Anda di halaman 1dari 10

EKLAMPSIA

Eclampsia

Nurul Fadhilah1, Ratna Widyastuti2


1
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
Konsulen, Obstetri Dan Ginekologi, RSUD Dr. Harjono S Ponorogo
Korespondensi: Nurul Fadhilah. Alamat email: j500160104@student.ums.ac.id

ABSTRAK
Hipertensi Menurut World Health Organization (WHO) Bahwa Diperkirakan Kematian
Maternal Mencapai Lebih Dari 500.000 Kasus Per Tahun di Seluruh Dunia, Yang Terjadi Akibat
Proses Reproduksi Berkaitan Dengan Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas. Angka Kematian Ibu Di
Sebagian Besar Kasus Kematian Ibu Pada Usia Subur di Dunia Terjadi Di Negara-Negara
Berkembang, termasuk Indonesia. Menempatkan Indonesia Pada Peringkat Ke-10 Di Dunia Dan
Peringkat Ke–2 Di ASEAN Sebagai Negara Dengan Angka Kematian Ibu Terbanyak. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kejadian Eklampsia Yaitu Sering Ditemukan Antara Lain Nullipara, Usia
Kurang Dari 20 Tahun Atau Lebih Dari 35 Tahun, Obesitas Dalam Kehamilan, Penyakit Diabetes
Dalam Kehamilan, Kehamilan Ganda, Riwayat Hipertensi Kronis. Komplikasi Yang Terberat
Adalah Kematian Ibu Dan Janin, Usaha Utama Ialah Dengan Melahirkan Bayi Yang Hidup Dari
Ibu Yang Menderita Eklampsia. Tujuan penulisan ini Bahwa Perlunya Edukasi Kepada Wanita
Terkait Pencegahan Faktor Risiko Eklampsia Seperti Melakukan ANC Rutin Untuk Mencegah
Hipertensi Dalam Kehamilan Pada Ibu Hamil.
Kata Kunci: Hipertensi, Eklampsia, Kejang

ABSTRACT

Hypertension According to the World Health Organization (WHO), it is estimated that


maternal mortality reaches more than 500,000 cases per year worldwide, which occurs due to the
reproductive process related to pregnancy, childbirth, and postpartum. The Maternal Mortality Rate
in Most of the Maternal Mortality Cases at Reproductive Age in the World Occurs in
DevelopingCountries, Including Indonesia. As the country with the highest maternal mortality rate
in ASEAN, Indonesia is ranked 10th in the world. Factors Affecting the Incidence of Eclampsia Are
Often Found Among Other Nulliparas, Age Less Than 20 Years Or More Than 35 Years, Obesity In
Pregnancy, Diabetes In Pregnancy, Multiple Pregnancy, History Of Chronic Hypertension. The
heaviest complication is the death of the mother and fetus. The main effort is to give birth to a live
baby from a mother who suffers from eclampsia. The goal of this essay is to show that thereis a
need for women to be educated about the risk factors for eclampsia, such as performing routine
ANC to prevent hypertension in pregnant women.

Keywords: Hypertension, Eclampsia, Seizures

PENDAHULUAN (novelty)/ perbedaan dengan penelitian

Pendahuluan menjelaskan latar sebelumnya, pada angka kematian ibu

belakang, kajian review literatur/ (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di

penelitian/ laporan kasus sebelumnya, Indonesia juga masih menjadi

manfaat, dan tujuan penelitian. Kemudian permasalahan yang juga serius dan sampai

juga berisi hipotesis dan kebaruan saat ini belum terselesaikan. Indonesia

875
ISSN : 2721-2882
berada pada peringkat ke-10 didunia perihal meliputi 25 % keracunan kehamilan/pre-

angka kematian ibu yang mencapai 305 per eklampsia, 30% pendarahan, 12%, infeksi,

