Anda di halaman 1dari 15

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia didiagnosis ketika wanita hamil normotensif sebelumnya, setelah


20 minggu masa kehamilan tekanan darah lebih tinggi dari 140/90mmHg, dengan atau
tanpa proteinuria, disertai dengan trombositopenia, edema paru dan lesi organ yang
mempengaruhi organ akhir seperti ginjal, otak atau hati (ACOG, 2013).
Etiologi preeklampsia masih belum jelas, beberapa faktor yang dianggap
berperan pada kejadian preeklampsia adalah gen, plasenta, respon imun dan penyakit
vaskular pada ibu (Cuningham, 2013). Disfungsi endotel dan plasenta diduga berperan
penting dalam perkembangan terjadinya preeklampsia (Mateus et al., 2011).
Adapun komplikasi yang ditimbulkan dari preeklampsia, meliputi eklampsia,
hemolytic-elevated liver enzim and low platelet (HELLP syndrome), Disseminated
Intravascular Coagulophaty (DIC), hipertensi emergensi, hipertensi ensefalopati dan
kebutaan daerah kortikal serebri (Cunningham, 2013).
Preeklampsia dibedakan menjadi usia kehamilan <34 minggu dan usia
kehamilan ≥34 minggu (Peter et.al, 2003). Konsep preeklampsia early onset dan late
onset merupakan konsep yang lebih modern, dan dinyatakan bahwa kedua entitas ini
memiliki etiologi yang berbeda dan harus dianggap sebagai bentuk penyakit yang
berbeda. Preeklampsia early onset (sebelum 34 minggu) umumnya terkait dengan
Doppler arteri uterus yang abnormal, terjadinya hambatan pertumbuhan janin (FGR =
Fetal Growth Restriction), dan berakibat fatal untuk kelangsungan hidup ibu maupun
janin. Lain halnya dengan preeklampsia late onset (setelah 34 minggu), dimana
didapatkan tingkat keterlibatan janin yang sedikit, dan hasil perinatal yang lebih baik
(Lisonkova, 2013).

commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

B. Epidemiologi
Di Indonesia kematian ibu terjadi setiap 1 jam. Berdasarkan survei demografi
dan kesehatan Indonesia ( SDKI) tahun 2012, AKI sebesar 359 per 100.0000 kelahiran
hidup. Angka ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara - negara
tetanggga di kawasan ASEAN. Pemerintah sejak tahun 1990 telah melakukan upaya
strategis dalam upaya menekan AKI dengan pendekatan safe motherhood yaitu
memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga selamat
dan sehat selama kehamilan dan persalinannya.
Lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam
kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Kematian ibu di Indonesia
masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan, dan infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana perdarahan
dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin
meningkat. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 disebabkan oleh
HDK.

Gambar 2.1 Angka Kematian Ibu di Indonesia tahun 1991 – 2012.


Sumber: BPS, SDKI 1991-2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.2 Penyebab Kematian Ibu di Indonesia tahun 2010 – 2013


Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Tampak peningkatan kasus HDK yang signifikan dari tahun ke tahun 21,5%
pada tahun 2010 dan 27,1% pada tahun 2013. Hal ini perlu menjadi perhatian serius dan
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor – faktor apa yang
menyebabkan peningkatan kasus ini. HDK seharusnya bisa diketahui dan diidentifikasi
dari saat antenatal care apabila strategi pendekatan resikonya berjalan dengan baik.
Di Jawa Tengah, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta, angka kematian ibu hamil pada tahun 2012 yang disebabkan preeklampsia
sebanyak 63,3% yaitu 19 orang dari 30 ibu hamil yang meninggal dan pada tahun 2013
sebanyak 57,14% yaitu 12 orang dari 21 ibu hamil yang meninggal (Sulistyowati et al.,
2016).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

