Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD

ARSYAD AL BANJARI BANJARBARU


Jl. Salak No.44, Loktabat Sel., Banjar Baru Kalimantan Selatan 70714.
Telp/Facs (0511) 3304852. www.uniska-bjm.ac.id

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN (RPL)


BIMBINGAN DAN KONSELING FORMAT KLASIKAL PERNIKAHAN
TAHUN 2018/2019

A Tugas perkembangan Mencapai Pemahaman Mengenai Keluarga Sakinah


Mawaddah Warahmah
B Bidang Layanan Pribadi
C Topik / Tema Layanan Penikahan Dalam Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah
Mawaddah Warahmah
D Fungsi Layanan Pemahaman
E Tujuan Umum Calon pengantin dapat memahami tentang keluarga sakinah
mawaddah warahmah
F Tujuan Khusus 1. Calon pengantin dapat memahami tentang makna
penikahan dalam islam
2. Calon pengantin dapat memahami tentang hukum nikah,
syarat, menikah dan tujuan penikahan.
3. Calon pengantin dapat memahami tentang hak-hak istri
dan suami.
4. Calon pengantin dapat memahami tentang keluarga
sakinah mawaddah warahmah
5. Calon pengantin dapat memahami tentang adab
berhubungan intim (jima’), sunnah untuk jima’, dan adab
untuk jima’
G Metode Ceramah

H Waktu 1 Kali Pertemuan x 45 Menit


I Materi layanan 1. Makna pernikahan menurut al-quran, hukum menikah,
hukum nikah, wali dan saksi,maskawin/mahar, tujuan
penikahan, hak istri atas suami, dan hak suami atas istri.
2. Keluarga bahagia (sakinah mawaddah warahmah)
3. Seks adalah fitrah, seks adalah ibadah, adab berubungan
intim (jima’), sunnah dalam jima’ dan adab dalam jima’.
J Sumber Materi 1. Ulfiah, (2016), Psikologi Keluarga Pemahaman Hakikat
Keluarga dan Penanganan Problematika Rumah Tangga,
Bogor:Ghalia Indonesia.
2. Satriah. L, (2018), Bimbingan Konseling Keluarga Untuk
Mewujudkan Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah,
Bandung:FOKUSMEDIA
3.https://www.google.co.id/url?q=http://ejournal.iainkendari.
ac.id/shautut-
tarbiyah/article/download/49/39&sa=U&ved=2ahUKEwj
XvYmqm5vhAhWU6nMBHbu7AfsQFjAAegQICRAB&
usg=AOvVaw2aV3Gb5PLNDbHI9G9rGjZT
K Metode/Teknik Ceramah
L Media / Alat LCD, Power Point
M Pelaksanaan
Tahap Uraian Kegiatan
1. Membuka dengan salam dan berdoa
2. Membina hubungan baik dengan calon pengantin
(menanyakan kabar)
1. Tahap Awal / 3. Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan
Pedahuluan Konseling
4. Menanayakan kesiapan kepada calon pengantin
1. Konselor menayangkan media slide power point yang
berhubungan dengan materi layanan
2. Tahap Inti 2. Calon pengantin mengamati slide pp yang berhubungan
dengan materi layanan
3. Konselor mengajak berfikir dan tanya jawab
1. Konselor mengajak peserta didik membuat kesimpulan
3. Tahap Penutup yang terkait dengan materi layanan
2. Konselor mengakhiri kegiatan dengan berdoa dan salam
N Evaluasi Menggunakan instrumen :
1. Evaluasi Proses
2. Evaluasi Hasil

LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Uraian materi/Slide Power Point
2. Lembar kerja catin

Banjarbaru, Maret 2019


Mengetahui
Kepala KUA Konselor

NIP ……………………….. NIP ………………………


RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN (RPL)
BIMBINGAN DAN KONSELING FOTMAT KLASIKAL PERNIKAHAN

A. Pernikahan Dalam Islam


1. Makna Pernikahan Menurut Al-Quran
Pernikahan dalam panadangan islam merupakan salah satu syarat
penyempurna kegaamaan seseorang. Walupun seseorang itu memiliki kesalehan yang
tinggi, namun jika belum menikah, maka orang tersebut beru menjalani separuh
kewajiban agama. Pernikahan dan agama karenanya identik dan saling melengkapi
satu sama lainnya.
Hal ini sesuai dengan Q.S. Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:

