Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu (Aryanti, 2012).  Preeklampsia

terjadi pada 3% sampai 5% dari kehamilan dan merupakan penyebab utama

kematian ibu, terutama di negara berkembang (Camille et al., 2011).

Preeklampsia dapat bermula pada masa antenatal, intrapartum, atau

postnatal (Hanum & Faridah, 2014). Jika dibiarkan dapat menimbulkan

komplikasi yang sering menimbulkan ancaman kematian maternal mencapai

30, 86 % (137 dari 444 kasus). Penyebab kematian ibu paling sering pada

kasus preeklampsia berupa sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim

hati,dan menurunnya jumlah platelet dalam darah) dan edema paru

(Chhabra, 2007).

Pemenuhan target penurunan Angka Kematian Ibu pada Indonesia

Sehat 2010 menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup adalah cukup

memprihatinkan, oleh karenanya perlu adanya antisipasi terhadap faktor

risiko yang dapat menyebabkan kematian ibu, salah satunya preeklampsia.

Faktor risiko terjadinya preeklampsia antara lain adalah primigravida,

primi para, usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, riwayat

preeklampsia, riwayat penyakit keluarga dengan preeklampsia, obesitas,

serta ras dan etnis (Rozikhan, 2007). Pre-eklampsia berat merupakan risiko

yang membahayakan ibu di samping membahayakan janin melalui placenta.

1
Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena preeklampsia.

Insiden preeklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai

1:1700 (Rozikhan,2007). Hasil survey menunjukkan bahwa Angka

Kematian Ibu (AKI) di Indonesia telah turun menjadi 307 per 100.000

kelahiran hidup antara 1998-2002, namun hal tersebut perlu ditafsirkan

secara hati-hati mengingat keterbatasan metode penghitungan yang

digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap

tahunnya diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan

atau persalinan. Oleh karena itu, pencapaian target MDG untuk menurunkan

AKI akan sulit terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif

untuk mempercepat laju penurunannya (UNDP, 2005; WHO, 2007).

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu yang

paling umum di Indonesia yang terjadi pada 24% kehamilan (Negara, 2014).

Insiden ini nyata dipengaruhi oleh paritas yang berhubungan dengan ras dan

etnis, dengan demikian ada peran faktor genetic. (Cunningham, 2001).

Pada sebuah penilitian, kelahiran untuk periode 1995-2003 di kota

New York, perempuan Asia Timur memiliki risiko terendah preeklampsia

(1,4%) dan perempuan Meksiko memiliki risiko tertinggi (5,0%). Ada

sedikit penurunan risiko untuk wanita Asia Timur, risiko yang sama untuk

wanita Afrika Utara, dan peningkatan risiko untuk semua kelompok etnis

utama lainnya, dibandingkan dengan perempuan kulit putih non-Hispanik

(Jian, et al., 2011).

Sampai saat ini preeklampsia merupakan penyebab kematian maternal

tertinggi di RSUD dr. Soetomo. Menurut laporan tahunan di poli bersalin

2
RSUD Dr. Soetomo, pada tahun 2013 angka preeklampsia pada ibu bersalin

yaitu sebesar 35,76% dengan rincian cara persalinan seksio caesar 20,78%,

spontan 13,23%, ekstrasi vakum 1, 35%, dan ekstrasi forsep 0,4%. RSUD

dr. Soetomo Surabaya merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai

wilayah di indonesia khusunya Indonesia Timur dikarenakan fasilitas dan

penanganan yang adekuat. Belum pernah ada penelitian yang membahas

faktor etnis pada ibu bersalin preeklampsia di RSUD Dr. Soetomo

sebelumnya, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk mengamati

karakteristik ibu bersalin dengan preeklampsia di RSUD dr. Soetomo

berdasarkan faktor etnis untuk dapat memberikan informasi penting yang

mungkin menyoroti subkelompok etnis yang perlu dipantau lebih aktif

sehingga dapat membantu panduan skrining dan pengobatan, terutama

dalam perkembangan keragaman etnis kehamilan di Indonesia.

3
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana karakteristik preeklampsia pada ibu bersalin berdasarkan

faktor etnis di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2014?

1.2.2 Bagaimana cara persalinan ibu bersalin dengan preeklampsia

berdasarkan faktor etnis di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik dan cara persalinan kejadian

preeklampsia pada ibu bersalin berdasarkan faktor etnis di RSUD Dr.

Soetomo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui umur ibu bersalin dengan preeklampsia berdasarkan

faktor etnis di RSUD Dr. Soetomo.

2. Mengetahui paritas ibu bersalin dengan preeklampsia berdasarkan

faktor etnis di RSUD Dr. Soetomo.

3. Mengetahui indeks masa tubuh ibu bersalin dengan preeklampsia

berdasarkan faktor etnis di RSUD Dr. Soetomo.

4. Mengetahui usia gestasi ibu bersalin dengan preeklampsia

berdasarkan faktor etnis di RSUD Dr. Soetomo.

5. Mengetahui riwayat preeklampsia ibu bersalin dengan preeklampsia

berdasarkan faktor etnis di RSUD Dr. Soetomo.

6. Mengetahui komplikasi ibu berdasarkan faktor etnis di RSUD Dr.

Soetomo.

4
7. Mengetahui komplikasi janin berdasarkan faktor etnis di RSUD Dr.

Soetomo.

8. Mengetahui cara persalinan ibu bersalin dengan preeklampsia

berdasarkan faktor etnis di RSUD Dr. Soetomo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan informasi ilmiah tentang karakteristik dan cara

persalinan ibu bersalin dengan preeklampsia berdasarkan faktor etnis di

RSUD Dr. Soetomo.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi masyarakat

Meningkatkan kewaspadaan terhadap kejadian preeklampsia

pada ibu bersalin dari berbagai etnis di Indonesia, sehingga dapat

mencegah kejadian preeklampsia maupun kematian akibat

preeklampsia.

2. Bagi rumah sakit

Menambah informasi tentang karakteristik preeklampsia

pada ibu bersalin di Indonesia, lebih khususnya di RSUD Dr.

Soetomo Surabaya sehingga dapat dilakukan usaha pencegahan

supaya angka kejadian preeklampsia di Indonesia mengecil.

3. Bagi peneitian selanjutnya

Sebagai tambahan informasi untuk penelitian lanjutan terkait

karakteristik preeklampsia pada ibu bersalin.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia

2.1.1 Definisi Preeklampsia

Preeklampsia adalah komplikasi yang menyertai kehamilan dan

dapat berdampak serius bagi ibu maupun janin. Preeklampsia ditandai

dengan hipertensi dan proteinuria, dan berbeda dengan hipertensi yang

dipicu kehamilan (Roberts & Gammil, 2005). Menurut Yu Chen (2009),

preeklampsia merupakan kelainan multisistemik dan penyebab utama

tingginya angka kematian dan kesakitan pada ibu hamil, fetus, dan

neonatus.

2.1.2 Angka Kejadian Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindroma yang menyertai 2 – 8%

kehamilan dan meningkatkan angka kematian dan kesakitan ibu maupun

anak (Duley, 2008). Menurut Anderson (2012), preeklampsia menyertai 3

– 8% kehamilan di seluruh dunia dan terdapat sekitar 8,5 juta kasus

dilaporkan per tahunnya. Insiden preeklampsia umumnya didapatkan

sekitar 5 persen, insiden ini nyata dipengaruhi oleh paritas, ini

berhubungan dengan ras dan etnis, dengan demikian kecenderungan

genetik dan faktor lingkungan juga mungkin memiliki peran

(Cunningham, 2001).

Insiden preeklampsia serta penyebabnya sangat bervariasi di

seluruh dunia. WHO memperkirakan kejadian preeklampsia menjadi tujuh

6
kali lebih tinggi di negara berkembang (2,8% dari kelahiran hidup)

dibandingkan di negara maju (0,4%) (Osungbade & Ige, 2011).

Kontribusi preeklampsia-eklampsia pada angka kematian ibu di

Indonesia rata-rata sebesar 12%, sedangkan di jawa timur dilaporkan 117

(28,2%) dari 414 kematian ibu pada tahun 2007 (Selamat, 2012).