C. Patogenesis Preeklampsia

Patofisiologi preeklampsia sangat kompleks, dan yang menjadi penyebab utama


adalah adanya plasentasi yang abnormal. Beberapa studi mengatakan bahwa
preeklampsia terjadi dua tahap, yaitu tahap pertama / stadium preklinik, yaitu pada
proses endotelialisasi yang terjadi gangguan sitotrofoblas serta invasi arteri spiralis pada
miometrium yang tidak adekuat sehingga menyebabkan terjadinya iskemia dan hipoksia
plasenta. Tahap kedua terjadi pada kehamilan lanjut, yaitu adanya stress oksidatif
plasenta menyebabkan pelepasan protein antiangiogenik seperti sFlt-1, prostaglandin,
dan sitokin ke dalam sirkulasi maternal. Keadaan stress oksidatif tersebut akan menekan
produksi faktor proangiogenik termasuk PlGF dan VEGF (Creasy, 2014). Kondisi
lingkungan hipoksia di dalam plasenta mengakibatkan vasokontriksi, peningkatan
tekanan darah, dan disfungsi endotel (Norma, 2006). Tahap kedua ini yaitu tahap
simptomatik atau sindrom maternal ditandai oleh hipertensi, gangguan ginjal, dan
proteinuria dan hal ini akan dapat berkembang menjadi HELLP syndrome, eklampsia
dan gagal ginjal (Creasy, 2014).
Pada pemeriksaan plasenta wanita hamil dengan preeklampsia umumnya
ditemukan plasenta yang mengalami infark dan terjadi penyempitan karena sklerosis
dari arteri dimana ditandai dengan kelainan invasi endovaskuler oleh sitotrofoblas dan
tidak adekuatnya remodeling dari arteri spiralis uterus (Creasy, 2014).
Meskipun perubahan patologis secara makroskopis tidak selalu ada pada
kehamilan dengan preeklampsia namun profil plasenta seperti Doppler arteri uterina
yang abnormal dan morfologi plasenta telah digunakan untuk mengidentifikasi secara
kohort pada wanita dengan risiko preeklampsia. Penelitian Doppler arteri uterina yang
mengukur indeks pulsatif (IP) menunjukkan peningkatan tahanan vaskuler uterus
sebelum tanda dan gejala dari preeklampsia timbul (Holston et al., 2009).
Kelainan tersebut mungkin juga berkaitan dengan jalur nitrit oksida, yang
memberikan kontribusi substansial untuk mengontrol tekanan vaskuler. Selain nitrit
oksida, adanya stres oksidatif memacu pelepasan dari radikal bebas, lipid oksida, sitokin
dan sFlt-1. Hal tersebut mengakibatkan disfungsi endotel dengan gangguan
permeabilitas vaskuler dan hipertensi (Li et al., 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Proses plasentasi pada mamalia membutuhkan faktor angiogenesis yang tinggi


untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi janin. Faktor proangiogenik dan
antiangiogenik bekerjasama dalam perkembangan plasenta. Dipercaya bahwa
angiogenesis plasenta pada preeklampsia tidak efektif. Pada preeklampsia, sitotrofoblas
gagal merubah ikatan cell-surface dan adhesion molecules. Perubahan yang abnormal
dari sitotrofoblas merupakan deteksi awal yang akan menyebabkan iskhemia plasenta
(Hagman et al., 2012).

Gambar 2.3. Patogenesis Preeklampsia (Hagman et al., 2012)

Gambar di atas menjelaskan terjadinya invasi trofoblas yang tidak adekuat


sehingga menyebabkan reaksi inflamasi dan infark pada plasenta yang mengakibatkan
disfungsi endotel yang akan memacu commit to user
pelepasan substansi toksik, apoptosis, radikal
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

bebas, dan inflamasi sistemik. Trofoblas pada preeklampsia mengalami maltransformasi


saat menginvasi arteri spiralis, hal tersebut menyebabkan abnormalitas plasenta dimana
invasi sitotrofoblas pada arteri terbatas tidak sampai endotel, sangat dangkal, dan tidak
menyebar. Diferensiasi abnormal plasenta ini merupakan awal hipoksia yang pada
akhirnya menyebabkan iskemia plasenta. Abnormalitas plasenta sebagai akibat
kegagalan remodeling sitotrofoblas arteri spiralis uterus menyebabkan pelepasan
beberapa faktor angiogenik tersekresi ke sirkulasi maternal dan mencapai puncaknya
pada simptom klinis preeklampsia yang dikenal dengan sindrom maternal (Hagman et
al, 2012).

