Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin yang

sedang tumbuh didalam tubuhnya (yang ada pada umumnya didalam

rahim). Kehamilan pada manusia berkisar 40 minggu hingga 9 bulan,

dihitung dari awal periode mensrtuasi terakhir sampai melahirkan.

Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan

khusus agar dapat berlangsung dengan baik, karena kehamilan ini bersifat

dinamis, karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba-tiba dapat

menjadi berisiko tinggi (Walyani, 2015).

Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang terjadi sampai

umur kehamilan 20 minggu, muntah begitu hebat dimana segala apa yang

dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempegaruhi keadaan umum

dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi dan terdapat

aseton dalam urine bukan karena penyakit seperti Appendisitis, Pielititis dan

sebagainya (Nugroho, 2014).

Mual dan muntah merupakan hal yang umum terjadi pada awal

kehamilan (trimester l). Mual muntah biasanya terjadi pada pagi hari, oleh

karena disebut juga morning sickness, namun tidak menutup kemungkinan

juga terjadi pada siang dan malam hari. Sekitar 50-60% kehamilan disertai
dengan mual dan muntah, dari 360 wanita hamil 2% di antaranya mengalami

mual muntah di pagi hari dan 80% mengalami mual dan muntah sepanjang

hari kondisi ini biasanya bertahan dan mencapai puncak pada usia kehamilan

9 minggu. Demikian sekitar 20% kasus mual muntah akan berlanjut sampai

kelahiran. Mual muntah yang berlebihan dan terjadi sepanjang hari sampai

mengganggu pekerjaan sehari-hari dan menyebabkan dehidrasi yang

disebut sebagai hiperemesis gravidarum (Faujiyah, 2017).

Menurut World Health Organization (WHO) yang menangani masalah

bidang kesehatan, mengatakan bahwa hiperemesis gravidarum terjadi

diseluruh dunia, diantaranya di Negara-negara Benua Amerika dengan angka

kejadian yang beragam. Sementara itu, kejadian hiperemesis gravidarum

juga banyak terjadi di Asia, contohnya di Pakistan, Turki dan Malaysia.

Angka kejadian hiperemesis gravidarum di Indonesia adalah mulai dari 1%

sampai 3% dari seluruh kehamilan. WHO memperkirakan setiap tahun

terjadi 210 juta kehamilan diseluruh dunia. Seluruh 20 juta perempuan

mengalami kesakitan sebagai akibat kehamilan. Sekitar 8 juta mengalami

komplikasi yang mengancam jiwa, dan lebih dari 500.000 meninggal pada

tahun 1995 sebanyak 240.000 dari jumlah ini hampir 50% terjadi di Negara

negara Asia Selatan dan tenggara termasuk Indonesia (Nur, 2018).

Hiperemesis gravidarum terjadi diseluruh dunia, di beberapa negara

maju seperti di Swedia sebesar 0,3%, di China 10,8%, 0,5% di California, 0,8%

di Canada, 10,8%, di Norwegia dan di Amerika 0,5-2%, sedangkan di


Indonesia kejadian hiperemesis gravidarum terjadi pada 1-3% dari seluruh

kehamilan. Kejadian hperemesis gravidarum di Surabaya sebesar 24% dan di

Jawa barat 13% (Anggasari,2016).

Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013

terdapat 13,1% ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum, yaitu ibu hamil

dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir

sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%).

Jumlah kematian ibu di Kabupaten OKU selama tahun 2019 sebanyak

7 orang dari 7.817 kelahiran hidup, menurun 30% dari tahun 2018 (sebanyak

11 orang dari 7.667 kelahiran hidup). Berdasarkan asumsi, maka AKI di

Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2019 sebesar 90/100.000 KH menurun

30% dari tahun 2018 (sebesar 143/100.000 KH). Walaupun Angka tersebut

relatif cukup rendah bila dibandingkan dangan angka nasional yang sebesar

359/100.000 (Target RPJMN 2019 sebesar 306/100.000 KH) namun tetap

harus diwaspadai karena tidak menutup kemungkinan masih adanya

“missedopportunities” terhadap kematian yang tidak dilaporkan. Dalam

empat tahun terakhir ini angka kematian terjadi fluktuasi yaitu tahun 2016

AKI 76,2/100.000 KH, tahun 2017 AKI 130/100.000 KH, tahun 2018 AKI

134/100.000 KH dan tahun 2019 AKI 90/100.000 KH. Kegiatan-kegiatan yang

menunjang penurunan AKI harus tetap dilakukan agar AKI dapat memenuhi

taget RPJMD dan target SDGs tahun 2030 (70/100.000 KH). (Dinkes

Kabupaten OKU, 2020).


Persentase penyebab kematin ibu jika dilihat dari penyebabnya,

kematian ibu disebabkan karena hipertensi dalam kehamilan 2 kasus,

gangguan sistem peredaran darah 1 kasus dan penyebab lain-lain 4 kasus.

