Anda di halaman 1dari 26

Paper

Mendampingi Lansia Dari Sudut Pandang Kesehatan

Mental

Oleh :
Yotmiro Saktobart Rottie
15014101350
Masa KKM : 04 November 2019 – 01 Desember 2019

Pembimbing :
dr. Herdy Munayang, MA

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Paper yang berjudul

“Mendampingi Lansia Dari Sudut Pandang Kesehatan Mental”

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Desember 2019

Oleh :

Yotmiro Saktobart Rottie

15014101350

Masa KKM : 04 November 2019 – 01 Desember 2019

Pembimbing :

dr. Herdy Munayang, MA


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

(enam puluh) tahun ke atas menurut UU Nomor 13 Tahun 1998. Secara global,

populasi lansia tumbuh lebih cepat dibandingkan penduduk usia lebih muda.1 Para

lansia dihadapkan dengan beberapa perubahan fisik, mental dan peran sosial yang

menjadi tantangan mereka utuk hidup bahagia. Banyak orang mengalami

kesepian dan depresi di usia tua, baik karena hidup sendiri atau karena kurangnya

ikatan dengan keluarga dekat dan berkurangnya hubungan dengan budaya asal

mereka, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk berpartisipasi aktif dalam

kegiatan masyarakat. Dengan bertambahnya usia, tidak dapat dihindari bahwa

orang kehilangan hubungan dengan sekitar mereka.2

Sekjen PBB pada Hari Usia Lanjut Internasional 1 oktober 2020

memperingatkan dunia termasuk Indonesia bahwa pertambahan penduduk

ectogenarian dan sentenarian (the oldest old) akan mencapai 10 juta jiwa di tahun

2050. Populasi lansia mencapai 962 juta orang pada tahun 2017, lebih dari dua

kali lipat dibandingkan tahun 1980 yaitu hanya 382 juta lansia di seluruh dunia.

Angka ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2050 yang prediksinya

akan mencapai sekitar 2,1 miliar lansia di seluruh dunia. Data di Indonesia pada

tahun 2018, terdapat 9,27 persen atau sekitar 24,49 juta lansia dari seluruh

penduduk. Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya

1
terdapat 8,97 persen (sekitar 23,4 juta) lansia di Indonesia. Kenaikan ini

diperkirakan akan terus terjadi untuk beberapa tahun ke depan, walaupun jumlah

serta komposisi penduduk sebenarnya sangat dinamis dan tergantung pada tiga

proses demografi yang tidak dapat diprediksi secara pasti yaitu kelahiran,

kematian, dan migrasi.1

Sebagai sebuah negara kepulauan dengan jumlah populasi keempat

terbesar di dunia menurut World Population Prospect 2017 Revision oleh

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), pertumbuhan penduduk Indonesia sangat

berpengaruh terhadap komposisi penduduk dunia. Bahkan, dari tahun 2017 hingga

2050 diperkirakan bahwa separuh dari pertumbuhan penduduk dunia akan

terkonsentrasi pada sembilan negara saja, salah satunya adalah Indonesia.

Populasi dunia saat ini berada pada era penduduk menua (ageing population)

dengan jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas melebihi 7 persen

populasi. Seiring dengan pertumbuhan tersebut, jumlah penduduk lanjut usia

(lansia) semakin lama juga semakin meningkat dan berkontribusi cukup tinggi

terhadap pertumbuhan penduduk secara keseluruhan.1

Salah satu aspek penting dalam memasuki usia lanjut adalah

memperhatikan kesehatan mental dan kesejahteraan hidup (well being) di masa

tua. Kualitas kesejahteraan hidup cenderung berkurang seiring bertambahnya usia.

Selain itu pelayanan kesehatan jiwa saat ini cenderung mengabaikan orang lanjut

usia (lansia). Kebijakan pelayanan kesehatan lebih cenderung berfokus pada

orang dewasa yang berusia reproduktif (hingga usia 65 tahun), anak-anak dan

2
remaja. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan program kesehatan lansia

yang holistik, dan mencakup kesehatan baik secara fisik maupun mental.3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penuaan Penduduk di Indonesia

Persentase penduduk lansia yang semakin meningkat, berbanding

terbalik dengan persentase balita yang cenderung menurun setiap

tahunnya. Hal ini tidak lepas dari berhasilnya program Keluarga

Berencana (KB) yang telah dicanangkan sejak tahun 1970. Setelah

program KB mulai dilaksanakan, terjadi perubahan persepsi masyarakat

mengenai jumlah anak yang ideal yang mengakibatkan penurunan angka

kelahiran yang cukup signifikan. Sejalan dengan hal ini, peningkatan

program-program layanan kesehatan oleh pemerintah ikut turut

berkontribusi terhadap membaiknya tingkat kesehatan masyarakat,

ditandai dengan peningkatan angka harapan hidup penduduk.1

Gambar 1. Presentase Penduduk Lansia dan Balita 1971-2045.1

Jika melihat secara global, Indonesia berkontribusi secara signifikan

terhadap pertumbuhan lansia di seluruh dunia. Indonesia diperkirakan

4
akan mengalami “elderly population boom” pada 2 dekade awal abad ke-

21 sebagai dampak dari baby boom pada beberapa puluh tahun yang lalu.