D. Plasenta pada Preeklampsia

Pada kehamilan normal, arteri spiralis uteri mengalami remodeling, ditandai


dengan adanya sel ekstravilus trofoblas interstitial menginvasi desidua endometrium
dan myometrium bagian dalam dan sel ekstravilus trofoblas endovaskuler menginvasi
lumen arteri spiralis, sehingga mengakibatkan endotelium, otot polos pembuluh darah
dan lamina elastik diganti dengan fibrinoid sehingga menghasilkan pembuluh darah
yang lebar, lemas, tipis dan memiliki tahanan yang rendah (Lyall, 2013). Namun pada
preeklampsia, terjadi gangguan remodeling arteria spiralis di miometrial dan invasi
trofoblas dinding arteriola spiralis, sehingga arteriola miometrium bagian dalam tidak
kehilangan lapisan endotel dan jaringan muskuloelastiknya menyebabkan menurunnya
aliran darah uteroplasenta (Romero, 2013). Lumen arteriola spiralis yang terlalu sempit
(abnormal) diduga akan mengganggu aliran darah plasenta (Lyall, 2013; Roberts, 2012).

Pada preeklampsia, plasenta mengalami keadaan perfusi yang inadekuat dan


perubahan arteri spiralis berubah mengalami stenosis dan oklusi derajat berat sehingga
plasenta mengalami hipoksia, stres oksidatif dan iskemia, yang menyebabkan nekrosis
dan infark. Abnormalitas aliran darah pada preeklampsia, mempengaruhi arteri spiralis
dimana merupakan arteri yang mensuplai villi. Suplai oksigen villi yang berkurang
mengakibatkan hipoksia yang menyebabkan bentuk bagian ujung atau terminal villi
menjadi tidak beraturan sehingga pada plasenta preeklampsia dapat di temukan suatu
endateritis obliteratif yang disebabkan karena kurangnya pasokan oksigen kepada
commit
pembuluh darah terutama arteriol dimana hal toiniuser
menyebabkan sel otot polos tunika
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

media akan bermigrasi ke tunika intima dan mengalami proliferasi yang ditandai dengan
penebalan tunika intima sehingga mengakibatkan penyempitan pada pembuluh darah.
Selain itu pada plasenta preeklampsia dapat ditemukan adanya fibrosis stroma yang
mempunyai kaitan erat dengan gangguan vaskularisasi atau proliferasi fibroblastik yang
merupakan proses perbaikan jaringan yang rusak akibat radang kronis karena hipoksia
(Simbolon, 2013).

E. Histologi Plasenta Preeklampsia

Menurunnya aliran darah pada ruang intervilli akibat stenosis dan atau oklusi
arteria spiralis pada preklampsia akan menyebabkan perubahan gambaran histopatologi
plasenta berupa: proliferasi sel-sel sitotrofoblas, meningkatnya syncitial knots,
penebalan membrana basalis trofoblas, nekrosis fibrinoid, aterosis akut, pengurangan
jumlah vaskuler (hipovaskuler/ avaskuler) penebalan arteri villi korialis dan
penyempitan diameter arteri villi korialis (Narasimha, 2011; Varughese et al., 2013).