100.000 kelahiran hidup di tahun 2015 dan 8% komplikasi persalinan serta 5%

menjadi peringkat ke-2 di ASEAN sebagai persalinan macet. Preeklampsia/eklampsia

Negara yang terbanyak. Hal ini atau keracunan kehamilan di provinsi Jawa

menunjukkan target yang dikeluarkan Timur adalah penyebab utama kematian

pemerintah di Indonesia masih jauh dengan pada seorang ibu. Kemudian di tahun 2011

angka kematian ibu di Indonesia pada tahun pendarahan adalah penyebab utama

2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran kematian ibu di provinsi Jawa Timur. Akan

hidup. tetapi, di tahun 2013 penyebab utama

Tahun 2015 di Indonesia angka kematian ibu bergeser pada

kematian bayi mencapai 27 per 1000 preeklampsia/eklampsia. Dan di tahun 2015

kelahiran hidup yang lebih tinggi penyebab utama kematian ibu yaitu

dibandingkan dengan target yang preeklampsia/eklampsia dan pendarahan

pemerintah keluarkan yaitu 25 per 1000 sebesar 373 kasus (Palupi & Indawati,

kelahiran hidup (Putra et all, 2019). 2014).

Pada tahun 2015 di provinsi Jawa Pada lingkup kesehatan masyarakat

Timur menunjukkan peningkatan mengenai serta kedokteran perinatal, Hipertensi

kasus kematian ibu dibandingkan tahun Dalam Kehamilan (HDK), khususnya

2014 dari 598 kasus jadi 642 kasus eklampsia adalah salah satu masalah yang

kematian (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa terpenting. Eklampsia merupakan penyebab

Timur, 2015). Adapun penyebab dari utama dari morbiditas dan mortalitas

kematian ibu berasal dari beberapa faktor, maternal, diartikan yaitu hipertensi yang

dari data SKRT 2002 dapat diketahui timbul 20 minggu kehamilan pertama kali

penyebab dari kematian wanita pada usia didiagnosis kemudian diikuti adanya

reproduksi sebagian besarnya nifas dan komponen protein pada urine atau yang

komplikasi dari kehamilan atau persalinan, disebut dengan proteinuria. Eklampsia

876
ISSN : 2721-2882
merupakan preeklampsia yang mengalami 2019).

komplikasi kejang tonik klonik dan sifatnya ETIOLOGI


1. Teori iskemia plasenta, radikal bebas
umum. Dewasa ini, HDK diklasifikasikan
dan disfungi endotel
sebagai subtype toksemia pada kehamilan
2. Teori vaskularisasi plasenta
yang terdiri atas satu atau lebih gejala
3. Teori adaptasi kardiovaskular
hipertensi, proteinuria, dan edema selama
genetic
kehamilan. (Hartawan, 2018).
4. Teori intoleransi imunologik antara
Eklampsia juga merupakan dari bentuk
ibu dan janin
klinis yang terburuk dari preeklampsia,
5. Teori defisiensi gizi
kemudian ditandai dengan kejang tonik-
6. Teori inflamasi (Putra et all, 2019).
klonik yang disertai hipertensi, dan tidak

disebabkan dengan kelainan sistematik


FAKTOR RISIKO
lainnya, seperti ensefalitis, kelainan 1. Primigravida

elektrolit dan epilepsi (Aghnesa & 2. Hiperplasentosis

Rahardjo, 2017). 3. Umur ekstrem

DEFINISI 4. Diabetes melitus


Eklampsia ialah suatu keadaan yang
5. Hipertensi esensial kronik
dimana terjadi serangan kejang tiba-tiba
6. Penyakit ginjal
dan diikuti dengan penurunan kesadaran
7. Obesitas
atau koma pada seorang wanita hamil,
8. Riwayat keluarga pernah menderita
persalinan atau masa nifas yang
preeclampsia atau eklampsia
menunjukkan gejala preeklampsia
9. Riwayat pernah menderita
sebelumnya. Kejang disini bersifat timbul
preeclampsia dan eklampsia (Putra
mendadak pada wanita preeklampsia dan
et all, 2019).
bukanlah diakibatkan oleh kelainan
PATOFISIOLOGI
neurologis. Eklampsia merupakan 1. Disfungsi endotel
Faktor yang berkaitan dengan disfungsi
komplikasi dari preeklampsia (Lestari et all,
endotel menunjukkan jumlah peningkatan