BPS memproyeksikan pada tahun 2045 Indonesia akan memiliki sekitar

63,31 juta lansia atau hampir mencapai 20 persen populasi. Bahkan,

proyeksi PBB juga menyebutkan bahwa persentase lansia Indonesia akan

mencapai 25 persen pada tahun 2050 atau sekitar 74 juta lansia. Penuaan

penduduk ini terlihat sebagai hasil dari berhasilnya program yang telah

dicanangkan seperti program peningkatan nutrisi, kesehatan, perumahan,

KB, air minum bersih dan sanitasi yang secara signifikan mencegah

kematian pada anak. Persentase penduduk lansia akan terus meningkat

seiring bertambahnya waktu. PBB juga memprediksi bahwa tahun 2030,

jumlah lansia akan melebihi jumlah anak di bawah 10 tahun (1,41 miliar

berbanding 1,35 miliar). Bahkan, proyeksi di tahun 2050 mengindikasikan

bahwa akan lebih banyak lansia usia 60 tahun ke atas daripada remaja dan

pemuda usia 10 s.d. 24 tahun yaitu sekitar 2,1 miliar berbanding 2 miliar

di seluruh dunia. Pertumbuhan lansia yang sangat pesat ini diperkirakan

juga akan terjadi di Indonesia. Berdasarkan data proyeksi yang

dikeluarkan BPS, diperkirakan pada tahun 2045 lansia Indonesia akan

meningkat sebesar 2,5 kali lipat dibandingkan lansia tahun 2018. Pada

2045 nanti berdasarkan prediksi ini dapat dikatakan bahwa hampir

seperlima penduduk Indonesia adalah lansia. Angka ini begitu besar jika

disandingkan dengan prediksi jumlah balita yang hanya sekitar 22 juta

jiwa atau 6,88 persen dari total populasi.1

5
Gambar 2. Presentase penduduk Lansia menurut kelompok usia 20181

Tenaga kesehatan perlu untuk mendorong dan membantu mereka hidup

berdampingan dalam masyarakat dan menjaga mereka tetap hidup secara spiritual

dan fisik. Mereka juga harus membantu lansia, melalui diskusi, untuk berbagi

masalah mereka, meyakinkan mereka bahwa sebagian besar masalah mereka

normal dan mereka bisa menyelesaikannya. Jika memungkinkan, tenaga kesehata

dan keluarga bekerja sama untuk membantu lansia dalam dimensi intelektual

psikologi, membantu mereka mencapai tujuan terbesar.4

B. Psikologi Lansia

Secara global, populasi menua dengan cepat. Antara 2015 dan 2050,

proporsi populasi dunia usia lebih dari 60 tahun akan hampir dua kali lipat, dari

