Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ABORTUS

Oleh:
NUR AMALIA PUTRI
NIM: 201420100003

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BAKTI INDONESIA BANYUWANGI
2022

1
2

Daftar isi

BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................3

A. Latar Belakang.............................................................................3

B. Rumusan Masalah.........................................................................4

C. Tujuan...........................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................5

A. Konsep Dasar Abortus..................................................................5

1. Definisi......................................................................................5

2. Etiologi......................................................................................5

3. Menisfestasi Klinis....................................................................8

4. Patofisiologi..............................................................................9

5. Patway.....................................................................................10

6. Penatalaksanaan......................................................................11

7. Komplikasi..............................................................................12

8. Klasifikasi...............................................................................13

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN....................................15

1. Pengkajian...............................................................................15

2. Diagnosa..................................................................................20

3. Intervensi.................................................................................20

4. Implementasi...........................................................................27

5. Evaluasi...................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................29

BAB 1
3

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abortus adalah pengakhiran kehamilan, baik secara spontan
maupun disengaja, sebelum 20 minggu berdasarkan hari pertama haid
terakhir (Levano, 2015). Abortus merupakan penghentian atau
berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin viabel ( usia kehamilan 20
minggu) ( Helen, 2013) Abaortus adalah pengeluaran hasil konsepsi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu ( Mansjoer, 2013)
Salah satu penyebab yang ditemukan pada abortus yaitu
aneuploidy (Kelainan kromosom), infeksi, kelainan endokrin,
penggunaan obat, faktor lingkungan, abnormalitas imunologi, kelainan
uterus dan serviks inkompeten. Angka kejadian abortus spontan sekitar
11 juta dari 208 juta kehamilan yang ada di dunia, hal tersebut hampir
90 % terjadi secara tidak aman, sehingga berkontribusi 11%-13%
terhadap kematian maternal (Kemenkes RI, 2015). Laporan dari
Autralian Consontum For Indonesian Studiens, bahwa hasil penelitian
yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia
menunjukan terjadinya 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup (Diyah,
2017).
Angka kematian karena abortus mencapai 2500 setiap tahunnya
(SDKI,2017). Angka kematian ibu di Indonesia ini masih sangat tinggi
mengingat target SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun
2030 mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000
kelahiran hidup. Berdasarkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah) 2015-2019, target angka kematian ibu pada tahun 2019 yaitu
306 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014).
Menurut Maryunani & Eka (2013) macam-macam abortus adalah
abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan terdiri dari
abortus imminens, abortus insipiens, abortus komplit, abortus inkomplit
serta missed abortion. Prawirohardjo (2014) mengatakan bahwa abortus
Imminens adalah keadaan dimana perdarahan berasal dari intrauteri
4

yang timbul sebelum umur kehamilam lengkap dua puluh minggu, tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan masih
mungkin berlanjut atau dipertahankan.
B. Rumusan Masalah
1. bagaimana asuhan keperawatan kepada pasien dengan keluhan
abortus?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan abortus
2. Tujuan Khusus
a. Dapat menjelaskan abortus
b. Memahami adaptasi fisiologis konsep asuhan keperawatan abortus
c. Memahami asuhan keperawatan abortus

BAB 2
5

TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR ABORTUS
1. Definisi
Abortus adalah akhir dari suatu kehamilan yang disebabkan oleh
faktor tertentu atau berakhirnya kehamilan sebelum usia kehamilan 20
minggu atau hasil konsepsi belum mampu untuk melanjutkan hidup di
luar kandungan. Sedangkan abortus inkomplet adalah Sebagian dari
buah kehamilan telah dilahirkan akan tetapi sebagian (biasanya
jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim. Pada abortus ini
pengeluaran sebagian janin dan ada sisa yang tertinggal dalam uterus
dan terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu (Lily, 2015).
2. Etiologi
Menurut Maryunani & Eka (2013) dan Prawirohardjo (2014)
penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi, biasanya
disebabkan lebih dari satu penyebab, penyebab terbanyak diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Faktor Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip
embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Karena kelainan sitogenetik pada
trimester pertama, separuh dari abortus berupa trisomi autosom.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian
janin atau cacat kelainan berat pada kehamilan muda.
b. Faktor Autoimun
Antara abortus berulang dan penyakit autoimun terdapat hubungan
yang nyata. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE)
dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibody
spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian
abortus spontan diantara pasien SLE sekitar 10 %, dibanding
populasi umum. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan
6

