Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OBSTETRI
(ABORTUS)

NARWAN
201701124
3C KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA
NUSANTARA
PALU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan Laporan dan Asuhan Keperawatan dengan judul
“Kegawatdaruratan Obstetri”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik
dan saran dari para pembaca.

Akhir kata, kami berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca.

Rabu, 01 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
E. Komplikasi
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Penatalaksanaan Medis
H. Asuhan Keperawatan

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan obstetri adalah suatu keadaan yang datangnya
tiba-tiba, tidak diharapkan, mengancam jiwa, sehingga perlu penanganan
yang cepat dan tepat untuk mencegah morbiditas maupun mortalitas.
Kegawatdaruratan obstetri diantaranya disebabkan oleh pendarahan,
eklampsia, infeksi, persalianan lama akibat distosia dan keguguran.
Di Indonesia permasalahan gawat darurat obstetri terjadi karena
mengalami empat hal keterlambatan yaitu terlambat mengenali bahaya dan
risiko, terlambat mengambil keputusan untuk mencari pertolongan,
terlambat mendapatkan transportasi untuk mencapai sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu, dan terlambat mendapatkan pertolongan di
fasilitas rujukan. Oleh karena itu pelayanan obstetri memerlukan
kontiunitas pelayanan serta akses terhadap pelayanan obstetri emergensi
ketika timbul komplikasi. Sehingga setiap persalinan harus ditolong oleh
tenaga kesehatan terlatih, peningkatan terhadap pelayanan obstetri
emergensi, serta sistem rujukan yang efektif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana konsep teori pada kasus kegawatdaruratan obstetric?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus kegawatdaruratan
obstetric?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan penulisan yaitu :
1. Mengetahui konsep teori pada kasus kegawatdaruratan obstetric
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada kasus kegawatdaruratan
obstetric
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Abortus atau miscarriage adalah dikeluarkannya hasil konsepsi
sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan sekitar 500
atau gram kurang dari 1000 gram, terhentinya proses kehamilan sebelum
usia kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba, 2010).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun,
spontan maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup dengan
batasan berdasar umur kehamilan dan berat badan (Handono, 2009).
B. Etiologi
Lebih dari 80% abortus terjadi pada minggu pertama, dan setelah
itu angka ini cepat menurun. Kelainan kromosom merupakan penyebab,
pada paling sedikit separuh dari kasus abortus dini ini, dan setelah itu
insidennya juga menurun. Faktor penyebab terjadinya abortus dibagi
menjadi beberapa faktor yaitu :
1. Faktor janin
a. Perkembangan zigot abnormal
Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah
kelainan perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau
kadang-kadang plasenta. Disorganisasi morfologis pertumbuhan
ditemukan pada 40% abortus spontan sebelum minggu ke-20.
Diantara mudigah yang panjang ubun-ubun ke bokongnya (CRL =
Crown Rump Length) kurang dari 30 mm, frekuensi kelainan
http://digilib.unimus.ac.id perkembangan morfologis adalah 70%.
Mudigah-mudigah yang menjalani pemeriksaan biakan jaringan
dan analisis kromosom, 60% memperlihatkan kelainan kromosom.
Janin dengan panjang ubun-ubun ke bokong (CRL) 30 sampai 180
mm, frekuensi kelainan kromosom adalah 25%.
b. Abortus aneuploidi
Sekitar seperempat dari kelainan kromosom disebabkan oleh
kesalahan gametogenesis ibu dan 5% oleh kesalahan ayah. Dalam
suatu studi terhadap janin dan neonatus dengan trisomi 13, pada 21
dari 23 kasus, kromosom tambahan berasal dari ibu.
c. Trisomi autosom
Merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada
abortus trimester pertama. Trisomi dapat diebabkan oleh
nondisjunction tersendiri, translokasi seimbang materal atau
paternal, atau inversi kromosom seimbang. Trisomi untuk semua
autosom kecuali kromosom nomor 1 pernah dijumpai pada abortus,
tetapi yang tersering adalah autosom 13, 16, 18,21 dan 22.
d. Monosomi X
Merupakan kelainan kromosom tersering berikutnya dan
memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner).
Triploidi sering dikaitkan dengan degenerasi hidropik pada
plasenta. Janin yang memperlihatkan kelainan ini sering
mengalami abortus dini, dan beberapa mampu bertahan hidup lebih
lama mengalami malformasi berat.
e. Abortus euploid
Abortus euploid memuncak pada usia gestasi sekitar 13 minggu.
