Anda di halaman 1dari 21

Proposal Penelitian

Asuhan Kebidanan Terhadap Ny. J


Dengan Keluhan Pre-eklamsia di Bpm Shinta

DELLA OKTAFIA
1816010

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANCA BHAKTI


PRODI DIII KEBIDANAN
BANDAR LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga Proposal Penelitian Asuhan Kebidanan Terhadap Ny. J Dengan Keluhan
Pre-eklampsia di Bpm Shinta ini bisa selesai tepat pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan materi dan pengarahan dalam penulisan proposal ini serta teman-
teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga proposal
ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga proposal ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa proposal ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya proposal selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bandar Lampung, Oktober 2020

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah ............................................................................................6
1.3 Tujuan...............................................................................................................6
1.4 Manfaat.............................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep dasar preeklamsia..............................................................................8
2.2 Kerangka Teori.............................................................................................17
2.3 Kerangka Konsep..........................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) masih menjadi salah satu masalah kesehatan ibu dan

anak di Indonesia. Tingginya AKI di Indonesia yakni mencapai 359 per100.000

Kelahiran Hidup (KH), masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs)

pada tahun 2015 yaitu AKI sampai pada 102 per 100.000 KH atau 1,02 per 1000 KH

(SDKI, 2012).

Data World Health Organization (WHO) tahun 1998-2008, menyatakan bahwa

kematian ibu di dunia mencapai 342.900 kematian setiap tahunnya dan diiringi

sepertiga kematian neonatal. Laporan kesehatan dunia menyatakan bahwa ada sekitar

287.000 kematian ibu pada tahun 2010 yang terdiri atas Afrika Sub-Sahara (56%) dan

Asia Selatan (29%) atau sekitar 85% (245.000 kematian ibu) terjadi di negara

berkembang. Sedangkan di negara-negara Asia Tenggara yaitu 150 ibu per 100.000

kelahiran hidup (Christina, 2013). Indonesia berada pada peringkat ke-14 dari 18 negara

di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan peringkat ke-5 tertinggi di

South East Asia Region (SEARO) (Hukmiah dkk, 2013).

Sampai saat ini angka kematian ibu dan bayi masih sangat tinggi, Menurut WHO
setiap hari, sekitar 800 perempuan meninggal selama dan setelah kehamilan dan
persalinan. Di Indonesia pada tahun 2012 angka kematian ibu adalah 359 per 100.000
kelahiran hidup dan angka kematian bayi 32 kematian/kelahiran hidup. Jika dibandingkan
dengan target MDGs tahun 2015 untuk menurunkan angka kematian ibu sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup angka tersebut masih sangat tinggi. Penyebab utama dari seluruh
kematian ibu adalah perdarahan terutama perdarahan setelah melahirkan (27 %), infeksi
(21 %) dan preeklamsia (23 %).
Provinsi Lampung merupakan provinsi yang jumlah kasus kematian ibu masih cukup
tinggi, data terakhir SDKI pada tahun 2007 menunjukkan AKI sebesar 228/100.000
kelahiran hidup, masih jauh dari target MDGs, dan pada tahun 2010 dilaporkan jumlah