Selain itu pada preeklampsia, terdapat respon pembuluh darah terhadap


angiotensin II dan kadar tromboksan (suatu vasokonstriktor yang poten) meningkat
beberapa kali lipat, tetapi di pihak lain, prostasiklin yang berperan dalam relaksasi
pembuluh darah dan dihasilkan oleh sel endotel vaskuler uterus, arteria umbilikalis dan
vena plasenta kadarnya menurun, sehingga efek vasokonstriksi dari angiotensin II dan
tromboksan tidak dapat dicegah secara efektif. Hal inilah yang diduga menyebabkan
perubahan gambaran histologi berupa penebalan dinding pembuluh darah dan
berkurangnya (hipovaskuler/avaskuler) pembuluh darah vili korialis.

Gambaran histologi plasenta tersebut ada bila pada ruang intervili terdapat
perdarahan yang sedikit/ kurang, bila ruang intervili terdapat perdarahan yang cukup
maka gambaran histologi tersebut tidak ditemukan. Stenosis atau oklusi arteri spiralis
terjadi karena gagalnya sel-sel trofoblas mengadakan remodeling, sehingga adanya
gambaran perubahan histologi plasenta tersebut menandakan bahwa pada preeklampsia
terjadi penurunan perfusi uteroplasenter yang bisa memberikan efek gangguan pada
pertumbuhan janin intrauterin (Romero, 2013).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Pada penelitian Narasimha dan Noha, juga memperlihatkan bahwa terdapat


perubahan gambaran histologi plasenta pada preeklampsia dibandingkan dengan
kehamilan normal (Narasimha, 2011; Noha, 2014).

a. Plasenta Preeklampsia b. Arteri Vili Korialis

Gambar 2.4. Plasenta preeklampsia dengan penebalan dinding arteri vili korialis
(Narasimha, 2011).

F. Faktor Resiko Preeklampsia


- Usia
Wanita multipara berusia 35 atau lebih tua, 2,5 kali berisiko mengalami
preeklampsia dibandingkan wanita multipara berusia muda.
Lamminpaa, et al. (2012) menyimpulkan bahwa usia ibu di atas 35 tahun dapat
meningkatkan resiko preeklampsi lebih tinggi daripada ibu usia muda.
- Paritas
Shen, et al. (2017) dalam penelitiannya menunjukkan nuliparitas memiliki
risiko lebih tinggi untuk terjadinya preeklampsia. Namun, banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa walaupun pada risiko rendah, wanita multipara yang sering
mengalami penyakit berat, dan resiko relatif terhadap preeklampsia, mereka
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas yang lebih
parah.
- Riwayat Hipertensi
Wanita dengan hipertensi yang sudah ada sebelumnya memiliki peningkatan
commit to user
risiko terjadinya preeklampsia (Shen, 2017).
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

- Riwayat Diabetes Mellitus


Diabetes melipatgandakan risiko preeklampsia. Wanita dengan diabetes yang
sudah ada sebelumnya (tipe I dan tipe II) memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan dengan diabetes gestasional. Risiko pre-eklampsia berhubungan
dengan tingkat keparahan diabetes yang mendasarinya. Wanita tanpa komplikasi
mikrovaskuler diabetes berisiko lebih rendah dibandingkan dengan komplikasi
ginjal atau retina (Sibai, 2000).
- Tingkat Stress pada maternal
Kejadian psikologis seperti tingkat stres yang tinggi, kecemasan atau depresi
dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kehamilan karena
menyebabkan preeklampsia. Stres psikologis dapat mempengaruhi hingga 18%
pada wanita hamil , dimana terjadi perubahan fungsi sistem neuroendokrin dan
sistem kekebalan tubuh. Kondisi marabahaya dapat secara langsung mengubah
poros hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), yang mengarah pada peningkatan
kadar kortisol dan perubahan terkait dalam imunitas seluler. Kadar kortisol yang
tinggi berhubungan dengan hipertensi dan disfungsi endotel (Priscila et al.,
2011).
- Nutrisi pada wanita hamil
Berdasarkan sejumlah studi, asupan magnesium dan kalsium yang lebih rendah
yang diukur selama kehamilan diidentifikasi terkait dengan kejadian
preeklampsia pada wanita hamil (Danielle et al., 2014).

