Anda di halaman 1dari 35

1

Makalah

Perceraian

Disusun oleh:

Nama: Muhammad Yusuf Latif

Nim: 1935007

Dosen Penghimpun:

Dr.Edi Gunawan,S.HI.,M.HI

Program Studi Manajemen Dakwah Fakultas Ushuluddim Adab Dan Dakwah


Institut Agama Islam Negeri Manado
(IAIN)
2020-2021
2

KATA PENGANTAR

 Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat menjadikan kita sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan
dalam profesi keguruan.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca dan teman-teman sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi amin....

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para teman-teman untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kedepan-nya.

 DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 . PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB 2 . PEMBAHASAN

1. Pengertian Perceraian
2. Faktor Penyebab Perceraian
3. Tahun Rawan Perceraian
4. Korban dari Perceraian
5. Dampak Perceraian Pada Anak
6. Hak Asuh Anak
7. Upaya Penyelesaain Masalah Terhadap Anak Mengenai Perceraian

BAB 3 . PENUTUP

1. Simpulan
2. SaranDAFTAR PUSTAKA

BAB I
3

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan
pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun  lagi
sebagai suami isteri. Putusnya perkawinan oleh suami atau istri atau atas kesepakatan kedua-
duanya apabila hubungan mereka tidak lagi memungkin-kan tercapainya tujuan perkawinan.
Pada umumnya perceraian dianggap tidak terpuji akan tetapi bila keadaan mereka menemui
jalan buntu untuk dapat memperbaiki hubungan yang retak antara suami dan istri, maka
pemutusan perkawinan atau perceraian menjadi hal yang wajib. Timbulnya perselisihan tidak
hanya dikarenakan oleh pihak wanita atau hanya pihak laki-laki saja, akan tetapi dikarenakan
oleh sikap egoisme masing masing individu. Oleh karena itu, perceraian dapat dilakukan apabila
dengan alasan yang kuat dengan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia dituangkan di
dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Perceraian itu?


2. Mengapa Terjadi Perceraian?
3. Kapan Rawan Terjadinya Perceraian?
4. Siapa Saja yang Terkena Dampak Perceraian?
5. Dimana Keberadaan Anak Setelah Orang Tuanya Bercerai?
6. Bagaimana Penyelesaian Masalah Terhadap Anak Akibat Perceraian?

 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Perceraian


2. Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Perceraian
3. Mengetahui Dampak Perceraian Terhadap Anak
4. Memahami Perasaan dan Keinginan Anak Atas Masalah Perceraian Orang Tuanya
5. Mengetahui Upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian orang tuanya

BAB II

PEMBAHASAN 
4

Pengertian Perceraian

Pengertian perceraian menurut bahasa Indonesia berarti “pisah” dari kata dasar “cerai”.
Menurut istilah (syara’) perceraian merupakan sebutan untuk melepaskan ikatan pernikahan.
Sebutan tersebut adalah lafadz yang sudah dipergunakan pada masa jahiliyah yang kemudian
digunakan oleh syara’. Dalam istilah Fiqh perceraian dikenal dengan istilah “Talak” atau
“Furqah”. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Sedangkan Furqah
berarti bercerai yang merupakan lawan kata dari berkumpul. Perkataan Talak dan Furqah
mempunyai pengertian umum dan khusus. Dalam arti umum berarti segala macam bentuk
perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam arti
khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.Menurut HA. Fuad Sa’id yang
dimaksud dengan perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami dengan istri karena
tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain, seperti mandulnya istri atau
suami dan setelah diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak.

Disisi lain penyusun juga meniliti ketentuan hukum perceraian yang berbeda di Indonesia,
antara lain:

Menurut Al Qur’an

Allah SWT telah menetapkan ketentuan dalam Al-Quran bahwa kedua pasangan suami isteri
harus segera melakukan usaha antisipasi apabila tiba-tiba timbul gejala-gejala dapat diduga
akan menimbulkan ganggungan kehidupan rumah tanganya, yaitu dalam firman-Nya yang
artinya :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lakilaki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang
taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyu’z-nya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tiduyr mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, maka jangalah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Al Quran Surat An-Nisa’ ayat 34)

Selanjutnya Allah SWT dalam firman-Nya, yaitu Surat An-Nisa’ ayat 128 :
5

“Dan jika seorang weanita khawatir akan Nusyu’z atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka
tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan
jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari Nusyu’z dan sikap
tidak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”Apabila usaha antisipasi melalui ayat-ayat tersebut tidak berhasil mempertahankan
kerukunan dan kesatuan ikatan perkawinan dan tinggallah jalan satu-satunya terpaksa harus
bercerai dan putusnya perkawinan, maka ketentuan yang berlaku adalah Surat Al-Baqarah ayat
229 :

“Talaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang tidak kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya khawatir tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hokum-hukum Allah mereka itulah orang-orang
yang zalim” (Surat Al- Baqarah ayat 229).

Makna yang terkandung dalam Surat Al-Baqarah ayat 229 adalah sebagai berikut :

1) Sebenarnya perceraian itu bertentangan dengan makna perkawinan itu sendiri, sehingga jika
terjadi perceraian, maka sangat wajar sekali jika seandainya mereka yang bercerai ini bersedia
untuk rukun dan rujuk kembali menyusun kesatuan ikatan perkawinan mereka lagi;

2)  Perceraian yang boleh rujuk kembali itu hanya dua kali, yaitu talaq ke-satu dan talaq ke-dua
saja. Oleh karena itu terhadap talaq ke-tiga tidak ada rujuk lagi, kecuali setelah dipenuhinya
persyaratan khusus untuk ini;

3) Syarat atas kedua orang suami-isteri yang bercerai dengan talaqtiga, untuk bisa melakukan
rujuk kembali itu di dalam Surat Al- Baqarah ayat 230;

4) Jika terjadi perceraian, maka suami dilarang mengambil harta yang pernah diberikan kepada
isterinya yang dicerai itu, kecuali atas dasar alasan yang kuat;

5) Jika isteri mempunyai alasan syari’at yang kuat, maka dapat dibenarkan isteri meminta cerai
dengan cara khulu’, yaitu suatu perceraian dengan pembayaran tebusan oleh isteri kepada
suami;

6) Allah SWT sudah mengatur segala sesuatunya, termasuk masalah perkawinan dan
hubungannya dengan berbagai macam masalah yang terkait;

7) Barang siapa yang melanggar hukum Allah SWT, sebenarnya dia itu bahkan menyiksa diri
sendiri dengan perbuatan zhalim.
6

Menurut Al Hadist

(Menurut asalnya Thalaq itu hukumnya makruh berdasarkan Hadist Rasulullah SAW, yaitu
Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim). dalam
hadist lain Rasulullah SAW bersabda Perempuan mana saja yang meminta kepada suaminya
untuk cerai tanpa ada alasan apa-apa, maka haram atas dia baunya surga. (HR. Turmudzi dan
Ibnu Ma’jah).

Menurut Peraturan Perundang-undangan

Meskipun perkawinan dimaksudkan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah,


mawaddah, dan rahmat bagi pasangan suami isteri yang memeluk agama Islam, namun dalam
perjalanan kehidupan rumah tangganya juga dimungkinkan timbulnya permasalahan yang
dapat mengakibatkan terancamnya keharmonisan ikatan perkawinannya. Bahkan apabila
permasalahan tersebut tidak memungkinkan untuk dirukunkan kembali, sehingga keduanya
sepakat untuk memutuskan ikatan perkawinannya melalui perceraian. Sebelum Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) berlaku, perkawinan diatur dalam
Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) termasuk ketentuan tentang
putusnya perkawinan (perceraian). Dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, maka ketentuan dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) tentang perkawinan tidak berlaku. Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak terdapat
pengertian tentang perceraian, hanya mengatur tentang putusnya perkawinan serta akibatnya.
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur tentang
putusnya perkawinan yang menyatakan bahwa:

“perkawinan dapat putus karena 3 sebab yaitu :

1. Kematian;
2. Perceraian;
3. Atas putusan Pengadilan.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hanya mengatur tentang tata cara
perceraian, yaitu dalam Pasal 14 yang menyatakan bahwa:

“seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan
menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi
pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya,
serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu”.’’
7

 Menurut Kompilasi Hukum Islam

Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Hal ini sesuai ketentuan
Pasal 113 KHI, yang mengatur bahwa putusnya perkawinan dapat dikarenakan 3 (tiga) alasan
sebagai berikut:

1)      Kematian;

2)      Perceraian;

3)      Putusan Pengadilan.

Menurut Pasal 114 KHI menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena
perceraian dapat terjadi karena talak oleh suami atau gugatan perceraian oleh isteri.
Selanjutnya menurut Pasal 115 KHI menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Selanjutnya dalam Pasal 116 KHI alasan-alasan terjadinya
perceraian pasangan suami isteri dapat disebabkan karena:

a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, atau lain sebagainya
yang sulit disembuhkan;

b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama, 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;

c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung;

d)     Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
pihak yang lain;

e)  Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak menjalankan
kewajibannya sebagai suami atau isteri;

f)       Terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami isteri secara terus menerus dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangganya;

g)      Suami melanggar taklik-talak. Adapun makna taklik-talak adalah perjanjian yang diucapkan
oleh calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa janji
talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang
akan datang;

h)      Terjadinya peralihan agama atau murtad oleh salah satu pihak yang menyebabkan
terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Perceraian yang terjadi karena talak suami
8

isterinya ditandai dengan adanya pembacaan ikrar talak, yaitu ikrar suami di hadapan sidang
Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dan dilakukan sesuai
tata cara perceraian yang diatur dalam Pasal 129, 130, dan 131 (Pasal 117 KHI). Sedangkan
macammacam perceraian yang dikarenakan talak suami terdiri dari:

1) Talak Raj’i yaitu talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama isteri dalam
masa iddah (Pasal 118 KHI).

2) Talak Ba’in yang dapat dibedakan atas talak Ba’in shughraa dan talak Ba’in kubraa (Pasal 119
KHI):

a) Talak ba’in shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi diperbolehkan akad nikah
baru dengan mantan suaminya meskipun dalam masa iddah.

Adapun jenis talak ba’in shughraa dapat berupa:

Talak yang terjadi dalam keadaan qobla al dukhul (antara suami isteri belum pernah  melakukan
hubungan seksual selama perkawinannya.

Talak dengan tebusan atau khuluk, yaitu perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan
memberikan tebusan (iwadi) kepada suaminya atas persetujuan suami pula.

Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

b) Talak Ba’in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya.

Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahi kembali, kecuali apabila pernikahan
itu setelah mantan isteri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al
dukhul dan habis masa iddahnya (Pasal 120 KHI).