1
kasus kematian sebanyak 144 kasus dengan penyebab kematian ibu yaitu perdarahan
sebanyak 54 kasus dan eklampsi sebanyak 89 kasus (Dinkes Provinsi Lampung, 2008,
2011).
Preeklamsia merupakan sindrom yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan
proteinuria yang muncul ditrimester kedua kehamilan yang selalu pulih diperiode
postnatal. Preeklampsia dapat terjadi pada masa antenatal, intranatal, dan postnatal. Ibu
yang mengalami hipertensi akibat kehamilan berkisar 10%, 3-4 % diantaranya mengalami
preeklampsia, 5% mengalami hipertensi dan 1-2% mengalami hipertensi kronik (Robson
dan Jason, 2012).
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan penyebab kematian ibu dan perinatal yang
tinggi terutama di negara berkembang disamping perdarahan dan infeksi. Kematian akibat
eklamsia meningkat lebih tajam dibandingkan pada tingkat pre-eklamsia berat. Oleh
karena itu, menegakkan diagnosis dini pre-eklamsi dan mencegah agar jangan berlanjut
menjadi eklamsia merupakan tujuan pengobatan (Manuaba, 2010).
Pre-eklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra,
dan postpartum. Gejala-gejala klinik pre-eklamsia dapat dibagi menjadi pre-eklamsia
ringan dan pre-eklamsia berat (Prawirohardjo, 2010). Penyebab pre-eklamsia sampai saat
ini belum diketahui. Teori yang dapat diterima menerangkan sebagai berikut: sering
terjadi pada prmigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa (Manuaba,
2013).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa ada 500.000kematian ibu
melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Diantaranya 99% terjadi di Negara
berkembang. Dari angka tersebut diperkirakan bahwa hamper 1 orang ibu setiap menit
meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Angka kematian maternal di Negara
berkembang diperkirakan menjacai 100–1000/100.000 kelahiran hidup, sedangkan di
negara maju berkisar antara 7- 15/100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa di negara
berkembang risiko kematian maternal 1 diantara 29 persalinan sedangkan di negara maju 1
diantara 29.000 persalinan. Menurut WHO angka kejadian pre-eklamsia berkisar antara
0,51% - 38,4%, di negara maju angka kejadian pre-eklamsia berat berkisar 6-7% dan
eklamsia 0,1-0,7% (Depkes RI, 2013). Berdasarkan survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) survei terakhir tahun 2007 angka kematian ibu (AKI) Indonesia sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Target
Millenium Developments Goals (MDGs) di tahun 2015 sulit tercapai karena rendahnya
komitment pemerintah daerah. Angka kematian ibu juga diprediksi sulit mencapai

2
targetnya. Target Millenium Development Goals (MDGs) yang meneta pkan angka
kematian ibu 102 per 100.000 ibu melahirkan pada tahun 2015, dinilai beberapa kalangan
akan sulit dicapai, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah perdarahan 40-
60%, pre-eklamsia dan eklamsia 20-30%, infeksi 15-20 (Depkes RI,2012). Di Indonesia
kematian akibat pre-eklamsi–eklamsi mencapat 27%. Di provinsi Lampung pada tahun
2014 terdapat jumlah kasus preeklamsi–eklamsi diantaranya 189 kasus (Dinkes
Lampung,2014)
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan penyakit yang angka kejadian setiap negara
berbeda beda. Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan faktor kedua penyebab tingginya AKI
setelah perdarahan. Tingginya angka kematian ini disebabkan karena kurang
kesempurnaanya pengawasan antenatal. Pre-eklamisa dapat disebabkan beberapa faktor
yang mempengaruhi antaranya jumlah primigravida, terutama primigravida muda, distensi
rahim berlebihan: hidramnion, hamil kembar, mola hidatidosa, penyakit yang menyertai
hamil: diabetes mellitus, kegemukan, dan jumlah usia ibu lebih dari 35 tahun. Jumlah pre-
eklamsia meningkat pada primigravida karena pada primigravida sering mengalami stres
dalam menghadapi persalinan (Manuaba,2010).

1.2 Rumusan masalah


Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis akan
melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan kebidanan dengan membuat
rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana asuhan kebidanan pada Ny. J dengan
keluhan preeklamsia di Bpm Shinta?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan kebidanan pada klien dengan keluhan preeklamsia di Bpm
Shinta.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengkaji klien dengan keluhan preeklamsia di Bpm Shinta
1.3.2.2 Merumuskan diagnosa kebidanan pada Ny. J dengan keluhan preeklamsia di Bpm
Shinta
1.3.2.3 Merencanakan asuhan kebidanan pada Ny.J dengan keluhan preeklamsia di Bpm Shinta
1.3.2.4 Melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny.J dengan keluhan preeklamsia di Bpm Shinta
1.3.2.5 Mengevaluasi asuhan kebidanan pada Ny.J dengan keluhan preeklamsia di Bpm Shinta