12% menjadi 22%, kesehatan dan kesejahteraan mental sama pentingnya di usia

yang lebih tua dengan waktu kehidupan lainnya, gangguan mental dan neurologis

di antara orang dewasa yang lebih tua mencapai 6,6% dari total kecacatan

(DALYs) untuk kelompok usia ini. Sekitar 15% orang dewasa berusia 60 dan

lebih menderita gangguan mental.5

Gangguan mental dan neurologis yang paling umum pada kelompok usia

ini adalah demensia dan depresi, yang masing-masing memengaruhi sekitar 5%

6
dan 7% populasi lansia dunia. Gangguan kecemasan mempengaruhi 3,8% dari

populasi lansia, masalah penggunaan narkoba mempengaruhi hampir 1% dan

sekitar seperempat kematian dari melukai diri sendiri adalah di antara orang

berusia 60 atau lebih. Masalah penyalahgunaan zat pada lansia sering diabaikan

atau salah didiagnosis.5

Orang tua menjadi semakin bergantung pada orang lain. Ketika manusia

tumbuh, aktivitasnya berkurang, penurunan pendapatan akibatnya dalam posisi

keluarga dan masyarakat membuat hidupnya lebih rentan. Orang tua mulai merasa

bahwa bahkan anak-anaknya tidak memandangnya dengan rasa hormat, yang dia

dapatkan sebelumnya. Orang tua merasa diabaikan dan dihina. Ini dapat mengarah

pada pengembangan psikologi menghindari orang lain.5 Usia kita sering

menentuan bagaimana orang lain memperlakukan kita dan apa yang bisa atau

tidak bias kita lakukan. Lansia menghindari kontak sosial karena pengurangan

hampir semua fungsinya. 6,7

Berbagai faktor sosial, psikologis, dan biologis menentukan tingkat

kesehatan mental seseorang di setiap titik waktu.8 Seiring dengan stressor

kehidupan yang khas untuk semua orang, banyak orang dewasa yang lebih tua

kehilangan kemampuan mereka hidup mandiri karena mobilitas terbatas, sakit

kronik, kelemahan, atau masalah mental atau fisik lainnya.9. Selain itu, orang tua

lebih mungkin untuk mengalami beberapa peristiwa khusus dari fase kehidupan

mereka seperti berkabung, penurunan status sosial ekonomi dengan pensiun, atau

cacat.10,11

7
Masalah kesehatan mental kurang teridentifikasi oleh para profesional

perawatan kesehatan dan lansia itu sendiri, dan stigma di sekitar kondisi ini

membuat orang enggan mencari bantuan.5

C. Perkembangan Usia lanjut

Memahami perkembangan usia lanjut (lansia) adalah bentuk pembelajaran

sekaligus pengorbanan pada orangtua karena usia lanjut bagi sebagian orang

adalah salah satu hal yang tidak diinginkan. Ada perasaan takut, takut merepotkan

anak, tak bisa mengurus diri sendiri, jadi pemicu masalah dan banyak hal lainnya.

Bagi setiap orang yang sedang mengalami proses perkembagan menuju usia lanjut

perlu memahami segala perubahan. Perubahan yang barangkali tidak dipahami

dan tidak disadari. Lansia akan membuat seseorang mengalami penurunan semua

fungsi indera, lansia juga akan menurunkan kemampuan motorik. Bagi orang-

orang disekitarnya, yang memiliki orangtua atau kakek dan nenek yang menapaki

lansia juga perlu memahami perkembangan mereka. Pemahaman tersebut akan

sangat membantu mengurusi dan memberi perhatian lebih pada anggota keluarga

yang memasuki usia lanjut. Oleh karena itu, menurut Havighurst (Hurlock, 1999)

sebagian tugas perkembangan usia lanjut (lansia) lebih banyak berkaitan dengan

kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Memahami hal ini

akan sangat bermanfaat untuk yang sedang memasuki tahap perkembangan lansia.

Hal itu juga akan sangat berguna bagi yang memiliki anggota keluarga yang

dalam masa lansia. Adapun tugas perkembangan tersebut antara lain: 1.

Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan Hal ini

sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan di

8
dalam maupun di luar rumah. Mereka diharapkan untuk mencari kegiatan sebagai

pengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagaian besar waktu kala

mereka masih muda. 2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan

berkurangnya income (penghasilan) keluarga Pada usia ini, lansia sudah

memasuki masa pensiun dan tidak bekerja lagi, sehingga pemasukan yang ada

hanya berasal dari dana pensiun maupun dari pemberian anak-anak mereka. 3.

Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup Sebagaian besar orang lansia

perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian suami

atau istri. Kejadian seperti ini lebih menjadi masalah dengan peristiwa kematian

suami atau istri. Dimana kematian suami berarti berkurangnya pendapatan dan

timbul bahaya karena hidup sendiri dan melakukan perubahan dalam aturan hidup.

4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sesuai Pada lansia, mereka

membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka, untuk

menghindari kesepian akibat ditinggalkan anak yang tumbuh besar dan masa

pensiun. Walaupun begitu, tidak disarankan untuk menitipkan mereka ke panti

jompo. Ini adalah saatnya bagi orang-orang disekitarnya untuk merawat dan

mengurangi rasa kesepiannya. Membangun hubungan emosional dan sosial

dengan mereka akan mengurangi rasa kesepian yang kadang mereka rasakan. 5.

Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan Menyadari bahwa

menurunnya kesehatan dan fungsi-fungsi fisik, pada masa lansia mereka berusaha

untuk mempertahankan dan mengatur kegiatan sehari-hari yang berhubungan

dengan kesehatan, yaitu berolahraga maupun mengatur pola makan. 6.

Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes Pada lansia, individu

mengalami perubahan peran. Dimana, para lansia mempunyai pengalaman lebih

9
daripada orang yang lebih muda, sehingga peran lansia biasanya diminta untuk

memberi pendapat, masukan ataupun kritikan, dan partisipasi lansia terhadap

kehidupan sosial. Pemberian peran tersebut akan membuat kesehatan fikir dan

fisiknya akan terjaga baik. Termasuk mengurangi percepatan kepikunan. Lansia

(usia lanjut) akan dialami oleh tiap orang. Masa itu adalah takdir yang tak bisa

ditolak oleh siapapun. Oleh karena itu, pemahaman terhadap perkembangan lansia

(lanjut usia) sangat bermanfaat merawat dan memberi perhatian pada mereka.

Juga akan berguna bagi kita nanti saat memasuki masa lansia. Teori Ericson Usia

Lanjut Tahap Erikson : Integrity vs Despair (Integritas dan Kekecewaan) Periode

Perkembangan : masa akhir dewasa (60 tahunan) · Karakteristik : Masa untuk

melihat kembali apa yang telah kita lakukan dalam kehidupan kita, harapan

positif. 1. Kehidupan baik : merasa puas / integritas. 2. Masa lalu negatif :

keputusasaan. 3. Memaknai yang terjadi, merevisi dan memperluas pemahaman.

Pada tahap ini, memiliki tiga makna biologis, emosional dan terpencil. Masa ini

dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan masamasa aktif di

masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri. Sangat berbeda dengan

rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua, maka bagi Erikson, ini

adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase sebelumnya. Bahkan, masa

ini merupakan masa yang paling penting karena ini adalah masa terakhir di mana

kita harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini. Tugas kita saat ini adalah

mengembangkan "ego integrity", Integritas Diri, suatu rasa harga diri untuk tidak

takut mati karena telah melalui hidup. Lawan dari rasa integritas diri ini adalah

Despair atau rasa putus asa. Orangorang yang putus asa pada masa usia lanjut ini

ditandai dengan : 1. meluapnya rasa jijik pada diri mereka sendiri, 2. jijik terhadap

10
kegagalan mereka, 3. jijik dengan cara mereka menyia-nyiakan hidup. 4. Orang-

orang ini seringkali penuh amarah pada mereka yang juga gagal, menganggap itu

hasil kebodohan Orang-orang itu sendiri. 5. Namun juga marah dan iri pada yang

berhasil. Intinya, sebagian besar Orang-orang ini putus asa dan memandang hidup

dengan negatif. Kenapa putus asa? karena masa-masa ini memang penuh dengan

hal-hal yang membuat kita bisa sengsara secara emosional. Fisik yang makin

melemah membuat banyak orang lanjut usia makin tergantung pada orang lain.

Celakanya ketergantungan ini dibarengi oleh berkurangnya kemampuan cari uang

dan menurunnya manfaat bagi orang lain. Wanita mengalami hal khusus dengan

datangnya menopause dan banyak yang melihat datangnya menopause ini sebagai

masa pintu gerbang menuju masa tua yang dipenuhi oleh penyakit-penyakit

seperti kanker payudara, kanker rahim, dan osteoporosis. Lelaki yang hidup dari

kepedulian dan kepekaan orang sekeliling sebagai pencari uang kini hilang

kemampuan cari uangnya padahal keinginan diperdulikan semakin besar.