3) Talak Sunny, yaitu talak yang diperbolehkan dan talak tersebut dijatuhkan isteri yang sedang
suci serta tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut (Pasal 121 KHI).

4) Talak Bid’i, yaitu talak yang dilarang, karena talak tersebut dijatuhkan pada waktu isteri
dalam keadaan haid, atau isteri dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri pada waktu suci
tersebut (Pasal 122 KHI).

5) Talak Li’an yaitu talak yang terjadi karena suami menuduh isterinya berbuat zina atau
mengingkari anak dalam kandungan atau anak yang sudah lahir dari kandungan isterinya,
sedangkan isterinya menolak atau mengingkari tuduhan tersebut. Jenis talak Li’an ini
menyebabkan putusnya perkawinan antara suami isteri untuk selama-lamanya (Pasal 125 dan
Pasal 126 KHI).
9

Mengingat putusnya perkawinan yang dikarenakan talak suami terhadap isterinya terdapat
beberapa macam yang tidak seluruhnya dapat dirujuk kembali, sehingga diperlukan
pertimbangan yang bersifat prinsipal bagi seorang suami sebelum menjatuhkan talaknya.
Demikian halnya dalam ajaran agama Islam, talak meupakan perbuatan halal tetapi dibenci oleh
Allah SWT. Oleh karena itu menurut Mahmud Junus diperlukan alasanalasan bagi suami untuk
menjatuhkan talaknya terhadap isterinya yang diperbolehkan dan tidak dibenci oleh Allah SWT,
terdiri dari:

a)     Isteri berbuat zina;

b)     Isteri nusjuz, setelah diberi nasihat dengan segala daya upaya;

c)     Isteri suka mabuk, penjudi, atau melakukan kejahatan yang mengganggu keamanan rumah
tangga;

d)     Sebab-sebab lain yang sifatnya berat sehingga tidak memungkinkan untuk mendirikan
rumah tangga secara damai dan teratur.

 Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

Alasan Terjadinya Perceraian

Pasal 19, Praturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, mengariskan bahwa perceraian dapat
terjadi atau dilakukan kaena alasan sebagai berikut:

 Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
sebagianya yang sukar disembuhkan.

Alasan ini dapat digunakan unuk mengajukan gugatan perceraian, karena bila seseorang telah
berbuat zina berarti dia telah melakukan pengkhianatan terhadap kesucian dan kesakralan
suatu perkawinan. Termasuk pembuatan, pemadat dan penjudi, yang merupakan pebuatan
melangar hukum agama dan hukum positif.

 Salah satu phak (suami/istri) meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut, tanpa
mendapa ijin dari pihak lain. Serta tanpa alasan yang sah, karena hal lain di luar
kemampuannya.

Hal ini terkait dengan kewajiban memerikan nafkah baik lahir maupun batin, yang bila
kemudian salah satu pihakninggalkan pihak lain dalam waktu lama tanpa seijin pasangan
tersebut, maka akan berakibat pada tidak dilakukannya pemenuhan kewajiban yang harus
diberikan kepada pasangannya. Sehingga bila pasangannya kemudian tidak rela, maka dapat
mengajukan alasan tersebut untuk menjadi dasar diajukannya gugatan perceraian di
pengadilan.
10

 Salah satu pihak mndapat hukuman penjara 5 tahun, atau yang lebih berat setaelah
perkawinan berlangsung.

Hampir sama dengan poin b, poin ini juga dapat dijadian sebagai alasan oleh salah satu pihak
untuk mengajukan gugatan perceraian. Sebab, jika salah satu phak sidang menjalani hukuman
penjara 5 tahun atau lebih, itu artinya yang bersangkutan tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai seorag suami/istri.

 Salah satu pihak melakukan kekjaman atau penganiayaan berat, yang dapat membahayakan
pihak lain;

Poin ini menitik beratkan pada kemaslahatan atau manfaat dari perkawinan, dibandingkan
dengan keselamatan individu/salah satu pihak. Bila suatu perkawinan tetap di pertahankan
namun akan berdampak pada keselamatan individu, maka akan lebih baik jika perkawinan
tetap dipertahankan namun akan berdampak pad keselamatan individu, maka akan lebih baik
jika perkawinan itu diputus oleh perceraian. Dalm hal ini harus bisabenar-benar bisa dibuktikan,
mengenai tndakan atau ancaman yang membahayakan keselamatan seseorang/slah satu pihak.
Dengan demikian,alasan tersebut diterima oleh Majelis Hakim pemeriksa perkara di pengadilan.

 Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

Tidak dapat dipungkiri bila ikatan perkawinan dipengaruhi faktor-faktor jasadiah, terutama
masalah kebutuhan biologis. Ketika salah satu pihak tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai suami/istri dikarenakan cacat adan atau penyakit yang dimilikinya, maka hal tersebut
dapat dijadikan sebagai alasan oleh salah satu pihak untuk mengajukan gugatan cerai.

 Antar suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, serta tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Tidak ada kehidupan rumah tangga yang rukun, tentram dan nyaman, apabila dipenuhi dengan
perselisihan. Apalagi, bila pertengkaran tersebut tidak terrelakan dan tak terselesaikan. Jika hal
itu berlangsung terus menerus, dan dapat menimbulkan dampak buruk yang lebih besar
kedepan, maka diperbolehkan untuk mengajukan gugatan perceraian kepada pengadilan.

Selanjutnya dalam komplikasi hukum islam (KHI), BAB XVI mengenai putusnya perkawinan, juga
disebutkan sejumlah alasan untuk mengajukan gugatan perceraian. Secara substansi, inti dari
bab tersebut sama dengan apa yang tertuang dalam pasal 19, PP Nomor 9 Tahun 1975. Hanya
saja, ada beberapa tambahan penting yang disampaikan dalam bab tersebut, yaitu:
11

Suami melanggar taklik-talak;

Saat akadperkawinan, biasanya mempelai pria memebacakan atau setidak-tidaknya


menandatangani sighat taklik talak, atau perjanjian yang diucapkan mempelai pria setelah akad
nikah, yang dicantumkan dalam akad nikah. Yaitu, berupa janji talak yang digantungkan kepada
suatu keadaan tertentu, dan mungkin saja terjadi di masa mendatang. Dalam hal ini, pihak
suami senaja meningggalkan istri tanpa memberikan nafkah selama 2 tahun berturut, kemudian
pihak suami melakukan tindak kekerasan pada istri. Maka istri memiliki hak untuk
memohonkan penjatuhan talak pada dirinya, kepada pengadilan yang berwenang.

Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketiakrukunan dalam rumah
tangga.

Perkawinan hanya diperkenankan bagi pasangan yang seagama. Jika dalam perjalanan
mengarungi rumah tangga, salah satu phak (suami/istri) murtad, atau berpindah agama. Maka
secara otomatis, perkawinan pun berakhir. Jika perkawinan tersebut dipaksa tetap berlangsung,
pada akhirnya hanya akan menimbulkan ketidakrukunan.

Perceraian hanya dapat dilakukan, apabila telah memenuhi salah satu dari seluruh alasan di
atas. Dalam psal 39 ayat (2), Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa untuk melakukan
perceraian harus ada alasan yang dapat membuktikan, jika sepasang suami-istri tidak dapat lagi
hidup rukun sebagaimana mestinya. Ketika upaya perceraian sudah bulat hendak dilaksanakan
maka pemilihan alasan, terlepas dari alasan yang sesungguhnya, sangat menentukan proses
terjadinya perceraian. Serta akibat hukum dari perceraian itu sendiri.

Untuk alasan salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya (sukar disembuhkan), pada umumnya akan mempengaruhi keputusan penjatuhan
hak asuh anak, yang akan dilakukan oleh Majelis Hakim. Meskipun pada umumnya hak asuh
anak yang di bawah umur 12 tahun akan jatuh kepada pihak ibu, namun apabila dalam
persidangan pihak istri terbukti melakukan perzinaan, hak asuh anak tersebut justru akan jatuh
kepada pihak bapak. Sebab seorang istri yang telah terbukti melakukan indakan amoral
(berzina), di mata hukum tidak layak dipercaya untuk mengasuh dan mendidik anak. Hal inipun
bisa saja terjadi apabila alasa perceraiannya adalah, jika sami atu istri memiliki kebiasaan
buruklainnya seperti pemadat, pemabuk, ataupun memiliki kecenderungan untuk melakukan
kekerasan, yang dihawatirkan dapat mengancam jiwa anak.
12

Faktor Utama Penyebab Perceraian

Secara singkat ada beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian, yaitu:

1. Perselingkuhan
2. Kurangnya komunikasi
3. Ekonomi
4. Tidak mau mengalah
5. Campur tangan orang tua
6. Perbedaan prinsip dan keyakinan
7. Romantisme meredup
8. Konflik peran
9. Perbedaan besar dalam perkawinan
10. Seks
11. Kurangnya kepercayaan atau rasa tidak aman
12. Kurangnya kematangan
13. Perilaku kriminal dan penjara untuk kejahatan
14. Perbedaan tujuan pribadi dan karir
15. Masalah keuangan
16. Ketidak kesetiaan
17. Ketidak cocokan intelektual
18. Ketidak cocokan sekssual
19. Konversi agama atau keyakinan

Tahun Dimana Rawan Terjadinya Perceraian

Sesungguhnya setiap saat setelah bulan madu adalah merupakan periode yang rawan bagi
setiap pasangan pernikahan. Untuk itulah diperlukan kewaspadaan, diperlukan komitmen dan
kesungguh-sungguhan bagi setiap pasangan nikah untuk saling memupuk , memelihara dan
saling membahagiakan.  Sesungguhnya ada tiga Periode  dalam pernikahan  yang memiliki
tingkat kerawanan  melebihi tahun-tahun yang lain,  hal ini dikarenakan  memuncaknya
perbedaan yang menyerap lebih banyak energi pasangan nikah untuk saling menyesuaikan diri.

Adapun tiga periode yang sesungguhnya kita patut sadari dan waspadai, dan patut kita
antisipasi itu adalah :

1) Periode usia nikah 1-5 tahun


13

adalah  periode dimana  fondasi pernikahan  sesungguhnya  belum cukup kuat.  Dan justru pada
usia 1-4 tahun itu  tuntutan  untuk saling mencocokan dan menyesuaikan diri itu menyedot
begitu banyak energi pasangan suami istri yang masih baru ini.  Mereka dituntut sanggup
menyesuaikan diri dengan pasangannya, dengan mertua dengan saudara ipar, dengan kerabat,
dan dengan pekerjaan atau karier. Bila mereka sukses dalam saling menyesuaikan diri akan
menjadi keluarga yang semakin kokoh. Namu bila mereka gagal untuk  menyesuaikan diri hal itu
akan menyebabkan problema semakin meruncing dan tidak terselesaikan atau perceraian.