2.1.3 Faktor Risiko Preeklampsia

Preeklampsia merupakan salah satu penyulit kehamilan yang

belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Tetapi beberapa penelitian

menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

preeklampsia, antara lain :

1) Faktor genetik

Preeklampsia diturunkan melalui gen resesif tunggal. Terdapat beberapa

bukti bahwa ada peran genetik pada kejadian preeclampsia (Chesley &

Cooper, 1986)

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia

pada anak-anak dengan ibu yang menderita preeklampsia.

c. Meningkatnya frekuensi preeklampsia pada anak dan cucu

kandung dari ibu hamil dengan riwayat preeklampsia.

2) Faktor imunologis

Beberapa penelitian menemukan bahwa durasi hubungan seksual

pra konsepsi dan jumlah unprotected intercourse berbanding terbalik

dengan kejadian preeklampsia/eklampsia. Bila unprotected intercourse

jarang dan tidak lama durasinya makaa akan meningkatkan risiko

7
terjadinya preeklampsia/eklampsia. Hipotesis yang populer saat ini

adalah hipotesis gangguan adaptasi imunologis. Janin mengandung

antigen dari ayahnya yang asing bagi ibu yang sedang hamil tersebut.

Dukungan terhadap teori ini datang dari studi epidemiologi yang

memperlihatkan dampak dari berganti pasangan dan inseminasi dari

donasi (Zhang, 1997).

3) Faktor graviditas

Taber (1994) menyebutkan bahwa preeklampsia merupakan

gangguan yang terutama terjadi pada primigravida. Marshall (1995) juga

menyebutkan bahwa preeklampsia biasanya terjadi pada kehamilan

pertama. Sibai et al (1995) dan Skjaerven (1995) juga menyebutkan

hasil bahwa proporsi primigravida lebih tinggi dari wanita yang pernah

hamil sebelumnya.

Pada umumnya preeklampsia diperkirakan sebagai penyakit pada

kehamilan pertama. Bila kehamilan sebelumnya normal, maka insidens

preeklampsia akan menurun, bahkan abortus pada kehamilan

sebelumnya yang merupakan faktor protektif terhadap kejadian

preeklampsia. Hal ini disebabkan pada primigravida pembentukan

antibodi penghambat belum sempurna sehingga meningkatkan risiko

terjadinya preeklampsia.

Namun Roberts & Catov (2008) menyatakan bahwa perfusi

penurunan plasenta baru cukup untuk dapat menyebabkan preeklampsia

adalah pada kehamilan kedua. Dan penelitian Helda (2000) juga

8
mendapatkan hasil bahwa primigravida tidak berhubungan dengan

preeklampsia.

4) Faktor umur

Umur merupakan bagian dari status reproduksi yang penting.

Umur berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh

sehingga mempengaruhi status kesehatan seseorang. Umur yang baik

untuk hamil adalah 20-35 tahun (Depkes RI, 2000). Royston &

Amstrong (1994) juga menyebutkan bahwa umur 20-35 tahun

merupakan umur yang paling aman bagi wanita untuk hamil dan

melahirkan. Wanita usia remaja yang hamil untuk pertama kali dan

wanita yang hamil pada usia >35 tahun akan mempunyai risiko yang

sangat tinggi untuk mengalami preeklampsia (Royston & Amstrong,

1994).

Terdapat peningkatan risiko terjadinya preeklampsia pada ibu yang

berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Agudelo, 2000).

5) Faktor usia gestasi

Menurut Dekker (1999), preelampsia paling sering ditemukan pada

usia kehamilan di trimester kedua. Sedangkan Taber (1994) menyatakan

bahwa keadaan ini (Preeklampsia) timbul setelah umur kehamilan 20

minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat tersebut pada

penyakit trofoblastik.

6) Faktor indeks massa tubuh

Sudah diketahui secara umum bahwa wanita obesitas memiliki

risiko mengalami preeklamsia/eklampsia tiga setengah kali lebih tinggi

9
dibandingkan dengan wanita yang berat badannya ideal dan kurus

(Zhang, 1997).

7) Faktor bayi

Insidens preeklampsia tiga kali lebih tinggi pada kehamilan kembar

dibandingkan dengan kehamilan tunggal (Zhang, 1997).

8) Faktor Ras dan Etnis

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa etnis mungkin terkait

dengan risiko pre-eklampsia, meskipun studi tentang perbedaan etnis

risiko agak terbatas dalam jangkauan dan spesifisitas dari kelompok

etnis dipertimbangkan. Etnis mencerminkan banyak pengaruh potensial

kesehatan, termasuk status sosial-ekonomi, gaya hidup (misalnya diet

dan aktivitas fisik), perawatan medis, dan latar belakang genetik yang

terkait dengan geografis asal (Todd et al, 2013).

Perbedaan risiko antara kelompok etnis menunjukkan peran

genetik yang kuat dalam patogenesis preeklamsia (Elsosha, 2012).

9) Faktor riwayat penyakit

Peningkatan risiko preeklampsia/eklampsia dapat terjadi pada ibu

dengan riwayat hipertensi kronis, diabetes, dan adanya riwayat

preeklampsia/eklampsia sebelumnya. (Robert & Redman, 1993)

10) Faktor lingkungan

Faktor pendidikan dan pekerjaan ibu hamil juga mempengaruhi

terjadinya preeklampsia/eklampsia. Klonoff (1989) menemukan bahwa

wanita yang bekerja di luar rumah memiliki risiko lebih tinggi

dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Preeklampsia/eklampsia terjadi

10
lebih sering pada wanita yang berpendidikan rendah dibandingkan

dengan yang berpendidikan tinggi (Agudelo, 2000).

Menurut Ben-zion Taber (1994), faktor-faktor predisposisi

preeklampsia meliputi:

1) Nullipara umur belasan tahun

2) Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal yang kurang atau

tidak sama sekali dan nutrisi yang buruk terutama dengan diet

kurang protein

3) Mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga

4) Mempunyai penyakit hipertensi vaskular sebelumnya

5) Kehamilan-kehamilan dengan trofoblas yang berlebihan ditambah

vili korion:

 Kehamilan ganda

 Mola hidatidosa

 Diabetes Mellitus

 Hidrops fetalis

2.1.4 Etiologi Preeklampsia

Sampai saat ini belum ada teori yang dapat menjelaskan tentang

apa yang menjadi penyebab pasti terjadinya preeklampsia. Beberapa teori

yang mencoba menjelaskan tentang etiologi preeklampsia, antara lain:

1) Disfungsi sel endotel

2) Reaksi antigen-antibodi

3) Perfusi plasenta yang tidak adekuat

4) Perubahan reaktifitas vaskuler

11
5) Ketidakseimbangan antara protasiklin dan tromboksan

6) Penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi air dan garam

7) Penurunan volume intravaskuler

8) Peningkatan sensitifitas sistem saraf pusat

9) Disseminated Intravascular Coagulation

10) Iskemia uterus

11) Faktor diet

12) Faktor genetik

Wahyudin (2006) menyatakan bahwa dari beberapa teori tersebut,

teori yang relatif baru yang dapat menjelaskan tentang patogenesis

preeklampsia adalah teori disfungsi sel endotel. Pada teori ini, preeklampsia

dikatakan mempengaruhi ibu (disfungsi vaskular) dan janin (intrayterine

growth restriction).

Menurut Smasaron dan Sargent, teori lain yang dikemukakan

sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia plasenta yaitu pada PE

terjadi perubahan pada plasenta. Tahap pertama adalah proses yang

mempengaruhi arteri spiralis, yang menyebabkan kurangnya suplai darah ke

plasenta. Tahap kedua terjadi efek iskemia plasenta pada bagian ibu dan

janin akan tetapi teori ini tidak dapat menjelaskan semua hal yang berkaitan

dengan penyakit ini, banyak faktor yang sering kali ditemukan dan sering

kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat (Prawiroharjo

S, 2002).