877
ISSN : 2721-2882
sirkulasi sistematik wanita yang mengalami pembuluh darah mengalami dilatasi

eklampsia. ditandai peningkatan permeabilitas dan

Adapun faktornya meliputi: mengakibatkan edema serebral sehingga

Faktor tersebut meliputi: terjadi ensefalopati dan iskemia.

 Faktor Von Willebrand Perubahan fisiologi yang ekstrem seperti

 Fibronektin Seluler hipertensi, menyebabkan abnormalnya

 Sitokin ( IL-6) kompensasi vasokontriksi. Kemudian

 Sitokin (TNF-α+) beberapa temuan otopsi juga mendukung

 ICAM-1 dan konsisten menunjukkan nekrosis

 Molekul adhesi sel (VCAM-1 dan fibrinoid dan edema pada endotel

P-selectin) pembuluh darah.

1. Hambatan perkembangan uterovaskular Dan juga dipercaya bahwa faktor

Adanya perubahan uterovaskular pada antiangiogenik seperti halnya Antagonis

wanita hamil dapat dipercaya jika Vascular Endothelial Growth Factor

perubahan tersebut disebabkan oleh (VEGF) dan protein plasenta fms-like

interaksi antara fetus dan ibu hingga tyrosine kinase 1 (sFlt-1) dan activin A,

terjadinya perubahan vaskular lokal dan Kemudian peningkatan jumlah kadar

sistemik. Pada penderita eklampsia akan protein ini menyebabkan menginduksi

terjadi hambatan perkembangan arteri disfungsi dan reduksi VEGF serta endotel

uteroplasenta. sistemik dan lokal. Kebocoran protein dari

1. Inhibisi regulasi perfusi serebral edema generalisata dan sirkulasi menjadi

Pada penderita eklampsia ditemukan faktor penentu dan sekuele disfungsi

aliran darah serebral yang abnormal endotel yang berkaitan dengan

diakibatkan hipertensi yang ekstrem. preeklampsia dan eklampsia.

Adanya hambatan pada regulasi aliran 2. Stres oksidatif


Bukti yang dipercaya memaparkan
darah serebral akan menyebabkan
bahwa leptin mengalami peningkatan pada

878
ISSN : 2721-2882
pembuluh darah seorang wanita dan dimana terjadi serangan kejang atau koma

menginduksi stres oksidatif. Selain itu, setelah persalinan berakhir (Triana, 2019).

meningkatnya leptin juga akan GEJALA KLINIS


 Sebelum terjadi eklampsia biasanya
menyebabkan agregat trombosit, yang
ditandai dengan hipertensi tidak
dimana dapat berpengaruh pada faktor
teregulasi dan tanda impending
koagulasi dan eklampsia. Stres oksidatif
eklampsia (gangguan penglihatan,
diketahui dapat memengaruhi sekresi dan
nyeri epigastrium, gangguan
produksi faktor antiangiogenik activin A
kepala, dan nyeri kepala)
dari sel endotel dan plasenta (Aghnesa &
 Gejala Klinis :
Rahardjo, 2017).
a. Fase awal atau Aura (invasi)
KLASIFIKASI Fase ini terjadi sekitar 30-35 detik.
Berdasarkan waktu serangan terjadinya
Adapun gejalanya yaitu mata terpaku
eklampsia dibagi menjadi:
dan terbuka (pandangan kosong)
1. Eklampsia Parturientum (Intrapartum)
Eklampsia yang terjadi sewaktu kelopak mata dan tangan bergetar,

persalinan, sekitar 30% sampai 50% gelisah (kepala diputar kekanan dan

terjadi pada saat sedang inpartu. Batas kekiri).