2) Periode Puber kedua atau Usia Parobaya

yaitu  periode usia pernikahan 15-20 tahun. Adalah  periode dimana usia masing masing suami
istri  antara 40-50 tahun. Apa yang sesungguhnya terjadi yang menyebabkan perkawinan
menghadapi usia kritis  pada periode ini? Anak-anak mulai menginjak usia remaja, dan
kenakalan remaja seringkali menyebabkan perbedaan cara didik dan cara mendisiplin anak
yang mengakibatkan perbedaan semakin tajam antara suami istri, disinilah krisis yang baru
dimulai. Bukan itu saja saat ini karir biasanya sudah mantap, keuangan mantap, dan biasanya
orang tua dan  mertua yang mengawasi kita sudah mulai meninggal, disaat yang sama
hubungan suami istri biasanya mulai merenggang karena istri mulai masuk masa menopause
dan suami memasuki masa puber kedua. Dan disinilah terjadi banyak godaan perselingkuhan.

3) Masa Pensiun atau disebut juga masa sarang kosong

yaitu periode 30-35 tahun usia pernikahan. Masa dimana anak-anak pada umumnya sudah
menikah dan meninggalkan rumah. Pasangan suami istri yang selama ini belum biasa saling
memaafkan, menghargai dan menyesuaikan diri dengan baik maka saat memasuki masa
pensiun dan harus tinggal berduaan selama 24 jam sehari merupakan suatu kesulitan besar
yang mengakibatkan pasangan semakin menjauh diusia senja.

 pemilihan waktu

Jadi , kapan waktu terbaik untuk memberitahu anak-anak Anda tentang perceraian ? Memilih
waktu yang tepat dapat menjadi sedikit rumit . Percakapan Anda akan memiliki dengan anak
Anda tidak dapat bergegas naik . Dengan demikian , memilih waktu dimana Anda berdua
memiliki cukup waktu dan anak-anak Anda gratis juga. Setelah Anda memberitahu mereka
tentang perceraian , itu hanya akan menyebabkan pergolakan emosi . Jadi , memilih hari ketika
anak-anak Anda tidak memiliki sekolah atau tidak memiliki kegiatan ekstra kurikuler lainnya
untuk menghadiri . Kedua Anda perlu menempatkan perbedaan Anda ke samping dan
memberikan anak-anak Anda perhatian penuh , ketika mereka mencoba untuk mengasimilasi
berita, Mereka juga perlu berurusan dengan ide pemisahan seperti halnya yang Anda lakukan.
14

 Korban dari Perceraian Suami Dan istri

 Anak menjadi korban

Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan untuk bercerai.
Anak dapat merasa ketakutan karena kehilangan sosok ayah atau ibu mereka, takut kehilangan
kasih sayang orang tua yang kini tidak tinggal serumah. Mungkin juga mereka merasa bersalah
dan menganggap diri mereka sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah akan menurun
atau mereka jadi lebih sering untuk menyendiri.

Anak-anak yang sedikit lebih besar bisa pula merasa terjepit di antara ayah dan ibu mereka.
Salah satu atau kedua orang tua yang telah berpisah mungkin menaruh curiga bahwa mantan
pasangan hidupnya tersebut mempengaruhi sang anak agar membencinya. Ini dapat mebuat
anak menjadi serba salah, sehingga mereka tidak terbuka termasuk dalam masalah-masalah
besar yang dihadapi ketika mereka remaja. Sebagai pelarian yang buruk, anak-anak bisa terlibat
dalam pergaulan yang buruk, narkoba, atau hal negatif lain yang bisa merugikan.

 Dampak untuk orang tua

Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga mungkin terkena imbas dari
keputusan untuk bercerai. Sebagai orang tua, mereka dapat saja merasa takut anak mereka
yang bercerai akan menderita karena perceraian ini atau merasa risih dengan pergunjingan
orang-orang.

Beberapa orang tua dari pasangan yang bercerai akhirnya harus membantu membesarkan cucu
mereka karena ketidaksanggupan dari pasangan yang bercerai untuk memenuhi kebutuhan
anak-anaknya.

Perceraian bukan hanya keputusan itu hanya mempengaruhi pernikahan dari dua orang , tetapi
, juga memiliki dampak yang kuat pada keluarga mereka . Mari kita memahami setelah
matematika dari perceraian pada anggota keluarga .
Sampai kematian perceraian memisahkan kita .

Tapi mengapa pernikahan gagal ? Ketidakbahagiaan dalam kehidupan pernikahan pasangan


mungkin telah dikembangkan karena masalah perilaku atau sikap , mengatakan salah satu mitra
agresif , workaholic , pezina , memiliki alkohol atau kecanduan obat atau telah menimbulkan
kekerasan fisik atau emosional pada keluarga . Setiap situasi ini dapat menciptakan banyak
stres dalam pernikahan serta orang-orang yang terpengaruh olehnya . Pada akhirnya ,
15

perceraian merupakan pengalaman emosional yang menyakitkan bagi semua yang terlibat ,
terutama anak-anak .

 Pengaruh Perceraian pada Keluarga

Perceraian datang dengan stres. Hal ini secara hukum mendokumentasikan bahwa dua orang
gagal menyelamatkan pernikahan mereka dan renggang . Bagaimana jika anak-anak yang
terlibat dalam campuran itu? Jika orang tua Anda tertekan oleh keputusan yang Anda telah
memutuskan untuk meninggalkan pasangan Anda , mereka mungkin dapat mengatasinya telah
memiliki pengalaman hidup yang kuat . Tapi , bagaimana dengan anak-anak kecil yang
mengatakan bahwa ibu dan ayah yang putus ketika mereka bahkan belum benar-benar
mengalami dunia . Nah dalam semua kejujuran , pernikahan seharusnya tidak pernah datang
dengan kalimat ” Jika Anda bertindak jahat , aku akan meninggalkan engkau. ” Namun , bagi
sebagian orang, perceraian sering terbukti menjadi pelarian dari neraka.

Berikut adalah beberapa pengalaman dari pria dan wanita dalam perceraian.

Untuk wanita:

Perempuan mengajukan perceraian dua kali sesering pria

90% dari ibu bercerai memiliki hak asuh anak-anak mereka (bahkan jika mereka tidak
menerimanya di pengadilan)

60% dari orang di bawah pedoman kemiskinan adalah perempuan yang bercerai dan anak-anak

Ibu tunggal mendukung hingga empat anak pada pendapatan tahunan rata-rata

65% bercerai ibu tidak menerima tunjangan anak (gambar berdasarkan semua anak-anak yang
bisa memenuhi syarat, termasuk orang tua yang tidak pernah menikah, ketika ayah memiliki
hak asuh, dan orang tua tanpa perintah pengadilan); 75% menerima dukungan anak
diperintahkan pengadilan (dan meningkat sejak awal pedoman dukungan anak seragam,
pemotongan wajib dan suspensi perpanjangan izin)

Setelah bercerai, wanita mengalami stres kurang dan penyesuaian yang lebih baik secara umum
daripada pria. Alasan untuk ini adalah bahwa (1) perempuan lebih mungkin untuk mengalami
masalah perkawinan dan merasa lega ketika masalah tersebut berakhir, (2) perempuan lebih
mungkin dibandingkan pria untuk mengandalkan sistem dukungan sosial dan bantuan dari
orang lain, dan (3) perempuan lebih mungkin untuk mengalami peningkatan harga diri ketika
mereka bercerai dan menambahkan peran baru untuk kehidupan mereka.
16

Wanita yang bekerja dan menempatkan anak-anak mereka dalam perawatan anak mengalami
stigma lebih besar daripada laki-laki dalam posisi yang sama. Pria di posisi yang sama sering
menarik dukungan dan kasih sayang.

Untuk pria:

Pria biasanya dihadapkan dengan masalah penyesuaian emosional yang lebih besar daripada
wanita. Alasan untuk ini terkait dengan hilangnya keintiman, hilangnya koneksi sosial,
mengurangi keuangan, dan gangguan umum dari peran orang tua.

Pria menikah lagi lebih cepat daripada wanita.

Dibandingkan dengan “ayah pecundang,” orang-orang yang telah berbagi pengasuhan (hak
asuh hukum bersama), cukup waktu dengan anak-anak mereka, dan pemahaman dan tanggung
jawab langsung untuk kegiatan dan biaya anak-anak tetap terlibat dalam kehidupan anak-anak
mereka dan berada di lebih besar sesuai dengan kewajiban tunjangan anak. Ada juga kepuasan
yang lebih besar dengan jumlah tunjangan anak ketika dinegosiasikan dalam mediasi. Anggaran
dipersiapkan, dan tanggung jawab dibagi dengan cara yang orang tua memahami.

Pria awalnya lebih negatif tentang perceraian daripada wanita dan mencurahkan lebih banyak
energi dalam upaya untuk menyelamatkan pernikahan.

Pengaruh Perceraian pada Anak

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian berkualitas tinggi yang telah memungkinkan “meta-
analisis” dari penelitian yang dipublikasikan sebelumnya, telah menunjukkan efek negatif dari
perceraian pada anak-anak telah sangat dibesar-besarkan. Di masa lalu kita membaca bahwa
anak-anak dari perceraian menderita depresi, gagal di sekolah, dan mendapat masalah dengan
hukum. Anak-anak dengan gangguan depresi dan perilaku menunjukkan indikasi masalah
tersebut predivorce karena ada predivorce konflik orangtua. Para peneliti sekarang melihat
konflik, daripada jadwal perceraian atau perumahan, sebagai satu faktor penentu yang paling
penting dalam penyesuaian pasca-perceraian anak-anak. Anak-anak yang berhasil setelah
perceraian, memiliki orang tua yang dapat berkomunikasi secara efektif dan bekerja sama
dengan orang tua.

Sebenarnya, reaksi psikologis anak-anak untuk perceraian orangtua mereka bervariasi dalam
derajat tergantung pada tiga faktor: kualitas hubungan mereka dengan masing-masing orang
tua mereka sebelum pemisahan, intensitas dan durasi konflik orangtua, dan kemampuan orang
tua untuk fokus pada kebutuhan anak-anak dalam perceraian mereka.