12
2.1.5 Patofisiologi dan Komplikasi Preeklampsia

Preeklampsia diduga terjadi dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah

berkurangnya perfusi plasenta karena plasentasi abnormal, dan tahap

kedua adalah timbulnya gejala pada ibu hamil. Mekanisme timbulnya

gejala, bagaimana gejala terjadi tidak pada semua ibu hamil, dan

hubungan dari kedua tahap ini masih belum jelas (Roberts & Gammil,

2005).

Menurut Redman & Sargent (2005), 2 tahap preeklampsia ini

disebut tahap preklinik dan klinik.Pada tahap klinik, plasenta yang

mengalami hipoksia kemudian menyebabkan gejala-gejala pada ibu

hamil, antara lain hipertensi, proteinuria, dan disfungsi hati.

Preeklampsia yang timbul pada umur kehamilan yang muda (< 34

minggu) meningkatkan risiko insufisiensi nutrisi dan pernapasan janin,

asfiksia, dan dapat berlanjut pada kematian.

Trofoblas memiliki peran penting pada hubungan ibu-janin melalui

proses implantasi. Pada proses invasi, diferensiasi trofoblas dipengaruhi

oleh tekanan oksigen. Pada lingkungan yang hipoksia, proliferasi

sitotrofoblas meningkat dibanding dengan proses diferensiasinya. Ini

merupakan mekanisme pertahanan dalam lingkungan hipoksia. Jumlah

sel yang meningkat membantu sitotrofoblas melakukan invasi pada

dinding uterus dan pembuluh darah ibu (Red-Horse et al., 2004).

Pada kehamilan normal, sejumlah sitotrofoblas yang menginvasi

pembuluh darah ibu mengekspresikan Neural Cell Adhesion Molecule

(NCAM) (Red-Horse, 2004). NCAM memediasi pelekatan sel-sel dan

13
perjalanan sinyal pada sistem syaraf. NCAM memicu pelekatan matriks

sel dan pertumbuhan neuron dengan mengaktivasi sinyal Fibroblast

Growth Factor Receptor (FGFR) (Francavilla et al., 2007). Pada

preeklampsia berat, invasi pembuluh darah dan uterus sangat dangkal

karena lemahnya imunoreaktivitas NCAM (Red-Horse, 2004).

Nankali et al. (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

preeklampsia berat dan eklampsia memiliki hubungan dengan beratnya

komplikasi pada ibu. Preeklampsia merupakan penyebab 10 – 15%

kematian pada ibu hamil (Garcia et al., 2012).

Garcia et al. (2012) dalam penelitiannya yang melibatkan 99 ibu

hamil terdiagnosa preeklampsia berat, faktor risiko utama adalah obesitas

dan diabetes. Sebanyak 43,4% menunjukkan komplikasi serius, 11,1%

diantaranya mengalami Ocular Hypertension (OHT), 16,2% mengalami

Acute Renal Failure (ARF), 8,1% HELLP syndrome, 7,1% abruptio

placentae, 9,1% pulmonary edema, dan 2% mengalami eklampsia.

Abruptio placentae lebih sering terjadi pada wanita primigravida, dan

risiko komplikasi HELLP syndrome meningkat jika preeklampsia berat

didiagnosa sejak usia kehamilan kurang dari 32 minggu. Dari hasil

pengamatan neonatus yang lahir, sebanyak 23 neonatus lahir dengan

prematur hebat, 3 neonatus lahir mati, dan 53% nenonatus lahir dengan

berat badan lahir rendah.

14
2.1.6 Gambaran Klinis Preeklampsia

1) Gejala Subjektif

Pada preeklampsia didapatkan gejala sakit kepala di daerah frontal,

skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual

dan atau muntah. Gelaja ini sering ditemukan pada preeklampsia yang

meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.

Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria

juga meningkat (Wibowo & Rachimhadi, 1997).

2) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan tekanan darah

sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat

lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat

meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa

organ. Di samping itu dapat ditemukan juga takikardia, takipnu, edema

paru, penurunan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, dan

pendarahan otak (Michael, 2005).

3) Diagnosis Preeklampsia

Preeklampsia ditandai dengan disfungsi endotel disertai

vasokonstriksi, hipoperfusi multiorgan yang jika berlanjut dapat

mengakibatkan gagal organ dan kejang (eklampsia). Diagnosis dini dapat

menggunakan rasio kreatinin dan DoHaller untuk mengamati aliran arteri

uterina (Turner, 2010).

The National Institute of Health (NIH) pada 2010

mengklasifikasikan gangguan hipertensi kehamilan dalam lima kategori

15
utama, yaitu hipertensi kronis, preeklampsia dan eklampsia,

preeklampsia disertai hipertensi kronis, preeklampsia berat, dan

hipertensi gestasional.

Hipertensi kronis terjadi sebelum kehamilan atau sebelum minggu

ke-20 kehamilan, dan ditandai dengan tekanan darah sistolik >

140mmHg serta diastolik > 90 mmHg. Preeklampsia dan eklampsia

memiliki tanda khas proteinuria dan tekanan darah sistolik > 140 mmHg

serta diastolik > 90 mmHg. Preeklampsia yang disertai hipertensi kronis

dapat meningkatkan risiko dan beratnya derajat komplikasi bila

dibandingkan dengan pasien preeklampsia saja (NIH, 2010).

Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan apabila didapatkan

tekanan darah sistolik > 160 mmHg, atau tekanan darah diastolik > 110

mmHg (dengan dua kali pengukuran dan selisih waktu pengukuran 6

jam) dan disertai proteinuria sebanyak 5000 mg atau lebih (pada

pengumpulan urin 24 jam atau setidaknya 3 plus pada dua kali

pengukuran sampel urin acak dengan selisih waktu pengukuran minimal

4 jam), atau oliguria < 500 ml urin dalam waktu 24 jam, atau gangguan

fungsional serebral maupun visual, atau nyeri epigastrik atau perut

kuadran kanan atas, atau gangguan fungsi hati (dengan analisis

laboratorium terdapat peningkatan AST/SGOT, ALT/SGPT, atau LDH),

atau edema paru atau sianosis (bukan karena penggantian volume

intravena yang berlebihan), atau trombositopenia (jumlah trombosit <

150.000/µL), atau ditemukan adanya hambatan pertumbuhan janin.

Apabila tekanan darah meningkat pada trimester ke-3 tanpa riwayat

16
hipertensi sebelumnya dan tidak ditemukan proteinuria, maka didiagnosa

sebagai hipertensi gestasional (NIH, 2010).

Bagi ibu hamil dengan hipertensi sebelum kehamilan dan hipertensi

gestasional, maka diagnosis preeklampsia ditetapkan jika disertai

protenuria (baru, atau lebih berat dari sebelumnya) dan jika disertai

keadaan yang memburuk. Diagnosis preeklampsia berat ditetapkan bila

tanda preeklampsia mulai muncul dari usia kehamilan kurang dari 34

minggu dengan disertai proteinuria berat (Magee, 2008).

2.1.7 Klasifikasi Preeklampsia

Menurut Lanak (2004), klasifikasi preeklampsia adalah sebagai berikut:

1) Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

 Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg

atau lebih atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih pada usia

kehamilan diatas 20 minggu dengan riwayat tekanan darah

sebelumnya normal.

 Proteinuria > 0,3 gr per liter atau kuantitatif 1 plus atau 2 plus

pada urine kateter atau midstream.

2) Preeklampsia Berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih

 Proteinuria 5 gr per liter atau lebih dalam 24 jam atau kuantitatif

3 plus atau 4 plus

 Oliguri, yaitu jumlah urine < 500 cc per 24 jam

 Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri

di epigastrium.

17
 Terdapat edema paru dan sianosis

 Trombositopeni

 Gangguan fungsi hati

 Pertumbuhan janin terhambat

2.1.8 Prognosis Preeklampsia

Penderita preeklampsia yang terlambat penanganannya akan

berdampak pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi

pendarahan otak, dekompensasi kordis dengan edema paru, payah ginjal

dan masuknya isi lambung ke dalam pernafasan saat kejang. Pada janin

dapat terjadi kematian karena hipoksia interuterin dan kelahiran prematur.

(Wiknjosastro, 1999)

Dampak jangka pendek dan jangka panjang penyakit ini dapat

dilihat pada bagan di bawah ini :

PREEKLAMPSIA

PE RINGAN PE BERAT

EKLAMPSIA HELLP

HIDUP MATI

BAYI PJT/IUGR Hamil lagi: Solusio


plasenta 2,5%,
Preeklampsia 22%,
Eklampsia 1,9%

18
Gambar 2.1 Alur prognosis ibu dan bayi pada kasus preeklampsia

(Wiknjosastro, 2006)

Preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat, preeklampsia berat dapat bermula dari preeklampsia ringan.

Kedua jenis preeklampsia ini dapat memburuk sehingga menimbulkan eklampsia

yang komplikasi terberatnya adalah HELLP sindrom dan dapat menimbulkan

kematian (Wiknjosastro, 2006).

2.1.9 Penatalaksanaan Preeklampsia

1) Preeklampsia Ringan

Penderita preeklampsia ringan biasanya tidak dirawat dan harus

lebih sering melakukan pemeriksaan antenatal. Pasien diminta untuk

istirahat dan diberi obat penenang fenobarbital 3x30 mg, obat

antihipertensi dan diuretika belum direkomendasikan untuk digunakan

pada penderita preeklampsia ringan.

2) Preeklampsia Berat

(1) Penanganan umum

 Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi

sampai tekanan diastolik di antara 90-110 mmHg

 Pasang infus Ringer Laktat

 Ukur keseimbangan cairan

 Katerisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

 Jika jumlah urin < 30 ml per jam:

 Infus cairan dipertahankan 1 jam 7 menit

19
 Pantau kemungkinan edema paru

 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi

dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.observasi tanda

vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.

 Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi

merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop

pemberian cairan dan diberikan diuretik misalnya furosemide

40 mg intravena.

 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan darah bedside.

Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan

terdapat koagulopati (Saifuddin, 2002).

(2) Antikonvulsan

Pada kasus preeklampsia berat dan ekalmpsia, magnesium

sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang

yang efektif tanpa menimbulkan susunan syaraf pusat baik bagi ibu

maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena

melalui infus kontinu atau intramuskuler dengan injeksi intermitten

(Cunningham, 2006).

(3) Antihipertensi

 Obat pilihan adalah hidralazin yang diberikan 5mg intravena

pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun

 Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam

atau 12,5 mg intramuskular setiap 2 jam

 Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:

20
 Nifedipin dosis oral 10mg yang diulang tiap 30 menit

 Labetalol 10mg intravena sebagai dosis awal, jika

tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit, maka

dosis dapat ditingkatkan sampai 20mg intravena

(Cunningham, 2006).

(4) Persalinan

Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24

jam. Jika section caesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak

terdapat koagulopati. Anestesi yang aman / terpilih adalah anestesi

umum,yaitu tidak hanya hilangnya rasa nyeri,namun juga

kesadaran. Jangan lakukan anestesi lokal yang hanya

menghilangkan nyeri pada bagian tubuh secara spesifik, sedangkan

anestesi spinal yang bertujuan untuk mendapatkan anelgesi

setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka memiliki efek

samping berupa hipotensi (Tjokrowinoto, 2012).

2.1.10 Pencegahan

Walaupun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah

sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan

pemberian penyuluhan dan pelaksanaan antenatal care

(Prawiroharjo, 2002).

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti,

mengenali tanda-tanda bahaya sedini mungkin, lalu diberikan

pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat,

selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya

21
preeklampsia/eklampsia apabila terdapat faktor predisposisi,

berikan penyuluhan tentang manfaat istirahat dan tidur,

ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak,

serta karbohidrat, juga menjaga kenaikan berat badan berlebihan

(Mochtar, 1998).

2.2 Genetika dalam Preeklampsia

Bila ada riwayat preeklampsia pada ibu, anak perempuan, saudara

perempuan, cucu perempuan, dari seorang ibu hamil, maka ia akan

berisiko 2-5 kali lebih tinggi mengalami preeklampsia dibandingkan bila

riwayat tersebut terdapat pada ibu mertua atau saudara ipar perempuannya

(Zhang, 1997). Royston dan Amstrong (1994) menyebutkan bahwa

preeklampsia merupakan penyakit yang lebih sering ditemukan pada anak

wanita dari ibu penderita preeklampsia.

2.3 Etnis di Indonesia

Hasil sensus penduduk pada tahun 2000 menunjukkan bahwa

jumlah penduduk telah mencapai sekitar 201,092 juta jiwa yang terdiri

dari 1071 kelompok etnis. Dilihat dari aspek jumlah dua pertiga (64,99%)

dari jumlah penduduk di Indonesia adalah kelompok etnis yang ada di

pulau Jawa dan Madura, yaitu etnis Jawa, Sunda, Madura, Betawi,

Banten,, dan Cirebon. Sekitar 11,16% dari penduduk Indonesia terdiri dari

kelompok etnis yang ada di Pulau Sumatra seperti Bugis, Makassar,

Gorontalo, Toraja, Minahasa, Buton Sangir, Luwu, dan Tolaki. Dengan

demikian, dominasi kelompok etnis yang berasal dari pulau Jawa-Madura

22
dengan luas daerah hanya 6,6% dari luas wilayah Indonesia

(Sontosudarmo & Tukiran, 2003).

Terdapat 10 kelompok etnis yang jumlahnya sekitar 77, 38% dari

jumlah penduduk di Indonesia, mulai dari yang terbesar yaitu Jawa,

Sunda, Melayu, Madura, Batak, Minangkabau, Betawi, Bugis, Banjar, dan

yang terkecil Bali. Apabila etnis Jawa dan Sunda dianggap sebagai dua

kelompok etnis yang besar, maka angka pertumbuhannya pun sangat

bebeda. Justru kelompok etnis yang terbesar mempunyai angka

pertumbuhan yang relatif rendah dibandingkan dengan etnis lainnya

seperti Minangkabau, Bali, dan Madura. Hal yang menarik adalah pada

kelompok etnis berjumlah penduduk sedang seperti Melayu, Betawi, Batak

dan Sunda, justru mempunyai angka pertumbuhan yang sangat tinggi

(Sontosudarmo & Tukiran, 2003).

23
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual


Faktor Risiko

Umur Paritas ETNIS Faktor


Faktor
Genetik BMI Usia gestasi Riwayat
Preeklampsia

HLA-G Antigen paternal

Proses imunologis
terhadap trofoblas

Gangguan
remodeling

Iskemia

Kerusakan endotel pembuluh


darah
Permeabilitas pembuluh darah

Preeklampsia

Komplikasi Cara Persalinan


ETNIS

Faktor Genetik
Ibu Janin
Antigen paternal

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual


HLA-G
: Variabel yang diteliti

: Tidak diteliti Proses imunologis terhadap


trofoblas

Kerusakan endotel
24 pembuluh darah

Permeabilitas pembuluh
darah
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

Preeklampsia dapat disebabkan oleh banyak faktor, yaitu umur, paritas,

riwayat preeklampsia, indeks massa tubuh, usia gestasi, genetik, dan etnis.

Pada kesempatan kali ini, peneliti lebih memfokuskan pada faktor etnis pada

preeklampsia yang dilatar belakangi faktor genetik. Berdasarkan

patofisiologinya terjadi peningkatan HLA-G yang disebabkan oleh ibu yang

membawa gen preeklampsia dan faktor suami yaitu antigen paternal, sehingga

terjadi proses imunologis terhadap trofoblas yang menyebabkan gangguan

proses remodeling, lalu terjadi iskemia yang menyebabkan kerusakan endotel

pada pembuluh darah, lalu terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah

sehingga muncul gejala klinis dari preeklampsia. Ini yang mempengaruhi

faktor etnis pada kejadian preeklampsia. Preeklampsia dapat menimbulkan

komplikasi ibu berupa solusio plasenta, gagal ginjal akut, gagal jantung,

HELPP sindrom, edema paru, DIC, ruptur hepar serta komplikasi janin berupa

IUGR dan IUFD. Adapun cara persalinan pada penanganan preeklampsia

yaitu secara sectio caesarea dan pervaginam.