dengan eklampsia gravidarum sulit b. Fase tonik


- Penurunan kesadaran, kadang disertai
untuk ditentukan terutama pada saat
jeritan  bisa sianotik
mulai inpartu.
- kaki, dada,otot lengan, kaki, dada, dan
2. Eklampsia Gravidarium (Antepartum)
Eklampsia yang terjadi sebelum punggung kaku  berlangsung selama 1

persalinan dan paling seringnya >20 menit.

minggu kehamilan. Kejadian 50% c. Fase klonik


- Fase ini terjadi sekitar 1-2 menit
sampai dengan 60% serangannya terjadi
setelah fase tonik, otot mulai
pada keadaan hamil.
berkedut dan menyentak  terjadi
3. Eklampsia Puerperium (postpartum)
Eklampsia yang terjadi setelah persalinan. kejang

Kejadiannya yang jarang yakni 10% - Hematoma, lidah dapat tergigit,

879
ISSN : 2721-2882
pendarahan lidah dengan preeklampsia. Eklampsia ialah

d. Fase pasca kejang komplikasi pada ibu hamil yang berkaitan


- Setelah fase klonik selesai
dengan hipertensi dan kejang sebelum,
-Keadaan tidur dalam, bernapas dalam
selama, serta setelah persalinan. Adapun
-> bertahap sadar kembali disertai
kondisi ini selalu diawali dengan kondisi
dengan nyeri kepala (10-20 menit
preeklampsia. Preeklampsia dapat
setelah kejang).
digolongkan menjadi ringan dan berat.
e. Stadium Koma
- Setelah fase kejang klonik berhenti, Penyakit ini dapat dikatakan berat bila ada

apabila jatuh dalam keadaan koma salah satu atau lebih tanda, berikut ini:

penderita tidak sadar berlangsung 1. Oliguria, diuresis 400 ml/kurang

beberapa menit sampai berjam-jam. dari 24 jam

- Dapat juga terjadi diantara 2. Keluhan serebral, gangguan pada

kesadaran yang timbul serangan penglihatan ataupun nyeri didaerah

baru hingga akhirnya penderita epigastrium

tetap dalam keadaan koma. 3. Tekanan sistolik 160 mmhg/lebih,

 Gejala neurologis tekanan diastolic 110 mmhg/lebih.


- Gangguan status mental, persepsi
Roteinuria 5 gr/lebih pada 24 jam;
visual, defisit memori
3+ atau 4+ dalam pemeriksaan
- Peningkatan reflex tendon
kualitatif
- Defisit saraf kranial
4. Edema paru atau sianosis (Triana,
 Kondisi janin
- Fetal bradikardi  setelah kejang 2019).

- Saat sadar kembalifetal Secara umum serangan kejang diawali

takikardi,hilangnya memburuknya preeklampsia serta

variabilitas,ditemukan deselarasi mengakibatkan terjadi gejala nyeri kepala

pada NST. pada daerah frontal, mual berlebihan, nyeri

PENEGAKAN DIAGNOSIS pada daerah epigastrium, hiperrefleksia dan


Seluruh kejang pada eklampsia didahului
gangguan penglihatan. Menurut sibai ada

880
ISSN : 2721-2882
beberapa tanda pada perubahan klinis yang relaksasi secara bergantian. Kadang lidah

memberikan peringatan gejala sebelum pada penderita dapat tergigit, disebabkan

timbulnya kejang yaitu sakit kepala yang kejangnya otot rahang. Biasanya fase ini

berat serta menetap, pandangan kabur, berlangsung selama 1 menit, selanjutnya

perubahan mental yang sementara, nyeri secara berkala kontraksi otot menjadi

epigastrik, iritabilitas mual, muntah dan semakin jarang dan melemah hingga

fotofobia. Namun, hanya berkisar 50% penderita tak bergerak (Aghnesa &

penderita yang mengalami gejala ini Rahardjo, 2017).