Artinya : “dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kami kaum yang berpikir”.
Pernikahan dalam praktiknya bukan berarti dapat dilaksanakan begitu saja.
Etrdapat syarat rukun yang harus ditaati. Menikah memang tidak sulit, namun
menyelenggarakan penikahan itu yang tidak mudah. Tujuan perniakhan bukan
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan biologis, atau hanya dijalani sehari dua hari
saja, akan tetapi dengn pernikahan harus menjadi gerbang utama untuk mengurangi
kehidupan pernikahan harus menjadi gerbang utama untuk mengarungi kehidupan
yang lebih agung untuk masa depan yang panjang.
Berdasarkan uraian diatas, pernikahan merupakan tongkak perjalanan manusia
menggapai kesempuranaan eksistensi hidupnya. Dalam pandangan islam, penikahan
sebagai suatu yang sakral akan menjadikan sesorang dekat dengan yang maha kuasa
lagi maha kasih. Oleh karena itu, calon mempelai haruslah memahami tujuan, syarat
dan aturan main pernikahan sehingga pernikahan tersebut sesuai dengan tatataan dan
norma agama.
2. Hukum Nikah
Hukum nikah sangat erat hubungannya dengan mukallaf. Kalau sesorang telah
mukallaf dan mampu maka untuk melaksanakan nikah manjadi wajib. Jika seseorang
(mukallaf) tidak mampu makanya hukumnya menjadi makhruh. Kalau ia nikah
dengan niat menyakiti istri atau balas dendam hukumnya haram. Untuk diketahui,
nikah memiliki hukum asal adalah mubah. Nikah akan menjadi sunnah hukumnya
apabila sesorang yang memerlukannya.
Allah berfirman dalam Al-Quran surah An-Nur ayat 32 sebagai berikut:

Artinya: ”dan nikahlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu,


dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-
laki dan perempuan, jika mereka miskin, allah akan memberi kemampuan kepada
mereka dengan karunia-nya. Dan allah maha luas (pemberian-nya), maha
mengetahui”.

3. Wali dan Saksi


Syarat unutk melangsungkan pernikahan, antara lain adanya wali dan saksi.
Dalam konteks ini, wali menjadi salah satu eukun nikah, maka apabila nikah tanpa
mengadirkan wali menjadi tidak sah.
Rasulullah SAW. Bersabda sebagai berikut.

Yang artinya: ”tidak sah kecuali ada wali dan dua orang saksi yang adil, nikah
yang tidak demikian (tidak ada wali dan dua orang saksi) batal”. (H.R. Idnu
Hibban).
Dalam islam, untuk sahnya orang menjadi wali atau saksi dalam pernikahan
harus mempunyai enam syarat berikut:
1. Islam
2. Baligh
3. Sehat akalnya
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Adil

Adapun urutan-urutan wali adalah sebagai berikut.


1. Ayah
2. Ayah dari ayah
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki seayah.
5. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah
7. Anak laki-laki paman
8. Wali hakim
Demikian islam mengajarkan beberapa syarat yang harus dipenuni seorang
wali dan saksi serta urutan untuk menjadi untuk sesorang untuk dapat menjadi wali
pada sebuah pernikahan yang dilakukan.

4. Maskawin/Mahar
Maskawin adalah harta yang diberikan kepada perempuan oleh laki-laki dikala
nikah, maskawin dapat disebut dengan shadaq, nihlah, faridlah atau mahar.
Keharusan memeberi maskawin tersebut dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Terkait dengan maskawin ini, Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 4
sebagai berikut.