dengan sisi negatif dari fosfolipid. Sebagian besar kematian janin


dihubungkan dengan adanya aPA.
c. Faktor Infeksi
Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada
kejadian abortus, diantaranya : bakteri, virus, parasit, dan
spirokaeta. Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan
peran infeksi terhadap risiko abortus/EPL, diantaranya sebagai
berikut :
1) Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin
yang berdampak langsung pada jani atau unit fetoplasenta.
2) Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup.
3) Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta yang bisa
berlanjut kematian janin.
4) Infeksi kronis endometrium dari penyebaran keman genetalia
bawah (misal Mikoplasma hominis, Klamidia, Ureplasma
urealitikum. HSV) yang bisa mengganggu proses implantasi.
5) Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram negatif, Listeria
monositogenes).
6) Memacu perubahan genetik dan antomik embrio, umumnya oleh
karena virus selama kehamilan awal (missal rubella, parvovirus
B19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik
sitomegalo virus CMV, HSV)
d. Faktor lingkungan
Diperkirakan 1 – 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus,
misalnya paparan terhadap buangan gas anastesi dan tembakau.
Rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain
nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu
7

neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada system sirkulasi


fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang
berakibat terjadinya abortus.
e. Faktor Psikologis
Biasanya ibu belum mempunyai persiapan yang matang secara
emosional merupakan kelompok yang peka terhadap terjadinya
abortus.
f. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam
villi koriales menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.
g. Faktor Imunologi
Terdapat antibodi kardiolipid yang mengakibatkan pembekuan
darah di belakang supra simfisis sehingga mengakibatkan kematian
janin karena berkurangnya aliran darah dari supra simfisis tersebut.
Faktor imunologi yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan
abortus spontan berulang antara lain: antibodi antinuclear,
antikoagulan lupus, dan antibodi cardiolipid.
h. Usia
Beberapa studi menunjukkan bahwa angka kematian janin yang
berusia kurang dari 20 minggu sebanyak 2% dengan usia ibu hamil
kurang dari 30 tahun, dan sebesar 10% dengan usia ibu hamil lebih
dari 40 tahun. (Reeder, 2011). Hutapea (2017) mengungkapkan
bahwa kelompok usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
berisiko terjadinya abortus, karena pada usia dibawah 20 tahun
reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan
pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi wanita sudah
mengalami penurunan dari fungsi reproduksi normal.

3. Menifestasi Klinis
8

Menurut Maryunani & Eka (2013), manifestasi klinis abortus


adalah:
a. Abortus Imminens
1) Ditandai dengan perdarahan bercak hingga sedang.
2) Serviks masih tertutup (karena pada saat pemeriksaan dalam belum
ada pembukaan).
3) Teraba nyeri/kram pada abdomen ringan.
4) Uterus sesuai gestasi.
5) Kram perut bawah nyeri memilin karena kontraksi tidak ada atau
sedikit sekali.
6) Tidak ditemukan kelainan pada serviks.

Gambar 2.1 Manifestasi Klinis Abortus Imminens Sumber:


Maryunani & Eka (2013)
b. Abortus Insipiens
1) Perdarahan sedang hingga massif (banyak).
2) Kadang keluar gumpalan darah.
3) Serviks terbuka.
4) Uterus sesuai masa kehamilan.
5) Kram/nyeri pada perut bagian bawah karena kontraksi rahim
kuat.
c. Abortus Komplit
1) Perdarahan bercak hingga sedang.
9

2) Serviks tertutup/terbuka.
3) Uterus lebih kecil dari usia gestasi.
4) Ada/tanpa nyeri perut bagian bawah dari riwayat hasil
konsepsi.
5) Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan akan berhenti.
d. Abortus Inkomplit
1) Perdarahan sedang hingga banyak yang disertai dengan adanya
gumpalan.
2) Serviks terbuka karena masih ada benda di dalam uterus.
3) Besar uterus sesuai dengan usia gestasi.
4) Kram/nyeri perut bagian bawah.
5) Hasil konsepsi keluar sebagian dan test kehamilan masih
positif.
e. Missed Abortion
1) Embrio telah meninggal dalam kandungan sebelum usia
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan hingga 8 minggu lebih.
2) Pada usia kehamilan 14 – 20 minggu penderita biasanya
merasakan rahimnya semakin mengecil.
3) Serviks tertutup dan perdarahan sedikit.
4) Sesekali pasien merasakan perutnya dingin dan kosong

4. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desisua basalis dan
nekrosis dijaringan sekitar. Ovum menjadi terlepas, hal ini memicu
kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Kemudian uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut, apabila
kantung dibuka akan dijumpai janin kecil yang mengalami meserasi
dan dikelilingi oleh cairan, jika janin tidak tampak didalam kantung
disebut blighted ovum. Mola kerneosa atau darah adalah suatu ovum
10

yang dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan


bervariasi, dengan villi korionik yang telah berdegenerasi tersebar
diantara kapsul. Rongga kecil didalam yang terisi cairan tampak
menipis dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama dan tebal
(Cunningham, 2012).
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum
menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan
seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah
lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis
belum menembus desidua terlalu dalam. Pada abortus tahap lanjut,
terdapat beberapa kemungkinan hasil. Janin yang bertahan dapat
mengalami maserasi. Tulang-tulang kolaps dan abdomen kembung
oleh cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas
meningglakan dermis. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan
nekrosis (Manuaba, 2013).
5. Patway Menurut (Cunningham, 2012).