Insiden abortus euploid meningkat secara drastis setelah usia ibu
35 tahun.
2. Faktor maternal
a. Usia ibu
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30
tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari
pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun.
Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35
tahun.
b. Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu,
hal ini mungkin karena adanya faktor dari jaringan parut pada
uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini mengakibatkan
tidak adekuatnya persedian darah ke plasenta yang dapat pula
berpengaruh pada janin.
c. Infeksi
Adanya infeksi pada kehamilan dapat membahayakan keadaan
janin dan ibu. Infeksi dapat menyebabkan abortus, dan apabila
kehamilan dapat berlanjut maka dapat menyebabkan kelahiran
prematur, BBLR, dan eklamsia pada ibu.
d. Anemia
Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu
dan janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka
berkurang pula kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat
memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin antara lain
kematian janin, meningkatnya kerentanan ibu pada infeksi dan
meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi.
e. Faktor aloimun
Kematian janin berulang pada sejumlah wanita didiagnosis sebagai
akibat faktor-faktor aloimun. Diagnosis faktor aloimun berpusat
pada beberapa pemeriksaan yaitu perbandingan HLA ibu dan ayah,
pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi keberadaan antibodi
sitotoksik terhadap leukosit ayah dan pemeriksaan serum ibu untuk
mendeteksi faktor-faktor penyekat pada reaksi pencampuran
limfosit ibu-ayah.
3. Faktor hormonal
Salah satu dari penyakit hormonal ibu hamil yang dapat menyebabkan
abortus adalah penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus pada saat
hamil dikenal dengan diabetes meliitus gestasional (DMG). DMG
didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali
ditemukan pada saat hamil. Dinyatakan DMG bila glukosa plasma
puasa ≥ 126 mg/dl atau 2 jam setelah beban glukosa 75 gram ≥ 200
mg/dl atau toleransi glukosa terganggu.13,15 Pada DMG akan terjadi
suatu keadaan dimana jumlah atau fungsi insulin menjadi tidak normal,
yang mengakibatkan sumber energi dalam plasma ibu bertambah.
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi
janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal yang
menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi yang salah
satunya adalah abortus spontan.
4. Gamet yang menua
Didapatkan peningkatan insidensi abortus yang relatif terhadap
kehamilan normal apabila inseminasi terjad gamet di dalam saluran
genitalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan kemungkinan
abortus.
5. Kelainan anatomi uterus
Leiomioma uterus, bahkan yang besar dan multipel, biasanya tidak
menyebabkan abortus. Apabila menyebabkan abortus, lokasi
leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Sinekie
uterus disebabkan oleh destruksi endometrium luas akibat kuretase.
Hal ini akhirnya menyebabkan amenore dan abortus rekuren yang
dipercaya disebabkan oleh kurang memadainya endometrium untuk
menunjang implantasi. Defek perkembangan uterus, cacat ini terjadi
karena kelainan pembentukan atau fusi duktus Mülleri atau terjadi
secara spontan atau diinduksi oleh pajanan dietilstilbestrol in utero.
Serviks inkompeten ditandai oleh pembukaan serviks tanpa nyeri pada
trimester kedua disertai prolaps dan menggembungnya selaput ketuban
pada vagina, diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi janin
imatur.
6. Trauma fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
dilupakan. Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat
menyebabkan abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi
beberapa waktu setelah kematian mudigah atau janin.
7. Faktor paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam
terjadinya abortus spontan. yang jelas, translokasi kromosom pada
sperma dapat menyebabkan abortus. Adenovirus atau virus herpes
simpleks ditemukan pada hampir 40% sampel yang diperoleh dari pria
steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus
yang sama dijumpai pada abortus.
C. Patofisiologi
Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis
dan nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas,
dan hal ini memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Sebelum
minggu ke-10, ovum biasanya dikeluarkan dengan lengkap.
Hal ini disebabkan karena sebelum minggu ke-10 vili korialis
belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua, hingga ovum
mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh
dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat,
hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal jika
terjadi abortus. Apabila kantung dibuka, biasanya dijumpai janin kecil
yang mengalami maserasi dan dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak
tampak janin didalam kantung dan disebut “blighted ovum”.
Mola karneosa atau darah adalah suatu ovum yang dikelilingi oleh
kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan vili
korionik yang telah berdegenarsi tersebar diantaranya. Rongga kecil
didalam yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat
dinding bekuan darah lama yang tebal.
Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa kemungkinan
hasil. Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Cairan amnion
mungkin terserap saat janin tertekan dan mengering untuk membentuk
fetus kompresus. Kadang-kadang, janin akhirnya menjadi sedemikian
kering dan tertekan sehingga mirip dengan perkamen, yang sering disebut
juga sebagai fetus papiraseus.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik abortus antara lain:
a. Terlambat haid atau amenote kurang dari 20 minggu
b. Pada pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal
atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
c. Pendarahan pervaginaan, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
d. Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.
E. Komplikasi
Komplikasi abortus antara lain :
1. Perdarahan
2. Perforasi
3. Infeksi dan Tetanus
4. Syok
F. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan ayitu :
1. USG
2. CT Scan
3. Pemeriksaan urin
4. Pemeriksaan obstetri
G. Penatalaksanaan Medis
1. Abortus Imminens
a. Tirah baring Istirahat baring (bedrest), bertujuan untuk menambah
aliran darah ke uterus dan mengurangi perangsangan mekanis. Ibu
(pasien) dianjurkan untuk istirahat baring. Apabila ibu dapat
istirahat dirumah, maka tidak perlu dirawat. Ibu perlu dirawat
apabila perdarahan sudah terjadi beberapa hari, perdarahan
berulang atau tidak dapat beristirahat dirumah dengan baik
misalnya tidak ada yang merawat atau ibu merasa sungkan bila
rumah hanya beristirahat saja. Perlu dijelaskan kepada ibu dan
keluarganya, bahwa beristirahat baring dirumah atau dirumah
bersalin atau rumah sakit adalah sama saja pengaruhnya terhadap
kehamilannya. Apabila akan terjadi abortus inkomplit, dirawat
dimanapun tidak mencegahnya.
b. Periksa tanda-tanda vital (suhu, nadi dan pernafasan).
c. Kolaborasi dalam pemberian sedativa (untuk mengurangi rasa
sakit dan rasa cemas), tokolisis dan progesterone, preparat
hematik (seperti sulfat ferosus atau tablet besi).
d. Hindarkan intercose.
e. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
f. Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari untuk mencegah infeksi
terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
2. Abortus Insipiens
a. Apabila bidan menghadapi kasus abortus insipiens segera
berkonsultasi dengan dokter ahli kandungan sehingga pasien
mendapat penanganan yang tepat dan cepat.
b. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, bahwa perforasi pada
kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat
dengan pemberian infus oksitosin.
c. Biasanya penatalaksanaan yang dilakukan pada kehamilan
kurang dari 12 minggu yang disertai perdarahan adalah
pengeluaran janin atau pengosongan uterus memakai kuret
vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai
kuret tajam.
d. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal
dilakukan pengeluaran plasenta secara manual.
3. Abortus Inkomplit Dalam menghadapi kasus abortus incomplete,
bidan dapat berkonsultasi dengan dokter sehingga tidak merugikan
pasien. Penatalaksanaan yang biasanya dilakukan pada kasus abortus
inkomplete ini adalah :
a. Bila disertai syok karena perdarahan diberikan infuse cairan
fisiologi NaCl atau Ringer Laktat dan tranfusi darah selekas
mungkin.
b. Setelah syok diatasi dilakukan kerokan dengan kuret tajam dan
diberikan suntikan untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
c. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal
dilakukan pengeluaran plasenta secara manual.
d. Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi.
4. Abortus Komplit
a. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang abortus
komplit, bidan dapat berkonsultasi dengan dokter sehingga tidak
merugikan pasien.
b. Tidak memerlukan terapi khusus tetapi untuk membantu
involusi uterus dapat diberikan methergin tablet.
c. Bila pasien anemia dapat diberikan sulfat ferosus (zat besi) atau
transfuse darah.
d. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi vitamin dan mineral.
5. Missed Abortion Memerlukan tindakan media khusus sehingga
bidan perlu berkonsultasi dengan dokter untuk penangananya.
a. Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahaya adanya
hipofibrinogenemia, sehingga sulit untuk mengatasi perdarahan
yang terjadi bila belum dikoreksi hipofibrigenemianya (untuk itu
kadar fibrinogen darah perlu diperiksa sebelum dilakukan
tindakan).
b. Pada prinsipnya penanganannya adalah : pengosongan kavum
uteri setelah keadaan memungkinkan.
c. Bila kadar fibrinogen normal, segera dilakukan pengeluaran
jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
d. Bila kadar fibrinogen rendah dapat diberikan fibrinogen kering
atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
e. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dilakukan pembukaan
serviks uteri dengan laminaria selama kurang lebih 12 jam ke
dalam kavum uteri.