25
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian deskriptif digunakan untuk mengumpulkan, merangkum,

serta menginterpretasikan data-data yang diperoleh. Selanjutnya diolah

kembali sehingga dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan gambaran

yang jelas, terarah, dan menyeluruh dari masalah yang menjadi objek

penelitian.

Penelitian ini menggunakan data sekunder menggunakan data rekam

medik pasien dengan memperhatikan gambaran klinis ibu bersalin dengan

preeklampsia di RSUD Dr. Soetomo Surabaya berupa karakterstik pada

periode Januari 2014- Desember 2014.

4.2 Populasi, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang akan diteliti adalah ibu bersalin dengan

preeklampsia di RSUD Dr. Soetomo periode Januari 2014 – Desember

2014. Sampel penelitian diambil dari populasi penelitian yang terpilih

menjadi sampel.

Kriteria Inklusi

 Ibu hamil preeklampsia yang bersalin di VK atau Kamar

Bersalin RSUD dr. Soetomo periode Januari 2014 –

Desember 2014 dan memiliki data rekam medik lengkap

26
4.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling

menggunakan data sekunder berupa rekam medis semuaibu hamil

preeklampsia yang bersalin di VK RSUD dr. Soetomo pada bulan

Januari 2014 hingga Desember 2014.

4.3 Variabel

Berikut ini adalah variabel-variabel yang diteliti:

 Umur

 Paritas

 Riwayat preeklampsia

 Body Mass Index

 Usia gestasi

 Komplikasi ibu

 Komplikasi janin

 Cara persalinan

 Etnis

27
4.4 Definisi Operasional Variabel

Penjelasan mengenai definisi operasional variabel dapat dilihat pada tabel

di bawah ini :

Tabel 4.1 Tabel definisi operasional karakteristik ibu bersalin dengan

preeklampsia berdasarkan faktor etnis di RSUD dr. Soetomo pada tahun 2014

VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL KRITERIA SKALA


VARIABEL
1. Umur Waktu yang telah dilalui seseorang 1 : Pasien dengan umur < 20 Ordinal
mulai dari lahir sampai saat tahun
bersalin, yang diukur dalam tahun, 2 : Pasien dengan umur 20-35
diketahui berdasarkan Kartu Tanda tahun
Penduduk (KTP) 3 : Pasien dengan umur > 35
tahun
2. Paritas Jumlah anak yang pernah 1 : [Primipara] anak ke-1 Nominal
dilahirkan oleh pasien 2 : [Multipara] anak ke > 1
3. Riwayat PE Riwayat preeklampsia yang pernah 1: Tanpa riwayat PE Nominal
dialami oleh ibu pada kehamilan 2: Dengan riwayat PE
sebelumnya
4. BMI Kategori massa tubuh dengan 0: [Underweight] < 18,5 Ordinal
(Body Mass rumus berat badan / (tinggi 1: [Normal] 18,5-24,9
Index) badan)2 pada ibu hamil. Diukur 2: [Overweight] 25,0-29,9
melalui pemeriksaan fisik pada 3: [Obesitas] > 30
rekam medik.
5. Usia gestasi Umur kehamilan pasien saat 0: < 34minggu Nominal
melahirkan kehamilan yang 1: > 34 minggu
sekarang
6. Komplikasi Masalah kegawat daruratan 1 : Solusio plasenta Nominal
ibu obstetrik yang timbul pasca 2:Gagal Ginjal (Akut/ Kronis)
preeklampsia pada saat persalinan 3: Gagal Jantung
1. Solusio plasenta adalah 4: HELPP Sindrom
terlepasnya sebagian atau 5: Edema Paru
keseluruhan plasenta dari 6: DIC
implantasi normalnya 7: Ruptur Hepar
(korpus uteri) 8: Tanpa Komplikasi
setelah kehamilan 20
minggu dan sebelum janin
lahir
2. Gagal ginjal adalah kondisi
dimana ginjal tidak mampu
berfungsi secara norma l.
Gagal ginjal akut memiliki
onset mendadak, dan

28
berpotensi reversible.
Sedangkan gagal ginjal
kronis berlangsung
perlahan-lahan selama
setidaknya tiga bulan dan
dapat menyebabkan gagal
ginjal yang permanen
3. Gagal jantung adalah
keadaan dimana jantung
sudah tidak mampu lagi
memberikan darah kaya
oksigen ke organ-organ
tubuh yang membutuhkan.
4. Sindroma HELLP
merupakan suatu kerusakan
multisistem dengan tanda-
tanda : hemolisis,
peningkatan enzim hati, dan
trombositopenia yang
diakibatkan disfungsi
endotel sistemik.
5. Edema paru adalah
pembengkakan dan/atau
akumulasi cairan dalam
paru
6. DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation)
adalah suatu keadaan
dimana bekuan-bekuan
darah kecil tersebar di
seluruh aliran darah,
menyebabkan penyumbatan
pada pembuluh darah kecil
dan berkurangnya faktor
pembekuan yang diperlukan
untuk mengendalikan
perdarahan
7. Ruptur Hepar merupakan
adanya lesi pada hepar yang
tanda dan gejlaanya
dikaitkan dengan tanda-
tanda syok, iritasi
peritoneum dan nyeri nyeri
pada epigastrium kanan.
8. Tanpa Komplikasi adalah
ibu dengan preeclampsia
tanpa komplikasi
7. Komplikasi Masalah kegawat daruratan pada 1: IUGR Nominal

29
janin janin yang timbul pasca persalinan 2: IUFD
dengan preeklampsia 3:Tanpa Komplikasi
1. IUGR (Intrauterine Growth
Restriction) adalah kondisi
dimana janin lebih kecil dari
yang diharapkan untuk
jumlah bulan kehamilan.
2. IUFD (Intrauterine Fetal
Death) adalah keadaan tidak
adanya tanda-tanda
kehidupan janin dalam
kandungan baik pada
kehamilan yang besar dari 20
minggu atau kurang dari 20
minggu
3. Tanpa komplikasi adalah
janin yang dilahirkan tanpa
preklampsia

8. Cara Cara bersalin yang dipilih saat 1: Sectio Caesarea Nominal


persalinan melahirkan kehamilan yang 2: Pervaginam
sekarang
9. Etnis Penggolongan manusia berdasarkan 1: Bugis Nominal
kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat 2:Banjar
istiadat, norma bahasa, sejarah, 3:Bali
geografis dan hubungan 4:Minangkabau
kekerabatan 5:Madura
6:Melayu
7:Betawi
8:Batak
9:Sunda
10:Jawa
11:Lain-lain
4.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Waktu : 1 Februari 2016 – 30 April 2016

4.6 Teknik Pengambilan Data

Data mengenai karakteristik ibu bersalin preeklampsia diambil oleh

peneliti dari rekam medik medik pasien dengan memperhatikan gambaran ibu

bersalin dengan preeklampsia menggunakan formulir isian pada waktu jam

kerja.

30
Peneliti membagi 4 tahap dalam teknik pengumpulan data, yaitu tahap

persiapan, pelaksanaan, analisis data, dan kesimpulan, serta pembuatan

laporan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan time table untuk memudahkan

proses pelaksanaan penelitian.

Pertama, peneliti memilih rekam medik pasien di rekam medik pusat,

RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada periode Februari 2016 – April 2016.

Setelah mendapat data ibu bersalin preeklampsia, kemudian peneliti

menguraikan karakteristikdari preeklampsia.

4.7 Instrumen Penelitian

 Formulir isian yang digunakan untuk mencatat identitas dan profil klinik

pasien

4.8 Teknik Analisa Data

Teknik pengolahan data dibagi menjadi 5 tahap, yaitu editing, coding,

scoring, entry, dan cleaning data. Analisa data dengan menghitung jumlah

kasus dan proporsi kasus.Jumlah kasus adalah banyaknya angka kejadian

dalam periode satu tahun. Dalam penelitian ini, jumlah kasus adalah jumlah

kejadian preeklampsia pada ibu bersalin dalam satu tahun.