Artinya: ”berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)


sebagai pemberin dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,
maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya” (QS. Annisa:4)
Sabda Nabi Muhammad Saw. Yang artinya: “carilah maskawin walau hanya
cincin besi”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
5. Tujuan Pernikahan
Adapun tujuan-tujuan pernikahan yang terpenting sebagaimana dikemukakan
Ali Qaimi (2007) sebagai berikut.
1. Memperoleh Ketenangan
Tujuan pernikahan adalah memperole ketenangan jiwa, fisik, pikiran, dan
akhlak. Dala kehidupan bersama, hendaklah suami istri selalu berusaha
meneguhkan keadaan tersebut, sehingga memungkinkan keduanya tumbuh
sempurna.
2. Saling Mengisi
Pernikahan memberikan pengaruh yang sangat besar dan penting terhadap
perilaku seseorang. Sejak itu, dimulailah fase kematangan dan kesempurnaan
yang mampu mentupi ketidakharmonisan dalam beraktifitas dan bergaul
(dimana masing-masing pihak berusaha merelakan, meluruskan, dan
menasehati satu sama lain).
3. Memelihara Agama
Pernikahan tidak hanya menyelamatkan seseorang dari lembah dosa, bahkan
lebih dari itu, memungkinkan dirinya mengahdap dan beribadah kepada Allah
swt. Sehingga menjadikan jiwanya tentram.
4. Kelangsungan Keturunan
Allah swt. Telah menumbuhkan keinginan dalam diri seseorang untuk
melanjutkan keturunan. Namun, ada kalanya manusia tidak mau direpotkan
dengan anak. Oleh karena itu, dimensi spiritual dari pernikahan hendaknya
dijadikan peganagn hidup agar rumah tangga dapat dibangun ke jalan
kesempurnaan.

6. Hak-Hak Istri Atas Suami


Islam tidaklah menetaptan suatu hak kepada seseorang suami sebelum ia menetapkan
suatu hak kepada seorang istri. Berikut hak-hak istri atas suami.
1. Hak Meminta Nafkah
Istri mempunyai hak menuntut nafkah kepada suaminya, karena suami bertanggung
jawab memenuhi kebutuhan istrinya. Nafkah itu berupa makanan, pakaian,
pengobatan, srana berhias, dan belaja yang sesuai dengan kondisi sosial dan
kemampuan materinya.
2. Hak Mendapatkan Perlakuan Baik
Islam menegaskan agar suami mengauli istrinya dengan sikap yang baik sesuai
dengan kebutuan individu. Istri harus mendafatkan hak ini sebagai manifestasi dari
komitmen pernikahannya.

7. Hak-Hak Suami Atas Istri


Adapun hak hak suami atas istrinya:
1. Hak memperoleh pemeliharaan rumah, harta dan putra-putrinya.
2. Hak untuk dtaati dan meminta pertanggung jawab.
3. Hak meendafatkan pergaulan dengan baik.
4. hak mendafatkan sikap dan penampilan yang baik.