Kemudian, teman dan saudara mulai menghilang, ada yang meninggal, ada yang

pindah diboyong keluarganya ke tempat lain dan ada yang levelnya sudah ganti

(jadi jauh lebih kaya atau jauh lebih miskin) sehingga menjadi sulit berhubungan

lagi. Paling berat adalah memory dan regret. Sangat jarang ada orang tua yang

tidak menyesali masa lalunya, masa di mana mereka seharusnya melakukan hal

yang seharusnya. Rata-rata mereka berharap melakukan hal-hal yang kini

akhirnya berdampak buruk seperti: 1. bersekolah lebih giat, 2. tidak berteman

dengan si A, 3. lebih sayang pada anak atau menantunya, dll. Yang unik dari

kenangan ini adalah bahwa mereka tidak punya kesempatan untuk memperbaiki

sehingga ada penyesalan tapi tidak ada pengobatan. Mereka yang berhasil

11
mengembangkan Ego Integrity, masih memiliki penyesalan tetapi mereka telah

berdamai dengan masa lalu, menerima bahwa ada hal yang bisa mereka lakukan

dengan lebih baik, dan ada hal yang mereka telah lakukan sebaik mungkin, dilihat

dari konteks saat itu. Dan mereka ini siap apabila harus meninggal. Kalau mereka

yang "Despair" atau putus asa ini memiliki rasa "Disdain" atau jijik pada hidup,

maka mereka yang putus asa ini menginginkan keluarganya berhasil supaya tidak

seperti dia. Tetapi caranya agak cenderung memaksa, memarahi dan menyesali

sehingga membuat orang-orang di dekatnya kebingungan melayaninya karena

melakukan kesalahan terus.12

D. Faktor risiko masalah kesehatan mental pada lansia

Mungkin ada beberapa faktor risiko untuk masalah kesehatan mental di

setiap titik dalam kehidupan. Orang yang lebih tua mungkin mengalami stresor

kehidupan yang umum bagi semua orang, tetapi juga stresor yang lebih umum di

kemudian hari, seperti kehilangan kapasitas yang terus-menerus dan penurunan

kemampuan fungsional. Sebagai contoh, orang dewasa yang lebih tua mungkin

mengalami penurunan mobilitas, sakit kronis, kelemahan atau masalah kesehatan

lainnya, yang memerlukan beberapa bentuk perawatan jangka panjang. Selain itu,

orang tua lebih mungkin mengalami peristiwa seperti berkabung, atau penurunan

status sosial ekonomi dengan pensiun. Semua pemicu stres ini dapat

mengakibatkan isolasi, kesepian, atau tekanan psikologis pada orang tua, yang

karenanya mereka mungkin memerlukan perawatan jangka panjang.13

Kesehatan mental berdampak pada kesehatan fisik dan sebaliknya.

Misalnya, orang dewasa yang lebih tua dengan kondisi kesehatan fisik seperti

12
penyakit jantung memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi daripada mereka yang

sehat. Selain itu, depresi yang tidak diobati pada orang yang lebih tua dengan

penyakit jantung dapat memengaruhi hasilnya secara negatif.5

Orang dewasa yang lebih tua juga rentan terhadap pelecehan yang lebih

tua - termasuk pelecehan fisik, verbal, psikologis, finansial dan seksual;

pengabaian; mengabaikan; dan kehilangan martabat dan rasa hormat yang serius.

Bukti saat ini menunjukkan bahwa 1 dari 6 orang tua mengalami pelecehan.

Pelecehan terhadap orang tua dapat menyebabkan tidak hanya cedera fisik, tetapi

juga pada konsekuensi psikologis yang serius dan terkadang berlangsung lama,

termasuk depresi dan kecemasan.5

E. Peran Keluarga

Keluarga adalah salah satu yang bisa mengurangi terjadinya masalah

psiko-sosial lansia dan bahkan mortalitas lansia. Hubungan dekat di dalam

keluarga dapat membantu dan mendukung lansia dengan menunjukkan bahwa

mereka benar-benar keluarga . Ada banyak hal yang dapat dilakukan keluarga

untuk membantu lansia mengurangi kemungkinan menderita masalah psikososial.

Apalagi para lansia , dengan dukungan dan dorongan dari keluarga, untuk

menemukan kegiatan yang memberi mereka kepuasan dan kesenangan yang dapat

meliputi kegiatan rekreasi, kunjungan, rapat, kegiatan pelatihan serta pekerjaan di

tingkat sukarela atau non-sukarela.14

Bahkan jika orang tua tersebut mengalami kesulitan dalam memulai

sosialisasi atau untuk aktif, keluarga dapat memberinya rangsangan yang tepat

untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari - hari di Indonesia cara terbaik

13
yang mungkin, agar tetap mandiri dan aktif. Jika keluarga atau orang yang tua

mengalami perubahan suasana hati, kebiasaan atau perilaku itu baik untuk dicari

dukungan dari spesialis. Dalam sebagian besar kasus lansia telah mengembangkan

hubungan saling percaya dengan dokter, biasanya dokternya, jadi awalnya itu baik

berbicara dengannya. Ketika mengunjungi dokter keluarga harus mendorong

orang tersebut untuk membicarakan apa pun itu mengganggu dia dan tidak hanya

fokus pada gejala fisik seperti yang biasa dilakukan. Dengan cara ini, lebih

mudah bagi dokter untuk meminta bantuan kesehatan mental spesialis, jika ia

menganggap bahwa gejalanya psikologis.15

F. Promosi Kesehatan

Kesehatan mental orang dewasa yang lebih tua dapat ditingkatkan melalui

mempromosikan Penuaan Aktif dan Sehat. Promosi kesehatan khusus kesehatan

mental untuk lansia melibatkan penciptaan kondisi dan lingkungan hidup yang

mendukung kesejahteraan dan memungkinkan lansia untuk menjalani kehidupan

yang sehat. Mempromosikan kesehatan mental sangat tergantung pada strategi

untuk memastikan bahwa orang tua memiliki sumber daya yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan mereka, seperti:15

 memberikan keamanan dan kebebasan;

 perumahan yang layak melalui kebijakan perumahan yang

mendukung;

 dukungan sosial untuk orang tua dan pengasuh mereka;

 program kesehatan dan sosial yang ditargetkan pada kelompok

rentan seperti mereka yang hidup sendiri dan populasi pedesaan

14
atau yang menderita penyakit mental atau fisik kronis atau

kambuh;

 program untuk mencegah dan menangani elder abuse; dan

 program pengembangan masyarakat.