Studi menunjukkan anak laki-laki yang lebih tua memiliki masalah penyesuaian sosial dan
akademik yang lebih besar dibandingkan anak perempuan. Bukti baru menunjukkan bahwa
17

ketika anak-anak memiliki waktu yang sulit, anak laki-laki dan perempuan sama-sama
menderita; mereka hanya berbeda dalam bagaimana mereka menderita. Anak laki-laki lebih
eksternal gejala dibandingkan anak perempuan, mereka bertindak keluar kemarahan mereka,
frustrasi dan sakit hati. Mereka mungkin mendapat masalah di sekolah, berjuang lebih dengan
teman sebaya dan orang tua. Anak perempuan cenderung menginternalisasi kesusahan
mereka. Mereka mungkin menjadi depresi, mengembangkan sakit kepala atau sakit perut, dan
memiliki perubahan makan dan tidur pola mereka.

Penurunan pendapatan orang tua sering disebabkan oleh pendapatan yang sama sekarang
mendukung dua rumah tangga secara langsung mempengaruhi anak-anak dari waktu ke waktu
dalam hal nutrisi yang tepat, keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler, pakaian (tidak ada
jins desainer lebih dan sepatu mewah), dan pilihan sekolah. Kadang-kadang orang tua yang
telah tinggal di rumah dengan anak-anak dipaksa ke tempat kerja dan anak-anak mengalami
peningkatan dalam waktu dalam perawatan anak.

Lanjutan keterlibatan seorang anak dengan kedua orang tuanya memungkinkan untuk
hubungan yang realistis dan seimbang baik di masa depan. Anak-anak belajar bagaimana
menjadi dalam hubungan dengan hubungan mereka dengan orang tua mereka. Jika mereka
aman dalam hubungan mereka dengan orang tua mereka, kemungkinan mereka akan
beradaptasi dengan baik untuk berbagai jadwal berbagi waktu-dan pengalaman keamanan dan
kepuasan dalam hubungan intim mereka di masa dewasa. Dalam situasi yang khas di mana ibu
memiliki hak asuh anak-anak, ayah yang terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka juga ayah
yang anaknya dukungan dibayar dan yang berkontribusi terhadap biaya yang luar biasa bagi
seorang anak: hal seperti sepak bola, pelajaran musik, gaun prom, atau perjalanan kelas khusus.
Salah satu faktor penting yang memberikan kontribusi untuk kualitas dan kuantitas keterlibatan
ayah dalam kehidupan anak adalah sikap ibu terhadap hubungan anak dengan ayah. Ketika
ayah meninggalkan pernikahan dan menarik diri dari peran orangtua mereka juga, mereka
melaporkan konflik dengan ibunya sebagai alasan utama.

Dampak dari ayah atau kehilangan ibunya tidak mungkin berkurang dengan pengenalan orang
tua tiri. Tidak ada yang bisa menggantikan ibu atau ayah. Dan tidak ada yang bisa
menghilangkan rasa sakit bahwa anak merasa ketika orangtua memutuskan untuk menarik diri
dari kehidupan mereka. Sebelum memulai sebuah keluarga baru, mendorong klien untuk
melakukan beberapa bacaan pada mitos umum langkah keluarga. Seringkali orang tua
menganggap bahwa setelah menikah kembali dengan “kita semua akan hidup sebagai satu
keluarga besar.” Hubungan langkah keluarga perlu dinegosiasikan, harapan harus diungkapkan,
peran perlu didefinisikan, tujuan yang realistis perlu ditetapkan.

Kebanyakan remaja (dan orang tua mereka) akhirnya menyesuaikan diri dengan menceraikan
dan menganggapnya sebagai telah tindakan konstruktif, tetapi sepertiga tidak. Dalam contoh-
contoh, turbulensi dari fase perceraian (bagaimana permusuhan pertempuran itu), telah
terbukti memainkan peran penting dalam menciptakan reaksi yang tidak sehat pada remaja
yang terkena dampak.
18

Dampak perceraian pada anak

Perceraian berhubungan dengan stres hal ini secara umum digambarkan bahwa dua orang
gagal menyelamatkan pernikahan mereka dan berdiri secara terpisah. Efek perceraian biasanya
menyebabkan trauma. Salah satu transisi dalam kehidupan seorang anak adalah melihat orang
tua mereka bercerai. Sementara dampak perceraian dapat berbeda pada anak sesuai tahap
perkembangan mereka meliputi usia jenis kelamin. Penelitian telah menunjukkan bahwa telah
dilakukan upaya rekonsusilasi keluarga kebanyakan anak menderita elama dan setelah proses
perceraian. Jika perceraian orang tua dapat menyebabkan anak merasa seolah-olah kehilangan
stabilitas, keamanan dan dunia mereka menjadi berantakan dan anak juga mesa tidak dicintai
oleh orang tuanya dari dampak sebuah perceraian akibatnya anak menampilkan berbagai
perubahan pola perilaku karena mengalami evek traumatis paska perceraian. Ini mulai dari
kesulitan tidur dan tindakan yang berbahaya seperti kekerasan penyalaan kegunaan obat dan
bahkan bunuh diri dan anak dapat menjadi cengeng agar membutuhkan perhatian besar dalam
pemahaman seperti anak membutuhkan pengasuhan emosional yang lebih besar kemampuan
keluarga untuk mengatasi perceraian.

Dampak perceraian terhadap psikologi pada anak

Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan

Anak merasa tercepit di tengah-tengah. Karena anak sangat sulit untuk memilih papah atau
mamah

Anak sering kali merasa bersalah

Kalau kedua orang tuannya sedang bertengkar itu memungkinkan anak bisa membenci salah
satu orang tuanya

Dalam rumah tangga yang tidak sehat dan bermasalah penuh pertengkaran dapat
memunculkan kategori anak, anak menjadi pemberontak prustasi mempunyai kemarahan.

Anak korban perceraian gampang marah karena mereka terlalu sering melihat orang tua
mereka bertengkar namun kemarahan itu bisa muncul karena Dia harus hidup dalam
ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam ketegangan, Dia harus kehilangan hidup yang
tentram yang hangat dia jadi marah pada orang tuannya. Waktu orang tua bercerai anak tinggal
dengan mamahnya, itu ada yang terhilang diri anak yakni figur otoritas, figur ayah begitu pun
juga anak yang sedih mengurung menjadi depresi anak juga bisa kehilangan identitas sosialnya.

Pengaruh negatif perceraian terhadap perkembangan dan pendidikan anak

Kasus perceraian, apapun alasannya, merupakan “malapetaka” bagi anak. Anak tidak akan
dapat lagi menikmati kasih sayang orang tua secara bersamaan yang sangat penting bagi
pertumbuhan mentalnya, tidak jarang pecahnya rumah tangga mengakibatkan terlantarnya
19

pengasuhan anak. Itulah sebabnya dalam ajaran Islam perceraian harus dihindarkan sedapat
mungkin bahkan merupakan perbuatan yang paling dibenci Allah SWT.

Bagi anak-anak yang dilahirkan, perceraian orang tuanya merupakan hal yang akan
mengguncang kehidupannya dan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan
perkembangannya termasuk berpengaruh besar terhadap pendidikannya, sehingga biasanya
aanak-anak adalah pihak yang paling menderita dengan terjadinya perceraian orang tuanya.”

Di antara dampak negatif  dari kasus perceraian terhadap pendidikan dan perkembangan anak
dapat disimpulkan sebagai berikut:

Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan tuntutan pendidikan orang tua,
terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi
permasalahan mereka.

Kebutuhan fisik maupun psikis anak menjadi tidak terpenuhi, keinginan harapan anak-anak
tidak tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.

Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup
susila. Mereka tidak dibiasakan untuk disiplin dan kontrol diri yang baik.

Perceraian orang tua diperkirakan mempengaruhi prestasi belajar anak, baik dalam bidang studi
agama maupun dalam bidang yang lain. Salah satu fungsi dan tanggung jawab orang tua yang
mendasar terhadap anak adalah memperhatikan pendidikannya dengan serius. Memperhatikan
pendidikan anak, bukan hanya sebatas memenuhi perlengkapan belajar anak atau biaya yang
dibutuhkan, melainkan yang terpenting adalah memberikan bimbingan dan pengarahan serta
motivasi kepada anak, agar anak berprestasi dalam belajar. Oleh karena itu kedua orang tua
bertanggungjawab dalam memperhatikan pendidikan anak, baik perlengkapan kebutuhan
sekolah atau belajar maupun dalam kegiatan belajar anak. jika orang tua bercerai maka
perhatian terhadap pendidikan anak akan terabaikan.

Menurut Sanchez perceraian dapat meningkatkan kenakalan anak-anak, meningkatkan jumlah


anak-anak yang mengalami gangguan emosional dan mental, penyalahgunaan obat bius dan
alkohol di kalangan anak-anak belasan tahun serta anak-anak perempuan muda yang menjadi
ibu diluar nikah.

Mempengaruhi pembentukan kepribadian anak

Suhendi. menjelaskan bahwa dalam pembentukan kepribadian anak faktor yang paling
menentukan adalah keteladanan orang tua. Kehadiran orang tua atau orang-orang dewasa
dalam keluarga mempunyai fungsi pendidikan yang pertama. Proses sosialisasi oleh anak
dilakukan dengan cara meniru tingkah laku dan tutur kata orang-orang dewasa yang berada
dalam lingkungan terdekatnya.
20

Itulah di antaranya dampak-dampak negatif kasus perceraian yang mempunyai andil besar
terhadap perkembangan dan pendidikan anak. hal tersebut tentunya perlu mendapatkan
perhatian lebih terutama oleh kedua orang tua yang hendak ataupun sudah bercerai. Orang tua
seharusnya tidak hanya memperhatikan kebutuhan pribadi saja tanpa memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan anak yang harus dipenuhi, karena dampak tersebut tidak hanya
berpengaruh sesaat saja akan tetapi berlangsung selama hidup anak.

Psikologi Anak Perceraian

Banyak penelitian telah dilakukan pada Psikologi Anak Perceraian. Berikut adalah daftar temuan
yang luar biasa selama dekade terakhir. Mereka pergi dengan beberapa keyakinan umum
diterima tentang Anak-anak dan Perceraian.

efek jangka panjang

Anak-anak bisa menderita perceraian pada jangka panjang. Hal ini terjadi bahwa efek
permukaan hanya beberapa tahun setelah perceraian.
(Pesan hingga Wallerstein 1991)

ayah Absen

Anak-anak dalam keluarga tanpa ayah menderita lebih sering dari satu atau lebih gangguan ini:
Anak Perilaku Disorder, antisosial Personality Disorder dan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder. Sebuah ayah tiri tidak membantu.

baik psikologis menjadi anak dari perceraian

Anak-anak pengalaman perceraian konsekuensi psikologis yang serius negatif sebelum, selama
dan setelah perceraian. Konsekuensi Psikologi Anak Perceraian ini tidak tergantung pada
kondisi keluarga sebelum perceraian.

komitmen rendah untuk sebuah pernikahan

Banyak penelitian melaporkan tingkat perceraian lebih tinggi di antara anak-anak dari
perceraian (hampir dua kali lebih tinggi). Hal ini terutama karena komitmen yang lebih rendah
untuk pernikahan dan keterampilan hubungan yang lebih rendah.(Pesan hingga Heatherington,
2004)

anak remaja perceraian lebih mungkin untuk memiliki anak.