f. Pada kehamilan lebih dari 2 minggu maka pengeluran janin
dilakukan dengan pemberian infuse intravena oksitosin dosis
tinggi.
g. Bila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat, maka
pengeluaran janin dapat dikerjakan dengan menyuntikkan
larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
6. Abortus Infeksius Abortus infeksius yang menyebabkan sepsis dapat
menimbulkan bahaya kehamilan ibu maka penderita harus segera
dirujuk ke rumah sakit. Tugas bidan adalah mengirimkan penderita
ke rumah sakit yang dapat memberikan pertolongan khusus. Prinsip
penatalaksanaannya adalah :
a. Pemberian terapi antibiotika (penisilin, metrodazole, ampicillin,
streptomycin, dan lain-lain) untuk menanggunglangi infeksi.
b. Bila perdarahan banyak dilakukan pemberian transfusi darah.
c. Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotika
atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus
dikeluarkan dari uterus.
d. Pemasangan CVP (Central Venosus Pressure) untuk
pengontrolan cairan.
e. Pemberian kortikosteroid dan heparin bila ada Disseminated
Intravascular Coagulation.
7. Abortus Habitualis
a. Memperbaiki keadaan umum.
b. Perbaikan gizi dan istirahat yang cukup.
c. Terapi hormon progesterone dan vitamin.
d. Kolaborasi untuk mengetahui faktor penyebab (Maryunani,
2009).
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway : Kaji jalan napas, paten atau tidak dan kaji apakah ada
sumbatan pernapasan
2) Breathing : Kaji frekuensi napas, irama, kedalaman, bunyi napas
tambahan
3) Circulation : TD, Nadi, irama nadi, denyut nadi, CRT, akral dan
kaji adanya sianosis
4) Disability : Kaji Kesadaran
b. Pengkajian Sekunder
1) Biodata Pasien
2) Biodata penanggung jawab
3) Alasan dirawat
4) Keluhan Utama
5) Riwayat Menstruasi
6) Riwayat perkawinan
7) Riwayat Obstetrik
8) Riwayat Kontrasepsi yang digunakan
9) Kunjungan ANC
10) Imunisasi
11) Riwayat Kesehatan
12) Riwayat Keturunan kembar
13) Riwayat Alergi Obat
14) Pola pemenuhan kebutuhan
15) Pola aktivitas
16) Kebiasaan yang menganggu kesehatan
17) Data psikososial
2. Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Gangguan Rasa nyaman berhubungan dengan ansietas dan nyeri
abdomen
3. Intervensi
a. Dx. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
NIC :
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor TD pasien
3) Minitor vital sign
4) Berikan cairan IV dan monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
5) Monitor tingkat HB dan HT
6) Dorong pasien untuk menambah intake oral
7) Kolaborasi dengan dokter
b. Dx. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
NIC :
1) Monitor status sirkulasi, warna kulit, suhu tubuh, denyut
jantung dan ritme, nadi perifer dan kapiler refill
2) Monitor suhu dan pernapasan
3) Monitor tanda awal syok
4) Monitor tanda dan gejala asites
5) Berikan cairan IV dan oral yang tepat
6) Ajarkan kepada keluarga pasien tentang tanda dan gejala
datangnya syok
c. Dx. Gangguan Rasa nyaman berhubungan dengan ansietas dan
nyeri abdomen
NIC :
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan
2) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut
3) Monitor tekanan darah dan nadi
4) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan obstetri adalah suatu keadaan yang datangnya tiba-
tiba, tidak diharapkan, mengancam jiwa, sehingga perlu penanganan yang
cepat dan tepat untuk mencegah morbiditas maupun mortalitas.
Kegawatdaruratan obstetri diantaranya disebabkan oleh pendarahan,
eklampsia, infeksi, persalianan lama akibat distosia dan keguguran.
Abortus atau miscarriage adalah dikeluarkannya hasil konsepsi
sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan sekitar 500 atau
gram kurang dari 1000 gram, terhentinya proses kehamilan sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba, 2010).
B. Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26440/chapter%20I?
sequence=4. Pada tanggal 01 April 2020
http://digilib.unila.ac.id/20690/15/BAB%20II.pdf Pada tanggal 01 April
2020
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/69170/fulltext.pdf?
sequence=1&isAllowed=y Pada tanggal 01 April 2020
http://repo.unsrat.ac.id/1588/1/16._Clinical_Emergency_in_Obstetric.pdf
Pada tanggal 01 April 2020

Anda mungkin juga menyukai