G. Komplikasi Preeklampsia
Preeklampsia menyebabkan komplikasi pada 5-10% kehamilan dan secara
signifikan berkontribusi terhadap kematian ibu di Amerika Serikat, Inggris, Eropa dan,
yang paling menonjol, di negara berkembang. Preeklampsia early onset dikaitkan
dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada maternal, perinatal, khususnya
pada kasus seperti eklampsia dan HELLP sindrom (Hutcheon, et al., 2011).
Adapun komplikasi lain dari preeklampsia antara lain : kardiomiopati, hipertensi
maligna, ruptur hati, gagal ginjal akut, solutio placenta, gangguan koagulopati,
gangguan pengelihatan, edema paru, pankreatitis, dan gangguan pernafasan (Nankali, et
al., 2013) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

H. Subklasifikasi Preeklampsia
Preeklampsi merupakan penyakit pada kehamilan dengan ganguan yang
bervariasi. Proses untuk memahami penyebab dari preeklampsi ini akan sangat
membantu jika dilakukan pengsubklasifikasian dari preeklampsi tersebut. Peter (2003)
dan kawan – kawan telah melakukan pengsubklasifikasian dari preeklampsi, dimana
preeklampsi dibagi menjadi early onset (< 34 minggu kehamilan) dan late onset ( ≥ 34
minggu kehamilan). Menurut beberapa pendapat, angka 34 minggu usia kehamilan
didapatkan berdasarkan data mengenai perbedaan komplikasi yang didapat pada pasien
dengan usia kehamilan sebelum dan sesudah usia 34 minggu (Cheng et al., 2011).
Beberapa pedoman untuk diagnosis dan manajemen preeklampsia dipelopori oleh
Canadian Hypertension Societ, US National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy dan Australasian Society for the
Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) (Brown et al., 2000).
International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) telah
melakukan pembagian menjadi preeklampsia ringan yang didefinisikan sebagai tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih dengan proteinuria 0,3 sampai 3 g/hari dan preeklampsia
berat yang didefinisikan sebagai tekanan darah dimana sistole ditemukan diantara 160
dan 170 dan diastole 100 dan 110 mmHg, dengan proteinuria 3 sampai 5 g/hari (Brown
et al., 2001). Pendekatan ini merupakan teori yang masih tumpul untuk menjelaskan
resiko dari preeklampsi karena klasifikasi preeklampsi selama ini hanya berdasarkan
status hipertensi dan proteinuria, dimana usia kehamilan belum menjadi hal yang
penting untuk disoroti berkaitan dengan diagnosis, keparahan, dan subklasifikasi (Peter
et al., 2003).
Preeklampsia early onset disebabkan gangguan plasentasi dimana terjadi
gangguan remodeling arteria spiralis di miometrial dan invasi trofoblas dinding arteriola
spiralis. Pada preeklampsia late onset didapatkan hipotesa mengenai konstitusi maternal
yang menyebabkan kerusakan endotelial pada maternal yang tidak ada kaitannya
dengan kerusakan akibat invasi trophoblast (Mifsud dan Sebire, 2014).
Sangatlah penting untuk mengetahui komplikasi yang akan ditemukan pada
preeklampsi, baik itu komplikasi maternal maupun fetal. Sudah banyak penelitian yang
dilakukan untuk membedakan komplikasi antara early dan late onset, namun data untuk
pasien preeklampsia di Asia, khususnyacommit to user
di Indonesia sendiri masih sedikit.
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Adapun penelitian yang telah dilakukan untuk membedakan komplikasi early dan
late onset di beberapa benua antara lain :

 Benua Eropa :
 Boudewijn (2008) melakukan penelitian pada wanita di Nederlands,
menyimpulkan bahwa preeklampsia early onset lebih banyak memyebabkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
 Mifsud dan Sebire (2014) melakukan penelitian pada wanita di London,
menyimpulkan bahwa early onset berhubungan dengan invasi trophoblast
yang menyebabkan hipoksia dan kemudian menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada janin.