G. Mendampingi Lansia dari sisi mentalnya

Terdapat lima area yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan

kesejahteraan hidup di masa tua:16

a. Diskriminasi

Diskriminasi usia memiliki dampak negative pada kesehatan jiwa di masa

tua. DIskriminasi usia secara eksplisit berarti suatu perlakuan yang tidak sama

yang diterima oleh seseorang yang telah memasuki masa tua (batasan usia yang

ada beragam bergantung usia saat memasuki pensiun, tapi biasanya dipakai

batasan usia 65 tahun ke atas). Studi membuktikan bahwa lansia yang memiliki

masalah kesehatan mental, adanya stigma “diskriminasi usia” justru dapat

memperburuk prognosis penyakit.

Bila lansia merasa dirinya bernilai, dihormati dan dimengerti maka

kesejahteraan hidup mereka akan bertambah. Apabila lansia diperlakukan dengan

hormat dan merasa diterima akan membuat dirinya merasa aman berada dengan

orang di sekitarnya.

b. Partisipasi dalam aktivitas bermakna (meaningful activity)

15
Dengan mengenal kontribusi yang dapat dilakukan seseorang terhadap

masyarakat, tanpa memandang usia dapat membantu meningkatkan kesehatan

mental dan kesejahteraan sesoerang.

Merasa diri “diinginkan” adalah ciri mental lansia yang sehat. Terkadang

lansia memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan yang dapat mereka bagi ke

orang sekitar, namun memiliki sejumlah “hambatan” untuk ikut berpartisipasi.

Partisipasi di ruang public dapat direalisasi melalui pekerjaan, bekerja sebagai

relawan social, pendidikan dan pembelajaran maupun melalui hobinya masing-

masing. Dengan partisipasi tersebut, lansia diharapkan merasa dirinya bernilai dan

punya tanggungjawab dalam berperan di masyarakat. Partisipasi dapat

mengurangi rasa “terisolasi”, merasa diri aman dan meningkatkan rasa percaya

diri.

Di masa tua, lansia dapat mencari kesibukan sehari-hari dengan membaca

buku, mendengar musik, menonton televise, browsing Internet, memasak,

berkebun, berbelanja dan sebagainya. Lansia juga dapat mengembangkan dirinya

dengan mempelajari hobi atau keahlian baru.

c. Hubungan interpersonal

Memperkuat hubungan dan relasi interpersonal dapat membantu

meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan hidup lansia. Relasi dengan

teman, keluarga dan orang sekitar dapat membangun dukungan social, cinta, dan

kepedulian sehingga lansia merasa dirinya dibutuhkan dan dihargai oleh orang

lain. Relasi interpersonal di satu sisi d juga dapat berdampak negative pada

16
kesehatan mental. Hubungan yang diwarnai kekerasaan dan penelantaran

berhubungan dengan kesehatan mental yang buruk serta depresi.

Sementara kurangnya relasi interpersonal di masa tua menyebabkan

timbulnya rasa isolasi dan kesepian (loneliness). Kesepian biasanya dialami oleh

seorang lansia pada saat pasangan hidup atau teman dekatnya meninggal, terutama

bila dirinya saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalya

menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik

(terutama pendengaran). Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri,

karena banyak juga lansia yang hidup sendiri tapi tidak mengalami kesepian.

Kebanyakan dari mereka tidak merasa kesepian karena aktifitas social yang masih

tinggi, namun di lain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan

beranggotakan cukup banyak justru mengalami kesepian. Pada lansia yang merasa

kesepian, peran dari keluarga dan organisasi social sangat berarti. Tindakan

seperti mengunjungi lansia, menghibur dan memberikan motivasi, meningkatkan

peran social penderita, di samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di

rumah bila memang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.

Periode duka cita merupakan suatu periode yang rawan bagi penderita

lansia. Meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat atau bahkan hewan

peliharaan yang disayangi bisa mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang

rapuh dari seorang lansia dan dapat selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik

dan kesehatannya. Periode dua tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan

hidup atau teman dekat merupakan periode rawan. Pada periode ini lansia justru

harus dibiarkan untuk mengekspresikan dukacitanya tersebut. Sering diawali

dengan perasaan kosong, kemudian menangis dan diikuti oleh periode depresi.