6. Penatalaksaan
11

Menurut Cunningham (2012), penatalaksanaan aktif pada pasien


dengan abortus umumnya terdiri dari :
a) Tirah baring
Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan abortus
imminens karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah
ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Menurut Manuaba
(2013). Istirahat total ditempat tidur akan meningkatkan aliran darah
ke rahim serta dapat mengurangi perdarahan. Apabila perdahan
tidak berhenti dalam 48 jam maka akan berpotensi untuk terjadinya
abortus insipiens.
b) Pemberian antibiotik
hanya jika ada tanda infeksi Penelitian retrospektif pada 23 wanita
dengan abortus imminens pada usia awal trimester kehamilan,
mendapatkan 15 orang (65%) memiliki flora abnormal vagina.
Tujuh dari 16 orang mendapatkan amoksisilin ditambah klindamisin
dan tiga dari tujuh wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak
mengalami nyeri abdomen dan perdarahan (Sucipto, 2013).
Mengemukakan bahwa penangan pada abortus spontan yang
dilakukan seperti terapi intravena atau transfusi darah dapat
dilakukan bila diperlukan. Pada abortus inkomplit diusahakan untuk
mengosongkan uterus melalui pembedahan, jika penyebabnya
adalah infeksi, tindakan untuk pengosongan uterus sebaiknya
ditunda sampai mendapatkan penyebab yang pasti untuk memulai
terapi antibiotik.

c) Progesteron
Progesteron merupakan produk utama korpus luteum dan berperan
penting pada persiapan uterus untuk implantasi, mempertahankan
serta memelihara kehamilan. Sekresi progesteron yang tidak
adekuat pada awal kehamilan diduga sebagai salah satu penyebab
12

keguguran sehingga suplementasi progesteron sebagai terapi


abortus diduga dapat mencegah keguguran (Sucipto, 2013).
d) Penggunaan alat kontrasepsi yang tidak mengandung hormon
Salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan
masalah abortus yaitu dengan menganjurkan pasien maupun
suaminya dalam memilih alat kontrasepsi yang tidak mengandung
hormon seperti: kondom, Intra Uterine Device (IUD), sistem
kalender, serta coitus interuptus. Penanganan ini sebaiknya
dianjurkan kepada suami istri, karena untuk wanita yang sudah
mengalami abortus spontan pada saat berhubungan seksual sel
sperma belum bisa membuahi sel ovum dikarenakan kondisi uterus
wanita yang belum kuat untuk melakukan pembuahan.
e) Evaluasi
Menurut Manuaba (2013) pada pasien abortus imminens evaluasi
yang dapat dilakukan diantaranya : cek jumlah perdarahan dan
lamanya, tes kehamilan dapat diulangi, konsultasi pada dokter ahli
untuk penanganan lebih lanjut, serta memberikan konseling pada
ibu untuk dapat mengurangi aktifitas yang berat setelah perdarahan
berhenti. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya
pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan
USG panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila
perdarahan terjadi lagi. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi
janin dengan USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Penatalaksanaan pasca abortus


Untuk mencegah abortus berulang pada pasien yang telah
mengalami abortus, dianjurkan melakukan pemeriksaan TORCH
(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes Virus) lewat
pengambilan darah. Terapi disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
laboratorium tersebut (Mochtar, 2012).
13

7. Komplikasi Abortus
Menurut Wiknjosastro, (2012) dalam Maryunani dan Sari (2013)
komplikasi yang berbahaya pada abortus, meliputi :
a) Pendarahan.
Pendarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian
karena pendarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan
pada waktunya.
b) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita
perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya perlu segera
dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi,
penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam
menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya
luas mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera
untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.
c) Infeksi dalam uterus dan adneksa
Biasanya ditemukan pada abortus inkomplit dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis. Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam
setiap abortus, tetapi biasanya di dapatkan pada abortus inkomplit
yang berkaitan erat dengan abortus yang tidak aman (unsafe
abortion).
d) Syok
14

Syok pada abortus bisa terjadi karena pendarahan (syok


hemoragik) dan karena infeksi perut (syok endoseptik).

8. Klasifikasi Abostus
Menurut Reeder (2014) dan Prawirohardjo (2014), klasifikasi
abortus spontan adalah sebagai berikut :
a) Abortus Imminens Adalah perdarahan pervaginam atau perdarahan
bercak-bercak yang terjadi pada awal masa kehamilan pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu yang dapat berkaitan atau tidak
dapat berkaitan dengan kram ringan, proses tersebut dapat
berkurang atau dapat menyebabkan abortus.
b) Abortus Insipiens Abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka,
namun janin masih dalam rahim dan dalam proses pengeluaran.
c) Abortus komplit Semua hasil konsepsi telah keluar, perdarahan
ringan, kram uterus ringan. Hasil konsepsi yang keluar dari kavum
uteri berkisar pada usia kehamilan 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.
d) Abortus Inkomplit Sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan, tetapi
sebagian lagi (biasanya plasenta) tertahan dalam uterus, perdarahan
hebat biasanya terjadi sampai hasil konsepsi yang tertinggal dalam
uterus dapat dikeluarkan.
e) Missed Abortion Janin meninggal dalam uterus sebelum kehamilan
20 minggu tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertinggal dalam
uterus.
15

Gambar 2.2 Klasifikasi Abortus Sumber: Prawirohardjo (2014)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Karakterisktik pasien
Abortus yang terjadi pada usia kehamilan < 20 minggu umumnya
dialami oleh kelompok wanita usia 20 – 40 tahun. Abortus spontan
umumnya terjadi pada usia kehamilan 1 – 3 minggu setelah kematian
embrio atau janin (Reeder, 2011).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien dengan abortus spontan biasanya masuk ke rumah sakit
dengan keluhan perdarahan bercak hingga sedang pada usia
kehamilan <20 minggu, kram bagian bawah abdomen memilin
karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali (Maryunani & Eka,
2013).
2) Riwayat Kesehatan
Sekarang Pada umumnya pasien dengan abortus mengalami
perdarahan ringan hingga berat yang terjadi selama beberapa
minggu dan dapat disertai/tidak nyeri pada abdomen bawah
(Reeder, 2011).
16

Menurut Reeder (2011) dan Maryunani & Eka (2013) Ibu hamil
dengan abortus biasanya mengalami perdarahan pervagina atau
flekflek darah, sehingga pasien dianjurkan untuk istirahat baring,
karena dengan ini dapat menambah aliran darah ke uterus tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan yaitu memeriksa jumlah
perdarahan dan karakteristik perdarahan.
3) Riwayat Kesehatan
Dahulu Pasien yang mengalami abortus spontan biasanya
mempunyai riwayat abortus sebelumnya. Ibu hamil dengan abortus
sering terjadi pada usia wanita kurang dari 30 tahun dan lebih dari
usia 40 tahun (Reeder, 2011).
Menurut Maryunani & Eka (2013) dan Prawirohardjo (2014)
pengaruh lingkungan akibat radiasi, virus, paparan asap rokok
maupun penyakit kronis yang dialami ibu hamil seperti diabetes
mellitus, hipertensi dan herpes dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
4) Riwayat Kesehatan
Keluarga Kemungkinan anggota keluarga yang pernah memiliki
riwayat abortus. Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh
faktor genetik. Paling sedikit kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik sehingga hasil konsepsi
dapat menyebabkan janin meninggal atau mengalami kecacatan
pada kehamilan muda (Prawirohardjo, 2014).
5) Riwayat Menstruasi
Riwayat menstruasi dikaji untuk mengetahui menarche pasien,
siklus haid teratur atau tidak, banyaknya darah yang keluar sewaktu
haid, rasa nyeri/tidak pada saat menstruasi dan HPHT untuk
mengetahui usia kehamilan (Wiknjosastro, 2012).
6) Riwayat obstetri
Riwayat obstetri perlu dikaji untuk mengetahui apakah
sebelumnya pernah hamil atau belum, hasil akhir yang muncul serta
17

penangannya. Biasanya abortus spontan terjadi karena adanya


kelainan bawaan pada hasil konsepsi (Wiknjosastro, 2012).
7) Personal Hygiene
Personal hygiene yang dikaji pada wanita dengan abortus untuk
mengetahui kebersihan dirinya terutama pada daerah genitalia
untuk mencegah terjadinya infeksi. Infeksi microplsma pada tracture
genetalis dapat menyebabkan abortus (Sulistyawati, 2012).
8) Aktivitas harian
Biasanya pada ibu hamil dengan abortus imminens harus
beristirahat total untuk menghentikan perdarahan dan
meminimalisir terjadinya kematian pada janin. Pasien dianjurkan
untuk tidak melakukan aktifitas berat dan tidak melakukan
hubungan seksual sampai lebih kurang 2 minggu.
Ibu hamil dengan abortus imminens akan sulit untuk melakukan
aktifitas sehari-hari dan aktifitas dibantu oleh suami atau keluarga
(Ratnawati, 2016). Ibu hamil yang bekerja cenderung untuk terkena
abortus karena ibu hamil yang bekerja lebih banyak melakukan
aktiftas yang berlebih ditambah beban kerja yang dialami ibu hamil
cukup menguras tenaga dan waktu dan tidak dapat membagi waktu
kapan harus beristirahat sehingga dapat berisiko terhadap
kehamilannya (Hutapea, 2017)
9) Riwayat psikologis
Wanita yang mengalami abortus juga akan mengalami risiko
psikologis seperti merasa cemas, tertekan, ragu-ragu dalam
mengambil keputusan dan merasa tidak berhak memilih. Gejalanya
dapat ditandai dengan harga diri rendah, malu, putus asa, sering
menjerit, dan disertai dengan usaha bunuh diri (Maryunani & Eka,
2013).
10) Riwayat spiritual
Wanita dengan abortus cenderung memiliki perasaan tidak
percaya dengan keselamatan kehamilannya, keyakinan religius atau
18