 Emilie, et al. (2017) melakukan penelitian pada wanita di Netherlands,


menyimpulkan bahwa pada preeklampsia early onset didapatkan plasenta
ukuran lebih pendek dengan dinding arteri dan vena umbilikal yang sempit,
sedangkan pada preeklampsia late onset, arteri dan vena umbilikal lebih lebar.

 Joris, et al. (2017) melakukan penelitian pada wanita di Netherlands dan


menyimpulkan bahwa preeklampsia early onset lebih banyak didapatkan pada
wanita nullipara. Angka mortalitas pada perinatal meningkat dua kali lipat
pada preeklampsia early onset. Kejadian gagal nafas pada perinatal lebih
tinggi didapatkan pada preeklampsia early onset yang dihubungkan dengan
patofisiologi preeklapmsia early onset.

 Benua Amerika :

 Lisonkova, et al. (2013) menyebutkan dalam penelitiannya di Washington,


bahwa preeklampsia late onset lebih sering didapatkan daripada early onset.
Dimana dalam penelitian tersebut pada preeklampsia early onset berkaitan erat
dengan ras Afrika – Amerika, hipertensi kronis, diabetes mellitus, kelainan
kongenital, usia ibu yang relatif lebih muda (20 - 34 tahun), nulliparitas,
sedangkan late onset lebih berkaitan dengan riwayat penyakit ibu, seperti
hipertensi dan diabetes mellitus. Didapatkan angka kematian bayi 16,4 kali
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

lipat pada preeklampsia early onset dan 2 kali lipat pada preeklampsia late
onset dibandingkan dengan kehamilan normal.

 Erez, et al. (2017) melakukan penelitian pada wanita di Amerika dengan hasil
pada early onset didapatksn lesi pada placenta yang menyebabkan abnormal
pada arteri umbilikal dan arteri uterina, sehingga berakibat IUGR, HELLP
syndrom. Sedangkan untuk late onset, didapatkan tidak adanya gangguan
berarti pada plasenta, biasa muncul pada pasien obese dan penyakit
kardiovaskular.

 Transbenua :

 Simsek, et al. (2016) melakukan penelitian pada wanita Turki, menyebutkan


pada early onset didapatkan karakteristik seperti nulliparitas dan riwayat
abortus sebelumnya dengan hasil luaran kematian neonatus yang tinggi,
sedangkan late onset lebih berhubungan dengan obesitas pada ibu, hipertensi
kronis, diabetes mellitus dan riwayat kelahiran prematur.

 Halenur, et al. (2015) melakukan penelitian pada wanita Turki, menyimpulkan


bahwa preeklampsia early onset meningkatkan resiko mortalitas pada ibu
sebanyak dua puluh kali dibandingkan dengan preeklampsia late onset.

 Benua Afrika :
- Gathiram dan Moodley (2016), melakukan penelitian pada wanita Afrika,
didapatkan janin dengan luaran IUGR didapatkan pada pasien early onset,
dan tidak ditemukan pada late onset.

 Benua Asia :
 Fang, et al. (2009) melakukan penelitian pada wanita Thailand dan
menyimpulkan bahwa wanita dengan usia ≥ 30 tahun, obesitas dan riwayat
hipertensi pada keluarga lebih sering mendapatkan late onset preeklampsia
daripada early onset preeklampsia.
 Bhadarka dan Mukherjee (2016) menyimpulkan bahwa pada wanita di India
didapatkan lebih banyak insiden preeklampsia late onset daripada early onset.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, perubahan hasil laboratorium


berupa HELLP syndrom berkaitan erat dengan preeklampsia early onset.
 Aziz dan Johanes (2016) melakukan penelitian pada pasien di Bandung,
Indonesia. Disimpulkan bahwa insiden early onset lebih sedikit dibandingkan
late onset, komplikasi pada perinatal berupa IUGR dan asphiksia janin
didapatkan pada preeklampsi early onset.
I. Kerangka Konseptual