17
Depresi akibat dukacita pada lansia biasanya tidak bersifat self limiting. Dokter

atau petugas kesehatan harus memberi kesempatan pada episode tersebut berlalu.

Sambil melakukan pendampingan yang penuh empati mendengarkan keluhan,

memberikan hidupran dan tidak membiarkan episode depresi berkepanjangan atau

bertambah berat. Apabila upaya di atas tidak berhasil, bahkan timbul depresi berat

atau pikiran untuk bunuh diri, diperlukan konsultasi psikiatrik dan pemberian

antidepresan.

d. Kesehatan fisik

Mempertahankan kesehatan fisik yang baik di masa tua dapat

mempertahankan kesehatan mental dan kesejahteraan hidup yang baik juga.

Penurunan kesehatan secara fisik adalah tanda awal dari proses penuaan.

Disabilitas secara fisik juga meningkat seiring bertambahnya usia. Selain itu,

proses penuaan juga diikuti dengan meningkatnya penyakit degenerative terkait

usia seperti osteoarthritis, penyakit kardiometabolik (hipertensi, diabetes, stroke,

jantung) serta penyakit neuropsikiatri (demensia, depresi, gangguan pendengaran)

juga meningkatkan risiko disabilitas. Adanya disabilitas berkontribusi pada isolasi

diri secara social, akibat imobilisasi maupun gangguan sensoris (misalnya

ketulian).

Banyak dari penyakit kronis pada masa tua dapat dicegah atau ditunda jika

seseorang menjalankan pola hidup sehat melalui aktifitas fisik, pola makan yang

sehat, berhenti merokok dan minum alcohol. Beberapa aktifitas fisik yang dapat

dilakukan lansia agar tetap fit dan sehat di masa tua seperti berjalan kaki,

berenang, dansa, yoga, taichi, mengitu kelas fitness khusus bahkan berkebun.

18
Aktifitas fisik dapat dipilih tergantung kemampuan masing-masing dan

disesuaikan bila terdapat keterbatasan atau disabilitas fisik.

Tatalaksana penyakit tertentu terkait usia, misalnya operasi joint

replacement pada lansia dengan osteoarthritis maupun operasi katarak dapat

mengembalikan kembali peran dan fungsi lansia dalam menjalankan aktifitas

sehari-hari. Penggunaan alat bantu seperti crutches atau walker dapat membantu

beberapa lansia dengan keterbatasan fisik agar bisa tetap berjalan dan beraktifitas.

Selain itu, untuk meningkatkan kesehatan lansia baik secara fisik maupun mental

membutuhkan pendekatan pelayanan kesehatan yang holistic mulai dari tingkat

primer hingga pelayanan tingkat lanjut.

e. Kemiskinan

Kepastian finansial pada masa tua juga membantu mencingkatkan

esehatan dan kesejahteraan hidup pada lansia. Kemiskinan didefinisikan dengan

pendapatan rumah tangga kurang dari 60% median pendapatan rata-rata per kapita

suatu negara.

Pendapatan dan sumber daya secara keuangan sangat penting dalam

kehidupan. Seiring bertambahnya usia, tantangan secara finansial semakin

bertambah. Pendapatan pekerjaan berkurang setelah pensiun atau setelah berganti

menjadi pekerja paruh waktu.

Kemiskinan cenderung terjadi lebih besar pada kelompok lansia dibandingkan

kelompok usia lainnya. Di Inggris, 2,3 juta lansia tinggal di rumah yang secara

fasilitas “tidak layak”. Mayoritas rumah mereka tidak memenuhi standar rumah

minimum, seperti tidak memiliki fasilitas pemanas ruangan maupun toilet dan

kamar mandi yang memadai. Fasilitas tempat tinggal yang tidak layak dapat

19
memperburuk kesehatan lansia baik secara ffisik maupun mental. Kemiskinan

juga menyebabkan lansia tidak mampu untuk melakukan kegiatan yang dapat

meningkatkan kesehatan jiwa mereka seperti berlibur atau bersenang-senang

(olahraga, menonton bioskop dan sebagainya). Beberapa cara dapat ditempuh

untuk memperbaiki dan mengurangi kemiskinan di masa lansia. Salah satunya

adalah dengan memberikan kesempatan bagi lansia untuk bekerja dan

meningkatkan pendapatannya melalui mengubah batasan usia pensiun maupun

memberikan kesempatan untuk bekerja kembali dengan waktu yang fleksibel bagi

mereka yang telah memasuki masa pensiun

Intervensi psikoterapi yang standar, misalnya psikoterapi berorientai

tilikan, psikoterapi, suportif, terapi kognitif, terapi group dan terapi keluarga dapat