Ketiga penyebab kematian ibu ini masih sama dengan penyebab kematian

ibu tahun 2018, hanya saja di tahun 2019 tidak terjadi kematian yang

disebabkan karena perdarahan. Jika dilihat dari sisi usia, 14% terjadi pada

ibu hamil dengan usia dalam dua tahun terakhir penyebab kematian ibu

lebih banyak disebabkan oleh penyebab tidak langsung yang berasal dari

penyakit pada ibu sebelum hamil, oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi

agar ANC dapat dilakukan sedini mungkin serta pada kasus-kasus risti tetap

dilakukan pemantauan secara berkala sampai selesai masa nifas baik untuk

ibu maupun bayinya. (Profil Dinkes Kabupaten OKU, 2020).

Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka

kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum

dirawat inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi

terus-menerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus

ekstrim, ibu hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi

kehamilan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian

hyperemesis gravidarum antara lain : berdasarkan karateristiknya (umur ibu,

pendidikan, pekerjaan, usia kehamilan, jarak kehamilan dan paritas. Faktor

risiko yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum antara lain

hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya, berat badan berlebih,


kehamilan multipel, penyakit trofoblastik, nuliparitas dan merokok

(Gunawan, Manengkei dan Ocviyanti, 2011).

Penyebab pasti hiperemesis gravidarum belum diketahui, akan tetapi

interaksi kompleks dari faktor biologis, psikologis dan sosial budaya

diperkirakan menjadi penyebab hiperemesis gravidarum. Selain itu

kehamilan multipel, perempuan dengan kehamilan pertama, usia < 20 tahun

dan > 35 tahun, kehamilan mola hidatidosa, serta berat badan berlebih

menjadi faktor pencetus pada beberapa penelitian (Isnaini N, 2018).

Menurut Ahmad Rofuq (2018) proporsi kematian terbanyak terjadi

pada ibu dengan prioritas 1-3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan

ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan proporsi kematian maternal

lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu

mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa

kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu

dekat beresiko terjadinya hiperemesis gravidarum dan anemia dalam

kehamilan. Karena candangan zat besi ibu hamil pulih akhirnya terkuras

untuk keperluan janin di kandungannya.

Sekitar 50-70% ibu hamil mengalami mual dan muntah. Keluhan mual

dan muntah ini dikatakan wajar jika dialami pada uia kehamilan 8-12 minggu

dan semakin berkurang secara bertahap hingga akhirnya berhenti di usia

kehamilan 16 minggu (Imam, 2015).

Paritas dapat di bedakan menjadi nulipara, primipara, multipara, dan


grandemultipara. Kejadian hiperemesis gravidarum lebih sering di alami oleh

primigravida dan multigravida, hal ini berhubungan dengan tingkat

kesetresan dan usia si ibu saat mengalami kehamilan pertama (Asnasari T,

2012).

Hiperemesis gravidarum cenderung terjadi pada ibu hamil primipara.

Hal ini disebabkan belum adanya kesiapan fisik dalam menghadapi

kehamilan serta pengalaman dalam persalinan sehingga menimbulkan rasa

takut semasa kehamilan dimana mual dan muntah terjadi pada 60-80% pada

ibu primigravida. Satu diantara seribu kehamilan gejala-gejala lain terjadi

lebih berat, hal ini disebabkan karena meningkatnya kadar hormon estrogen

dah HCG (Mukhtar AS, 2018).

Dari hasil studi pendahuluan di RSIA Amnaa Baturaja pada tahun

2018 jumlah ibu hamil TM 1 – TM III sebanyak 1140 orang, dimana pada

trimester I terdapat 17 orang 1,49 persen ibu hamil dengan hiperemesis

gravidarum. Pada tahun 2019 angka kejadian hiperemesis gravidarum dari

955 ibu hamil terdapat 22 orang 2,30 persen ibu hamil dengan hiperemesis

gravidarum sedangkan pada tahun 2020 jumlah ibu hamil sebanyak 689

orang terdapat 2,17 persen ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum , AB

sebanyak 43 orang 6,24 persen, Blighted Ovum (BO) sebanyak 37 orang

5,37 persen dan IUFD sebanyak 2 orang 0,29 persen. Pada trimester II

terdapat dead conceptus sebanyak 9 orang 1,30 persen, molahidatidosa 2

orang 0,29 persen dan IUFD sebanyak 6 orang 0,87 persen. Sedangkan, pada
trimester III terdapat 14 orang 2,03 persen ibu hamil yang mengalami

preeklamsia, 53 orang 7,69 persen KPSW, Gemelli 2 orang 0,29 persen dan

IUFD 7 orang 1,01 persen (RSIA Amnna Baturaja, 2021).