3
1.3.2.6 Mendokumentasikan asuhan kebidanan pada Ny. J dengan keluhan preeklamsia di Bpm
Shinta
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi akademis
Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam
hal asuhan kebidanan pada klien dengan keluhan preeklamsia dengan baik.
1.4.2 Bagi pelayanan kebidanan di RS dan BPM
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di RS dan BPM agar
dapat melakukan asuhan kebidanan pada klien dengan keluhan preeklamsia.
1.4.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya, yang
akan melakukan studi kasus pada asuhan kebidanan pada klien dengan keluhan
preeklamsia.
1.4.4 Bagi profesi kesehatan
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi kebidanan dan memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang asuhan kebidanan pada klien dengan keluhan preeklamsia.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Preeklamsia


2.1.1 Definisi Preeklamsia
Preeklamsia yang dikenal sebagai toxemia of pregnancy atau pregnancy- induced

hypertension merupakan penyulit saat masa kehamilan yang muncul pada masa

hamil, bersalin maupun pada saat nifas yang memiliki gejala seperti proteinuria,

hipertensi, edema yang kadang-kadang sampai disertai konvulsi, kondisi yang serius

seperti ini perlu mendapatkan penanganan medis karena dapat mempengaruhi

terhadap kesehatan dan keselamatan janin. Preeklamsia terjadi pada masa kehamilan

memasuki usia ke-20 minggu gejalanya termasuk meningkatnya tekanan darah secara

tiba-tiba dan adanya protein dalam urin (Lombo, 2017).

2.1.2 Tanda dan Gejala Preeklamsia

Preeklamsia sering terjadi pada ibu hamil memiliki tanda dan gejala adalah

sebagai berikut,

a. Tekanan Darah

Preeklamsia meningkatkan resistansi vaskular perifer dan tekanan darah.

Preeklamsia menyebabkan terjadinya peningkatan reaktivitas vaskular terhadap

presor. Hipertensi ibu hamil terjadi pada saat usia kehamilan 20 minggu yang

ditandai dengan gejala tekanan darah meningkat menjadi >140/90 mmHg

(Lombo, Giovanna Eunike.,et.al, 2017).

b. Proteinuria

Hipertensi pada masa hamil merupakan penyebab kematian ibu yang bisa di

cegah dengan cara mendeteksi secara dini menggunakan pemeriksaan test

5
proteinuria. Pemeriksaan proteinuria ini menggunakan urin dipstik yang

digunakan untuk screening terjadinya preeklamsia pada masa kehamilan

dengan kriteria proteinuria >1+ dipstick atau >300 mg / 24 jam (Kurniadi,

Angela.,et.al, 2017).

c. Edema

Edema paru yang merupakan salah satu komplikasi berat untuk preeklamsia

berat dengan angka kejadian sekitar 3% yang dapat berupa kardiogenik atau non

kardiogenik. Edema paru kardiogenik yang dapat disebabkan oleh gangguan pada

fungsi sistolik, sedangkan edema paru non kardiogenik yang dapat diakibatkan oleh

faktor peningkatan permeabilitas kapiler, kelebihan berat cairan dan

ketidakseimbangan antara tekanan osmotik koloid. Edema paru disebabkan oleh

adanya albuminuria dan penurunan sintesis albumin hepatik (Lalenoh, D.,C. 2018).

2.1.3 Klasifikasi Preeklampsia

Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu:

a. Preeklampsia berat

Preeklampsia yang ditandai dengan tekanan darah sistole ≥160 mmHg dan

diastole ≥110 mmHg yang diikuti proteinuria >0,5g/24 jam. Dikatakan

preeklampsia berat bila tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, oliguria <500

cc/24 jam, kenaikan kadar kreatinin plasma, nyeri epigastrium, nyeri

kepala,gangguan penglihatan, edema paru, sianosis, hemolisis mikroangipati,

trombositopenia berat <100.000 sel/mm3 atau tombosit turun, gangguan fungsi

9
hepar, terhambatnya pertumbuhan janin intrauterin, dan sindrom HELLP.

Preeklampsi berat ada dua yaitu preeklampsi berat impeding eclamsia dan tanpa

impending eclamsia yang ditandai rasa nyeri kepala hebat, gangguan visus,

muntah, nyeri epigastrum, dan kenaikan tekanan darah (Prawirohardjo, 2014).

b. Preeklampsia ringan

Sindrom pada masa kehamilan ditandai penurunan perfusi organ yang

mengakibatkan terjadinya aktivasi endotel dan vasospasme pembuluh darah.