spiritual yang kurang. Paien merasa takut kondisi janin yang


dikandungnya terancam meninggal.
c. Pemeriksaan Fisik Menurut (Padilla, 2015).
1) Keadaan umum
Ibu hamil dengan abortus cenderung terlihat lemah karena
perdarahan yang dialami, kemungkinan kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
2) Kepala dan wajah
Rambut ibu hamil dengan abortus kumungkinan tidak ada
perubahan. Pada wajah biasanya akan tampak pucat, ada/tidak
cloasma gravidarum, edema pada wajah tidak ditemukan.
Konjungtiva pada mata nampak anemis, sklera tidak ikterik, dan
palpasi pembesaran kelenjar getah bening pada leher biasanya tidak
ditemukan kelainan.
3) Payudara
Kemungkinan pada ibu hamil dengan abortus imminens payudara
akan membesar, lebih padat dan lebih keras, puting menonjol areola
menghitam dan membesar dan permukaan pembuluh darah
menjadi lebih terlihat.
4) Abdomen
Pada ibu hamil dengan abortus biasanya akan ditemukan umbilikus
menonjol keluar, dan membentuk suatu area berwarna gelap di
dinding abdomen, serta akan ditemukan linea alba dan linea nigra.
Pada ibu tampak perut membesar.
5) Genitalia
Ibu hamil dengan abortus biasanya mengalami perdarahan
pervaginam mulai dari ringan hingga berat mungkin disertai dengan
keluarnya jaringan hasil konsepsi
6) Ekstremitas
Ibu hamil dengan abortus kemungkinan tidak ditemukan masalah
pada ekstremitas.
19

d. Pola-pola fungsi kesehatan Menurut (Padilla, 2015).


1) Pola persepsi dan tatalaksana
hidup sehat Klien mengerti atau tidak tentang pemeliharaan
kesehatan mengenai keadaan yang terjadi pada dirinya, yaitu
perdarahan yang berlebihan.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan menurun, berat badan menurun, klien lemah.
3) Pola aktivitas Aktivitas terganggu, keadaan ibu lemah karena nyeri
perut yang timbul.
4) Pola eliminasi Frekwensi defekasi dan miksi tidak ada kesulitan,
warna, jumlah, dan konsistensi.
5) Pola istirahat dan tidur Terjadi adanya perubahan pola tidur akibat
dari adanya perdarahan.
6) Pola sensori dan kognitif Mengalami kecemasan dengan penyakitnya
sehingga kadang mudah tersinggung dan gelisah.
7) Pola persepsi diri Terjadi perubahan pola konsep diri (harga diri)
kerena timbul anggapan tidak bisa merawat dirinya.
8) Pola hubungan dan peran Hubungan klien dan keluarga
kemungkinan mengalami perubahan karena kurang mampu
memperhatikan keadaan sekitar.
9) Pola reproduksi dan sexual Kemungkinan keadaan sexual terganggu
karena keadaan klien yang lemah.
10) Pola penanggulangan stress Kemungkinan dalam mengatasi masalah
yang dihadapi mengalami perubahan karena kadang-kadang klien
mudah tersinggung dan gelisah.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan Pola ibadah mungkin mengalami
perubahan karena tidak untuk melakukan aktivitas ibadah.
12) Pola tata nilai dan kepercayaan Pola ibadah mungkin mengalami
perubahan karena tidak untuk melakukan aktivitas ibadah.
20

e. Pemeriksaan penunjang Menurut (Padilla, 2015).


1) Tes kehamilan akan menunjukkan hasil positif bila janin masih hidup
bahkan 2-3 hari setelah abortus.
2) Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatn adalah suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadapat masalah kesehatan atau respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun pontensal (PPNI,2016). Diagnosa
keperawatan berfokus pada rspon individu, keluarga atau komunitas
terhadap masalah kesehatan (Siregar dkk., 2021). Diagnosa
keperawatan dapat dijadikan sebagai dasar dalam pemilihan intervensi
yang menjadi tanggung gugat perawat (hidayat, 2021).
Menurut NANDA 2015–2017 dan SDKI 2016, diagnosa yang
mungkin muncul pada ibu dengan abortus adalah:
1) Risiko cedera janin berhubungan dengan masalah kontraksi.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit.
5) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif.
6) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan krisis situasi.
3. Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase peorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan klien rencana
keperawatan akan memberikan informasi esensial bagi perawat
21

guna memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi.


Proses keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan,
penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat,
pendokumentasian rencana keperawatan. Rencana keperawatan
dimulai dengan prioritas diagnosa yang telah ditentukan kemudian
dlanjut dengan penentuan tujuan dan sasaran. (Wahyuni, 2016).

