Anda di halaman 1dari 6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

L DENGAN G2P1A0H1 + SYSTEMIC


LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) + PREEKLAMSI BERAT (PEB) DI
RUANG KEBIDANAN RS ISLAM IBNU SINA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

Disusun Oleh :

1. Afrizal (201000414901076)
2. Diana Fanti S.P (201000414901079)
3. Dona Andriani (201000414901080)
4. Lisa Yuhesti (201000414901082)
5. Maiyoni Zakiah (201000414901083)
6. Sandy Novero Algia (201000414901089)
7. Yorda Septian (201000414901093)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah pneyakit autoimun yang kompleks
ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem
organ dalam tubuh. Peristiwa imunologi yang tepat yang memicu timbulnya
manifestasi klinis SLE belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, gambaran
klinis , perjalanan penyakit dan prognosi pada pasien SLE sangat beragam. Penyakit
ini menyerang usia reproduksi antara 15-40 tahun dengan rasio perempuan dan laki-
laki.
Penyakit lupus termaksuk penyakit antonium, artinya tubuh menghasilkan
antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada
ditubuh, tetapi dalam keadaan antonium, antonium tersebut ternyata masuk kedalam
organ tubuh sendiri, dan organ tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit,
jantung, paru, otak dan sistem pembuluh darah (Res, 2014).
Data yang didapat kan pada kasus SLE dari beberapa negara termasuk
indonesia

Di dunia 5 juta orang (sebagian besar wanita usia


produktif ), (Rangga, 20018)
Bangsa Negro, China, Filipina. 2.9/ 100.000- 400/ 100.000
Pada masa reproduksi (Di usia 15-40 tahun)
Amerika 500.000 baik pada laki- laki maupun wanita,
( June M.Thompson dalam Eva, 2013).
Indonesia Dari 12.700 menjadi 13.300 jiwa pada tahun
2013, (Rangga, 20018).

Kehamilan dengan SLE merupakan kehamilan berisiko tinggi, karena dapat


membahayakan ibu dan bayi yang dikandungnya. Sekitar 75% kehamilan mencapai
masa kelahiran, walaupun 25% diantaranya prematur dan 25% sisanya mengalami
keguguran. Beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada kehamilan yaitu kematian
janin meningkat 2-3 kali dibandingkan perempuan hamil normal. Bila didapatkan
hipertensi/ preeklamsi dan kelainan ginjal, mortalitas janin menjadi 50%.
Pertumbuhan janin juga dapat terhambat sekitar 25% . Sindroma Lupus Eritematosus
Neonatal (LEN) merupakan komplikasi kehamilan dengan SLE yang mengenai janin
dimana sindroma tersebut terdiri atas blok jantung kongenital, lesi kutaneus sesaat,
kelainan hepar dan berbagai manifestasi sistemik lainnya pada neonatus yang lahir
dari seorang ibu yang menderita SLE pada saat hamil.
Preeklamsia adalah suatu kondisi hipertensi pada kehamilan yang dapat
ditandai dengan tekanan darah >140/90 mmHg, proteinuria (protein >100 mg/dl
dengan analisa urin atau >300 mg dalam urin per 24 jam), dan atau edema yang
terjadi setelah kehamilan 20 minggu, Pada kondisi berat preeklamsia dapat menjadi
eklamsia dengan penambahan gejala kejang (Rozikhan, 2017).

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,


bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam
Muctar, 2018 ). Kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan
yang biasanya, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Tekanan sistolik meningkat
lebih 15 mmHg atau lebih atau mencapai 90 mmHg.

Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, dan


proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasanya timbul pada triwulan
ke3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat
timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Sujiatini dkk,
2019 & Setiyaningrum 2015).

Setiap wanita hamil mempunyai potensi resiko komplikasi persalinan dengan


dampak ketidaknyamanan, ketidakpuasan, bahkan kematian. Preeklampsia merupakan
suatu penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan yang hingga kini
penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti, yang ditandai dengan hipertensi
atau tekanan darah tinggi, edema dan proteinuria yang masih merupakan sebab utama
kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi, untuk mendeteksi preeklamsia
sedini mungkin dengan melalui pemeriksaan kehamilan secara teratur mulai trimester
I sampai trimester III dalam upaya mencegah preeklampsia menjadi lebih berat,
( Wiknjosastro, 2008)
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab langsung kematian ibu. Menurut
WHO angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51-38%. Prevalensi preeklamsia
di negara berkembang berkisar 2,8% dari kehamilan dan di negara maju terdapat 0,6%
dari kehamilan. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia di negara Amerika, kira-kira
8%, yang berkembang menjadi eklampsia 5% dan ibu yang meninggal karena
eklampsia dan jerawat (PIH) terjadi setelah minggu ke 32 dan sekitar 75% pasien
adalah primigravida. Kejadian preeklampsia paling dua kali lipat terjadi pada
kehamilan multipel, mola hidatidosa dan polihidramnion (Benson dan Pernol,2012).
Insiden hipertensi saat kehamilan yang menyebabkan kematian pada ibu di Indonesia
mulai dari tahun 2010 sampai 2013 terus mengalami peningkatan. Tahun 2010 angka
kematianibu mencapai 21,5%, tahun 2011 (24,7%), tahun 2012 (26,9%) sedangkan
pada tahun 2013 mencapai 27,1% (Kemenkes RI, 2018).
Poppy Silvia menjelaskan dalam penelitiannya pada tahun 2014 bahwa dari 40
kejadian preeklamsia di RSUP dr. M Djamil padang ada 10 kasus preeklamsia ringan
(25%), 26 kasus preeklamsia berat (65%), dan 4 kasus preeklamsia (10%). Luaran
perinatal yang dilahirkan meliputi bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) sebanyak
22 kasus (51,16%).
Penelitian lain oleh Chaerulkalam A, 2016). Menunujukan bahwa luaran
perinatal dari 65 kehamilan dengan preeklamsia berat meliputi 3 kematian perinatal
(4,6%), 23 BBLR (35,4%), 5 asfiksia AS 10 menit (7,7%), 13 gawatjalan (20%) dan
17 kelahiran premature (26,2%).