Mereka memiliki tarif kenakalan yang lebih tinggi dan lebih mungkin melakukan hubungan seks
ketika sangat muda.
21

Depresi dan kecemasan

Anak-anak dari perceraian secara signifikan lebih sering menjadi korban depresi atau
kecemasan baik ke usia dua puluhan. Kecemasan bahkan dapat mengakibatkan Anxiety
Disorder, kemungkinan hasil Perceraian Psikologi Anak lain.

Kematian atau Perceraian

Anak-anak dari keluarga berantakan memiliki masalah psikologis lebih anak-anak dari rumah
terganggu oleh kematian ayah mereka.

Masalah kesehatan

Anak-anak dari perceraian yang ditemukan memiliki cedera lebih, pidato cacat, asma dan sakit
kepala. Ketika hidup dengan ibunya bercerai, mereka cenderung memiliki lebih banyak bantuan
profesional dengan masalah perilaku dan emosional.

hubungan yang buruk dengan orang tua mereka bercerai

Anak-anak dari keluarga yang rusak di usia 18-22 dua kali lebih mungkin untuk memiliki
hubungan yang buruk dengan orang tua mereka. Mereka menampilkan tingkat tinggi tekanan
emosional atau perilaku masalah. Banyak dari mereka mendapatkan bantuan psikologis. “Zill
menemukan efek perceraian masih terlihat 12 sampai 22 tahun setelah perpisahan itu.
Dampaknya dapat ditemukan setelah 12 sampai 22 setelah perceraian.

 oposisi Defiance Disorder

Beberapa anak dari perceraian menderita gangguan pembangkangan oposisi (ODD) Anak-anak
ini menampilkan pola berkelanjutan dari perilaku tidak kooperatif, menantang, dan
bermusuhan terhadap orang tua mereka. Perilaku mengganggu hari anak muda untuk hari
berfungsi.

 masalah Perilaku: lebih dan lebih buruk

Ada masalah signifikan lebih perilaku dengan anak-anak dalam keluarga bahagia. Masalah
perilaku dalam kelompok ini adalah lebih buruk juga.

Agresi

Sejumlah penelitian tentang Psikologi Anak Perceraian menemukan anak-anak dari perceraian
yang lebih agresif dibandingkan dengan anak dari pasangan menikah.
22

Kesepian dan bahagia

Judith Wallerstein menemukan banyak anak-anak dari orang tua bercerai berperilaku impulsif
dan mudah marah. Mereka ditarik lebih sosial dan sebagai hasilnya, mereka merasa lebih
kesepian, tidak aman, cemas dan gelisah. Tidak hanya tepat setelah perceraian, tetapi juga 6
tahun kemudian.

 Disiplin Anak

Disiplin anak lebih rendah dalam keluarga dengan orang tua dengan masalah perkawinan tetapi
termurah dengan anak-anak yang hidup dengan ibu yang tidak menikah mereka.

 Ketidakpatuhan

Penelitian tentang Psikologi Anak Perceraian menemukan bahwa anak-anak dari perceraian
kurang taat kepada orang tua mereka bercerai.

Sebuah pernikahan baru tidak meningkatkan kesejahteraan psikologis remaja

Fungsi terganggu remaja adalah umum di antara remaja di keluarga tiri dan pada remaja dari
keluarga orang tua tunggal. Tapi terjadi apalagi dalam keluarga menikah normal.

 Bunuh Diri

Ada tingkat bunuh diri yang lebih tinggi untuk anak-anak dari perceraian dibandingkan anak-
anak dari keluarga yang normal. Tidak ada korelasi ditemukan antara kematian orang tua dan
bunuh diri dari seorang anak. Bunuh diri tampaknya dipicu oleh ditolak oleh orang tua.

 cacat Belajar

Analisis sembilan tahun data perceraian psikologi anak di Australia, meluncurkan bahwa
perempuan yang belum menikah, janda dan bercerai atau berpisah perempuan lebih mungkin
23

untuk memiliki anak dengan cacat intelektual moderat daripada mereka yang menikah. Para
peneliti berpikir itu ada hubungannya dengan kerugian sosial mereka.

 Prestasi Akademik

Cenderung lebih rendah di antara anak-anak dari perceraian.

 Sleeper Effect

Yang disebut “efek tidur” tendangan pada anak-anak dari perceraian pada usia lanjut.
Kebanyakan anak laki-laki muda cenderung untuk mengekspresikan emosi dan frustrasi mereka
dengan bebas. Emosi mereka memudar. Gadis-gadis muda Namun, menjaga emosi mereka
secara internal lebih sering. Mereka tidak berurusan dengan mereka. Emosi mereka tetap
dalam dan mereka muncul ketika mereka dewasa. Biasanya, ini terjadi dalam periode di mana
mereka membuat keputusan penting untuk kehidupan mereka selama bertahun-tahun yang
akan datang. Mereka inconsiously dipengaruhi oleh kecemasan dan ketakutan yang dihasilkan
dari perceraian orang tua mereka lama.

 Merasa tidak aman

Secara umum, anak-anak dari perceraian merasa emosional tidak aman sebagai seorang anak. 6
anak dari 10 anak-anak dari keluarga broken merasa tidak aman dan hanya 2 dari 10 untuk
keluarga menikah.

Anak-anak merasa tidak berada di pusat dari keluarga broken

Ini penting untuk 67 persen anak-anak dari keluarga yang bercerai dan hanya 33 persen anak-
anak dari keluarga utuh.

 Merasa kesepian

Anak-anak dari keluarga yang bercerai melaporkan mereka 6 kali lebih mungkin untuk merasa
sendirian sebagai seorang anak.

Ketika membutuhkan hiburan, mereka tidak pergi ke orang tua merekaIni penting untuk 68
persen anak-anak dari keluarga yang bercerai dan hanya 32 persen anak-anak dari keluarga
utuh.

Remaja memiliki tujuan mereka sendiri dan mencoba untuk mempertahankan identitas mereka

Mereka sering mengikuti psikologi anak strategi perceraian seperti ini:


24

mereka menjauhkan diri informasi dari salah satu orang tua sehingga mereka tidak dihukum
atau untuk meningkatkan hubungan mereka dengan orang tua lainnya. Mereka mahal
menggunakan komunikasi terbatas antara orang tua mereka.

ketika orang tua mencoba untuk menggunakan remaja mereka sebagai utusan antara mereka,
remaja akan menggunakan ini dalam keuntungannya. Dia memilih pesan yang ingin
disampaikan. Ia akan membuat beberapa perubahan untuk beberapa pesan untuk
mendapatkan keuntungan dari itu

tinggal di rumah orang tua menuntut setidaknya. Ini adalah cara mudah untuk pergi dari situasi
yang tidak diinginkan. Kadang-kadang untuk menghukum salah satu orang tua melarang salah
satu orang tua dari hidupnya. Anak-anak dari perceraian tidak mendapatkan keuntungan dari
hak asuh fisik Joint Bertentangan dengan apa yang dianggap sebelumnya, hak asuh fisik
bersama tidak menguntungkan anak-anak. Namun, itu tidak merusak mereka baik.

 Pandangan anak terhadap perceraian orang tua

Perceraian bagi anak adalah tanda kematian keutuhan keluarganya rasanya separuh diri anak
telah hilang hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus
menerima kesedihan dan persaan kehilangan yang mendalam contohnya anak harus
memendam rasa rindu yang mendalam terhadap ayah atau ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal
bersamanya lagi. Seperti yang dijelaskan dalam artikel yang sudak ada, anak harus
menyesuaikan terhadap perceraian kedua orang tuanya. Salah satu faktor penentu terbesar
dalam seberapa baik anak-anak menyesuaikan diri dengan perceraian adalah seberapa baik
orang tua menyesuaikan diri dengan perceraian. Anak-anak akan melihat ke orang tua mereka
untuk tanda-tanda bahwa keluarga dapat dan akan melewati ini. Oleh karena itu, orang tua
perlu panutan cara yang tepat dan sehat untuk berurusan dengan banyak perasaan yang
mengelilingi perceraian. Orang tua juga dapat bekerja untuk membangun kembali rasa keluarga
melalui penyediaan konsistensi dan struktur. Intinya, pilihan yang Anda buat dapat dan akan
sangat berdampak pada kehidupan anak-anak Anda. Pilihan positif akan melayani anak-anak
Anda jauh lebih baik.

Pada artikel juga sudah diterangkan dan dapat disimpulkan bahwa di antara dampak negatif 
dari kasus perceraian terhadap pendidikan dan perkembangan anak dapat disimpulkan sebagai
berikut:

Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan tuntutan pendidikan orang tua,
terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi
permasalahan mereka.

Kebutuhan fisik maupun psikis anak menjadi tidak terpenuhi, keinginan harapan anak-anak
tidak tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.
25

Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup
susila. Mereka tidak dibiasakan untuk disiplin dan kontrol diri yang baik.

Perceraian orang tua diperkirakan mempengaruhi prestasi belajar anak, baik dalam bidang studi
agama maupun dalam bidang yang lain. Salah satu fungsi dan tanggung jawab orang tua yang
mendasar terhadap anak adalah memperhatikan pendidikannya dengan serius. Memperhatikan
pendidikan anak, bukan hanya sebatas memenuhi perlengkapan belajar anak atau biaya yang
dibutuhkan, melainkan yang terpenting adalah memberikan bimbingan dan pengarahan serta
motivasi kepada anak, agar anak berprestasi dalam belajar. Oleh karena itu kedua orang tua
bertanggungjawab dalam memperhatikan pendidikan anak, baik perlengkapan kebutuhan
sekolah atau belajar maupun dalam kegiatan belajar anak. jika orang tua bercerai maka
perhatian terhadap pendidikan anak akan terabaikan.

Menurut Sanchez perceraian dapat meningkatkan kenakalan anak-anak, meningkatkan jumlah


anak-anak yang mengalami gangguan emosional dan mental, penyalahgunaan obat bius dan
alkohol di kalangan anak-anak belasan tahun serta anak-anak perempuan muda yang menjadi
ibu diluar nikah.

Mempengaruhi pembentukan kepribadian anak

Suhendi (2001:98) menjelaskan bahwa dalam pembentukan kepribadian anak faktor yang
paling menentukan adalah keteladanan orang tua. Kehadiran orang tua atau orang-orang
dewasa dalam keluarga mempunyai fungsi pendidikan yang pertama. Proses sosialisasi oleh
anak dilakukan dengan cara meniru tingkah laku dan tutur kata orang-orang dewasa yang
berada dalam lingkungan terdekatnya.