Proporsi adalah bentuk pecahan yang pembilangnya merupakan bagian

dari penyebutnya. Fungsinya untuk melihat komposisi suatu variabel dalam

populasi.Bentuk ini seringdinyatakan dalam persen, yaitu dengan mengalikan

pecahan ini dengan 100%. Dalam penelitian ini, proporsi kasus adalah

karakteristik ibu bersalin yang ditimbukan preeklampsia berdasarkan faktor

etnis dibandingkan dengan banyaknya persalinan yang ada.

31
Data hasil observasi dari rekam medik yang telah terkumpul, kemudian

diolah dan dilakukan tabulasi data. Selanjutnya dilakukan analisis secara

deskriptif yang mencakup jumlah, proporsi, mean, median, modus.

4.9 Kerangka Operasional

Kehamilan dengan PE

VK bersalin RSUD Dr. Soetomo

Pengumpulan data rekam


medik ibu bersalin

Analisis data

Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka Operasional

4.10 Jadwal Kegiatan Penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian pada tanggal 1 Februari 2016 – 30

April 2016. Jadwal kegiatan secara lebih rinci dapat dilihat pada lampiran.

BAB V

HASIL PENELITIAN

32
5.1 Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini diambil dari data sekunder yaitu rekam medis di

RSUD Dr. Soetomo Surabaya, selama periode Januari 2014 – Desember

2014. Total data pasien preeklampsia berjumlah 394 namun yang

memenuhi kriteria inklusi berjumlah 260 pasien dengan kelengkapan data

yang dibutuhkan. Variabel yang berhasil dihimpun melalui data rekam

medis dibagi menjadi delapan variabel. Variabel tersebut terdiri dari etnis

ibu, umur ibu, usia gestasi, paritas, Body Mass Index (BMI), riwayat

preeklampsia, komplikasi ibu, komplikasi janin, dan cara persalinan.

5.2 Deskripsi Data Penelitian

5.2.1 Etnis

Dari data tersebut didapatkan pasien yang beretnis Jawa, Madura, dan

Melayu. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi Etnis pada Pasien dengan Preeklampsia

Etnis N Presentase

Jawa 211 81,15%

Madura 48 18,46%

Melayu 1 0,39%

Lain-lain 0 0%

Jumlah 260 100%

Dari ketiga etnis tersebut didominasi oleh pasien beretnis Jawa,

yaitu sebanyak 211 orang (81,15%) dan yang paling sedikit yaitu Melayu

sebanyak 1 orang (0,39%). Tidak didapatkan pasien di RSUD Dr. Soetomo

33
Surabaya periode tahun 2014 yang termasuk kriteria lain-lain yang

meliputi etnis Bugis, Banjar, Bali, Minangkabau, Betawi, Batak, Sunda dll.

5.2.2 Umur

Pada variable umur terdapat tiga kriteria yaitu < 20, 20-35, dan >35 tahun.

Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Umur pada Pasien dengan Preeklampsia

Etnis Presentas
Umur N
Jawa Madura Melayu Lain-lain e

<20 8 (3,08%) 4 (1,54%) 0 (0%) 0 (0%) 12 4,62%

1
20-35 143 (55%) 32 (12,3%) 0 (0%) 176
(0,38%) 67.69%

60
>35 12 (4,62%) 0 (0%) 0 (0%) 72
(23,08%) 27,69%

Jumla 211 1
48 (18,46%) 0 (0%) 260
h (81,15%) (0,39%) 100%

Dari data tersebut didapatkan umur termuda yaitu 16 tahun dan

umur paling tua yaitu 45 tahun. Dari ketiga kriteria umur tersebut

didominasi oleh pasien berumur 20 tahun sampai 35 tahun, yaitu sebanyak

176 orang (67,69%) dan yang paling sedikit kriteria umur < 20 tahun

sebanyak 12 orang (4,62%).

5.2.3 Paritas

Terdapat dua kriteria pada variable paritas yaitu primipara (anak ke – 1)

dan multipara (anak ke - > 1). Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel

5.3.

34
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Paritas pada Pasien dengan Preeklampsia

Etnis
Paritas  Lain- N Presentase
Jawa Madura Melayu
lain

Primipara 64 (24,62%) 16 (6,16%) 0 (0%) 0 (0%) 82 31,54%

 Multipara 143 (55%) 34 (13,08%) 1 (1,14%) 0 (0%) 178 68,46%

211
Jumlah 48 (18,46%) 1 (0,39%) 0 (0%) 260 100%
(81,15%)

Hasil yang didapatkan pada variabel paritas ini didominasi oleh

multipara sebanyak 178 orang (68,46%). Baik Jawa, Madura, maupun

Melayu didapatkan yang terbanyak adalah multipara.

5.2.4 Body Mass Index (BMI)

Terdapat empat kriteria pada variabel Body Mass Index (BMI) yaitu

underweight, normal, overweight, dan obesitas. Data selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi Body Mass Index (BMI) pada Pasien dengan

Preeklampsia

Etnis
Presentas
BMI Lain- N
Jawa Madura Melayu e
lain

Underweigh 2 (2,3%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 2 0,77%

35
t

 Normal 60 (23,08%) 13 (5%) 0 (0%) 0 (0%) 73 28,08%

1
Overweight  65 (23,85%) 23 (8,85%) 0 (0%) 89
(0,39%) 34,23%

Obesitas 84 (32,3%) 12 (4,62%) 0 (0%) 0 (0%) 96 36,92%

211 1
Jumlah 48 (18,46%) 0 (%) 260
(81,15%) (0,39%) 100%

Berdasarkan data dari tabel diatas, urutan terbanyak adalah pasien

dengan BMI obesitas yaitu > 30 sebanyak 96 orang (36,92%) dan yang

paling sedikit adalah pasien dengan BMI underweight dibawah 18,5 yaitu

2 orang (0,77%) dari etnis Jawa.

5.2.5 Usia Gestasi

Usia Gestasi dibagi menjadi dua, yaitu < 34 minggu (early onset) dan > 34

minggu (late onset). Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Usia Gestasi pada Pasien dengan Preeklampsia

Etnis
 Usia Presentas
Lain- N
Gestasi Jawa Madura Melayu e
lain

 <34 103 0
17 (6,53%) 0 (0%) 120
minggu (39,62%) (0%) 46,15%

>34 108 31 1 (0,39%) 0 140 53,85%

36
minggu (41,53%) (11,93%) (0%)

211 48 0
Jumlah  1 (0,39%) 260
(81,15%) (18,46%) (0%) 100%

Didapatkan distribusi variabel usia gestasi dari ketiga kriteria data

ini didominasi oleh usia gestasi > 34 minggu (late onset).Baik pada etnis Jawa,

Madura, maupun Melayu didapatkan terbanyak usia gestasi > 34 minggu.

5.2.6 Riwayat Preeklampsia

Ada dua kriteria pada variabel ini yaitu pasien dengan riwayat

preeklampsia dan tanpa riwayat preeklampsia. Data selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Riwayat Preeklampsia pada Pasien Preeklampsia

Etnis
Riwayat Presentas
Lain- N
PE  Jawa Madura Melayu e
lain

 Ya 37 (14,23%) 10 (3,85%) 0 (0%) 0 (0%) 47 18,07%

 Tidak 174 38 (14,62%) 1 0 (0%) 213 81,93%

37
(66,92%) (0,38%)

211 1
Jumlah 48 (18,46%) 0 (0%) 260 100%
(81,15%) (0,39%)

Didapatkan bahwa hasil perhitungan untuk variabel riwayat

Preeklampsia didominasi oleh pasien tanpa riwayat preeklampsia yaitu

sebanyak 213 orang (81,93%). Baik Jawa, Madura, maupun Melayu, yang

terbanyak adalah pasien tanpa riwayat preeklampsia.