B. Keluarga Bahagia ( Sakinah Mawaddah Warrahamah)


1. Pengertian Sakinah
Pengertian sakinah diorientasikan pada suasana dan sikap batin yang meliputi
suasana atau iklim yang nyaman dan tentram dibarengi dengan suasana penerimaan diri
dalam balutan cahaya ketenangan.
Ulama tafsir menyatakan bahwa sakinan dalam ayat tersebut adalah suasana
damai yang melingkupi rumah tangga. Masing-masing pihak (suami-istri) menjalankan
perintah allah swt. Dengan tekun, saling menghormati, saling toleransi. Dari suasana as-
sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawaddah),
sehingga rasa bertangunggung jawab kedua belah pihak semakin tinggi. Sehingga
ungkapan Rasululllah saw. “baitii jannatii”, rumahku adalah syurgaku, merupakan
ungkaan tepat tentang rumah tangga atau keluarga ideal.
Menurut Machfud (dalam ), keluarga sakinah adalah keluarga yang harmonis,
bahgia dan sejahtera lahir dan batin, hidup tenang, tentram damai dan penuh kasih
sayang. Dalam keluarga sakinah memiliki dimensi atau kreteria sebagai berikut:
- Hubungan suami istri seimbang.
- Nafsu seksual tersalur dengan baik dijalan allah.
- Anak terdidik menjadi anak yang saleh dan shalehah.
- Tepenuhi kebutuahan lahir dn batin suami istri.
- Terjalin persaudaraan yang akrab antara keluarga besar pihak suami dan pihak
istri.
- Dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik
- Menjalin hubungan mesra dengan tetangga.
- Dapat hidup bermasyarakat dan bernegara secara baik pula.
Penggunaan nama sakinah merupakan konsep dari Al-Quran surah Arrum ayat
21, “litaskunu ilaiha” yang berati bahwa tuhan menciptakan perjodohan bagi manusia
agar satu merasa tenteram terhadap yang lain. Dalam bahasa arab, kata sakinah
didalamnya terkandung arti tenang, hormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan
meperoleh pembelaan. Pengertian ini pula yang dipergunakan dalam ayat-ayat Al-Quran
dan al-hadits dalam konteks kehidupan manusia. Jadi, keluarga sakinah adalah kondisi
yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga, dan yang ideal biasanya jarang terjadi. Oleh
karena itu, ia tidak terjadi mendadak, tetapi didorong oleh pilar-pilar yang kokoh, yang
memerlukan perjuangan serta butuh waktu serta pengorbanan terlebih dahulu. Keluarga
sakinah merupakan subsistem sosial yang menurut alquran bukan bangunan yang berdiri
di atas lahan kosong (Mubarok, 2016).
Diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada keluarga sakinah tersebut
adalah:
1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis
cinta yang membara, yang menggebu-gemu dan “nggemesi”, sedangkan rahmah
adalah cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang
dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga,
sebaliknya, ramhah, lama kalamaan menumumbuhkan mawaddah.
2. Hubungan antara suami dan istri harus dasar saling membutuhkan, seperti pakaian
dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187).
Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) Menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas
dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap istri dan sebaliknya harus
menfungksikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika istri mempunyai kekurangan,
suami tidak menceritakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika istri sakit,
suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebliknya. Istri
harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampul
membanggakan istri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak,
dirumah “nglombrot” menyerbalkan.
3. Suami istri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara soaial dianggap
patut (ma’ruf), tidak asal benar dan hak, wa’asyiruhunna bil ma’ruf (Q/4:9).
Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-
nilai ma’ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isrti yang berasal dari
kultural yang menyolok perbedaannya.
4. Menurut hadis Rasulullah saw., pilar keluarga sakinah ada 4 (idzaaradallohu bi
ahli baitin khoiran dst);
a) Memiliki kecendungan kepada agama;
b) Yang muda mengormati yang tuadan yang tua menyayangi yang muda;
c) Sederhana dalam belanja;
d) Santn dalam bergaul; dan
e) Selalu introspeksi.
5. Menurut hadis Rasulullah saw., ada empat kan menjadi faktor yang mendatangkan
kebahagiaan keluarga (arba’un min sa’adat al mar’i), yakni :
a) Suami atau istri yang setia(saleh/salehah);
b) Anak-anak yang berbakti;
c) Lingkungan yang sehat;
d) Dekat rizkinya.

C. Seks Adalah Fitrah


Setiap manusia yang normal akan memiliki dorongan seksual atau lazim disebut
libido. Dorongan seksual itu bersifat alamiah dan inheren dengan perkembangan fisiologi
dan psikologis kehidupan manusia. Adanya dorongan seksual yang terdapat dalam diri
manusia, maka muncullah ketertarikan dan keinginan untuk saling menyayangi,
mencintai, dan saling berbagi kemesraan bahkan saling berhubungan seksual (jima’). Hal
ini merupakan sesuatu yang lumrah dan normal dalam diri manusia.
Akan tetapi fitrah seksual itu harus disalurkan dengan baik dan benar melalui jalan
yang halal. Islam pun membingkai penyaluran seksual tersebut dengan cara yang benar
yakni melalui sebuah pernikahan. Fitrah seks yang melekat pada setiap manusia tidak
boleh dikekang atau dikebiri, apalagi dimatikan, dan hal ini sangat bertentangan dengan
fitrah manusia.
Dalam berbagai kesempatan, Rasulullah SAW mengecam orang-orang yang
menolak untuk menikah. Bahkan dengan tujuan untuk meningkatkan frekuensi ibadah
sekalipun Rasulullah tidak membenarkannya.
D. Seks Adalah Ibadah
Sebagai salah tujuan dilaksanakannya nikah, hubungan intim menurut Islam
termasuk salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala
yang sangat besar. Karena Jima dalam ikatan nikah adalah jalan halal yang disediakan
Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani dan menyambung keturunan nabi Adam.
Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itulah setiap hubungan seks dalam rumah
tangga harus bertujuan dan dilakukan secara Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-
Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
Melalui pintu pernikahan, maka hubungan seks menjadi halal dan mendapatkan
pahala yang besar bahkan merupakan suatu berkah bagi umat Islam karena selain
melaksanakan ibadah, juga mendapatkan kenikmatan.