Preeklampsia ringan ditandai dengan kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau

lebih, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastole 15 mmHg/lebih

dengan pemeriksaan rutin selama 6 jam, berat badan naik dalam satu minggu,

edema (muka, perut, dan tangan), dan proteinuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat

kualitatif plus 1-2 pada urine kateter (Prawirohardjo, 2014).

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Preeklamsia

Terjadinya preeklamsi dan eklamsi menurut penelitian dari Yuyun Setyorini

(2016) yaitu:

a. Jumlah kehamilan pertama (primigravida) terutama pada masa-masa kehamilan

muda;

b. Distensi Rahim dan kontraksi berlebihan terutama pada kehamilan muda;

c. Penyakit penyerta pada saat kehamilan terjadi seperti: diabetes mellitus (DM),

jantung dan obesitas; dan

d. Usia ibu diatas 35 tahun.

10
Menurut penelitian dari Nursal (2015) mengatakan bahwa preeklamsia

disebabkan beberapa resiko yang ditimbulkan dari kejadian preeklamsia

yaitu:

a. Usia yang beresiko

Usia adalah patokan terpenting dalam reproduksi manusia. Seiring

berjalannya usia maka terjadi pula peningkatan atau peningkatan fungsi tubuh

dan berpengaruh pada status kesehatan. Teori menyebutkan bahwa usia remaja

atau akhir masa usia reproduktif yaitu 35 tahun keatas rawan terjadi

preeklamsia. Ibu hamil usia dibawah 20 tahun rentan terjadi ketidakstabilan

tekanan darah sedangkan usia diatas 35 tahun rentan terjadinya peningkatan

tekanan darah. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa usia berpengaruh

dengan kejadian preeklamsia dimana ibu berumur diantara 20 sampai 35 tahun

keatas (Nursal, 2015).

b. Riwayat hipertensi

Hipertensi kronik dalam kehamilan merupakan adanya hipertensi yang

telah terjadi sebelum kehamilan maupun ditemukan ketika usia kehamilan

sebelum 20 minggu atau hipertensi menetap setelah 6 minggu persalinan.

Risiko preeklampsia terbesar disebabkan oleh riwayat penyakit sebelumnya

seperti DM, gagal ginjal, kardiovaskuler, hipertensi, dan preeklampsia yang

mendorong terjadinya preeklampsia pada kehamilan selanjutnya

(Prawirohardjo, 2014)..

c. Paritas

Paritas merupakan banyaknya jumlah anak hidup yang dimiliki ibu.

Paritas memiliki pengaruh pada persalinan karena ibu hamil beresiko

11
mengalami gangguan terutama pada ibu yang hamil pertama kali

(Cuningham dalam Novianti, 2016).

Pada ibu yang baru pertama hamil sering mengalami stres dalam

persalinan sehingga dapat terjadi hipertensi kehamilan atau yang sering disebut

preeklampsia.

d. Status ekonomi

Status ekonomi merupakan bentuk akivitas yang menjelaskan bagaimana

aktivitas individu yang berkaitan dengan konsumsi terhadap barang dan jasa,

produksi, dan distribusi. Status ekonomi rendah menyebabkan banyak ibu

hamil dengan preeklampsia memilih melahirkan di rumah dan di tolong oleh

bidan. Selain itu, status sosial ekonomi yang rendah mengakibatkan tingkat gizi

ibu berkurang sehingga dapat mengakibatkan preeklampsia (Nugroho, 2008).

e. Obesitas

Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh.

Obesitas merupakan resiko kelima yang dapat menyebabkan kematian global.