Berdasarkan data rekam medik dari bulan Januari sampai dengan

Mei 2021 didapat ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC yang

mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 12 orang 4,65 persen dan

didapatkan dari 12 orang ibu yang mengalami hiperemesis gravidarum 5

orang berumur dibawah 20 tahun 3 orang berumur 20-35 tahun dan 4 orang

lagi yang berumur diatas 35 tahun, kemudian dari 12 ibu hamil yang

mengalami hiperemesis 6 orang diantaranya masih belum mempunyai anak

dan dari 6 tersebut 3 orang sudah mempunyai anak dengan jarak kehamilan

> 2 tahun dengan LILA 23,3 cm dan 4 orang lainnya sudah mempunyai anak

dengan BB sebelum hamil 54 kg BB setelah hamil 51 kg dan juga bekerja

sebagai pedagang dan wiraswasta. Pada tahun 2020-2021 banyak kasus

komplikasi yang mengharuskan ibu harus di rawat inap tetapi karena wabah

pandemi covid-19 ini semua ibu hamil seperti ibu hamil yang mengalami

hiperemesis gravidarum diusahakan untuk rawat jalan saja dan petugas yang

melakukan home visit untuk melihat perkembangan kesehatannya. Apabila

memang tidak membaik maka ibu hamil harus dirawat inap dan diberikan

pengobatan lebih lanjut (RSIA Amnna Baturaja, 2021).

Maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul

"Hubungan Jarak Kehamilan, Usia Kehamilan dan Paritas dengan Kejadian


Hiperemesis Gravidarum (HEG) pada Ibu Hamil di RSIA Amanna Baturaja

Kec. Baturaja Timur Kab. OKU tahun 2020".

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas menyatakan hampir 25% pasien

hiperemesis gravidarum dirawat inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi

hiperemesis yang terjadi terus-menerus dan sulit sembuh membuat pasien

depresi. Pada kasus-kasus ekstrim, ibu hamil bahkan dapat merasa ingin

melakukan terminasi kehamilan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan

kejadian hiperemesis gravidarum antara lain : berdasarkan karateristiknya

(umur ibu, pendidikan, pekerjaan, usia kehamilan, jarak kehamilan dan

paritas. Faktor psikologis (stress, peningkatan hormon progesreron dan

estrogen dan Hcg). Faktor risiko yang berhubungan dengan hiperemesis

gravidarum antara lain hiperemesis gravidarum pada kehamilan

sebelumnya, berat badan berlebih, kehamilan multipel, penyakit

trofoblastik, nuliparitas dan merokok (Gunawan, Manengkei dan Ocviyanti,

2011).

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan dikarenakan keterbatasan

waktu, biaya, dan tenaga maka penulis hanya mengambil tiga variabel saja

yaitu jarak kehamilan, usia kehamilan dan paritas (variabel independen)


dengan kejadian hiperemesis gravidarum (variabel dependen) dimana tempat

penelitiannya dilaksanakan di Rumah Sakit Kabupaten Ogan Komering Ulu

Tahun 2020.

1.4 Rumusan Masalah

1.4.1 Secara Simultan

Adakah hubungan jarak kehamilan, usia kehamilan dan paritas

dengan kejadian hiperemesis gravidarum di RSIA Amnna Baturaja

Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun

2020.

1.4.2 Secara Parsial

1. Adakah hubungan Jarak Kehamilan dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di RSIA Amanna Baturaja Kecamatan Baturaja Timur

Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2020.

2. Adakah hubungan usia kehamilan dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di RSIA Amanna Baturaja Kecamatan Baturaja Timur

Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2020.

3. Adakah hubungan paritas dengan kejadian hiperemesis

gravidarum di RSIA Amanna Baturaja Kecamatan Baturaja Timur

Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2020.

1.5 Tujuan Penelitian


1.5.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan jarak kehamilan, usia kehamilan

dan paritas secara simultan dengan kejadian hiperemesis gravidarum

di RSIA Amanna Baturaja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan

Komering Ulu Tahun 2020.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan Jarak kehamilan secara parsial

dengan kejadian hiperemesis gravidarum di RSIA Amanna

Baturaja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering

Ulu Tahun 2020.

2. Untuk mengetahui hubungan usia kehamilan secara parsial

dengan kejadian hiperemesis gravidarum di RSIA Amanna

Baturaja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering

Ulu Tahun 2020.

3. Untuk mengetahui hubungan paritas secara parsial dengan

kejadian hiperemesis gravidarum di di RSIA Amanna Baturaja

Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun

2020.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Universitas Kader Bangsa Palembang


Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi

mahasiswa dan dapat digunakan sebagai referensi untuk

menambah wawasan bagi mahasiswa program pendidik

kebidanan khususnya tentang hiperemesis gravidarum.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat sebagai wahana untuk

menerapkan ilmu tentang hiperemesis gravidarum untuk

mengetahui tentang faktor yang berhubungan dengan hiperemesis

gravidarum dan juga sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan di Universitas Kader Bangsa

Palembang.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong agar ibu

hamil dapat mempertahankan kehamilannya dan meningkatkan

pengetahuan ibu hamil tentang faktor yang mempengaruhi

kejadian hiperemesis gravidarum

2. Bagi RSIA Amnna Baturaja

Sebagai bahan masukan dan sarana informasi bagi RSIA


Amnna Baturaja untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan terhadap ibu hamil untuk mencegah terjadinya

hiperemesis gravidarum.

Anda mungkin juga menyukai