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL
1. Resiko cidera janin Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama:
berhubungan dengan keperawatan, risiko cedera 1) Pemantauan denyut
masalah kontraksi pada janin dapat teratasi jantung janin.
(SDKI 2018. Hal 298) dengan kriteria hasil: 2) Pencehan cidera
3) Pengukuran gerakan
Definisi: Kriteria hasil: janin
Berisiko mengalami 1) Tingkat cidera
bahaya atau kerusakan 2) Status pertubumhan
fisik pada janin 3) Tingkat pengetahuan Intervensi
selama proses pendukung:
kehamilan dan 1) Konseling nutrisi
persalinan. 2) Konseling
seksualitas
3) Manajemen nutrisi
Faktor Risiko: 4) Manajemen
1) Besarnya ukuran perdarahan
janin pervaginam
2) Kecemasan yang 5) Manajemen
berlebihan tentang prolapsus uteri
proses persalinan 6) Manajemen stres
3) Riwayat persalinan 7) Pemantauan
sebelumnya elektronk fetal
4) Usia ibu (<15 tahun 8) Pencegahan jatuh
atau >35 tahun) 9) Perawatan
5) Nyeri pada abdomen kehamilan
6) Kelelahan 10) Perawatan
7) Efek agen kenyamanan
farmakologis 11) Perawatan
persalinan risiko
tinggi
12) Persiapan
Kondisi klinis pemeriksaan
terkait: Ultrasonografi
1) Ketuban pecah (USG)
22

sebelum waktunya 13) Promosi ASI


(KPSW). Eksklusif
2) Infeksi 14) Promosi dukungan
3) Penyakit penyerta: keluarga
asma, hipertensi, 15) Promosi dukungan
penyakit menular spiritual
seksual,AIDS 16) Promosi komunikasi
4) Masalah kontraksi Efektif
5) Efek pengobatan 17) Promosi perawatan
pada ibu. diri
18) Promosi proses
efektif keluarga
19) Resusitasi janin
20) Skrining
penyalagunaan zat
21) Teknik distraksi
22) Teknik
menenangkan
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan intervensi Bantuan Perawatan
fisik Hambatan keperawatan, hambatan Diri
mobilitas fisik mobilitas fisik pada pasien 1) Pertimbangkan
berhubungan dengan dapat teratasi dengan kriteria budaya pasien ketika
program pembatasan hasil: meningkatkan
gerak (NANDA 2015- aktivitas perawatan
2017. Hal 232) Pergerakan: diri
1) Tidak terganggunya 2) Pertimbangkan usia
keseimbangan pasien ketika
Definisi: Keterbatasan 2) Cara berjalan dan meningkatkan
dalam gerakan fisik koordinas tidak terganggu aktivitas perawatan
atau satu atau lebih 3) Kinerja pengaturan tubuh diri
ektremitas secara baik 3) Monitor
mandiri dan terarah 4) Gerakan otot dan sendi kemampuan
tidak terganggu perawatan diri
Batasan 5) Dapat berjalan dan secara mandiri
Karakteristik: bergerak dengan mudah 4) Berikan lingkungan
1) Dispnea setelah yang terapeutik
beraktivitas Tingkat dengan memastikan
2) Gerakan lambat Ketidaknyamanan: lingkungan yang
3) Kesulitan 1) Nyeri yang dirasakan hangat, santai,
membolak-balik dapat berkurang tertutup dan
posisi 2) Cemas, stress dan rasa berdasarkan
4) Keterbatasan takut dapat diatasi pengalaman individu
rentang gerak 3) Kehilangan nafsu makan 5) Berikan bantuan
5) Ketidaknyaman an berkurang sampai pasien
4) Pikiran bersifat paranoid mampu melakukan
berkurang perawatan diri
5) Mual muntah tidak ada mandiri
Gejala mayor: 6) Bantu pasien
1) Mengeluh sulit menerima kebutuhan
menggerakkan terkait dengan
23