(Triana, 2019). Kemudian saat kejang bagian

Nilai persentase pada gejala sebelum diafragma menjadi tidak bergerak atau kaku

terjadinya kejang eklampsia yaitu nyeri serta pernapasan menjadi terhenti. Selama

pada kepala yang berat dan menetap sekitar beberapa detik terjadi henti napas pada

50-70% , gangguan penglihatan sekitar 20- penderita, lalu kemudian penderita bernapas

3%, nyeri epigastrium sekitar 20%, mual panjang dan dalam, hingga pernapasannya

dan muntah sekitar 10-15% , perubahan normal kembali. Jika tidak dilakukan

mental sementara sekitar 5-10%. Secara penanganan secara tepat, maka kejang

tiba-tiba dari kejang, gerakan kejang pertama ini akan diikuti dengan berbagai

biasanya dimulai pada daerah wajah. Dan kejang dari kejang yang ringan hingga

kemudian secara menyeluruh tubuh tidak berkelanjutan yang disebut dengan status

bisa bergerak dikarenakan kontraksi otot. epileptikus. Ketika kejang terhenti, maka

Fase ini akan berlangsung dengan durasi wanita tersebut beberapa saat akan

10 hingga 15 detik. Kemudian rahang akan mengalami koma. Berlangsungnya koma

terbuka dan tertutup dengan keras secara pada eklampsia sesudah kejang akan

bersamaan, dan kejang juga akan terjadi bervariasi. Jika kejangnya jarang, biasanya

pada otot-otot pada wajah, kelopak mata pasien akan cepat pulih kesadarannya.

hingga akhirnya secara menyeluruh otot Sebaliknya, jika kejangnya berat, tentunya

mengalami serangkaian kontraksi dan keadaan koma ini akan berlangsung lama,

881
ISSN : 2721-2882
bahkan pasien bisa jatuh dalam keadaan demikian jika kondisi hipertensi

fatal yaitu kematian tanpa sempat pulih berlangsung kronis pasca persalinan maka

kesadarannya. Untuk kejang yang jarang, ini disebabkan adanya penyakit vaskuler

hanya sekali mengalami kejang tetapi juga kronis (Palupi & Indawati, 2014).

bisa diikuti keadaan koma yang TATALAKSANA


Adapun yang menjadi prinsip dasar dalam
berlangsung lama bahkan dapat mengalami
managemen eklampsia meliputi terapi
kematian (Hartawan, 2018).
suportif, mengatasi airway, breathing, dan
Terdapat peningkatan frekuensi pada
circulation, kontrol kesadaran dan kualitas
pernapasan setelah kejang yaitu meningkat
dan kuantitas koma dengan “Glasgow-
sebanyak 50 kali per menit. Oleh sebab itu,
Pittsburg Coma Scale”. Pemilihan
dapat terjadi hiperkarbia dan asidosis laktat,
pemberian MgSo4 secara intravena untuk
bergantung pada derajat hipoksia seseorang.
kontrol kejang karena kerjanya di perifer
Biasanya untuk kasus yang berat ditemukan
dan tidak menimbulkan depresi sistem
sianosis. Adanya demam tinggi adalah
pernapasan yang mana pemberiannya 24
keadaan yang jarang terjadi, apabila hal ini
jam hingga bebas kejang. Pemilihan obat
terjadi disebabkan karena adanya
antihipertensi diberikan secara intermitten,
pendarahan pada systema saraf pusat
untuk pilihan utama obatnya adalah
(Aghnesa & Rahardjo, 2017).
nifedipin. Penderita eklampsia juga
Kebocoran protein dalam urine hampir
dilakukan koreksi asidosis dan hipoksemia,
selalu ditemukan, dapat terjadi oliguria dan
tidak harus menggunakan diuretik kecuali
bahkan kadang hingga anuria dan secara
apabila terdapat edema paru, oedem
umum terdapat hemoglobinuria. Pasca
anasarka dan congestif heart failure,
persalinan, adanya peningkatan urine output
kurangi pemberian cairan melalui intravena
maka itu merupakan tanda awal perbaikan
kecuali pada kasus kehilangan cairan berat
dari keadaan pasien. Edema dan proteinuria
seperti diare yang berkepanjangan atau
berkurang dalam kurun waktu beberapa hari
muntah berlebihan, tidak menggunakan
hingga 2 minggu pasca persalinan, dengan