Penelitian yang dilakukan Dumais, Caroline, dkk., (2016) menjelaskan berat

badan yang berlebihan pada ibu hamil berkaitan dengan pre-eklampsia pada

usia subur menunjukkan bahwa 24,5% wanita usia 20-44 tahun memiliki status

gizi overweight dan 23% di antaranya obesitas. Obesitas pada kehamilan

berkaitan dengan meningkatnya morbiditas pada ibu dan bayi.

f. Riwayat Diabetes Mellitus

Penelitian yang telah dilakukan oleh Nurmalichatun (2013) bahwa faktor

penyebab terjadinya preeklamsia yaitu ibu hamil yang mempunyai penyakit

diabetes mellitus pada masa kehamilan. Jumlah ibu hamil yang tidak

mempunyai penyakit dibetes mellitus sebanyak 1081 responden dan yang

12
mengalami kejadian preeklamsia sebanyak 113 responden. Kejadian ini karena

dimungkinkan adanya riwayat preeklamsia yang lalu untuk ibu hamil multipara

dan grandemultipara yaitu pada kehamilan sebelumnya mempunyai riwayat

preeklamsia sehingga berisiko terjadi preeklamsia pada kehamilan selanjutnya.

g. Pekerjaan

Preeklampsia dapat terjadi pada ibu yang bekerja atau tidak bekerja.

Kejadian preeklampsia pada ibu bekerja memiliki resiko preeklampsia dua kali

lebih berat dari ibu hamil yang tidak bekerja, ibu yang memiliki pekerjaan

berat akan menimbulkan stressor akibat pekerjaanya yang memicu terjadinya

preeklampsia (Rozikhan dalam Julianti, 2014).

h. Stres

Preeklampsia dapat terjadi karena stres yang akan mengaktifkan

hipotalamus, lalu melepaskan peristiwa biokimia yang dapat melepaskan

hormon adrenalin dan non adrenalin, yang diikuti oleh hormon kortisol. Stres

yang berkepanjangan akan menyebabkan naiknya kortisol sehingga ibu hamil

rentan terhadap berbagai gangguan dan penyakit seperti preeklampsia (Khayati

& Veftisia, 2018).

2.1.5 Etiologi Preeklamsia

Menurut Prawirohardjo (2014) yang menyebabkan preeklampsia adalah

sebagai berikut:

a. Teori Iskemia Plasenta, Disfungsi Endotel dan Radikal Bebas

Iskemia dan hipoksia yang dialami oleh plasenta mengakibatkan kegagalan

“remodelling arteri spinalis” yang menghasilkan oksidan. Oksidan yang

dihasilkan merupakan radikal hidroksil yang toksik terhadap sel endotel dalam

pembuluh darah. Radikal hidroksil merusak membrane sel yang mengandung

13
asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak, dan merusak nukleus dan

protein sel endotel. Disfungsi sel endotel akan menyebabkan berbagai reaksi

dari dalam tubuh seperti peningkatakn permeabilitas kapiler, gangguan

metabolisme prostaglandin, perubahan pada sel endotel kapiler glomelurus,

serta terjadinya agresi sel trombosit yang memproduksi tromboksan suatu

vasokonstriktor kuat.

b. Teori Adaptasi Kardiovaskuler

Dalam kehamilan normal adanya sintesi prostaglandin dapat melindungi sel

endotel pembuluh darah terhadap bahan-bahan vasopresor sehingga timbul

respon vasokonstriksi yang membutuhkan kadar vasopresor yang tinggi.

Berbeda pada kehamilan dengan preeklampsia yang terjadi peningkatan

kepekaan vasopressor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap

bahan vasopressor, hal ini dapat dideteksi saat usia kehamilan 20 minggu.

c. Teori Genetik

Preeklampsia merupakan gangguan multifaktor dan poligenik. Predisposisi

preeklampsia merupakan hasil interaksi dari ratusan gen yang diturunkan

secara maternal atapun paternal yang dapat mengontrol fungsi enzimatik dan

metabolisme sistem organ. Insiden preeklampsia dapat terjadi 20-40% pada

anak perempuan yang ibunya mengalami preeklampsia, 11-27% saudara

perempuan yang ibunya mengalami preeklampsia, 11-37% saudara perempuan

yang mengalami preeklampsia dan 22-47% pada kehamilan kembar.

