahan postpartum berupa Indeks Massa Tubuh (IMT) dan paritas. Perdarahan postpartum lebih sering terjadi pada ibu yang kelebihan berat badan. Ada peningkatan risiko untuk terjadi perdarahan postpartum pada ibu dengan IMT >25. Prevalensi kejadian perdarahan postpartum juga meningkat pada wanita multipara. Semakin banyak paritas, semakin tinggi pula risiko kejadian perdarahan postpartum sebesar 3,3 kali.7-10 3 Faktor risiko yang juga dinyatakan Biguzzi sebagai variabel lanjutan adalah berat lahir neonatal dan anemia. Berat lahir bayi juga memberikan kontribusi tertinggi terhadap kemungkinan perdarahan postpartum. Melahirkan bayi dengan berat lahir >4000 gram meningkatkan terjadinya komplikasi ibu termasuk perdarahan. Makrosomia berpeluang 2 kali lipat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum. Ibu dengan anemia memiliki 4 kali risiko untuk terjadi perdarahan postpartum. Elmeida juga mengatakan bahwa anemia memiliki pengaruh utama terjadinya perdarahan postpartum dengan risiko sebesar 7,2 kali.11-17 Selama kehamilan faktor risiko yang diidentifikasi adalah usia dan jarak kelahiran. 18 Usia berisiko memiliki peluang 2 kali untuk mengalami perdarahan postpartum dibandingkan dengan usia tidak berisiko.17 Penelitian Ujjiga juga menyatakan usia 35 tahun berpengaruh untuk terjadi perdarahan postpartum sebesar 5,3 kali. 19 Sementara itu, jarak kelahiran yang terlalu pendek dan panjang dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan persalinan termasuk perdarahan postpartum. 20 Ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian perdarahan postpartum di antara kelompok dengan interval kelahiran 2 tahun (2,0%). 17-21 Saat menjelang persalinan faktor yang mendukung terjadinya perdarahan postpartum adalah preeklampsia dan induksi persalinan. Pada perempuan dengan preeklampsia terjadi trombositopenia, penurunan kadar beberapa faktor pembekuan sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan 4 postpartum dapat terjadi karena obat yang digunakan untuk menginduksi persalinan mungkin memiliki efek langsung pada otot rahim dan faktor kelelahan pada otot miometrium sehingga menyebabkan atonia uteri. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum adalah usia, paritas, jarak kelahiran, anemia, IMT, berat lahir, preeklampsia dan induksi persalinan.