ekstremitas Toleransi terhadap kondisi


2) Kekuatan otot Aktifitas: ketergantungannya
menurun 1) Tekanan darah ketika 7) Dorong pasien untuk
beraktifitas tidak melakukan aktivitas
terganggu normal sehari-hari
Gejala minor: 2) Kemudahan bernafas sampai batas
1) Nyeri saat bergerak ketika beraktifitas kemampuan pasien
2) Merasa cemas saat 3) Kekutan tubuh bagian atas 8) Lakukan
bergerak dan bawah tidak pengulangan yang
3) Gerakan terbatas mnegalami gangguan konsisten terhadap
4) Fisik lemah 4) Kemudahan dalam rutinitas kesehatan
melakukan Aktifitas yang dimaksud
Hidup Harian untuk membangun
5) Kemampuan berbicara perawatan diri
ketika melkaukan aktifitas 9) Ciptakan rutinitas
fisik aktivitas perawatan
diri (NIC. Hal 79)
3. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
berhubungan dengan keperawatan, pasien dapat 1) Lakukan pengkajian
agens cedera biologis mengontrol dan melaporkan nyeri komprehensif
(neoplasma) tingkatan nyeri dengan yang meliputi lokasi,
(NANDA 2015- 2017. kriteria hasil: karakteristik, durasi,
Hal 469) frekuensi, kualitas,
Kontrol nyeri: intensitas atau
1) Mampu mengenali kapan beratnya nyeri dan
Definisi: nyeri terjadi faktor pencetus
pengalaman sensorik 2) Mampu menggambarkan 2) Kendalikan faktor
dan emosional tidak faktor penyebab nyeri lingkungan yang
menyenangkan 3) Mampu menggunakan dapat mempengaruhi
dengan kerusakan tindakan pengurangan respon pasien
jaringan aktual atau nyeri tanpa analgesik terhadap
potensial, atau 4) Mampu mengenali apa ketidaknyamanan
digambarkan sebagai yang terkait dengan gejala (misalnya suhu
suatu kerusakan nyeri ruangan,
awitan yang tiba-tiba 5) Mampu melaporkan nyeri pencahayaan, suara
atau lambat dengan yang terkontrol (NOC. bising)
intensitas dari ringan Hal 247). 3) Kurangi atau
hingga berat dengan eliminasi faktor-
akhir yang dapat Tingkat nyeri: faktor yang dapat
diprediksi atau 1) Mampu menilai mencetus atau
diantisipasi. panjangnya episode nyeri meningkatkan nyeri
2) Mampu menilai ekspresi (misalnya:
wajah (NOC. Hal 577). ketakutan, kelelahan,
Batasan keadaan monoton,
Karakteristik: dan kurang
1) Bukti nyeri dengan pengetahuan
menggunakan 4) Berikan individu
standar daftar penurunan nyeri
periksa nyeri untuk yang optimal dengan
pasien yang tidak peresepan analgesik
24

dapat 5) Dukung istirahat/


mengungkapkan tidur yang adekuat
nya untuk membantu
2) Dilatasi pupil penurunan nyeri
3) Ekspresi wajah (NIC. Hal 198).
nyeri (misalnya,
mata kurang
bercahaya, tampak Terapi relaksasi:
kacau, gerakan mata 1) Dorong klien untuk
berpencar atau tetap mengambil posisi
pada satu fokus, yang nyaman dengan
meringis) pakaian longgar dan
4) Fokus menyempit mata tertutup
(misalnya, persepsi 2) Dapatkan perilaku
waktu, proses yang menunjukkan
berfikir, interaksi terjadinya relaksasi,
dengan orang dan misalnya bernafas
lingkungan) dalam, menguap,
5) Fokus pada diri pernafasan perut atau
sendiri bayangan yang
6) Keluhan tentang menenangkan
intensitas 3) Minta klien untuk
menggunakan rileks dan merasakan
standar skala nyeri sensasi yang terjadi
7) Keluhan tentang 4) Tunjukkan dan
karakteristik nyeri praktikkan teknik
dengan relaksasi pada klien
menggunakan 5) Evaluasi laporan
standar instrumen individu terkait
nyeri dengan relaksasi
8) Mengekspesikan yang dicapai secara
perilaku (misalnya, teratur
gelisah, merengek, 6) Evaluasi dan
menangis, waspada) dokumentasikan
9) Perubahan pada respon terhadap
parameter fisiologis terapi relaksasi
(misalnya, tekanan (NIC. Hal 446)
darah, frekuensi
jantung, frekuensi
pernapasan ) Monitor tanda -tanda
10) Perubahan vital
selera makan 1) Monitor tekanan
11) Perubahan darah, nadi, suhu dan
posisi untuk 2) status pernafasan
menghindari nyeri dengan tepat (NIC.
12) Putus asa Hal 237).
13) Sikap
melindungi area
nyeri
25

Gejala mayor:
1) Mengeluh nyeri
2) Tampak meringis
3) Bersikap protektif
4) Gelisah
5) Frekuensi nadi
meningkat
6) Sulit tidur
Gejala minor:
1) Tekanan darah
meningkat
2) Pola nafas berubah
3) Nafsu makan
berubah
4) Menarik diri
5) Berfokus pada diri
sendiri
4. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama:
dengan kurang keperawatan, ansietas pada 1) Reduksi ansietas
pengetahuan tentang klien dapat diatasi dengan 2) Terapi relaksi
penyakit kriteria hasil :
Intervensi
Kriteria hasil: pendukung:
Definisi: 1) Dukungan sosial 1) Bantuan kontrol
Kondisi emosi dan 2) Harga diri merah
pengalaman subyektif 3) Kesadaran diri 2) Bibliotrapi
individu terhadap 4) Kontrol diri 3) Dukungan emosi
objek yang tidak jelas 5) Proses informasi 4) Dukungan hipnosis
dan spesifik akibat 6) Status kongnitif diri
antisipasi bahaya yang 7) Tingkat agitasi 5) Dukungan kelompok
memungkinkan 8) Tingkat pengetahuan 6) Dukungan keyakinan
individu melakukan 7) Dukungan
tindakan untuk memaafkan
menghadapi ancaman 8) Dukungan
pelaksanaan ibadah
9) Dukungan
Penyebab: pengungkapan
1) Krisis situasional kebutuhan
2) Kebutuhan tidak 10) Dukungan
terpenuhi proses berduka
3) Krisis maturasional 11) Intervensi krisis
4) Ancaman terhadap 12) Konseling
konsep diri 13) Manajemen
5) Ancaman terhadap demensial
kematian 14) Persiapan
6) Kekhawatiran pembedahan
mengalami 15) Teknik
kegagalan distraksi
7) Disfungsi sistem 16) Terapi hipnosis
26