Dampak Perceraian Bagi Remaja

Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat mereka kaget sekaligus terganggu.
Masalah yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa dikatakan tidak ada
karena ini sifatnya fisikis, namun ada juga berpengaruh pada fisik setelah si remaja tersebut
mengalami beberapa akibat dari tidak terkendalinya sikis atau keperibadiannya yang tidak
terjaga dengan baik, salah satu contoh si remaja karena seringkali meminum-minuman
beralkohol maka lambat laun si remaja akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh
yang akhirnya menimbulkan sakit.

Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi psikologi remaja untuk keberlangsungan


kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja yang penting untuk dipenuhi yaitu:

1. Kebutuhan akan adanya kasih sayang


2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri
4. Kebutuhan untuk berprestasi
5. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
26

6. Kebutuhan untuk dihargai


7. Kebutuhan untuk memperoleh palsafah hidup yang utuh

Kehidupan mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata,
seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan teman sebaya, apa yang harus dilakukan dengan
seks atau narkoba, ataupun isu-isu kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat, baju yang akan
dikenakan, atau guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit mengendalikan
kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu dengan kehidupan orangtua yang
mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki ruang atau waktu lagi terhadap gangguan
perceraian orangtua dalam kehidupan mereka.

Selain itu, remaja secara psikologis sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih
bergantung pada orangtua, saat ini mereka memiliki suara batin kuat yang memberitahu
mereka untuk menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap
bergantung tidak sesuai lagi untuk rasa aman dan kesejahteraan diri mereka.

 Dampak positif

Selain dampak negatif, ada juga dampak positifnya. Berikut dampak positif bagi anak

 Anak bisa lebih mandiri.


 Anak akan lebih tergerak melakukan segala sesuatu sendiri, misalnya berangkat sekolah
sendiri, menyiapkan sarapan sendiri, dan sebagainya.
 Anak mempunyai kemampuan bertahan (survive) karena terlatih untuk mendapatkan
sesuatu dalam hidup bukan hal yang mudah.
 Beberapa anak menjadi kuat danh lebih bangkit.

Pengalaman traumatik dapat menjadikan anak lebih tangguh, berkepribadian  matang atau
sebaliknya.

Perceraian memperkenalkan perubahan besar-besaran dalam kehidupan seorang anak laki-laki


atau perempuan tidak peduli apa usia. Menyaksikan hilangnya cinta antara orang tua, memiliki
orang tua istirahat komitmen pernikahan mereka, menyesuaikan diri dengan pergi bolak-balik
antara dua rumah tangga yang berbeda, dan tidak adanya harian salah satu orang tua ketika
tinggal dengan lainnya, semua membuat keadaan keluarga baru yang menantang di mana
untuk hidup. Dalam sejarah pribadi dari laki-laki atau perempuan, perceraian orangtua adalah
peristiwa DAS. Hidup yang mengikuti secara signifikan berubah dari bagaimana kehidupan
sebelumnya.
Agak tanggapan yang berbeda untuk pergantian menyakitkan ini peristiwa terjadi jika laki-laki
atau perempuan masih dalam masa kanak-kanak atau telah memasuki masa remaja. Pada
dasarnya, perceraian cenderung untuk mengintensifkan ketergantungan anak dan cenderung
mempercepat kemerdekaan remaja; sering memunculkan respon yang lebih regresif pada anak
dan respon yang lebih agresif dalam remaja. Pertimbangkan mengapa variasi ini mungkin
begitu.
27

Dunia anak adalah salah satu tergantung, berhubungan erat dengan orang tua yang disukai
teman, sangat bergantung pada perawatan orang tua, dengan keluarga lokus utama dari
kehidupan sosial seseorang. Dunia remaja adalah salah satu lebih mandiri, lebih terpisah dan
jauh dari orang tua, lebih mandiri, di mana teman-teman telah menjadi sahabat disukai, dan di
mana lokus utama dari kehidupan sosial seseorang sekarang meluas di luar keluarga ke dalam
dunia yang lebih besar dari pengalaman hidup.Untuk anak-anak, getar perceraian kepercayaan
ketergantungan pada orang tua yang sekarang berperilaku dalam cara yang sangat dipercaya.
Mereka pembedahan membagi unit keluarga menjadi dua rumah tangga yang berbeda antara
yang anak harus belajar untuk angkutan bolak-balik, untuk sementara menciptakan pahaman,
ketidakstabilan, dan ketidakamanan, tidak pernah bisa bersama salah satu orang tua tanpa
harus berada terpisah dari yang lain.Meyakinkan anak muda dari keabadian perceraian bisa
sulit ketika kerinduan intens berfantasi bahwa entah bagaimana, beberapa cara, ibu dan ayah
akan hidup kembali bersama lagi suatu hari nanti. Dia mengandalkan angan-angan untuk
membantu meredakan rasa sakit kehilangan, memegang harapan untuk reuni orangtua lebih
lama daripada remaja yang lebih cepat untuk menerima finalitas perubahan keluarga tidak
diinginkan ini. Dengan demikian orang tua yang dimasukkan ke dalam kehadiran bersama di
perayaan keluarga dan acara khusus liburan untuk menciptakan kedekatan keluarga untuk anak
hanya makan fantasi anak dan menunda penyesuaian nya.

Reaksi jangka pendek tergantung anak untuk perceraian dapat menjadi cemas satu. Begitu
banyak berbeda, baru, tak terduga, dan tidak diketahui bahwa hidup menjadi penuh dengan
pertanyaan menakutkan? “Apa yang akan terjadi ke depan?” “Siapa yang akan merawat saya?”
“Jika orang tua saya bisa kehilangan satu sama lain, mereka bisa kehilangan cinta untuk saya?”
“Dengan satu orangtua pindah, bagaimana jika saya kehilangan lain juga?” Menjawab
pertanyaan khawatir seperti dengan ketakutan terburuk, respon anak dapat regresif.
Dengan kembali kepada cara mantan berfungsi, lebih tua perawatan taking mungkin akan
datang. Ada dapat kecemasan pemisahan, menangis di tempat tidur kali, melanggar pelatihan
toilet, mengompol, menempel, merengek, mengamuk, dan kerugian sementara keterampilan
perawatan diri didirikan, yang semuanya dapat memaksa perhatian orangtua.Anak ingin merasa
lebih terhubung dalam situasi keluarga di mana pemutusan besar telah terjadi. Regresi untuk
ketergantungan sebelumnya sebagian bisa menjadi upaya untuk memperoleh perhatian
orangtua, membawa mereka dekat ketika perceraian telah menarik masing-masing lebih jauh –
warga orangtua sekarang sibuk dan lebih sibuk, orang tua tidak hadir hanya kurang tersedia
karena menjadi kurang sekitar.Remaja lebih mandiri berpikiran cenderung menangani lebih
agresif untuk bercerai, sering bereaksi dengan marah, cara memberontak, lebih memutuskan
untuk mengabaikan disiplin keluarga dan mengurus dirinya sendiri karena orang tua telah gagal
untuk menjaga komitmen untuk keluarga yang awalnya dibuat.Di mana anak mungkin telah
mencoba untuk mendapatkan orang tua kembali, remaja dapat mencoba untuk mendapatkan
kembali di orang tua. Di mana anak merasa kesedihan, remaja yang memiliki keluhan a. “Jika
mereka tidak bisa dipercaya untuk tetap bersama dan mengurus keluarga, maka saya harus
mulai lebih mengandalkan pada diri saya sendiri.” “Jika mereka bisa mematahkan pernikahan
mereka dan menempatkan diri pertama, maka saya bisa menempatkan diri pertama juga.” “Jika
mereka tidak keberatan menyakiti saya, maka saya bisa saya tidak keberatan menyakiti
mereka.”Sekarang remaja dapat bertindak agresif untuk mengendalikan hidupnya dengan
28

berperilaku bahkan yang lebih jauh dan menantang, lebih bertekad untuk menjalani hidupnya
jalan, lebih didedikasikan untuk kepentingan nya dari sebelumnya. Ia merasa semakin otonom
dalam situasi keluarga yang terasa terputus. Dia sekarang merasa lebih terdorong dan berhak
untuk bertindak sendiri.Untuk orang tua yang menceraikan dengan remaja, peningkatan
dedikasi orang muda untuk kepentingan harus dimanfaatkan dengan memaksakan peningkatan
tanggung jawab sebagai lebih pemisahan dan kemerdekaan dari keluarga terjadi.Untuk orang
tua yang menceraikan dengan seorang anak, prioritas adalah membangun rasa agar keluarga
dan prediktabilitas. Ini berarti mengamati tiga R diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan
anak dalam keamanan, keakraban, dan ketergantungan – Rutinitas, Ritual, dan Jaminan.

Dengan demikian orang tua membangun rumah tangga dan kunjungan Rutinitas sehingga anak
tahu apa yang diharapkan. Mereka memungkinkan anak untuk membuat Ritual merasa lebih
mengendalikan hidupnya. Dan mereka memberikan Jaminan terus-menerus bahwa orang tua
dengan penuh kasih sayang terhubung ke anak seperti biasa, dan berkomitmen untuk
pembuatan karya pengaturan keluarga baru.

 Hak Asuh Anak

Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindugan anak (Undang-Undang perlindungan


Anak), mendefinisikan bahwa, ank adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Anak dalam ruang lingkup sebagai bagian dari objek yang
menerima akibat hukum, atas terjadinya perceraian adalah anak yang sah. Artiya, anak yang
dilahirkan dalam/sebagai akibat dari perkawinan yang sah.

Setelah oengadilan mengutuskan untuk mengabulkan permohonan perceraian, biasanya selain


menentukan pembagian harta bersama, persoalan penjatuhan hak asuh anak juga turut
ditentukan. Hak asuh atau dalam bahasa undang-undang perlindungan anak adalah kuasa asuh,
merupakan kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina,
melindungi, dan menumbuhkembangkan anak, sesuai dengan agama yang dianutnya dan
kemampuan, bakat,serta minatnya.Undang-undang perkawinanalam pasal 45, bab X tentang
hak dan kewajiban antara oran tua dan anak menentukan bahwa, kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban tersebut berlaku
sampai anak itu kawin, atau dapat berdiri sendiri. Diman kewajiban itu berlaku terus meskipun
perkawinan antara kedua orang putus. Dengandemikian, terlepas dari hak asuh anak dijatuhkan
pada pihak mana oleh pengadilan orang tua masih memiiki kewajiban yang sama untuk
memelihara dan mendidik anak mereka.