E. Adab Berhubungan Intim (Jima’)


Suami yang bijaksana adalah suami yang tidak hanya mementingkan kepuasan
diri sendiri, akan tetapi ia juga berupaya memberikan kepuasan kepada istrinya. Karena
itu cumbu rayu sangat diperlukan sebelum dimulainya hubungan badan (Jima’).
Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya:
“Janganlah salah seorang diantara kalian menggauli istrinya sebagaimana
hewan menggauli sesamanya. Hendaknya ia mengadakan pemanasan (perantara)
terlebih dahulu dengan jalan ciuman dan kata-kata mesra.” (HR. Turmudzi).
Membuat variasi dari aneka posisi dalam bersenggama bukanlah sesuatu yang
dilarang. Allah SWT berfirman:

Artinya: “Isteri-isterimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-
Baqarah: 223). Pasangan keluarga muslim atau bagi siapa saja yang ingin “mendatangi”
isterinya atau didatangi” harus memperhatikan adab jima itu sendiri.
a) Adab Sebelum Jima’
1. Menikah
Menikah adalah syarat mutlak untuk dapat melakukan hubungan intim
secara Islam, Menikah juga harus sesuai syarat dan rukunnya agar sah menurut
islam. Syarat dan Rukun pernikahan adalah : Adanya calon suami dan istri, wali,
dua orang saksi, mahar serta terlaksananya Ijab dan Kabul. Mahar harus sudah
diberikan kepada isteri terlebih dahulu sebelum suami menggauli isterinya sesuai
dengan sabda Rasullullah SAW:
“.Ibnu Abbas berkata: Ketika Ali menikah dengan Fathimah, Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Berikanlah sesuatu
kepadanya.” Ali menjawab: Aku tidak mempunyai apa-apa. Beliau
bersabda: “Mana baju besi buatan Huthomiyyah milikmu?”. Riwayat Abu
Dawud dan Nasa’i. Hadits shahih menurut Hakim.
Ini artinya Ali harus memberikan mahar dulu sebelum “mendatangi”
Fathimah Dalam Islam, setiap Jima’ yang dilakukan secara sah antara suami
dengan isteri akan mendapat pahala sesuai dengan Sabda Rasullullah sallahu
alaihi wassalam:
“Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.”
Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan
yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di
jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan
Ibnu Khuzaimah).
Menikah sangat banyak kebaikannya yaitu: Menikah sangat dianjurkan
Allah & Rasullullah SAW, menikah akan mendapatkan hak untuk ditolong Allah,
dapat memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, menambah keluhuran/ kehormatan
dan yang pasti anda telah berhasil mengalahkan setan dkk karena orang yang
menikah telah berubah menjadi orang yang penuh dengan pahala dan jika
beribadah pun akan berlipat-lipat pahalanya dibandingkan ibadahnya saat
membujang “Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih
baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)” (HR. Ibnu
Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).

2. Memilih Hari Dan Waktu Yang Baik / Sunnah Untuk Jima’


Semua hari baik untuk jima’ tapi hari yang terbaik untuk jima’ dan ada
keterangannya dalam hadist adalah hari Jumat sedangkan hari lain yang ada
manfaatnya dari hasil penelitian untuk jima’ adalah hari Kamis. Sedangkan waktu
yang disarankan oleh Allah SWT untuk jima adalah setelah sholat Isya sampai
sebelum sholat subuh dan tengah hari sesuai firman Allah dam surat An Nuur ayat
58.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita)
yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig diantara kamu,
meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat
subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan
sesudah sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa
atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu . Mereka
melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang
lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 24:58)
Melihat kondisi diatas maka hari dan waktu terbaik untuk jima adalah :
Hari Kamis Malam setelah Isya dan Hari Jumat sebelum sholat subuh dan tengah
hari sebelum sholat jumat. Barang siapa yang menggauli isterinya pada hari
Jumat dan mandi janabah serta bergegas pergi menuju masjid dengan berjalan
kaki, tidak berkendaraan, dan setelah dekat dengan Imam ia mendengarkan
khutbah serta tidak menyia-nyiakannya, maka baginya pahala untuk setiap
langkah kakinya seperti pahala amal selama setahun,yaitu pahala puasa dan
sholat malam didalamnya (HR Abu Dawud, An nasai, Ibnu Majah dan sanad
hadist ini dinyatakan sahih).

3. Disunahkan Mandi Sebelum Jima’


Mandi sebelum jima’ dan bersikat gigi bertujuan agar memberikan
kesegaran dan kenikmatan saat jima’. Mandi akan menambah nikmat jima karena
badan akan terasa segar dan bersih sehingga mengurangi gangguan saat jima’.
Jangan lupa jika setelah selesai jima’ dan masih ingin mengulangi lagi sebaiknya
kemaluan dicuci kemudian berwudhu.
“Abu Rofi’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap
kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah,
bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab,
“Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.” (HR. Abu Daud
no. 219 dan Ahmad 6/8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan).
4. Sebaiknya Sholat Sunnah 2 Rakaat Sebelum Jima’
Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: “Aku memberi nasehat kepada seorang pria
yang hendak menikahi pemudi yang masih gadis, karena ia takut isterinya akan
membencinya jika ia mendatanginya, yaitu perintahkanlah (diajak) agar ia
melaksanakan sholat 2 rakaat dibelakangmu dan berdoa : Ya Allah berkahilah
aku dan keluargaku dan berkahilah mereka untukku. Ya Allah satukanlah kami
sebagaimana telah engkau satukan kami karena kebaikan dan pisahkanlah kami
jika Engkau pisahkan untuk satu kebaikan”(HR. Ibnu Abi Syaibah dan
Thabrani dengan sanad Sahih)

5. Menggunakan Parfum Yang Disukai Suami/ Isteri Sebelum Jima’


Menggunakan parfum oleh perempuan sebelum jima di sunahkan karena
akan lebih lebih meningkatkan gairah suami isteri sehingga meningkatkan kualitas
dalam berhubungan suami isteri. Hal ini didasarkan pada hadist berikut : Empat
macam diantara sunnahsunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai
wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).

6. Berpakaian Dan Berdandan Yang Disukai Suami / Isteri Sebelum Jima’


Seorang isteri sebaiknya berdandan dan memakai pakaian yang disukai
suami untuk menyenangkan dan memudahkan suami berjima’. Berpakaian seksi
dikamar tidur dimana hanya suami atau isteri yang melihatnya diperbolehkan
dalam islam karena dapat meningkatkan kualitas hubungan suami isteri.

7. Berdoa Meminta Perlindungan Allah Sebelum Jima’


Berdoa sangat penting sebelum melakukan jima’ terutama adalah doa
memohon perlindungan kepada Allah terhadap gangguan setan dalam pelaksanaan
jima. Berdoa dimulai dengan mengucapkan:
“ Bismillah. Allahumma jannabnasyoithona wa jannabisyaithona maa
rozaktanaa”
Artinya : Dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarkanlah kami dari syetan dan
jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetan. Rasulullah saw.
bersabda: Apabila salah seorang mereka akan menggauli istrinya,
hendaklah ia membaca: “Bismillah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan
dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”.
Sebab jika ditakdirkan hubungan antara mereka berdua tersebut
membuahkan anak, maka setan tidak akan membahayakan anak itu
selamanya. (Shahih Muslim No.2591).

B. Adab Saat Jima’


1. Jima Dalam Ruang Tertutup Tidak Ditempat Terbuka
Jima adalah hubungan yang sangat pribadi sehingga jika dilakukan
ditempat terbuka (atap langit) dengan tekhnologi lensa terkini dapat saja hubungan
itu terlihat atau direkam oleh karena Jima’ ditempat tertutup lebih baik.

2. Melakukan Cumbu Rayu Saat Jima Dan Bersikap Romantis


Islam mengajarkan jima yang disertai dengan pendahuluan ungkapan
perasaan kasih sayang seperti ucapan romantis, ciuman dan cumbu rayu dan tidak
mengajarkan langsung hajar tanpa pendahuluan. Hal ini sesuai dengan: Sabda
Rasul Allâh SAW:
“Siapa pun diantara kamu, janganlah menyamai isterinya seperti seekor
hewan bersenggama, tapi hendaklah ia dahului dengan perentaraan.
Selanjutnya, ada yang bertanya: Apakah perantaraan itu ? Rasul Allâh SAW
bersabda, “yaitu ciuman dan ucapan-ucapan romantis”. (HR. Bukhâri dan
Muslim).
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Beliau bersabda, “Janganlah
salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia
terlebih dahulu memberikan pendahuluan,yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR.
At-Tirmidzi). Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya
kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa
saling bercanda ria? …yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR.
Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087)

3. Boleh, Memberikan Rangsangan Dengan Meraba, Melihat, Mencium Daerah


Sensitif Isteri
Suami boleh melihat, meraba kemaluan isteri begitu juga sebaliknya.
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.
(QS. 2:223)

4. Menggunakan Selimut Sebagai Penutup Saat Berjima


Dari ‘Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi
istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah
telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah).

5. Jima Boleh Dari Mana Saja Asal Tidak Lewat Jalan Belakang (Sodomi)
Jima dengan isteri boleh dilakukan darimana arah mana saja dari depan,
samping, belakang ( asal tidak sodomi) atau posisi berdiri, telungkup, duduk,
berbaring dll Dubur adalah bukan tempat bercocok tanam yang menghasilkan
tanaman (keturunan) tapi tempat pembuangan kotoran Dari Abi Hurairah
Radhiallahu’anhu. bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Dilaknat orang yang menyetubuhi wanita di duburnya”. (HR Ahmad, Abu
Daud dan An- Nasai)

6. Boleh Menggunakan Kondom Atau Dikeluarkan Diluar Kemaluan Isteri (‘Azl)


Dari Jabir berkata: ”Kami melakukan ’azl di masa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya”
(HR muslim).

C. Adab Setelah Jima’


1. Tidak Langsung Meninggalkan Suami / Isteri Setelah Jima’ Berdiam Diri
2. Mencuci Kemaluan Dan Berwudhu Jika Ingin Mengulang Jima’
Dari Abu Sa’id, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Jika
salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulangi
senggamanya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim no. 308)
3. Berdoa Setelah Jima
4. Mandi Besar / Mandi Janabah Setelah Jima’.
Dari Ubai bin Ka`ab bahwasanya ia berkata : “Wahai Rasul Allâh,
apabila ia seorang laki-laki menyetubuhi isterinya, tetapi tidak mengeluarkan
mani, apakah yang diwajibkan olehnya? Beliau bersabda, ”Hendaknya dia
mencuci bagian-bagian yang berhubungan dengan kemaluan perempuan,
berwudhu’ dan lalu halat”. Abu `Abd Allâh berkata, “mandi adalah lebih
berhati-hati dan merupakan peraturan hukum yang terakhir. Namun
mengetahui tidak wajibnya mandi kamu uraikan juga untuk menerangkan
adanya perselisihan pendapat antara orang `alim.” (HR. Bukhâriy dalam
Kitab Shahihnya/Kitab Mandi, hadits ke-290).

Anda mungkin juga menyukai