5.2.7 Komplikasi Ibu

Beberapa macam komplikasi pada ibu yang termasuk variabel

yaitu solusio plasenta, gagal ginjal akut/ kronis, gagal jantung, HELPP

sindrom, edema paru, DIC, dan ruptur hepar, adapun kriteria tanpa

komplikasi. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Distribusi Komplikasi Ibu pada Pasien dengan Preeklampsia

Etnis
Komplikasi Ibu Lain- N Presentase
Jawa Madura Melayu
lain

Solusio plasenta 1 (0,39%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 1 0,39%

38
 GGA / GGK 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 0%

Gagal Jantung 1 (0,39%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 1 %

HELPP Sindrom 83 (31,92%) 17 (6,54%) 0 (0%) 0 (0%) 100 38,46%

Edema Paru 20 (7,69%) 12 (4,62%) 0 (0%) 0 (0%) 32 12,3%

DIC 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 0%

Ruptur hepar 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 0%

106 1 (0,39%) 1 (%)


Tanpa Komplikasi 19 (7,3%) 126
(40,77%) 48,85%

211 1 (0,39%) 0 (0%)


Jumlah 48 (18,46%) 260
(81,15%) 100%

Berdasarkan data yang didapatkan di rekam medis, pada pasien

preeklampsia yang mengalami komplikasi, terbanyak adalah HELPP

sindrom yaitu sebanyak 100 orang (%) kemudian diikuti oleh edema paru

sebanyak 32 orang (%) sedangkan yang paling sedikit adalah solusio

plasenta dan gagal jantung sebanyak masing-masing 1 orang (0,39%).

Pasien preeklampsia yang tidak mengalami komplikasi sebanyak 126

orang (48,85%).

5.2.8 Komplikasi Janin

Beberapa macam komplikasi pada janin yang termasuk variabel

yaitu IUGR dan IUFD, adapun kriteria tanpa komplikasi. Data

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Komplikasi pada Janin

39
Etnis
Komplikasi
Lain- N Presentase
Janin  Jawa Madura Melayu
lain

 IUGR 24 (9,23%) 1 (0,39%) 0 (0%) 0 (0%) 25 9,62%

 IUFD 3 (1,15%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3 1,15%

Tanpa 184 1
47 (18,07) 0 (0%) 232 89,23%
komplikasi (70,77%) (0,39%)

211 48 1
Jumlah 0 (0%) 260 100%
(81,15%) (18,46%) (0,39%)

Didapatkan komplikasi terbanyak pada janin adalah IUGR yaitu

sebanyak 25 janin (9,62%). Adapun janin yang dilahirkan tanpa

komplikasi yaitu sebanyak 232 janin (89,23%)

5.2.9 Cara Persalinan

Terdapat dua jenis kriteria cara persalinan yaitu pervaginam dan seccio

caesar. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9 Distribusi Cara Persalinan pada Pasien dengan Preeklampsia

Etnis
Cara Presentas
Lain- N
Persalinan Jawa Madura Melayu e
lain

Pervaginam 83 (31,92%) 13 (5%) 1 (0,39%) 0 (0%) 97 37,31%

Sectio 128 35 0 (0%) 0 (0%) 16


Caesarea (49,23%) (13,46%) 3 62,69%

40
211 48 1 (0,39%) 0 (0%) 26
Jumlah
(81,15%) (18,46%) 0 100%

Dari tabel diatas didapatkan hasil cara persalinan terbanyak adalah

sectio caesarea yaitu sebanyak 163 orang (62,69%). Baik Jawa, Madura,

maupun Melayu, yang terbanyak adalah sectio caesarea.

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Ibu Bersalin dengan Preeklampsia

6.1.1 Umur

41
Pada penelitian ini didapatkan umur ibu bersalin dengan preeklampsia

terbanyak oleh pasien berumur 20 tahun sampai 35 tahun. Usia termuda yaitu 16

tahun dan usia paling tua yaitu 45 tahun. Hasil ini berbeda dari Manuaba (2008)

yg menyebutkan bahwa usia kurang dari 20 tahun dan usia 35 tahun atau lebih alat

reproduksi belum siap untuk menerima kehamilan sehingga pada usia tersebut

lebih berisiko terjadinya preeklampsia. Menurut Rochjati (2003) rentan terjadinya

preeklampsia disebabkan karena perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan

jalan lahir yang tidak lentur lagi. Selain itu juga diakibatkan karena tekanan darah

yang meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga pada usia 35 tahun

atau lebih dapat cenderung meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia (Potter,

2005).

Penelitian ini tidak sesuai dengan teori dimana didapatkan kriteria

terbanyak oleh usia kehamilan aman ( >20 dan < 35 tahun). Hal ini dapat

disebabkan oleh dominasi pasien usia kehamilan aman di RSUD Dr. Soetomo

serta tidak didapatkan data yang mencakup kesuluruhan pasien yang bersalin di

RSUD Dr. Soetomo sehingga tidak dapat dihitung prevalensinya sesuai masing-

masing kriteria usia.

6.1.2 Paritas

Paritas ibu bersalin dengan preeklampsia di RS dr. Sutomo terbanyak oleh

multipara. Hasil ini berbeda dari penelitian di rumah sakit di Bandung yang

menyebutkan bahwa sebagian besar pasien persalinan dengan preeklamsia

merupakan kehamilan primipara (Estina et al, 2010).

42
Preeklampsia terutama terjadi pada kehamilan primipara dan pada usia < 20

tahun (Hermawan, 2015). Pada penelitian ini tidak sesuai teori, di RSUD Dr.

Soetomo justru didominasi oleh pasien dengan kehamilan multipara, hal ini dapat

disebabkan oleh data seluruh sampel pasien dengan preeklampsia yang dirawat

RSUD Dr. Soetomo terbanyak adalah pasien berusia reproduktif (20-35 tahun).

6.1.3 Etnis

Penelitian ini menunjukkan jumlah pasien bersalin dengan preeklamsia

terbanyak beretnis Jawa. Ada tiga jenis etnis yang didapatkan yaitu Jawa, Madura,

dan Melayu, hal ini menunjukkan bahwa pasien preeklampsia di RSUD Dr.

Soetomo pada tahun 2014 tidak terdistribusi rata secara etnis. Disini tidak dapat

dilihat perbedaan manifestasi klinisnya pada masing-masing etnis karena

kurangnya data yang diambil seperti tekanan darah dan hasil lab.

Pada penelitian lain menunjukkan adanya perbedaan manifestasi klinis

pada etnis yang berbeda. Penelitian dilakukan pada wanita yang didiagnosis

dengan preeklamsia berat di sebuah pusat perawatan tersier dari tahun 1993

sampai 2003. Data yang dibandingkan adalah antara Kaukasia, Afrika Amerika,

dan wanita Hispanik. Wanita Afrika Amerika dengan preeklampsia berat

menunjukkan hipertensi lebih parah, sementara wanita Kaukasia lebih sering

hemolisis, peningkatan enzim hati dan sindrom trombosit rendah (Goodwin &

Mercer, 2005).

6.1.4 Body Mass Index (BMI)

Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) ibu bersalin

dengan preeklamsia terbanyak oleh kelompok obesitas. Hasil ini sesuai dengan

43
penelitian yang dilakukan di Magelang yang menunjukkan keterkaitan yang

bermakna antara obesitas dan preeklampsia dengan risiko preeklampsia pada

pasien obesitas 4,7 kali lebih tinggi (Rahayu, 2015).

Penelitian ini sesuai dengan teori bahwa obesitas merupakan salah satu

faktor dalam kejadian preeklampsia. Wanita dengan status gizi rendah atau biasa

dikatakan BMI rendah, memilik efek negatif pada hasil kehamilan, biasanya berat

bayi baru lahir rendah dan kelahiran preterm. Sedangkan wanita dengan status gizi

berlebihan atau IMT obesitas dikatakan memiliki risiko tinggi terhadap

preeklampsia (Sativa, 2011).

6.1.5 Usia Gestasi

Pada penelitian didapatkan yang terbanyak adalah usia gestasi > 34

minggu (late onset). Hal ini sesuai dengan Huppertz (2008) bahwa prevalensi

preeklampsia early onset lebih sedikit dibanding late onset.

Pada preeklampsia early onset ditemukan invasi trofoblas yang tidak

adekuat, pulsatil indeks pada pemeriksaan doppler meningkat, terjadi peningkatan

resistensi perifer pembuluh darah plasenta, sistolik dan diastolik dari arteri

umbilikalis meningkat. Walaupun presentasinya lebih kecil dari late onset, pada

early onset preeklampsia mempunyai outcome ibu dan janin yang lebih jelek

(Hermawan, 2015).