Perebutan hak asuh anak dan dampaknya bagi anak

Hak asuh anak sering menjadi permasalahan, sebelum ataupun sesudah perceraian. Bahkan tak
jaran antar mantan suami dan mantan istri, saling berebut hak asuh anak mereka. Yang paling
ekstream lagi adalah perebutan anak dilakukan dengan kekerasan, sampai para pihak
menggunakan jasa preman yang tentunya dapat melahirkan permasalahan hukum baru jika
tindakannya dilakukan diluar ketentuan hukum. Tak jarang pula, bila ada pihak yang sudah
29

menggantungi putusan pengadilan( agama) untuk mengasuh anak, namun tidak mematuhi dan
menjalankannya, alias tidak mengasuh anak yang di percayakn kepadannya dengan baik. Hak
pemeliharaan anak (menurut KHI disebut sebagai hat hanah) dalam persengketaan hak asuh
anak dimaksudkan pada anak sebagai objek, dengan ketentuan hanya bagi anak yang masih di
bawah umur, atau dalam KHI disebut dengan isilah dalam batasan umur yang mumayyiz
(dewasa,12 tahun). Anak dalam usia belum mumayyiz dianggap belum dapat menentukan
pilihannya, sehingga harus diberikan utusan oleh pengadilan menganai siapa yang berhak untuk
mengasuh dan memeliharanya. Jika merujuk pada pasal 105 KHI, hadhanah diberikan secara
ekplisit kepada ibunya. Meskipun demikian, hak pemeliharaan yang digariskan pada pasal
tersebut, bukan merupakan ketentuan yang imperatif, namun bisa saja dikesampingkan dan
diabaikan.Dalam undang-undang perlindungan anak, kedua orang tua memiliki hak yang setara
dan sama untuk mengasuh, memelihara,merawat serta melindungi hak-hak anak.yang
terpenting dalam hak ini adalah kemampuan orang tua untuk menasuh dan memelihara
anaknya. Akan tetapi majelis hakim dapat mencabut hak asuh anak,apabila masalah seseorang
atau kedua oang tuanya ternyata berkelakuan buruk, dan melalaikan kewajiban anaknya. Hal ini
sesuai dengan yang tercantum serta terdapat dalam pasal 49 ayat cerai undang-undang
perkawinan. Yaitu yang menyebutkan salah seorang atau kedua orag tua dapat dicabut
kekuasaanya terhadap seorang anak atau lebih, untuk waktu yang tertentu atas permintaan
orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah
dewasa atau pecabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal sebagai
berikut.

1. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya


2. Ia berkelakuan buruk sekali

Tak pernah ada efek positif dari sebuah perceraian. Dalam situasi tertentu, misalnya suami
melakukan kekerasan terhadap istri (domestic violence)perceraian terjadi merupakan jalan
keluar terbaik namun tetap saja melahirkan sejumlah akibat atau konsekuensi negatif, terutama
bagi anak. Jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya banyak sekalai dampak negatif dari perceraian
yang muncul pada diri si anak. Seperti marah pada diri sendiri atau lingkungan sekitarnya. Lalu,
bisa jadi anak akan merasa bersalah (guiltyfeeling), dan menganggap dirinyalah biang
keladi/penyebab perceraian kedua orang tuanya. Dampak lain juga adalah, anak menjadi apatis
dan menarik diri dari lingkungan sekitarnya, atau barangkali terkesan tidak terpengaruh oleh
perceraian kedua orang tuanya. Kemudian, anak juga bisa menjadi tidak percaya diri, salah
dalam jalur pergaulan kehidupan bebas tak terbatas, jiwa tekan karena hidup tanpa dampingan
dari orang tua, dsb.

Kebanyakan anak-anak khawatir bila orang tuanya harus bercerai, karena akan berdampak
besar pada jaminan masa depan mereka sendiri. Mereka mengerti jika orang tuanya bercerai,
maka tidak akan ada lagi tempat untuk berdiskusi dan yang dapat membantu mereka dalam
merengkuh masa depan serta cita-cita kehidupannya. Karena itu, tidak heran bila sebagian
besar anak-anak dari korban perceraian sering frustasi dalam menjalani kehidupan
30

Bagaimanapun, persoalan perebutan pemeliharaan anak akan merusak integritas diri anak tu
sendiri. Apalagi jika perbuatan anak tersebut, harus bermuara pada pertikaian, sengketa serta
perebutan pidana. Masalhnya kini adalah, sudahkah dipertimbangkan secara matang tentang
implikasi atau dampak dari perceraian tersebut, dalam hal ini yang menyangkutkan integritas
fisik, mental pikiran, serta masa depan anak? Menjamin hak-hak anak untuk tumbuh dan
berkembang, serta melindungi hak privasinya sebagai subjek hukum yang dijamin oleh negara
dan konvensi hak anak, kendatipun anaka masih dalam penguasaan orang tua menjadi
kewajiban setiap kedua orang tuanya.

 Proses Pemeriksaan Penentuan Hak Asuh Anak

Secara jelas pasal 105, KHI menentukan bahwa dalam perceraian, hak asuh anak yang belum
mumayyiz (belum mampu membedakan mana yang baik da yang buruk), ataubelum berumur
12 tahun,akan jatuh ke tangan si ibu. Selain itu juga didukung oleh yuriz prodensi Mahkamah
Agung, yakni yang menyatakan bahwa “anak dibawah asuhan ibunya”. Sedangkan bagi anak
yang sudah mumayyiz diberikan kebebasan untuk memilih, apakah akan diasuh oleh ayah oleh
ibunya.

Lebih lanjut, KHI juga dengan tegas menyatakan bahwa biaya pemeliharaan anak pasca
perceraian di tanggung oleh si ayah. Semua biaya hadhana dan nafkah anak, wajib ditanggung
oleh si ayah. Pemenuhan biaya tersebut, disesuaikan menurut kemampuan si ayah. Di penuhi
sekurang-kurangnya sampai anak dewasa, dan dapat mengurus dirinya sendiri (berusia 21
tahun).

Selain itu dalam pasal 165, Undang-Undang perkawinan juga dijelaskan bahwa anak yang belum
mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah (pengasuhan) dari ibunya. Jika si ibu tersebut telah
meninggalkan dunia, maka kedudukannya diganti oleh:

 Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah.


 Saudara permpuan dari anak yang bersangkutan.
 Wanita-wanita kerabat saudara, menurut garis samping dari ibu.
 Wanita-wanita kerabat saudara, munurut garis dari ayah.
 Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhana dari ayah atau
atau ibunya.

Kemudian, kedewasaan anak dalam hal ini diukur dari usianya. Diperkirakan dari psikologis,
anak yang berusia 12 tahun sudah dapat memutuskan mana yang benar dan salah. Dengan
demikian ini si anak juga sudah dianggap mampu untuk memutuskan siapa yang diikutinya,
apakah si bapak atau ibu. Meski demikian, hak memilih si anak (mumayyiz) tersebut tidak
bersifat mutlak, karena tetap tetap akan diikatkan dengan kondisi pihak yang dipilihnya.
Artinya, apakah pihak yang dipilih tersebut benar-benar dan layak untuk mengasuh anak atau
tidak. Dengan begitu, majelis hakim dapat memberi putusan berbeda dari yang dipilih anak.
31

Apabila pemegang hak hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan
rohani anak meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan
kerabat yang bersangkutan, pengadilan agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada
kerabat lain, yang mempunyai hak hadkanah pula. Hal ini merupakan penegasan terhadap hak
serta kewajiban pihak yang diberikan hak hadhanah. Kemampuan finansial bukan merupakan
hal mutlak dalam menentukan hadhanah melainkan jaminan pemenuhan hak jasmani sekaligus
rohani si anak.

Bila mana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, maka pengadilan agama
memberikan putusannya terkait dengan perselisihan tersebut. Lebih dari itu, dengan mengingat
kemampuan si ayah, pengadilan dapat pula menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan anak
dan pendidikan anak yang tidak turut padanya.

Dalam proses pemeriksaan penentuan hak asuh anak, ada baiknya jika hakim meminta para
pihak yang berselisih untuk menghadirkan sianak. Tujuannya, untuk diminta pendapat dan
pandangannya mengenai perceraian kedua orang tuanya. Dalam praktik hukum, faktanya
pendapat anak sering diabaikan. Hampir semua kasus perceraian tidak meminta pendapat si
anak. Padahal itu juga itu sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan
perkara perceraian.

Dilain sisi,anak juga memiliki hak untuk bersama (univikasi) dengan keluaganya. Anak juga
memiliki hak privat untuk bisa bermain, berhati nurani, memperoleh informasi, serta hak
mengakses informasi. Termasuk proses hukum perceraian kedua orang tuanya di pengadilan,
jadi anak memiliki hak untuk berpendapat. Ini penting, mengingat kedepannya akan
mempengaruhi pola perkembangan serta pandangan anak, terhadap apa yang tengah terjadi
pada kedua orang tuanya. Hak asuh sebaiknya diberikan kepada pihak yang memiliki waktu
luang dalam mengasuh anak. Kemudian secara finansial, juga cukup matang untuk memenuhi
kebutuhan hidup si anak, termasuk pendidikan. Namun jika hal tersebut tidak disepakati, maka
proses pengadilan sebagai solusinya.

Pelaksanaan Putusan Terhadap Hak Asuh Anak

Proses pemeriksaan dianggap selesai, apabila menempuh terhadap jawaban dari tergugat
sesuai pasal 121 HIR dan pasal 113 Rv. Serta, juga dibarengi dengan replik-replik dari penggugat
berdasarkan pasal 115 Rv, maupn duplik dari pihak tergugat dan dianjutkan dengan tahap
proses pembuktian dan kesimpulan. Jika semua tahap ini telah tuntas diselesaikan, maka
majelis hakim dapat menyatakan bahwa pemeriksaan ditutup, dan proses selanjutnya adalah
menjatuhkan atau pengucapan putusan. Dalam mengambil putusan, majelis mengadakan
musyawarah untuk menentukan putusan apa yang hendak dijatuhkan kepada para pihak yang
berperkara. Hal terpenting serta aktual, dan merupakan puncak dari perkara perdata adalah,
putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap(incratcht van gewijsde) harus
dilaksanakan. Akan tetapi, tk jarang bila dalam prakteknya ada pihak yang tidak memenuhi
putusan hakim secara sukarela. Karena itu, bagi pihak yang berbuat demikian dapat dilakukan
eksekusi.
32

Cara mengurangi efek-efek traumatis

Banyak anak menghadapi perceraian orangtuanya dengan relatif sedikit masalah atau efek
negatif yang permanen. Akan tetapi, bagi sebagian anak lainnya, efek perceraian bisa traumatis
dan sepanjang hidup. Perubahan-perubahan dalam pengaturan kehidupan anak, waktu
bersama orangtua, pendidikan dan gaya hidup bisa memicu kemarahan, rasa takut atau respon
“fight-or-flight.” Namun jika seorang anak tidak dapat mengungkapkan secara tepat atau
memroses secara mental perasaan-perasaan tersebut, anak itu bisa merasa sangat tidak
berdaya dan “membeku.”Reaksi ini adalah dasar stres traumatis. Trauma dipengaruhi oleh
pengalaman anak atas kejadian tertentu, bukan sekadar kejadian itu sendiri. Tiap anak, meski di
dalam keluarga yang sama, bisa mengalami reaksi emosional yang berbeda terhadap banyak
perubahan akibat perceraian. Sikap Anda juga ikut membentuk sikap anak-anak. Kata-kata dan
tindakan Anda bisa membuat anak Anda terkena sakit emosional yang tidak perlu atau
membantunya berkembang secara positif. Trauma dapat menimbulkan depresi dan kecemasan
pada saat perpisahan atau bertahun-tahun setelah perceraian. Trauma bisa muncul kembali
pada saat akhir pekan, liburan, ulang tahun atau waktu-waktu di mana anak kehilangan
keutuhan unit keluarganya.