2.1.6 Dampak Preeklamsia

Dampak buruk yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan preeklampsia memicu

mengalami masalah baik ada pada ibu ataupun pada janin. Dampak tersebut berupa

14
Dampak fisiologis dan patologis ( Fu; Loomans; Marinescu; Meltzer dan

Stuebe;Wado; Weissman dalam Kumala, T., 2015).

a. Dampak Fisiologis

Preeklamsia dapat menimbulkan dampak fisiologis pada ibu hamil dan

janin(Mc Elvaney, A., 2009 dalam prawirahardjo,2014). Adapun dampak tersebut

dapat berupa :

1. Ibu

a. Penurunan trombosit;

b. Kelainan fungsi organ ibu seperti jantung,otak,sistem peredaran

darah,ginjal,dan hati;

c. Sindrom HELLP ( Hemolysis Elevated Liver Enzimes and Low Platelet

Count) atau hemolisi dan

d. Peningkatan enzim hati

2. Janin

a. Berat bayi lahir rendah;

b. Kelahiran prematur;

c. Retardasi mental;

d. Jantung coroner, stroke, diabetes serta hipertensi, dan

e. Kekurangan gizi akibat kurangnya pasokan darah dan makanan ke plasenta.

15
b. Dampak Psikologis

Preeklampsia yang dapat menimbulkan dampak psikologis pada ibu hamil

yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin (Kumala, T., 2015 dalam

Vaerland, 2016). Adapaun dampak tersebut dapat berupa, depresi antenatal yang

terdiri dari rasa kesal, jenuh, sedih, stress, cemas, takut, murung tidak percaya

diri bahwa dirinya akan sembuh seperti sebelumnya, penurunan kualitas hidup,

tidak rutin melakukan kunjungan antenatal care sehingga kehilangan gairah

kehidupan yang diikuti dengan gangguan perilaku pada masa kehamilan rasa.

2.1.7 Penalataksanaan Preeklampsia

Timbulnya tanda dan gejala pada ibu hamol preeklampsia tidak dapat

dicegah secara seluruhnya, tetapi dapat diminimalisir dengan melakukan

penatalaksanaan dini untuk mengurangi dampak yang dapat membahayakan

kesehatan pada ibu atau janin. Berdasarkan klasifikasi preeklampsia,

penatalaksanaan preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu,

a. Penatalaksanaan preeklampsia ringan menurut (Prawirohardjo, 2014)

1. Melakukan tirah baring.

2. Memonitoring tekanan darah,

3. Pemberian obat antihipertensi,

4. Melakukan pemeriksaan kadar proteinuria setiap hari,

5. 2x dalam seminggu melakukan pengukuran denyut jantung janin dan

pengukuran kadar protein urin dalam 24 jam

6. Memberitahu informasi kepada pasien supaya mengetahui tanda bahaya

nyeri kepala, nyeri epigastrum atau gangguan visual

16
7. Jika tekanan darah dan proteinuria meningkat segera ke dokter dan

pertimbangkan rawat inap

b. Penatalaksanaan preeklampsia berat menurut (Prawirohardjo, 2014)

1. Segera pergi kerumah sakit,

2. Melakukan tirah baring,

3. Infus larutan Ringer Laktat 60-125 cc/jam,

4. Memberikan obat anti kejang : MgSO4 dengan syarat pemberian,

a. Reflek patella positif

b. Tidak terdapat depresi pernafasan (frekuensi >16 kali/menit)

c. Produksi urin 100ml/4jam

d. Tersedia kalsium glukonas

5. Pemberian deuretik jika terjadi edema paru, gagal ginjal kongestif,

6. Memberikan antihipertensi apabila tekanan sistole ≥180 mmHg atau

tekanan diastole ≥110 mmHg,

7. Kardiotonika diberikan ketika ibu hamil ditandai dengan gagal jantung

dan dilakukan perawatan bersamaan dengan penyakit jantung, dan

8. Diet disarankan untuk ibu hamil dengan preeklampsia berat cukup

dengan diet protein, rendah karbohidrat, dan rendah garam.

17
2.2 Kerangka Teori

PREEKLAMSIA

Faktor yang mempengaruhi preeklamsia :

Terjadinya preeklamsi dan eklamsi menurut Faktor yang mempengaruhi

penelitian dari Yuyun Setyorini (2016) yaitu: preeklamsia : Menurut

a. Jumlah kehamilan pertama (primigravida) penelitian dari Nursal (2015)

terutama pada masa-masa kehamilan muda; mengatakan bahwa

b. Distensi Rahim dan kontraksi berlebihan preeklamsia disebabkan

terutama pada kehamilan muda; beberapa resiko yang

c. Penyakit penyerta pada saat kehamilan ditimbulkan dari kejadian

terjadi seperti: diabetes mellitus (DM), jantung preeklamsia yaitu:

dan obesitas; dan a. Usia yang beresiko


b. Riwayat hipertensi
d. Usia ibu diatas 35 tahun. c. Paritas
d. Status ekonomi
e. Obesitas
f. Riwayat diabetes mellitus
g. Pekerjaan
h. Stres

18
a. Penatalaksanaan preeklamsia
b. 1. Penatalaksanaan preeklampsia
ringan menurut (Prawirohardjo,
2014)
c.
a. Melakukan tirah baring,

Dampak preeklamsia b. Memonitoring tekanan

Dampak buruk yang dapat darah,

terjadi pada ibu hamil dengan c. Pemberian obat antihipertensi,

preeklampsia memicu d. Melakukan pemeriksaan kadar


proteinuria setiap hari,
mengalami masalah baik ada
2.3 Kerangka
e. 2x dalam seminggu
pada ibu ataupun pada janin.
melakukan pengukuran
Dampak tersebut berupa
denyut jantung janin dan
dampak fisiologi dan patologis
pengukuran kadar protein
( Fu; Loomans; Marinescu;
urin dalam 24 jam
Meltzer dan Stuebe;Wado;

Weissman dalam Kumala, T., f.Memberitahu informasi

2015). kepada pasien supaya

mengetahui tanda bahaya

nyeri kepala, nyeri

epigastrum atau gangguan

visual

g. Jika tekanan darah dan

proteinuria meningkat

segera ke dokter dan

pertimbangkan rawat inap

2. Penatalaksanaan preeklampsia
berat menurut (Prawirohardjo,
2014)
a. Segera pergi kerumah sakit,
b. Melakukan tirah baring,
c. Infus larutan Ringer Laktat 60-
125 cc/jam,
d. Memberikan obat anti kejang :
19 MgSO4 dengan syarat pemberian,
1. Reflek patella positif
2. Tidak terdapat depresi
pernafasan (frekuensi >16
kali/menit)
Konsep

Faktor Penyebab Preeklamsia

a. Jumlah kehamilan pertama

(primigravida) terutama pada masa-masa

kehamilan muda;

b. Distensi Rahim dan kontraksi berlebihan

terutama pada kehamilan muda;

c. Penyakit penyerta pada saat kehamilan

terjadi seperti: diabetes mellitus (DM),

jantung dan obesitas; dan


PREEKLAMSIA
d. Usia ibu diatas 35 tahun.

e. Usia yang beresiko

f.Riwayat hipertensi
g.Paritas
h.Status ekonomi
i.Obesitas
j.Riwayat diabetes mellitus
k.Pekerjaan
l.Stres

DAFTAR PUSTAKA

20
Fitrianda, M. I. (2013). Digital Digital Repository Repository Universitas
Universitas Jember Jember Digital Digital Repository Repository Universitas
Universitas Jember.
ASTUTI, S. F. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Preeklampsia Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014-2015. In Skripsi.
Imron, R., & Novadela, N. I. (2014). Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Pre Eklampsia Dan Eklamsia Pada Ibu Bersalin. Jurnal
Keperawatan, X(1), 154–161.
Yuliana. (2020). Wellness and Healthy Magazine. Wellness and Healthy
Magazine, 2(1), 187–192.
https://wellness.journalpress.id/wellness/article/view/v1i218wh
Magdalena dan Historyati. (2016). Gambaran Faktor Penyebab Preeklampsia Pada
Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tembelang Jombang. E-Proceeding
of Management ISSN : 2355-9357, 3(1 April), 477–484.
Sutrimah, Mifbakhudin, M., & Wahyuni, D. (2015). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Rumah Sakit
Roemani Muhammadiyah Semarang. Jurnal Kebidanan, 4(1), 1–10.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_bid/article/view/1383

21

Anda mungkin juga menyukai