Dinamika Perkawinan
Keempat pilar inilah yang akan membantu menjaga hubungan yang kokoh antara pasangan
suami-istri dan mewujudkan kehidupan perkawinan yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Kedekatan Emosi, yaitu, bagaimana pasangan suami-istri merasa saling memiliki, saling
terhubung dua pribadi menjadi satu. Kedekatan emosi ini membuat suami istri merasa
tenteram, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum/30:21:
: . , . .,
Komitmen, yaitu, bagaimana kedua pasangan suami- istri mengikat janji untuk menjaga
hubungan agar lestari dan membawa kebaikan bersama. Di dalam Al- Qur’an QS. An-
Nisa/4:21 disebutkan bahwa perkawinan adalah janji kokoh (mitsaqan ghalidhan).
Dengan menjaga komitmen, pasangan suami-istri tidak mudah mengkhianati
pasangannya. Dengan adanya komitmen pula, pasangan suami-istri tidak mudah putus
asa saat dinamika perkawinan terasa sangat berat.
Gairah, yaitu bagaimana dalam hubungan suami istri itu tercipta keinginan untuk
mendapatkan kepuasan fisik dan seksual. Dalam hadis Nabi Saw dinyatakan bahwa
perkawinan adalah demi “menjaga mata dan alat kelamin/organ reproduksi” (Aghadhdh li
al-Bashar wa Ahshan li al-Farji). Jadi, salah satu tujuan perkawinan adalah
menghalalkan hubungan seks antara laki-laki dan perempuan. Allah SWT berfirman
dalam QS. Al- Baqarah/2:187 sebagai berikut:
Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni
kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang
telah ditetapkan Allah untukmu.
Idealnya, ketiga komponen ini tumbuh subur dalam hubungan suami-istri. Keduanya
memiliki kedekatan emosi, merasakan gairah seksual yang sehat kepada pasangannya, serta
: . , . .,
Ini adalah kondisi yang ideal dan dapat menciptakan kondisi sakinah mawaddah wa
rahmah bagi pasangan suami istri.
Dalam kondisi ini, pasangan suami-istri sulit mendapatkan ketentraman hati. Ini karena
kebutuhannya untuk memiliki pasangan jiwa tidak terpenuhi. Akibatnya, salah satu atau
kedua belah pihak merasa tidak bahagia.
Tanpa gairah, kebutuhan seksual pasangan suami- istri tidak akan terpenuhi, walaupun
mereka memiliki komitmen hubungan yang kuat, dan saling memahami. Padahal
kebutuhan seksual tak dapat diingkari bagi individu yang sehat. Apabila kebutuhan ini tak
terpenuhi, cepat atau lambat ia akan cenderung mencari pemenuhan di luar hubungan
pasangan suami-istri.
Bila yang dimiliki oleh pasangan suami-istri hanya kedekatan emosi, tetapi tidak ada
gairah maupun komitmen di antara keduanya, maka bentuk hubungannya lebih mirip
dengan persahabatan. Pasangan merasa nyaman, tapi tidak bisa mendapatkan kepuasan
: . , . .,
Gairah yang tinggi tanpa komitmen dan kedekatan emosi akan membuat hubungan
yang tercipta menjadi hubungan yang sifatnya fisik belaka. Padahal untuk hubungan
jangka panjang dibutuhkan komitmen yang tinggi.
Dalam kondisi seperti itu, pasangan suami-istri perlu mengingat bahwa komitmen
perkawinan kita bukan hanya kepada pasangan tetapi juga kepada Allah SWT sebagai sebuah
perjanjian yang kokoh. Sikap saling memahami dan saling memberi kepada pasangan akan
mengalahkan sikap menuntut untuk dipenuhi kebutuhannya.