dipakai pada geriatri. Topik-topik yang umumnya diangkat pada terapi adalah

kebutuhan untuk beradaptai terhadap “kehilangan” (misalnya kematian dari teman

atau orang yang dicintainya), kebutuhan beradaptasi dengan keadaan dan situasi

yang baru (misalnya penyesuaian saat ia memasuki masa pension), dan kebutuhan

untuk menerima kematian.Psikoterapi membantu lansia untuk menerima

keadaannya dan masalah emosi mereka serta mengerti perilaku dan dampak dari

perilaku mereka terhadap orang lain. Psikoterapi juga dapat memperbaiki relasi

interpersonal, dengan meningkatkan rasa percaya diri, dan harga diri, menurunkan

perasaan tidak berdaya dan kemarahan, serta meningkatkan kualitas hidup.11

Psikoterapi membantu untuk melepaskan tekanan-tekanan biologik dan

sosiokultural. Pada gangguan kognitif, psikoterapi dapat memberikan manfaat

baik pada gejala mental maupun fisik. Pada suatu studi yang dilakukan pada

20
individu usia lanjut yang dirawat di rumah, menyatakan 43% pasien yang

mendapatkan psikoterapi menunjukkan perbaikan pada inkontinensia urin postur

tubuh, memori, dan pendengaran dibandingkan saat mereka belum mendapatkan

psikoterapi.13

21
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Persentase penduduk lansia yang semakin meningkat. Orang tua menjadi

semakin bergantung pada orang lain. Ketika manusia tumbuh, aktivitasnya

berkurang, penurunan pendapatan akibatnya dalam posisi keluarga dan

masyarakat membuat hidupnya lebih rentan. Orang tua mulai merasa bahwa

bahkan anak-anaknya tidak memandangnya dengan rasa hormat, yang dia

dapatkan sebelumnya. Orang tua merasa diabaikan dan dihina. Ini dapat mengarah

pada pengembangan psikologi menghindari orang lain. Lansia menghindari

kontak sosial karena pengurangan hampir semua fungsinya. Sangat penting

pendampingan lansia dari sisi mental untuk mendukung lansia untuk menjalani

kehidupan sehari-sehari dengan berkualitas.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2018, badan pusat statistic. Jakarta: 2018

2. Singh A, Misra N. Loneliness, depression and sociabilitiy in old age.Ind

Psychiatry J:2009;18(1);h.51-55

3. Mental Health Foundation. Promoting mental health and well-being in

later life. London: 2006; h.1-79

4. Ragia A. Mental Health Nursing. Seventh Edition Revised. Pap SA.

Athens, 2009

5. Mental health of older adults. WHO: 2017

6. Dhara D, Jogsan Y. Depression and psychological well-being in old age. J

Psychol Psychother:2013;3(3):h.1-4

7. Jarvik LF, Small GW. Geriatric psychiatry: introduction. Kaplan &

Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry: ed 8. 2005;h.3588

8. Koukourikos K, Tsaloglidou A, Kourkouta L. Muscle Atrophy in Intensive

Care Unit Patients. Acta Inform Med. 2014;22(6):406-10.]

9. Sudha S, Suchindran C, Mutran EJ, Rajan SI, Sarma PS. Marital status,

family ties, and self-rated health among elders in South India. J Cross Cult

Gerontol 2006;21:103-20]

23
10. Mudey A, Ambekar S, Goyal RC, Agarekar S, Wagh VV. Assessment of

quality of life among rural and urban elderly population of Wardha

District, Maharashtra, India. Ethno Med 2011;5:89-93

11. Kaushal N. How public pension affects elderly labor supply and

well-being: Evidence from India. World Dev 2014;56:214-25

12. Schulz R, Eden J, dkk. Families caring for an aging America. National

academy of sciences: 2016: h.1-339

13. Damping CE, Psikiatri Geriatri.Buku ajar psikiatri. Jakarta:2013;h.455-

504

14. Kourkouta L, Illiadis Ch, Monios A, dkk. Psychosocial issues in elderly.

Prog health sci: 2015;5(1);h.232-237.

15. Tsaloglidou A. Phychosocial rehabilitation of disability. Am J Nursing

Sci. 2015;4(2-1):78-83.

16. Martono HH, Pranarka K. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri. Edisi 5.

Badan Penerbit FKUI

24

Anda mungkin juga menyukai