6.1.6 Riwayat Preeklampsia

Pada penelitian ini menunjukkan jumlah pasien bersalin dengan

preeklampsia tanpa riwayat preklampsia lebih banyak daripada pasien dengan

44
riwayat preeklampsia. Hasil ini berbeda dari Riset Kesehatan Dasar 2007 yang

menunjukkan bahwa pasien dengan riwayat preeklampsia berisiko lebih tinggi

terjadi preeklampsia (Sirait, 2007). Seseorang yang mempunyai riwayat

preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan

meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia (Cooper, 1997).

Penelitian ini tidak sesuai dengan teori bahwa pasien yang pernah

mengalami preeklampsia sebelumnya lebih berisiko dalam terjadinya

preeklampsia sedangkan paritas pasien didominasi oleh kehamilan multipara

namun sedikit yang mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan

sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya faktor riwayat keluarga yang

tidak didapatkan dari penelitian ini, adapun faktor lain yang belum dapat

diketahui.

6.1.7 Komplikasi Ibu

Pada penelitian ini didapatkan komplikasi ibu bersalin dengan

preeklampsia terbanyak adalah HELPP sindrom lalu diikuti oleh edema paru. Hal

ini sesuai dengan Hermawan (2015) bahwa komplikasi terbanyak adalah HELPP

sindrom lalu diikuti oleh edema paru.

HELPP sindrom belum jelas penyebabnya dan belum ditemukan faktor

pencetusnya. Yang ditemukan pada penyakit ini adalah kelainan tonus vaskuler,

vasospasme dan kelainan koagulasi. Sindrom ini merupakan akhir dari kelainan

yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit.

Akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi, dan agregasi trombosit, dan selanjutnya

terjadi keruskan endotel (Roeshadi, 2006).

45
Disfungsi endothel pada preeklampsia merupakan disfungsi endothel di

dalam tubuh penderita secara keseluruhan, Bila prosesnya berlanjut dapat terjadi

disfungsi dan kegagalan organ seperti edema paru akibat perubahan permeabilitas

pembuluh darah (Roeshadi, 2006).

6.1.8 Komplikasi Janin

Pada penelitian ini didapatkan komplikasi janin terbanyak adalah IUGR.

Hal ini sesuai dengan Setyorini (2011) dimana janin dengan IUGR lebih banyak

dibanding tanpa komplikasi IUGR.

Pada keadaan disfungsi endotel, terjadi ketidakseimbangan produksi zat-

zat yang bertindak sebagai vasodilator sehingga terjadi vasospasme (Roeshadi,

2006). Vasospasme yang berkelanjutan akan menyebabkan integritas endotel

pembuluh darah rusak, sehingga plasma darah bergeser dari ruang intravaskuler

ke ruang interstitial. Akhirnya, volume plasma akan turun dan terjadi

hemokonsentrasi yang dapat dinilai dari peningkatan kadar hematokrit.

Hemokonsentrasi yang terus mengalami peningkatan akan menyebabkan perfusi

ke jaringan semakin berkurang, yang dapa menyebabkan gangguan pada ibu dan

janin. Perfusi yang menurun pada plasenta pun dapat mengakibatkan

pertumbuhan janin terhambat karena terjadi gangguan pada perjalanan nutrisi dari

ibu ke janin. Pertumbuhan janin yang terhambat tersebut dapat berupa

intrauterine growth restriction (IUGR) (Wiknjosastro et al, 2007). Berkurangnya

perfusi berlaku untuk semua organ, yang kemudian akan memperburuk

preeklampsia itu sendiri. (Prawirohardjo, 2007).

6.2 Cara persalinan Ibu Bersalin dengan Preeklampsia

46
Pada penelitian ini didapatkan kriteria terbanyak untuk cara persalinan

oleh cara persalinan seccio caesar, lebih banyak bila dibandingkan dengan cara

persalinan pervaginam. Adanya pasien yang bersalin pervaginam menunjukkan

bahwa pasien preeklampsia tidak harus sectio caesarea. Banyaknya persalinan

secara sectio caesarea disini dapat disebabkan karena faktor lain seperti janin

letak sungsang, ROJ (Riwayat Obstetrik Jelek).

Pada dasarnya, pengelolaan preeklampsia sedapat mungkin

mempertahankan kehamilan hingga aterm. Pada kehamilan dengan preeklampsia,

persalinan pervaginam lebih baik bila dibandingkan dengan sectio caesarea. Jika

perjalanan penyakit pada ibu hamil semakin memburuk, maka kehamilan harus

segera dihentikan tanpa memandang usia kehamilan yaitu dengan sectio caesarea

(Roeshadi, 2006).

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Umur ibu bersalin dengan preeklampsia di RSUD Dr. Soetomo

terbanyak adalah pada usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 176 pasien

47
(67,69%). Didapatkan hal yang sama baik pada etnis Jawa, Madura,

maupun Melayu.

2. Paritas ibu bersalin dengan preeklampsia di RSUD Dr. Soetomo

terbanyak adalah multipara yaitu sebanyak 178 pasien (68,46%).

Didapatkan hal yang sama baik pada etnis Jawa, Madura, maupun

Melayu.

3. Indeks masa tubuh ibu bersalin dengan preeklampsia di RSUD Dr.

Soetomo yang terbanyak adalah pada kriteria obesitas yaitu sebanyak

96 pasien (36,92%). Didapatkan hal yang sama pada etnis Jawa

namun berbeda dari etnis Madura dan Melayu dimana yang terbanyak

yaitu pada kriteria overweight.

4. Usia gestasi ibu bersalin dengan preeklampsia di RSUD Dr. Soetomo

terbanyak adalah usia gestasi > 34 minggu (late onset) sebanyak 140

pasien (53,85%). Didapatkan hal yang sama baik pada etnis Jawa,

Madura, maupun Melayu.

5. Pada variabel riwayat preeklampsia di RSUD Dr. Soetomo,

didapatkan terbanyak adalah tanpa riwayat preeklampsia yaitu

sebanyak 213 pasien (81,93%). Didapatkan hal yang sama baik pada

etnis Jawa, Madura, maupun Melayu.

6. Komplikasi ibu bersalin dengan preeklampsia di RSUD Dr. Soetomo

didapatkan terbanyak adalah HELPP sindrom sebanyak 100 pasien

(38,46%), lalu diikuti oleh edema paru sebanyak 32 pasien (12,3%).

Didapatkan hal yang sama pada etnis Jawa dan Madura, sedangkan

Melayu didapatkan tanpa komplikasi.

48
7. Komplikasi janin yang dilahirkan oleh ibu dengan preeklampsia di

RSUD Dr. Soetomo didapatkan terbanyak adalah IUGR yaitu

sebanyak 25 janin (9,62%). Didapatkan hal yang sama pada etnis

Jawa dan Madura, sedangkan Melayu didapatkan tanpa komplikasi.

8. Cara persalinan ibu bersalin dengan preeklampsia di RSUD Dr.

Soetomo didapatkan terbanyak adalah secara sectio caesarea yaitu

sebanyak 163 pasien (62,69%). Didapatkan hal yang sama pada etnis

Jawa dan Madura, sedangkan Melayu didapatkan pervaginam.

7.2 Saran

o Perlunya perbaikan sistem pendataan rekam medis pasien secara

lengkap dan terperinci agar jumlah sampel yang tersedia dapat

semuanya diperiksa untuk digunakan dalam penelitian sehingga

memudahkan peneliti untuk mendapatkan data secara lengkap, jelas

dan tepat.

o Perlunya kelengkapan data secara menyeluruh sehingga dapat

dihitung prevalensinya.

o Diperlukan penelitian lanjutan untuk menganalisis hasil yang tidak

didukung oleh teori yang ada, seperti umur ibu dimana hasil yang

didapatkan terbanyak adalah pasien dengan usia 20-35 tahun sedangkan

teori mengatakan sebaliknya.

o RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah sakit tipe A yang menjadi

rujukan Indonesia bagian timur, perlunya penelitian pasien

preeklampsia berdasarkan etnis di seluruh Indonesia.

49
50

Anda mungkin juga menyukai