Berdasarkan data yang didapatkan di RS islam IBNU SINA bukittinggi,


sejakbulan November sampai bulan februari terdapat 16 orang yang mengalami
dengan kasus preeklampsia.
Penyebab preeklampsia belum diketahui secara pasti, namun faktor predis
posisi preeklampsia adalah umur < 20 tahun dan >35 tahun, yang diatandai dengan
hipertensi, edema, dan protein uria yang masih merupakan sebab utama kematian ibu
dan kematian perinatal tinggi. Untuk mendeteksi preeklamsi sedini mungkin dengan
melalui pemeriksaan kehamilan secara teratur mulai dari trimester I sampai trimester
III dalam upaya mencegah preeklamsia menjadi lebih berat (Wikjnjosastro, 2017).
Pencegahan preeklampsia hanya dapat dicapai secara umum dengan
memberikan perawatan antenatal care berkualitas tinggi (Benson dan Pernol, 2015).
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan
ibu hamil banyak istirahat (berbaring atau tidur miring) tetapi tidak harus mutlak
selalu tirah baring. Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang
fungsi ginjal masih normal (Syaifuddin, 2017).

Berdasarkan data diatas kelompok tertarik dan termotivasi untuk menyusun


laporan Seminar Kasus sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Siklus
Maternitas di Rumah Sakit Yarsi Bukittinggi dengan mengambil kasus berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Ny.L dengan G2P1AoH1 + PREEKLAMSI BERAT
(PEB) DISERTAI + LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (LES)“ di Ruang Kb
Rawatan ( Pavilium Sity Aisyah) RS Islam Ibnu Sina Yarsi BukiTtinggi”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan G2P1AoH1
+ Preeklamsi Berat (PEB) + Lupus Eritematosus Sistemik (LES)“ di Ruang KB
Rawatan (Pavilium Sity Aisyah) RS Islam Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuannya sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
a. Kelompok mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
G2P1AoH1 + Preeklamsi Berat (PEB) Disertai + Lupus Eritematosus Sistemik
(LES) di RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi.

2. Tujuan Khusus
b. Kelompok mampu melakukan pengkajian data Ny.L dengan G2P1AoH1 +
Preeklamsi Berat (PEB) Disertai + Lupus Eritematosus Sistemik (LES).
c. Kelompok mampu menganalisa dan menegakkan diagnosa atau masalah
keperawatan pada Ny.L dengan G2P1AoH1 + Preeklamsi Berat (PEB) Disertai
+ Lupus Eritematosus Sistemik (LES).
d. Kelompok mampu mempelajari dan menentukan intervensi keperawatan
secara menyeluruh pada Ny.L dengan G2P1AoH1 + Preeklamsi Berat (PEB)
Disertai + Lupus Eritematosus Sistemik (LES).
e. Kelompok mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang
nyata pada Ny.L dengan G2P1AoH1 + Preeklamsi Berat (PEB) Disertai +
Lupus Eritematosus Sistemik (LES).
f. Kelompok mampu mengevaluasi, sebagai tolak ukur guna menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny.L dengan G2P1AoH1 + Preeklamsi Berat (PEB) Disertai
+ Lupus Eritematosus Sistemik (LES).
D. Manfaat
1. Manfaat Kelompok
Laporan Hasil Seminar Kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah wacana keilmuan dari asuhan keperawatan yang diberikan khususnya
asuhan keperawatan pada klien dengan G2P1AoH1 + Preeklamsi Berat (PEB)
Disertai + Lupus Eritematosus Sistemik (LES).
2. Bagi Rumah Sakit Islam Yarsi Bukittinggi
a. Laporan Hasil Seminar Kasus asuhan keperawatan ini dapat dipergunakan
sebagai bahan acuan terhadap hasil penerapan asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
b. Bagi Klien dan Keluarga Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan
tentang perawatan pasien G2P1AoH1 + Preeklamsi Berat (PEB) Disertai + Lupus
Eritematosus Sistemik (LES) dan masukan dalam pengembangan ilmu
keperawatan dimasa yang akan datang, juga dapat memberikan kepuasan bagi
keluarga klien atas asuhan keperawatan yang dilakukan

Anda mungkin juga menyukai