Berikut ini ada beberapa langkah untuk mengurangi dampak traumatis perceraian.
Bersikaplah jujur mengenai potensi trauma emosional pada tiap anak Anda.

 Biarkan anak Anda berkomunikasi secara terbuka.


 Berikan pelbagai pilihan pada anak-anak, jika memungkinkan, untuk meningkatkan rasa
keberdayaannya atas hidup mereka sendiri.
 Temukan dukungan untuk diri Anda sendiri dan anak-anak.
 Siapkan Diri Sendiri Sebelum Membantu Anak
 Jangan sekali-sekali memaparkan konflik perkawinan kepada anak-anak. Selain itu,
sebaiknya:
 Jangan bertikai dengan pasangan di depan anak-anak atau di telepon.
 Cegah untuk membicarakan rincian-rincian perilaku negatif pasangan Anda.
 Kembangkan hubungan yang terjaga dengan pasangan Anda, sesegera mungkin, dan
bersikap sopanlah di dalam interaksi Anda.
 Fokuskan pada kekuatan dan kebaikan semua anggota keluarga.

Selain itu, perceraian bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental Anda. Jagalah
kesehatan Anda dan anak-anak:

 Usahakan menjaga rutinitas Anda dan anak-anak.


 Jangan mengisolasi diri dari orang lain.
 Buat kelompok pendukung Anda sendiri.
 Teman-teman lama bisa menjadi pendukung dalam pertempuran perceraian.
 Sediakan dan makan diet yang berimbang.
 Berolahraga dan bermain untuk memulihkan stres.
 Berdoa, bermeditasi atau menjalankan latihan rileksasi.
33

Cara berbicara dengan anak-anak soal perceraian

Ketika berbicara dengan anak-anak tentang perceraian atau perpisahan, sangatlah penting
untuk bersikap jujur, tetapi tidak kritis terhadap pasangan Anda. Kebanyakan anak ingin tahu
mengapa hidup mereka jadi mencemaskan. Bergantung usia anak Anda dan alasan perceraian,
perbincangan ini membutuhkan sedikit diplomasi. Saat anak-anak sudah matang nanti, mungkin
mereka menghendaki informasi lebih dalam.

Berikut ini beberapa saran yang bisa Anda terapkan:

 Buatlah rencana untuk bicara dengan anak-anak sebelum setiap perubahan dalam
pengaturan hidup terjadi.
 Rencanakan untuk bicara ketika pasangan Anda juga hadir, jika memungkinkan.
 Ingatkan anak-anak Anda akan besarnya cinta Anda kepada mereka.
 Hormatilah pasangan Anda ketika menyampaikan alasan-alasan perpisahan.

Katakan kepada mereka bahwa persoalan-persoalan perkawinan Anda bukanlah kesalahan


mereka. Biarkan mereka tahu bahwa mereka tidak bertanggung jaab untuk memperbaiki
masalah-masalah tersebut.
Beritahukan pula mengenai perubahan-perubahan dalam pengaturan hidup, sekolah atau
aktivitas lainnya. Beritahu pula kapan semua itu akan terjadi. Tetapi jangan bebani anak-anak
dengan rincian-rincian.
Selalu sediakan perasaan Anda untuk menenangkan mereka. Bahkan walau ada banyak konflik
di rumah, anak-anak tetap akan merasa sangat kehilangan atas kepergian orangtuanya, atau
hilangnya harapan untuk bersatu atau rekonsiliasi.Pilihan-pilihan Pola Pengasuhan

Pola pengasuhan adalah salah satu aspek paling kritis dari sebuah perceraian. Biasanya
pengadilan yang mengambil keputusan terakhir, tetapi kedua orangtua dan kadang-kadang
anak-anak ikut memberi masukan. Perhatian utama harus selalu soal kepentingan terbaik anak-
anak. Tak peduli perasaan negatif orangtua, mereka harus menetapkan satu rumah yang aman,
nyamandan penuh kasih untuk anak-anaknya.

Berikut ini pilihan-pilihan yang tersedia:

Hak asuh bersama, baik secara hukum dan fisik. Kedua orangtua berbagi hak asuh fisik dan
legal. Ini bisa dilakukan jika kedua orangtua hidup berdekatan.Hak asuh legal bersama. Kedua
orangtua berbagi keputusan-keputusan legal, tetapi anak tinggal hanya dengan salah satu
orangtua dan mengunjungi orangtua lainnya. Hak asuh utama hanya oleh satu orangtua. Satu
orangtua memiliki hak asuh penuh atas anak, tetapi orangtua lainnya mungkin juga
bertanggungjawab memberi dukungan finansial.Wali sah oleh seseorang selain orangtua.
Dalam keputusan yang sangat jarang ini, kedua orangtua tidak punya hak asuh atas anak.
Pengadilan menunjuk seorang saudara atau wali legal lainnya untuk anak tersebut.
34

Mungkin juga ada pilihan-pilihan lain, misalnya anak tingga di rumah yang sama tetapi orangtua
bergiliran tinggal di sana dengan jadwal teratur.

Persepsi Keliru Anak Soal Perceraian

Banyak anak percaya bahwa mereka telah melakukan suatu kesalahan atau dosa sehingga
orangtuanya bercerai. Mereka mungkin ingat saat-saat mereka bertengkar dengan orangtua,
menerima nilai-nilai rapor yang jelek, atau mendapat kesulitan. Mereka bisa saja mengaitkan
konflik itu dengan konflik orangtuanya dan menyalahkan diri sendiri. Ada juga sebagian anak
yang khawatir orangtuanya akan berhenti mencintainya, atau mereka tidak akan pernah
melihat orangtuanya lagi. Kadang-kadang anak kecil juga tidak mengerti makna dan
permanennya perceraian. Hadapi kebingungan atau kesalahfahaman anak ini dengan
kesabaran. Tekankan kepadanya bahwa Anda berdua akan tetap mencintai mereka dan bahwa
bukan mereka yang menyebabkan perceraian. Lalu pelahan-lahan terangkan soal pengaturan
hak asuh. Orangtua Salah Faham Atas Reaksi Anak-anak Terhadap Perceraian
Kebanyakan orangtua yang bercerai juga tengah menghadapi berbagai perasaan seperti
keraguan, berduka, malu, takut, marah atau lega. Mereka bisa saja memproyeksikan perasaan
ini kepada anak-anaknya. Sementara anak-anak Anda memiliki hubungan, pengalaman dan
kebutuhan yang berbeda. Perasaan mereka terhadap orangtua lainnya sangat berbeda dengan
perasaan Anda.Akan tetapi, dalam beberapa kasus, ketika ada banyak konflik di rumah, anak-
anak bahkan berpura-pura punya perasaan yang sama dengan perasaan orangtuanya.
Selain itu, jika orangtua Anda dulu juga bercerai dan Anda kini tengah menceraikan pasangan
Anda, perasaan Anda mungkin jauh lebih kuat dan pelik. Ini mungkin mengubah, memperkuat
atau mengurangi persepsi Anda terhadap apa yang tengah dialami anak Anda. Jika memang
seperti ini, bicarakan perasaan-perasaan Anda dengan orang-orang yang suportif yang bis
amembantu Anda melihat segalanya dalam perspektif yang tepat.

Reaksi Emosional yang Jamak Terjadi pada Anak-anak

Tiap anak bereaksi secara berbeda pada berita perceraian. Awalnya, mereka mungkin
melampiaskan kemarahan, takut atau duka luar biasa. Sebagian mungkin bertingkah tidak
peduli. Ada pula yang merasa malu dan menyembunyikan kenyataan ini dari teman-temannya
dan berpura-pura tidak terjadi. Sebagian bahkan meresa lega karena tidak ada lagi
pertengkaran di rumah. Meskipun begitu, perceraian tetaplah sebuah kehilangan – bahkan jika
hanya berupa hilangnya sebuah mimpi rumah yang bahagia.
Yang tidak kalah pentingnya, Anda mungkin terkejut dengan kuatnya perasaan anak Anda
terhadap perceraian. Tetapi, yang jelas, jangan pernah meremehkan perasaan mereka.
35

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami dengan istri karena tidak terdapat
kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain. Perceraian bukan hanya sebuah keputusan, itu
hanya mempengaruhi pernikahan dari dua orang , tetapi , juga memiliki dampak yang kuat pada
keluarga mereka. Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya
memutuskan untuk bercerai. Situasi konflik menjelang perceraian, tanpa disadari orangtua
sering melibatkan anak dalam konflik tersebut. Keterlibatan anak di tengah konflik orangtua
dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi perkembangan psikologis anak.
Kemungkinan setelah bercerai anak seyogyanya tetap memiliki hubungan yang baik dengan
kedua orangtua. Tiap anak bereaksi secara berbeda pada berita perceraian kedua orang tuanya.
Awalnya, mereka mungkin melampiaskan kemarahan, takut atau duka luar biasa. Sebagian
mungkin bertingkah tidak peduli atau tidak terjadi apa-apa. Ada pula yang merasa malu dan
menyembunyikan kenyataan ini dari teman-temannya dan berpura-pura tidak terjadi. Sebagian
bahkan meresa lega karena tidak ada lagi pertengkaran di rumah. Pada akhirnya , perceraian
merupakan pengalaman emosional yang menyakitkan bagi semua yang terlibat , terutama
anak-anak.

  

Anda mungkin juga menyukai