keluarga 17) Teknik


8) Hubungan orang imajinasi terbimbing
tua-anak tidak 18) Teknik
memuaskan menenagkan
9) Faktor keturunan 19) Terapi
(temperamen mudah blofecdback
teragitasi sejak 20) Terapi
lahir) diversional
10) Peyalagunaan 21) Terapi musik
zat 22) Terapi
11) Terpapar penyalagunaan zat
bahaya lingkungan 23) Terpai relaksasi
(mis, toksin, otot progresif
polutan, dan lain- 24) Terapi
lain) reminisens
12) Kurang 25) Terapi seni
terpapar informasi 26) Terapi validasi

Gejala dan tanda


mayor:
Subjektif
1) Merasa bingung
2) Merasa khawatir
dengan akibat dari
kondisi yang
dihadapi
3) Sulit berkonsentrasi

Objektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur

Gejala dan tanda


minor:
Subjektif
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Palpitasi
4) Merasa tidak
berdaya

Objektif
1) Frekuensi napas
meningkat
2) Frekuensi nadi
meningkat
27

3) Tekanan darah
meningkat
4) Diaforesis
5) Tremor
6) Muka tampak pucat
7) Suara bergetar
8) Kontak mata buruk
9) Sering berkemih
10) Berorientasi
pada masa lalu

Kondisi klinis
terkait:
1) Penyakit kronis
progresif (mis,
kanker, penyakit
autoimun)
2) Penyakit akut
3) Hospitalisasi
4) Rencana oprasi
5) Kondisi diagnosa
penyakit belom jelas
6) Penyakit neurologis
7) Tahap tumbuh
kembang

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri merupakan tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat, serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Di sisi lain, tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang
didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya. (Ratnawati, 2016).
Dalam implementasi keperawatan, tindakan harus cukup mendetail
dan jelas supaya tenaga keperawatan dapat menjalankannya dengan
baik dalam waktu yang telah ditentukan. Perawat dapat melaksanakan
langsung atau bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya.
(Mitayani, 2011)
28

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan penilaian perkembangan ibu hasi
implementasi keperawatan dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai. (Ratnawati, 2016)
Hasil yang diharapkan bagi klien yang mengalami abortus spontas
adalah sebagai berikut :
a. Klien dapat mneyatakan perubahan fisiologis yang terjadi
mengenai kondisinya dan pengobatan yang berkaitan.
b. Klien tidak akan mneunjukkan tanda atau gejala kekurangan
volume cairan.
c. Klien tidak akan mnegalami komplikasi apapun.
d. Klien dapat mempertahankan kehamilannya apabila perdarahan
tidak terlalu banyak atau tidak terdapat kontaindikasi lain selama
kehamilan.
e. Klien dapat membahas dampak keguguran yang ia alami pada
keluarganya, mengalami kemajuan melewati proses berduka.
29

DAFTAR PUSTAKA
Maryunani, Anik & Eka Puspita Sari. 2013. Asuhan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal. Jakarta: Trans Info Media

Cunningham GF dan Leveno KJ. 2012.Panduan ringkas obstetri williams.Jakarta:


EGC

Manuaba. IBG. 2014. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga


berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC

Sucipto, Nur Ilhaini. 2013. Abortus Imminens: upaya pencegahan, pemeriksaan


dan penatalkasanaan. Jurnal CKD-206/ vol. 40 no. 7 th. 2013.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan pedoman bagi tenaga kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI

Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC

Wiknjosastro. Hanifa. 2012. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Reeder, S.J., Martin, L.L., & Koniak-Griffin D. 2011. Keperawatan maternitas,


kesehatan wanita, bayi dan keluarga. (Afiyanti, Y., Rachmawati, I.N., &
Djuwitaningsih, S., penerjemah). Edisi 18, volume 2.Jakarta; EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2011.Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka .

Prawirohardjo,2014.Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Padila. 2015.Asuhan keperawatan maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika

Sulistyawati, Ari. 2012. Asuhan kebidanan pada masa kehamilan. Jakarta: EGC

Hutapea, Martha. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus di


Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai Tahun 2016.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2015 – 2017.


Alih bahasa: Budi Anna Keliat, dkk. Jakarta: EGC
30

Ratnawati, Ana. 2016.Asuhan keperawatan maternitas.Yogyakarta: Pustaka Baru


Press

SDKI 2016, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta,


persatuan perawat indonesia

Anda mungkin juga menyukai