882
ISSN : 2721-2882
hiperosmotik, dan segera dilakukan kematian ibu. Khususnya pada bayi

terminasi kehamilan (Lestari et all, 2019). komplikasi yang dapat terjadi meliputi

prematuritas, BBLR, gawat janin, dan Intra


KOMPLIKASI
Kematian ibu dan janin merupakan Uterine Fetal Death (IUFD) (Putra et all,

komplikasi yang terberat, dan usaha utama 2019).

yaitu melahirkan bayi yang hidup dari KESIMPULAN


Eklampsia yaitu salah satu penyebab
seorang ibu yang menderita eklampsia.
utama dari tingginya angka morbiditas dan
Adapun komplikasi yang terjadi pada kasus
moralitas ibu. Oleh sebab itu semua tenaga
persalinan dengan kematian maternal 1%,
kesehatan diharapkan dapat mengetahui hal
gagal ginjal akut 4%, henti jantung 4%,
apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya
edema paru 5%, pneumonia aspirasi 7%,
perdarahan serta bagaimana sistem
defisit neurologis 7%, solusio plasenta 10%
penanganannya. Diharapkan dengan adanya
serta sindroma HELLP (hemolysis, elevated
deteksi dini, ketepatan diagnosis serta
liver enzyme, low platelet). Khususnya pada
kecepatan dalam penanganan eklampsia,
ibu komplikasi yang terjadi berupa solusio
angka kematian ibu dan bayi akibat
plasenta, pendarahan, gangguan ginjal,
hipertensi dalam kehamilan dapat
edema paru, sindroma HELLP bahkan
diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Agnesha, F & Rahardjo, S. Ambarawa. Jurnal Educational of


Eklampsia dan sindroma HELLP Nursing (JEN). Juli-Desember
pada Kehamilan Awal: 2019; 2 (2): 7-17.
Penegakkan Diagnosis dan 4. Muhani, N & Besral. Pre-
Manajemen Anestesia. Jurnal eklampsia Beratdan Kematian Ibu.
Anestesi Obstetri Indonesia. 201: Jurnal Kesehatan Masyarakat
40-46. Nasional. November 2015; 10 (2):
2. Hartawan, I. G. A. G.U. 80-86.
Eclampsia, HELLP Syndrome, 5. Palupi, D. D & Indawati, R. Faktor
Acute Respiratory Distress, and Risiko Kematian Ibu dengan
Pneumonia. 2018. Preeklampsia/Eklampsia dan
3. Lestari, N. C. A, Utami, S. W, & Perdarahan di Provinsi Jawa
Rahayu, R. Hubungan Faktor Timur. Jurnal Biomedika dan
Risiko dengan Kejadian Eklampsia Kependudukan. Desember 2014;
pada Ibu Hamil di RSUD 3 (2): 107– 113.

883
ISSN : 2721-2882
6. Putra, Y. A. P. S, Abimanyu, B, &
Andayani, P. Preeklampsia Berat,
Sindrom HELLP, dan Eklampsia
Terhadap LuaranJanin (Fetal
outcome) di RSUD Ulin
Banjarmasin. Indonesian Journal
of Obstetrics & Gynecology
Science. September 2019; 2(2):
143-151.
7. Triana, E & SA, S. Eklampsia
Antepartum pada G5P40H3
Gravid Preterm 33-
34Minggu+Sindrom HELLP +
AKI + IUFD. Jurnal Kesehatan
Andalas. September 2019; 8 (1):
79-83.

884
ISSN : 2721-2882

Anda mungkin juga menyukai