- Abnormal
Karakteristik ibu plasentasi,
-usia ibu gangguan
remodelling arteri
-paritas
spiralis, invasi Preeklampsia
- riwayat trofoblas dinding
hipertensi arteri spiralis

- riwayat diabetes - Gangguan endotel


mellitus vaskular maternal
- hasil
pemeriksaan
laboratorium
(trombosit,ewitz,
Preeklampsia Early Preeklampsia Late
LDH) Onset Onset

(< 34 minggu) ( ≥ 34 minggu)

Komplikasi maternal Komplikasi maternal


(kematian maternal, (kematian maternal,
eklampsi, impending eklampsi, impending
eklamsi, Odem paru, eklamsi, Odem paru,
Hellp sindrom) dan Hellp sindrom) dan
komplikasi perinatal komplikasi perinatal
(kematian perinatal, (kematian perinatal,
iugr, fetal iugr, fetal
distress/hipoksia) distress/hipoksia)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual


Keterangan : Karakteristik ibu seperti usia ibu, paritas, riwayat hipertensi, riwayat
diabetes mellitus, hasil pemeriksaan laboratorium (trombosit,ewitz, LDH) dapat
mempengaruhi terjadinya preeklampsia pada ibu hamil dengan mekanisme 2 jalur, yaitu
terjadinya abnormal plasentasi, gangguan remodelling arteri spiralis, invasi trofoblas
dinding arteri spiralis, serta gangguan endotel vaskular maternal yang berasal dari
maternal itu sendiri. Melalui 2 jalur terjadinya preeklampsia ini, preeklampsia dibagi
menjadi 2 subklasifikasi yaitu preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.
Dimana dari kedua subklasifikasi ini didapatkan komplikasi maternal dan fetal yang
berbeda, dan bila ditelusuri ke belakang didapatkan perbedaan karakteristik ibu pada
early onset dan late onset preeklampsia.

J. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan umur ibu antara preeklampsia early onset dan preeklampsia
late onset.
2. Terdapat perbedaan jumlah paritas ibu antara preeklampsia early onset dan
preeklampsia late onset.
3. Terdapat perbedaan riwayat hipertensi ibu antara preeklampsia early onset dan
preeklampsia late onset.
4. Terdapat perbedaan riwayat diabetes mellitus ibu antara preeklampsia early
onset dan preeklampsia late onset.
5. Terdapat perbedaan jumlah trombosit ibu antara preeklampsia early onset dan
preeklampsia late onset.
6. Terdapat perbedaan kualitas proteinuria ibu antara preeklampsia early onset
dan preeklampsia late onset.
7. Terdapat perbedaan kadar LDH ibu antara preeklampsia early onset dan
preeklampsia late onset.
8. Terdapat perbedaan kejadian kematian maternal antara preeklampsia early onset
dan preeklampsia late onset.
9. Terdapat perbedaan kejadian eklampsia antara preeklampsia early onset dan
preeklampsia late onset. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

10. Terdapat perbedaan kejadian impending eklampsia antara preeklampsia early


onset dan preeklampsia late onset.
11. Terdapat perbedaan kejadian edem pulmo antara preeklampsia early onset dan
preeklampsia late onset.
12. Terdapat perbedaan kejadian HELLP syndrom antara preeklampsia early onset
dan preeklampsia late onset.
13. Terdapat perbedaan kejadian kematian bayi antara preeklampsia early onset
dan preeklampsia late onset.
14. Terdapat perbedaan kejadian IUGR antara preeklampsia early onset dan
preeklampsia late onset.
15. Terdapat perbedaan kejadian fetal hipoksia ataupun fetal distress antara
preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.
16. Faktor resiko (karakteristik ibu) yang berpotensi mempengaruhi kejadian
preeklampsia early maupun late onset adalah usia dan paritas.
17. Komplikasi yang paling sering terjadi pada preeklampsia early maupun late
onset adalah kematian bayi.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai